Batuk anjing

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Batuk anjing
Gambaran bakteri Bordetella bronchiseptica dalam mikroskop pemindai elektron (SEM)
Informasi umum
Nama lainBatuk kandang, batuk kennel, penyakit pernapasan infeksius anjing
SpesialisasiPenyakit infeksi, kedokteran hewan
PenderitaAnjing
TipeRingan, komplikasi
PenyebabBakteri Bordetella bronchiseptica, virus parainfluenza anjing, virus korona anjing
Faktor risikoKandang anjing dan tempat penampungan anjing dengan kepadatan tinggi
Aspek klinis
Gejala dan tandaBatuk kering yang keras, bersin, mendengus, tersedak, atau muntah, temuan demam bervariasi
KomplikasiInfeksi sekunder, kemungkinan mengalami pneumonia, sepsis, atau atelektasis
Awal muncul5–7 hari (dengan rentang 3–10 hari)
Tata laksana
PencegahanPemberian vaksin dan disinfeksi
PerawatanAntibiotik, penekan batuk, obat antiinflamasi nonsteroid
PrognosisPulih dalam beberapa minggu, kecuali jika terjadi komplikasi

Batuk anjing, juga dikenal sebagai batuk kandang, trakeobronkitis anjing infeksius, atau penyakit pernapasan infeksius anjing (Inggris: kennel cough, canine infectious tracheobronchitis, canine infectious respiratory disease)[1] adalah infeksi saluran pernapasan atas pada anjing.[2] Ada beberapa agen penyebab penyakit ini, yang paling umum adalah bakteri Bordetella bronchiseptica (ditemukan pada 78,7% kasus di Jerman Selatan), diikuti oleh virus parainfluenza anjing (37,7% kasus), dan pada tingkat lebih kecil, virus korona anjing (9,8% kasus).[3] Penyakit ini sangat menular,[4] tetapi anjing dewasa dapat menunjukkan kekebalan terhadap infeksi berulang bahkan di bawah paparan konstan.[5] Penyakit ini diberi nama batuk kennel karena infeksi dapat menyebar dengan cepat di antara anjing-anjing di kandang (kennel) atau tempat penampungan hewan.

Virus dan bakteri penyebab batuk anjing disebarkan melalui percikan pernapasan yang dihasilkan dari bersin dan batuk. Agen infeksi ini juga menyebar melalui kontak dengan permukaan yang terkontaminasi. Tanda klinis dimulai setelah masa inkubasi setelah beberapa hari pascapajanan,[4] dan dalam sebagian besar kasus akan sembuh sendiri. Namun, pada anak-anak anjing atau hewan dengan sistem imun yang tertekan, infeksi campuran atau sekunder dapat berkembang menjadi infeksi saluran pernapasan bawah seperti pneumonia.[6]

Tanda[sunting | sunting sumber]

Masa inkubasi yaitu 5–7 hari (dengan rentang 3–10 hari).[6] Tanda klinisnya dapat berupa batuk kering yang keras, bersin, mendengus, tersedak, atau muntah sebagai respons terhadap tekanan ringan pada trakea atau setelah kegembiraan atau latihan fisik. Kemunculan demam bervariasi dari kasus ke kasus.

Bentuk[sunting | sunting sumber]

Meskipun batuk anjing dianggap infeksi dengan banyak faktor, ada dua bentuk utama. Bentuk pertama lebih ringan dan disebabkan oleh infeksi B. bronchiseptica dan virus parainfluenza anjing, tanpa komplikasi dari virus distemper anjing (CDV) atau adenovirus anjing (CAV). Bentuk ini terjadi paling sering di musim gugur, dan dapat dibedakan dengan tanda klinis seperti batuk dan muntah. Bentuk kedua memiliki kombinasi organisme penyebab yang lebih kompleks, termasuk CDV dan CAV. Bentuk ini biasanya terjadi pada anjing yang belum divaksinasi dan bukan musiman. Manifestasi klinisnya lebih parah dibandingkan bentuk pertama, dan mungkin termasuk rhinitis, konjungtivitis, dan demam, selain batuk kecil dan sering.[7]

Penularan[sunting | sunting sumber]

Infeksi virus seperti virus parainfluenza anjing atau virus korona anjing hanya menyebar selama kira-kira satu minggu setelah pemulihan;[6] akan tetapi, infeksi pernapasan yang melibatkan B. bronchiseptica dapat menular selama beberapa minggu lebih lama.[5] Walaupun ada bukti awal yang menunjukkan bahwa bakteri B. bronchiseptica dapat dikeluarkan atau ditumpahkan dari tubuh anjing (shedding) selama berbulan-bulan pascainfeksi,[5] laporan yang lebih baru mendeteksi B. bronchiseptica pada hidung dan faring dengan tingkat sebesar 45,6% dari semua anjing yang sehat secara klinis.[3] Hal ini berpotensi memperluas penyebaran penyakit, dari anjing yang sedang atau baru-baru ini terinfeksi menjadi setengah populasi anjing sebagai pembawa.

Untuk mendapatkan perspektif mengenai penumpahan bakteri, sebuah studi yang menganalisis kinetika penumpahan B. bronchiseptica menunjukkan tingkat penumpahan bakteri tertinggi pada satu minggu pascapajanan, dengan penurunan angka secara besar setiap minggu berikutnya.[8] Berdasarkan proyeksi ini, tingkat penumpahan dapat diabaikan pada enam minggu setelah pajanan (atau sekitar lima minggu setelah timbulnya gejala). Anjing-anjing yang telah diberikan vaksin intranasal empat minggu sebelum infeksi B. bronchiseptica virulen hanya menunjukkan sedikit atau tidak ada penumpahan bakteri dalam waktu tiga minggu setelah terpapar galur virulen.[8]

Pengobatan dan pencegahan[sunting | sunting sumber]

Antibiotik diberikan untuk mengobati infeksi bakteri yang ada. Penekan batuk digunakan jika batuknya tidak produktif. Obat antiinflamasi nonsteroid sering diberikan untuk mengurangi demam dan radang pernapasan atas. Pencegahan batuk anjing dilakukan dengan vaksinasi adenovirus, distemper, dan parainfluenza anjing, serta Bordetella. Di kandang, pencegahan terbaik adalah melakukan disinfeksi. Dalam beberapa kasus, seperti di tempat penitipan anjing atau lingkungan asrama nontradisional, biasanya bukan masalah pembersihan atau disinfeksi, melainkan masalah udara, karena anjing-anjing saling kontak melalui air liur dan napas mereka. Meskipun sebagian besar kandang memerlukan buku vaksin sebagai bukti, vaksinasi bukanlah jaminan pencegahan penyakit. Sama seperti influenza manusia, bahkan setelah menerima vaksinasi, seekor anjing masih dapat tertular galur yang bermutasi atau betuk penyakit yang kurang parah.

Vaksin[sunting | sunting sumber]

Untuk meningkatkan efektivitasnya, vaksin harus diberikan sesegera mungkin setelah anjing memasuki area berisiko tinggi, seperti tempat penampungan. Diperlukan 10 hingga 14 hari untuk mengembangkan kekebalan parsial.[9] Pemberian vaksin B. bronchiseptica dan virus parainfluenza anjing dapat dilanjutkan secara rutin, terutama selama wabah batuk anjing. Ada beberapa metode pemberian vaksin, termasuk parenteral dan intranasal.[10] Namun, metode intranasal telah direkomendasikan ketika paparan sudah dekat, karena perlindungan yang lebih cepat dan terlokalisasi. Beberapa vaksin intranasal telah diberi tambahan antigen adenovirus anjing. Penelitian sejauh ini belum dapat menentukan formula vaksinasi mana yang paling efisien. Efek buruk dari vaksinasi biasanya ringan, tetapi efek paling umum yang diamati hingga 30 hari setelah pemberian adalah keluarnya cairan dari hidung.[9] Vaksinasi tidak selalu efektif. Satu penelitian menemukan bahwa 43,3% dari semua anjing dengan penyakit pernapasan yang diteliti sebenarnya telah diberi vaksin.[11]

Komplikasi[sunting | sunting sumber]

Anjing biasanya akan pulih dari batuk kandang dalam beberapa minggu. Namun, infeksi sekunder dapat menyebabkan komplikasi yang bisa lebih membahayakan daripada penyakit itu sendiri.[11] Beberapa patogen oportunistik telah diidentifikasi dari saluran pernapasan anjing dengan batuk kandang, termasuk Streptococcus, Pasteurella, Pseudomonas, dan berbagai bakteri koliform. Bakteri ini berpotensi menyebabkan pneumonia atau sepsis, yang secara drastis meningkatkan keparahan penyakit. Komplikasi ini terbukti dalam pemeriksaan radiografi toraks. Temuan penyakit bersifat ringan pada hewan yang hanya menderita batuk kandang, sementara mereka yang mengalami komplikasi mungkin mengalami atelektasis segmental dan efek samping parah lainnya.[12]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "Tracheobronchitis - an overview ScienceDirect Topics". www.sciencedirect.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2 June 2019. Diakses tanggal 2 June 2019. 
  2. ^ Crawford, Cynda (September 26, 2005). "Media Briefing on Canine Influenza". Media Relations, Centers for Disease Control and Prevention. Diarsipkan dari versi asli tanggal October 15, 2011. Diakses tanggal 2012-01-24. 
  3. ^ a b Schulz, BS; Kurz, S; Weber, K; Balzer, HJ; Hartmann, K (September 2014). "Detection of respiratory viruses and Bordetella bronchiseptica in dogs with acute respiratory tract infections". Veterinary Journal. 201 (3): 365–369. doi:10.1016/j.tvjl.2014.04.019. PMID 24980809. 
  4. ^ a b Ettinger, Stephen J.; Feldman, Edward C. (1995). Textbook of Veterinary Internal Medicine (edisi ke-4th). W.B. Saunders Company. ISBN 0-7216-6795-3. 
  5. ^ a b c Bemis, DA; Carmichael, LE; Appel, MJ (April 1977). "Naturally occurring respiratory disease in a kennel caused by Bordetella bronchiseptica". The Cornell Veterinarian. 67 (2): 282–293. PMID 870289. 
  6. ^ a b c Sherding G., Robert (2006). Saunders Manual of Small Animal Practice (edisi ke-Third). Saint Louis: W.B. Saunders. hlm. 151–153. doi:10.1016/B0-72-160422-6/50014-0. ISBN 9780721604220. 
  7. ^ Thrusfield, M; Aitken, C; Muirhead, R (1991). "A Field Investigation of Kennel Cough: Incubation Period and Clinical Signs". Journal of Small Animal Practice. 32 (5): 215–220. doi:10.1111/j.1748-5827.1991.tb00550.x. 
  8. ^ a b Iemura, R; Tsukatani, R; Micallef, MJ; Taneno, A (26 December 2009). "Simultaneous analysis of the nasal shedding kinetics of field and vaccine strains of Bordetella bronchiseptica". The Veterinary Record. 165 (25): 747–751. PMID 20023279. 
  9. ^ a b Edinboro, C; Ward, M; Glickman, L (February 2004). "A Placebo-controlled Trial of Two Intranasal Vaccines to Prevent Tracheobronchitis (kennel Cough) in Dogs Entering a Humane Shelter". Preventive Veterinary Medicine. 62 (2): 89–99. doi:10.1016/j.prevetmed.2003.10.001. PMID 15156996. 
  10. ^ Thrusfield, M; Aitken, C; Muirhead, R (1989). "A Field Investigation of Kennel Cough: Efficacy of Vaccination". Journal of Small Animal Practice. 30 (10): 550–560. doi:10.1111/j.1748-5827.1989.tb01471.x. 
  11. ^ a b Schulz, B; Kurz, S; Balzer, H; Hartmann, K (September 2014). "Detection of Respiratory Viruses and Bordetella Bronchiseptica in Dogs with Acute Respiratory Tract Infections". The Veterinary Journal. 201 (3): 365–369. doi:10.1016/j.tvjl.2014.04.019. PMID 24980809. 
  12. ^ Greene, Craig E (2006). "6". Infectious Diseases in Dogs and Cats (edisi ke-third). St Louis.