Lompat ke isi

Balai Pengujian Standar Instrumen Unggas dan Aneka Ternak

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sapi perah

Balai Pengujian Standar Instrumen Unggas dan Aneka Ternak atau biasa disingkat menjadi BPSI UAT, adalah unit pelaksana teknis dari Badan Standardisasi Instrumen Pertanian yang bertugas melaksanakan pengujian standar instrumen unggas dan aneka ternak.[1] Hingga akhir tahun 2023, organisasi ini berkantor pusat di Ciawi, Bogor, Jawa Barat.

Organisasi ini memulai sejarahnya dari pada tahun 1950 saat Kementerian Pertanian mendirikan Balai Penelitian Umum (BPU) di Bogor. Dua tahun kemudian, nama BPU diubah menjadi Balai Penyelidikan Peternakan (BPP). Pada tahun 1956, nama BPP diubah menjadi Pusat Balai Penyelidikan Peternakan (PBPP). Lima tahun kemudian, nama PBPP diubah menjadi Lembaga Penelitian Peternakan (LPP). Pada tahun 1966, nama LPP diubah menjadi Lembaga Peternakan. Setahun kemudian, nama Lembaga Peternakan diubah menjadi Lembaga Penelitian Peternakan.

Sementara itu, pada bulan Desember 1974, sebagai bagian dari Colombo Plan, Kementerian Pertanian juga mendirikan Bogor Animal Husbandry Research Institute (BARI) di Ciawi, Bogor. Nama BARI kemudian diubah menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (P4). Pada tahun 1978, nama P4 diubah menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Ternak (P3T).[2]

Pada tahun 1981, LPP dan P3T digabung untuk membentuk organisasi ini dengan nama Balai Penelitian Ternak (Balitnak). Pada tahun 2002, organisasi ini dialihkan dari Direktorat Jenderal Peternakan ke Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pada tahun 2023, pasca transformasi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian menjadi Badan Standardisasi Instrumen Pertanian, nama dari organisasi ini juga diubah menjadi seperti sekarang.[1]

Fungsi dari organisasi ini antara lain:[1]

  1. Pelaksanaan pengujian standar instrumen unggas dan aneka ternak
  2. Pengelolaan produk instrumen hasil standardisasi unggas dan aneka ternak
  3. Pelaksanaan layanan pengujian dan penilaian kesesuaian standar instrumen unggas dan aneka ternak
  4. Pelaksanaan pengumpulan dan pengolahan data serta penyebarluasan hasil standardisasi instrumen unggas dan aneka ternak

Publikasi

[sunting | sunting sumber]

Berikut sejumlah publikasi ilmiah dari pegawai organisasi ini saat masih bernama Balai Penelitian Ternak:

Penelitian ini adalah mengevaluasi bebek hasil pemuliaan.[3] Sekuen DNA diisolasi dari bebek lokal yang memiliki polimorfisme yang tinggi dan dapat digunakan untuk mengkarakterisasi genetika populasi.[3] Hasil yang didapatkan adalah sekuen mikrosatelit yang telah diisolasi beberapa diantaranya dapat digunakan sebagai primer DNA untuk proses polimerase rantai panjang.[3]
Limbah pertanian seperti bungkil kelapa dan bungkil inti sawit bila diolah dapat menjadi pakan bagi hewan ruminansia.[4] Pada penelitian ini menggunakan inokulum kapang Aspergillus niger untuk melakukan proses fermentasi, sehingga hasil yang diharapkan adalah meningkatnya nilai gizi dari pakan tersebut.[4] Aspergillus niger umumnya dapat membentuk spora pada suhu tertentu dan dapat mengganggu daya cerna hewan.[4] Oleh karena itu, pada penelitian ini menggunakan kapang yang telah dimutasi menggunakan sinar ultraviolet.[4] Hasil yang didapatkan adalah mutan dapat meningkatkan kerja enzim hidrolisis sehingga protein pada limbah tersebut dapat tercacah, sehingga dapat meningkatkan daya cerna hewan ruminansia.[4]
  • Aktivitas sinergistik enzim yang diproduksi oleh Eupenicillium javanicum dan Aspergillus niger NRRL 337 pada limbah minyak sawit.[5]
Bungkil inti sawit dan cairan hasil penggilingan buah sawit diketahui memiliki kandungan selulosa dan mannan yang tinggi.[5] Kedua substrat ini dapat ditambahkan untuk pakan ternak monogastrik.[5] Untuk mengoptimasikan hidrolisis senyawa ini diperlukan campuran enzim, dan enzim tersebut dapat diperoleh dari Eupenicillium javanicum dan Aspergillus niger NRL 337.[5] Proses fermentasi yang dilakukan adalah fermentasi terendam yang mengadung 3% bungkil kelapa.[5] Hasil dari penelitian ini adalah nilai kadar gula tereduksi paling tinggi bila rasio campuran inokulumnya adalah 80% Aspergillus niger dan 20% Eupenicillium javanicum.[5]
  • Integrasi tanaman-ternak dalam pengembangan argibisnis yang berdaya saing, berkelanjutan dan berkerakyatan.[6]
Masyarakat Indonesia telah lama mengenal pemanfaatan ternak, tetapi masyarakat masih belum dapat memanfaatkan secara maksimal, mungkin disebabkan oleh keterbatasan pendidikan dan pengaruh dari sosial-budaya masyarakat sekitar.[6] Dalam makalah yang telah diseminarkan ini, Balitnak telah melakukan upaya zero wasting dengan mensosialisasikan ke delapan provinsi di Indonesia.[6] Zero wasting dapat tercipta karena tidak ada sisa dari hewan ruminansia yang tidak berguna.[6] Kotoran hewan tersebut dapat digunakan sebagai pupuk.[6]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c "Peraturan Menteri Pertanian Nomor 13 Tahun 2023" (PDF). Kementerian Pertanian. Diakses tanggal 16 Agustus 2024. 
  2. ^ "Sejarah Balai Penelitian Ternak". Dunia Sapi. Diakses tanggal 16 Agustus 2024. 
  3. ^ a b c d (Inggris) Takahashi H, Satoh M, Minezawa M, Purwadaria T, Prasetyo H. 2001.Characterization of duck microsatellite repeat sequences. JARQ 35(4): 217-219.
  4. ^ a b c d e f (Indonesia) Sari L, Purwadaria T. 2004. Pengkajian nilai gizi hasil fermentasi mutan Aspergillus niger pada substrat bungkil kelapa dan bungkil inti sawit. Biodiversitas 5(2): 48-51.
  5. ^ a b c d e f (Inggris) Purwadaria T, Nirwana N, Pius PK, Pradono DI, Widyastuti Y. 2003. Synergistic activity of enzymes produced by Eupenicillium javanocum and Aspergillus niger NRRL 337 on palm oil factory wastes. Biotropia 20:1-10.
  6. ^ a b c d e (Indonesia) Diwyanto K, Prawiradiputra BR, Lubis D. 2001. Integrasi tanaman-ternak dalam pengembangan agribisnis yang berdaya saing, berkelanjutan dan berkerakyatan. Diseminarkan dalan Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner tahun 2001.

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]