Bunuh diri

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Bunuh diri
Lukisan Le Suicidé karya Édouard Manet (1877–1881)
Informasi umum
SpesialisasiPsikiatri, psikologi Sunting ini di Wikidata

Bunuh diri (sering disingkat sebagai bundir) adalah sebuah tindakan sengaja yang menyebabkan kematian pada diri sendiri. Bunuh diri sering kali dilakukan akibat putus asa, yang penyebabnya sering kali dikaitkan dengan gangguan jiwa misalnya depresi, gangguan bipolar, skizofrenia, ketergantungan alkohol, atau penyalahgunaan obat.[1] Faktor-faktor penyebab stres antara lain kesulitan keuangan atau masalah dalam hubungan intrapersonal sering kali ikut berperan. Upaya untuk mencegah bunuh diri antara lain adalah dengan pembatasan akses terhadap senjata api, merawat penyakit jiwa dan penyalahgunaan obat, serta meningkatkan kondisi ekonomi.

Terdapat bermacam-macam metode yang paling sering digunakan untuk bunuh diri di berbagai negara dan sebagian terkait dengan keberadaan metode tersebut. Metode yang umum antara lain: gantung diri, racun serangga, dan senjata api. Sekitar 800.000 hingga satu juta orang meninggal karena bunuh diri setiap tahun, sehingga bunuh diri menduduki posisi ke-10 sebagai penyebab kematian terbesar di dunia.[1] Angka bunuh diri tercatat lebih banyak dilakukan oleh pria ketimbang wanita, dengan kemungkinan tiga sampai empat kali lebih besar seorang pria melakukan bunuh diri dibandingkan wanita.[2] Tercatat ada sekitar 10 hingga 20 juta kasus percobaan bunuh diri yang gagal setiap tahun.[3] Percobaan bunuh diri semacam ini lebih sering dilakukan remaja dan wanita.

Cara pandang terhadap bunuh diri selama ini dipengaruhi oleh konsep eksistensi yang luas seperti agama, kehormatan, dan makna hidup. Agama Abrahamik secara tradisional menganggap bunuh diri sebagai perbuatan dosa karena kepercayaan bahwa kehidupan itu suci. Selama era samurai di Jepang, seppuku dijunjung tinggi sebagai sarana pertobatan akibat kegagalan atau sebagai bentuk protes. Sati, sebuah praktik pemakaman dalam agama Hindu yang mengharuskan janda untuk melakukan pengorbanan diri di atas api pembakaran jenazah suaminya, baik atas keinginan sendiri maupun didesak oleh keluarga dan masyarakat.[4]

Dahulu di kebanyakan negara barat, bunuh diri maupun percobaan bunuh diri merupakan tindakan kriminal yang bisa membuat seseorang dihukum, namun sekarang hukum tersebut sudah tidak berlaku lagi. Namun di kebanyakan negara Islam, tindakan ini masih dianggap melanggar hukum. Pada abad ke-20 dan ke-21, bunuh diri dalam bentuk pengorbanan diri digunakan sebagai sarana protes, dan kamikaze serta bom bunuh diri digunakan sebagai taktik militer atau terorisme.[5]

Penjelasan[sunting | sunting sumber]

Bunuh diri, yang juga disebut sebagai bunuh diri berhasil, adalah "tindakan mengambil nyawa diri sendiri".[6] Percobaan bunuh diri atau perilaku bunuh diri yang tidak fatal adalah perbuatan melukai diri sendiri dengan maksud untuk mengakhiri nyawa seseorang namun tidak berakhir dengan kematian.[7] Bunuh diri dengan bantuan adalah ketika seseorang membantu orang lain mengakhiri nyawanya secara tidak langsung melalui pemberian saran atau sarana sampai kematian terjadi.[8] Bunuh diri semacam ini merupakan kebalikan dari euthanasia ketika orang lain lebih memiliki peran aktif dalam mendatangkan kematian bagi seseorang.[8] Ide bunuh diri adalah pemikiran untuk mengakhiri hidup seseorang.[7]

Faktor-faktor risiko[sunting | sunting sumber]

Kondisi-kondisi yang memicu bunuh diri di 16 negara bagian Amerika pada tahun 2008.[9]

Faktor-faktor yang memengaruhi risiko bunuh diri antara lain gangguan jiwa, penyalahgunaan obat, kondisi psikologis, budaya, kondisi keluarga dan masyarakat, dan genetik.[10] Penyakit jiwa dan penyalahgunaan zat biasanya saling berkaitan.[11] Faktor risiko lain termasuk pernah melakukan percobaan bunuh diri,[12] adanya sarana yang tersedia untuk melakukan tindakan tersebut, peristiwa bunuh diri dalam sejarah keluarga, atau adanya luka trauma otak.[13] Contohnya, angka bunuh diri di keluarga yang memiliki senjata api jumlahnya lebih besar daripada di keluarga yang tidak memilikinya.[14] Faktor sosial ekonomi seperti pengangguran, kemiskinan, gelandangan, dan diskriminasi dapat mendorong pemikiran untuk melakukan bunuh diri.[15] Sekitar 15-40% pelaku meninggalkan sebuah pesan bunuh diri.[16] Faktor genetik sepertinya bertanggung jawab terhadap perilaku bunuh diri sebesar 38% hingga 55%.[17] Veteran perang memiliki risiko lebih besar untuk melakukan bunuh diri yang sebagian disebabkan oleh tingginya angka penyakit jiwa dan masalah kesehatan fisik yang terkait perang.[18]

Gangguan jiwa[sunting | sunting sumber]

Gangguan jiwa sering kali terjadi pada seseorang saat melakukan bunuh diri dengan angka kejadian berkisar antara 27%[19] hingga lebih dari 90%.[12] Orang yang pernah dirawat di rumah sakit jiwa memiliki risiko melakukan tindakan bunuh diri yang berhasil sebesar 8.6% selama hidupnya.[12] Sebagian dari orang yang meninggal karena bunuh diri bisa jadi memiliki gangguan depresi mayor. Orang yang mengidap gangguan depresi mayor atau salah satu dari gangguan keadaan jiwa seperti gangguan bipolar memiliki risiko lebih tinggi, hingga mencapai 20 kali lipat, untuk melakukan bunuh diri.[20] Kondisi lain yang turut terlibat adalah skizofrenia (14%), gangguan kepribadian (14%),[21] gangguan bipolar,[20] dan gangguan stres pasca-trauma.[12] Sekitar 5% pengidap skizofrenia mati karena bunuh diri.[22] Gangguan makan juga merupakan kondisi berisiko tinggi lainnya.[23]

Riwayat percobaan bunuh diri pada masa lalu merupakan alat prediksi terbaik terjadinya tindakan bunuh diri yang akhirnya berhasil.[12] Kira-kira 20% bunuh diri menunjukkan adanya riwayat percobaan pada masa lampau. Lalu, dari sekian yang pernah mencoba melakukan bunuh diri memiliki peluang sebesar 1% untuk melakukan bunuh diri yang berhasil dalam tempo satu tahun kemudian[12] dan lebih dari 5% melakukan bunuh diri setelah 10 tahun.[23] Meskipun tindakan melukai diri sendiri bukan merupakan percobaan bunuh diri, namun adanya perilaku suka melukai diri sendiri tersebut meningkatkan risiko bunuh diri.[24]

Dari kasus bunuh diri yang berhasil, sekitar 80% individu yang melakukannya telah menemui dokter selama setahun sebelum kematian,[25] termasuk 45% di antaranya yang menemui dokter dalam satu bulan sebelum kematian.[26] Sekitar 25–40% orang yang berhasil melakukan bunuh diri pernah menghubungi layanan kesehatan jiwa pada tahun sebelumnya.[19][25]

Penggunaan obat[sunting | sunting sumber]

"The Drunkard's Progress" (1846), menggambarkan bagaimana alkoholisme dapat mengakibatkan bunuh diri

Penyalahgunaan obat adalah faktor risiko bunuh diri paling umum kedua setelah depresi mayor dan gangguan bipolar.[27] Baik penyalahgunaan obat kronis maupun kecanduan akut saling berhubungan satu sama lain.[11][28] Bila digabungkan dengan kesedihan diri, misalnya ditinggalkan seseorang yang meninggal, risiko tersebut semakin meningkat.[28] Selain itu, penyalahgunaan obat berkaitan dengan gangguan kesehatan jiwa.[11] Saat melakukan bunuh diri, kebanyakan orang berada dalam pengaruh obat sedatif-hipnotik (misalnya alkohol atau benzodiazepine)[29] dengan adanya alkoholisme pada sekitar 15% sampai 61% kasus.[11] Negara-negara dengan angka penggunaan alkohol tinggi dan memiliki jumlah bar lebih banyak secara umum juga memiliki risiko terjadinya bunuh diri lebih tinggi[30] yang keterkaitannya terutama berhubungan dengan penggunaan minuman beralkohol hasil distilasi ketimbang jumlah total alkohol yang digunakan.[11] Sekitar 2.2–3.4% dari mereka yang pernah dirawat karena menderita alkoholisme pada suatu waktu dalam kehidupan mereka meninggal dengan cara bunuh diri.[30] Pecandu alkohol yang melakukan percobaan bunuh diri biasanya pria, dalam usia tua, dan pernah melakukan percobaan bunuh diri pada masa lampau.[11] Antara 3 hingga 35% kematian pada kelompok pemakai heroin diakibatkan oleh bunuh diri (kira-kira 14 kali lipat lebih besar dibandingkan kelompok yang tidak memakai heroin).[31] Penyalahgunaan kokain dan methamphetamine memiliki korelasi besar terhadap bunuh diri.[11][32] Mereka yang menggunakan kokain memiliki risiko terbesar saat berada dalam fase sakaw.[33] Mereka yang menggunakan inhalansia juga memiliki risiko besar dengan sekitar 20% di antaranya mencoba melakukan bunuh diri pada suatu waktu dan lebih dari 65% pernah berpikir untuk melakukannya.[11] Merokok memiliki keterkaitan dengan risiko bunuh diri.[34] Tidak ada bukti yang cukup kuat mengapa ada keterkaitan tersebut; namun hipotesis menyatakan bahwa mereka yang memiliki kecenderungan merokok juga memiliki kecenderungan untuk melakukan bunuh diri, bahwa merokok menyebabkan masalah kesehatan sehingga mendorong seseorang untuk mengakhiri hidupnya, dan bahwa merokok mempengaruhi kimia otak hingga menyebabkan kecenderungan bunuh diri.[34] Meski demikian, Ganja/Cannabis sepertinya tidak secara tunggal menyebabkan peningkatan risiko.[11]

Masalah perjudian[sunting | sunting sumber]

Masalah perjudian pada seseorang dikaitkan dengan meningkatnya keinginan bunuh diri dan upaya-upaya melakukan tindak bunuh diri dibandingkan dengan populasi umum.[35] Antara 12 dan 24% pejudi patologis berusaha bunuh diri.[36] Angka bunuh diri di kalangan istri-istri mereka tiga kali lebih besar daripada populasi umum.[36] Faktor lain yang meningkatkan risiko pada mereka dengan masalah perjudian meliputi penyakit mental, alkohol dan penyalahgunaan narkoba.[37]

Kondisi Medis[sunting | sunting sumber]

Terdapat hubungan antara bunuh diri dan masalah kesehatan fisik, mencakup:[23] sakit kronis,[38] cedera otak traumatis,[39] kanker,[40] mereka yang menjalani hemodialisis, HIV, lupus eritematosus sistemik, dan beberapa lainnya.[23] Diagnosis kanker membuat risiko bunuh diri menjadi kira-kira dua kali lipat.[40] Angka kejadian bunuh diri yang meningkat tetap tinggi setelah disesuaikan dengan penyakit depresi dan penyalahgunaan alkohol. Pada orang yang memiliki lebih dari satu kondisi medis, risiko tersebut sangat tinggi. Di Jepang, masalah kesehatan termasuk dalam daftar utama diperbolehkannya bunuh diri.[41]

Gangguan tidur seperti insomnia[42] dan apnea tidur merupakan faktor risiko mengalami depresi dan melakukan bunuh diri. Pada beberapa kasus, gangguan tidur mungkin menjadi faktor risiko independen timbulnya depresi.[43] Sejumlah kondisi medis lainnya mungkin disertai gejala yang mirip dengan gangguan suasana hati, termasuk: hipotiroid, Alzheimer, tumor otak, lupus eritematosus sistemik, dan efek samping dari sejumlah obat (seperti beta blocker dan steroid).[12]

Keadaan psikososial[sunting | sunting sumber]

Sejumlah keadaan psikologis juga meningkatkan risiko bunuh diri, meliputi: keputusasaan, hilangnya kesenangan dalam hidup, depresi dan kecemasan.[20] Kurangnya kemampuan untuk memecahkan masalah, hilangnya kemampuan seseorang yang dahulu dimilikinya, dan kurangnya pengendalian impuls juga berperan.[20][44] Pada orang dewasa lanjut usia, persepsi tentang menjadi beban bagi orang lain merupakan hal yang penting.[45][45]

Stres kehidupan yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir seperti kehilangan anggota keluarga atau teman, kehilangan pekerjaan, atau isolasi sosial (seperti hidup sendiri) meningkatkan risiko tersebut.[20] Orang yang tidak pernah menikah juga berisiko lebih besar.[12] Bersikap religius dapat mengurangi risiko seseorang untuk melakukan bunuh diri.[46] Hal ini dikaitkan dengan pandangan negatif sebagian besar agama yang menentang perbuatan bunuh diri dan dengan lebih besarnya rasa keterikatan yang bisa diberikan oleh agama.[46] Muslim, di antara umat beragama, tampaknya memiliki tingkat yang lebih rendah.[47]

Sejumlah orang mungkin ingin bunuh diri untuk melarikan diri dari intimidasi atau tuduhan.[48] Riwayat pelecehan seksual[49] pada masa kecil dan dan saat menjadi anak asuh juga merupakan faktor risiko.[50] Pelecehan seksual diyakini memberi kontribusi sekitar 20% dari keseluruhan risiko.[17]

evolusioner menjelaskan bahwa persoalan bunuh diri bisa meningkatkan kemampuan inklusif. Hal ini dapat terjadi jika orang yang ingin bunuh diri tidak dapat lagi memiliki anak dan mengangkat anak dari kerabatnya dengan tetap bertahan hidup. Hal yang tidak dapat disetujui adalah bahwa kematian pada remaja yang sehat tidak menyebabkan terjadinya kemampuan inklusif. Proses adaptasi terhadap lingkungan adat nenek moyang yang sangat berbeda mungkin menjadi proses yang maladaptif dalam kondisi saat ini.[44][51]

Kemiskinan dikaitkan dengan risiko bunuh diri.[52] Meningkatnya kemiskinan relatif seseorang yang dibandingkan dengan orang yang ada di sekitarnya dapat meningkatkan risiko bunuh diri.[53] Lebih dari 200.000 petani di India telah melakukan bunuh diri sejak tahun 1997, yang sebagian karena persoalan utang.[54] Di Cina, kemungkinan peristiwa bunuh diri terjadi tiga kali lipat di daerah pedesaan di pinggiran kota, yang diyakini akibat kesulitan keuangan di area ini di negara tersebut.[55]

Media[sunting | sunting sumber]

Media, termasuk internet, memainkan peranan penting.[10] Caranya menyajikan gambaran bunuh diri mungkin saja memiliki efek negatif dengan banyaknya tayangan yang mencolok dan berulang yang mengagungkan atau meromantiskan tindakan bunuh diri dan memberikan dampak terbesar.[56] Bila digambarkan secara rinci tentang cara melakukan bunuh diri dengan menggunakan cara tertentu, metode bunuh diri mungkin saja meningkat dalam populasi secara keseluruhan.[57]

Pemicu penularan bunuh diri atau peniruan bunuh diri ini dikenal sebagai efek Werther, yang diberi nama berdasarkan tokoh protagonist dalam karya Goethe yang berjudul The Sorrows of Young Werther yang melakukan bunuh diri.[58] Risiko ini lebih besar pada remaja yang mungkin meromantiskan kematian.[59] Sementara media massa memiliki pengaruh yang signifikan, efek dari media hiburan masih tampak samar-samar.[60] Kebalikan dari efek Werther adalah pengusulan efek Papageno, yaitu cakupan yang baik mengenai mekanisme cara mengatasi masalah secara efektif, mungkin memiliki efek perlindungan. Istilah ini didasarkan pada karakter dalam opera Mozart yang berjudul The Magic Flute yang akan melakukan bunuh diri karena takut kehilangan orang yang dicintainya sampai teman-temannya menyelamatkannya.[58] Bila media mengikuti pedoman pelaporan yang sesuai, risiko bunuh diri dapat diturunkan.[56] Namun, kepatuhan dari industri tersebut bisa saja sulit didapatkan terutama dalam jangka panjang.[56]

Rasional[sunting | sunting sumber]

Bunuh diri rasional adalah tindakan menghilangkan nyawa sendiri yang beralasan,[61] meskipun sejumlah orang merasa bahwa bunuh diri tidak pernah masuk akal.[61] Tindakan menghilangkan nyawa sendiri demi kepentingan orang lain dikenal sebagai bunuh diri altruistik.[62] Contohnya adalah sesepuh yang mengakhiri hidup mereka agar dapat meninggalkan makanan dalam jumlah yang lebih besar bagi orang yang lebih muda dalam masyarakat.[62] Dalam beberapa budaya Eskimo, hal ini dianggap sebagai tindakan yang terhormat, berani, atau bijaksana.[63]

Serangan bunuh diri adalah sebuah tindakan politik di mana seorang penyerang melakukan tindakan kekerasan terhadap orang lain sementara mereka mengerti bahwa hal tersebut akan mengakibatkan kematian mereka sendiri.[64] Beberapa pelaku bom bunuh diri melakukannya dalam upaya untuk mendapatkan kesyahidan.[18] Misi Kamikaze dilakukan sebagai kewajiban terhadap suatu hal yang penting atau tuntutan moral.[63] Bunuh diri-pembunuhan merupakan tindakan pembunuhan yang diikuti oleh tindakan bunuh diri orang yang melakukan perbuatan pembunuhan tersebut dalam kurun waktu satu minggu setelahnya.[65] Bunuh diri massal sering dilakukan di bawah tekanan sosial di mana anggotanya menyerahkan hidupnya kepada seorang pemimpin.[66] Bunuh diri massal dapat berlangsung sedikitnya dua orang, yang sering disebut sebagai kesepakatan bunuh diri.[67]

Dalam situasi yang meringankan di mana melanjutkan hidup akan menjadi sesuatu yang tak tertahankan, beberapa orang memilih bunuh diri sebagai sarana untuk melarikan diri.[68] Sejumlah tahanan Nazi di kamp konsentrasi diketahui telah bunuh diri dengan sengaja menyentuh pagar beraliran listrik.[69]

Metode[sunting | sunting sumber]

Angka kematian dengan metode bunuh diri di Amerika Serikat.[14]

Metode utama bunuh diri berbeda-beda antar negara. Metode utama di berbagai wilayah di antaranya gantung diri, minum racun pestisida, dan senjata api.[70] Perbedaan ini diyakini sebagian karena ketersediaan metode yang berbeda.[57] Sebuah tinjauan pada 56 negara menemukan bahwa gantung diri merupakan metode yang paling umum di sebagian besar negara,[71] dengan angka 53% untuk kasus bunuh diri pada pria dan 39% untuk kasus bunuh diri pada wanita.[72]

Di seluruh dunia, 30% kasus bunuh diri menggunakan racun pestisida. Namun, penggunaan metode ini sangat bervariasi mulai dari 4% di Eropa hingga lebih dari 50% di wilayah Pasifik.[73] Metode tersebut juga umum dilakukan di Amerika Latin mengingat racun pestisida mudah didapat di lingkungan petani.[57] Di banyak negara, overdosis obat tercatat sekitar 60% untuk kasus bunuh diri di kalangan wanita dan 30% di kalangan pria.[74] Banyak tindakan bunuh diri yang tidak direncanakan dan terjadi selama periode ambivalensi yang akut.[57] Angka kematian per metode bervariasi: senjata api 80-90%, tenggelam 65-80%, gantung diri 60-85%, gas buang kendaraan 40-60%, lompat dari tempat yang tinggi 35-60%, gas karbon hasil pembakaran 40-50%, racun pestisida 6-75%, overdosis obat 1,5-4%.[57] Metode percobaan bunuh diri yang paling umum dilakukan berbeda dengan metode bunuh diri yang paling sering berhasil dengan angka mencapai 85% untuk upaya percobaan bunuh diri dengan metode overdosis obat di negara-negara maju.[23]

Di Amerika Serikat, 57% kasus bunuh diri melibatkan penggunaan senjata api sehingga metode ini menjadi agak lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita.[12] Penyebab berikutnya yang paling umum adalah gantung diri pada pria dan meracuni diri sendiri pada wanita.[12] Kedua metode tersebut secara total mencatat angka sekitar 40% dari kasus bunuh diri di AS.[75] Di Swiss, di mana hampir semua orang memiliki senjata api, jumlah terbesar kasus bunuh diri adalah dengan cara gantung diri.[76] Melompat bunuh diri umum terjadi di Hongkong maupun Singapura dengan angka masing-masing 50% dan 80%.[57] Di Cina, meminum racun pestisida adalah metode yang paling umum.[77] Di Jepang, masih terjadi tindakan mengeluarkan isi perut sendiri yang dikenal dengan seppuku atau hara-kiri,[77] namun demikian, gantung diri adalah yang paling umum.[78]

Patofisiologi[sunting | sunting sumber]

Tidak ada kesamaan faktor patofisiologi yang mendasari terjadinya bunuh diri atau depresi.[12] Meskipun demikian, hal tersebut diyakini merupakan akibat faktor interaksi perilaku, lingkungan sosial dan kejiwaan.[57]

Rendahnya tingkat brain-derived neurotrophic factor (BDNF) yang terkait secara langsung dengan bunuh diri[79] dan secara tidak langsung melalui perannya dalam kejadian depresi berat, gangguan stres pasca trauma, skizofrenia dan gangguan obsesif-kompulsif.[80] Dari studi Bedah mayat ditemukan adanya penurunan tingkat BDNF pada hipokampus dan korteks prefrontal, pada orang yang mengalami gangguan kejiwaan maupun yang tidak.[81] Serotonin, sebuah neurotransmitter otak, diyakini rendah tingkatnya pada orang yang bunuh diri. Hal ini sebagian didasarkan pada bukti meningkatnya kadar reseptor 5-HT2A setelah kematian.[82] Bukti lain termasuk berkurangnya tingkat produk turunan serotonin, Asam 5-hidroksiindoleasetat, dalam cairan tulang belakang otak.[83] Namun, bukti langsung cukup sulit dikumpulkan.[82] Epigenetika, studi tentang perubahan dalam ekspresi genetika dalam merespons faktor lingkungan yang tidak mengubah DNA yang mendasarinya, juga diyakini berperan dalam menentukan risiko bunuh diri.[84]

Pencegahan[sunting | sunting sumber]

Sebagai inisiatif pencegahan bunuh diri, tanda ini mempromosikan telepon khusus yang tersedia di Jembatan Golden Gate yang terhubung ke saluran bantuan krisis.

Pencegahan bunuh diri merupakan istilah yang digunakan untuk upaya kolektif guna mengurangi insiden bunuh diri melalui tindakan pencegahan. Mengurangi akses ke metode tertentu, seperti senjata api atau racun akan mengurangi risikonya.[57][85] Tindakan lain di antaranya dengan mengurangi akses ke gas karbon dan penghalang di jembatan serta platform kereta bawah tanah.[57] Pengobatan kecanduan narkoba dan alkohol, depresi, dan mereka yang telah mencoba bunuh diri pada masa lalu mungkin juga efektif.[85] Beberapa di antaranya telah mengusulkan pengurangan akses ke alkohol sebagai strategi pencegahan (seperti mengurangi jumlah bar).[11] Walaupun saluran bantuan krisis bersifat umum, terdapat sedikit bukti yang mendukung atau menolak keefektifannya.[86][87] Pada remaja yang akhir-akhir ini berpikir untuk bunuh diri, terapi perilaku kognitif tampaknya dapat bermanfaat untuk memberikan perbaikan.[88] Pembangunan ekonomi melalui kemampuannya untuk mengurangi kemiskinan mungkin dapat menurunkan tingkat bunuh diri.[52] Upaya untuk meningkatkan hubungan sosial terutama pada pria usia lanjut mungkin saja efektif.[89]

Skrining[sunting | sunting sumber]

Ada sedikit data tentang efek skrining populasi umum terhadap angka tertinggi bunuh diri.[90] Mengingat terdapat angka yang tinggi pada orang yang dinyatakan positif setelah dites melalui alat ini yang tidak berisiko bunuh diri, ada kekhawatiran bahwa skrining bisa meningkatkan pemanfaatan sumber daya perawatan kesehatan mental secara signifikan.[91] Namun, dianjurkan melakukan pengkajian atas orang yang berisiko tinggi.[12] Bertanya tentang bunuh diri tampaknya tidak akan meningkatkan risikonya.[12]

Penyakit mental[sunting | sunting sumber]

Pada orang yang mengalami masalah kesehatan mental, sejumlah perawatan bisa mengurangi risiko bunuh diri. Mereka yang aktif berusaha bunuh diri bisa didaftarkan dalam rehabilitasi untuk mendapatkan perawatan kejiwaan baik secara sukarela atau secara paksa.[12] Barang yang bisa digunakan untuk menyakiti diri sendiri biasanya disingkirkan.[23] Beberapa dokter meminta pasiennya untuk menandatangani perjanjian pencegahan bunuh diri di mana mereka sepakat untuk tidak menyakiti diri sendiri setelah keluar dari perawatan.[12] Namun, belum ada bukti yang mendukung bahwa praktik tersebut memiliki efek yang signifikan.[12] Jika pasiennya berisiko rendah, perawatan kesehatan mental pasien secara rawat jalan bisa dilakukan.[23] Rawat inap jangka pendek belum terlihat lebih efektif dari kepedulian masyarakat dalam memperbaiki keadaan pada mereka yang mengalami gangguan kepribadian borderline yang secara kronis berupaya untuk bunuh diri.[92][93]

Terdapat bukti sementara bahwa psikoterapi, khususnya terapi perilaku dialektis, mengurangi risiko bunuh diri pada remaja[94] serta yang mengalami gangguan kepribadian borderline.[95] Namun, belum ada bukti penurunan bunuh diri yang dilakukan.[94]

Muncul kontroversi seputar manfaat dibandingkan bahaya antidepresan.[10] Pada orang-orang muda, antidepresan yang baru seperti SSRI tampaknya meningkatkan risiko bunuh diri dari 25 per 1000 menjadi 40 per 1000.[96] Namun, antidepresan dapat menurunkan risiko bunuh diri pada orang yang lebih tua.[12] Litium tampaknya efektif dalam menurunkan risiko pada mereka yang mengalami gangguan bipolar dan depresi unipolar hingga mendekati tingkat yang sama seperti populasi umum.[97][98]

Epidemiologi[sunting | sunting sumber]

Kematian karena cedera akibat perbuatan sendiri per 100.000 penduduk pada tahun 2004.[99]
  tidak diketahui
  <3
  3–6
  6–9
  9–12
  12–15
  15–18
  18–21
  21–24
  24–27
  27–30
  30–33
  >33

Sekitar 0,5% hingga 1,4% orang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.[12][100] Secara global, sejak tahun 2008/2009, bunuh diri merupakan penyebab utama kematian kesepuluh[1] dengan sekitar 800.000 hingga satu juta orang meninggal setiap tahunnya, yang berarti angka kematian sebesar 11,6 per 100.000 orang per tahun.[100] Tingkat bunuh diri telah meningkat sebesar 60% dari tahun 1960 sampai 2012,[85] yang peningkatannya terlihat terutama di negara-negara berkembang.[1] Untuk setiap bunuh diri yang menyebabkan kematian, terdapat sekitar 10 hingga 40 percobaan bunuh diri.[12]

Tingkat bunuh diri berbeda secara signifikan antar negara dan dari waktu ke waktu.[100] Persentase kematian pada tahun 2008 yaitu: Afrika 0,5%, Asia Tenggara 1,9%, Amerika 1,2% dan Eropa 1,4%.[100] Untuk tingkat per 100.000: Australia 8,6, Canada 11,1, Cina 12,7, India 23,2, Inggris 7,6, Amerika Serikat 11,4.[101] Bunuh diri berada dalam peringkat 10 teratas untuk penyebab kematian di Amerika Serikat pada tahun 2009 dengan sekitar 36.000 kasus setahun.[102] Dan sekitar 650.000 orang masuk ke unit gawat darurat setiap tahun karena mencoba bunuh diri.[12] Lituania, Jepang dan Hungaria memiliki angka tertinggi.[100] Negara-negara dengan jumlah mutlak kasus bunuh diri terbesar adalah Cina dan India yang jumlahnya lebih dari setengah jumlah total.[100] Di Cina, bunuh diri merupakan penyebab utama kematian ke-5.[103]

Jenis Kelamin[sunting | sunting sumber]

Angka bunuh diri per 100,000 pria (kanan) dan wanita (kiri) (data dari 1978–2008).   no data   < 1   1–5   5–5.8   5.8–8.5   8.5–12   12–19   19–22.5   22.5–26   26–29.5   29.5–33   33–36.5   >36.5 Angka bunuh diri per 100,000 pria (kanan) dan wanita (kiri) (data dari 1978–2008).   no data   < 1   1–5   5–5.8   5.8–8.5   8.5–12   12–19   19–22.5   22.5–26   26–29.5   29.5–33   33–36.5   >36.5
Angka bunuh diri per 100,000 pria (kanan) dan wanita (kiri) (data dari 1978–2008).
  no data
  < 1
  1–5
  5–5.8
  5.8–8.5
  8.5–12
  12–19
  19–22.5
  22.5–26
  26–29.5
  29.5–33
  33–36.5
  >36.5

Di dunia Barat, pria meninggal sebanyak tiga sampai empat kali lebih banyak dengan cara bunuh diri dibanding wanita, meskipun wanita mencoba bunuh diri empat kali lebih banyak.[12][100] Hal ini dikaitkan dengan pria yang menggunakan cara yang lebih mematikan untuk mengakhiri hidupnya.[104] Perbedaan ini bahkan lebih menonjol pada orang yang berusia di atas usia 65, dengan jumlah pria yang melakukan bunuh diri sepuluh kali lipat lebih banyak dibanding wanita.[104] Tiongkok memiliki salah satu tingkat bunuh diri wanita tertinggi di dunia dan merupakan satu-satunya negara yang tingkatnya lebih tinggi dari laki-laki (rasio 0,9).[100][103] Di wilayah Mediterania Timur, tingkat bunuh diri hampir setara antara pria dan wanita.[100] Untuk wanita, tingkat bunuh diri tertinggi ditemukan di Korea Selatan yaitu 22 per 100.000, dengan tingkat yang tinggi secara umum di Asia Tenggara dan Pasifik Barat.[100]

Usia[sunting | sunting sumber]

Di banyak negara, tingkat bunuh diri tertinggi terjadi di usia paruh baya[105] atau usia lanjut.[57] Namun, jumlah mutlak bunuh diri terbesar terjadi pada mereka yang berusia antara 15 dan 29 tahun karena jumlah orang dalam kelompok usia tersebut.[100] Di Amerika Serikat, yang terbesar yaitu pada pria kaukasoid berusia lebih dari 80 tahun, meskipun orang muda lebih sering mencoba bunuh diri.[12] Ini merupakan penyebab kematian paling umum kedua untuk remaja[10] dan peringkat kedua setelah kematian karena kecelakaan pada pria muda.ref name=Pit2012/> Pada pria muda di negara maju, bunuh diri adalah penyebab dari hampir 30% kematian.[105] Di negara-negara berkembang, tingkatnya sama tetapi angka tersebut merupakan sebagian kecil kematian secara keseluruhan karena tingkat kematian yang lebih tinggi pada jenis trauma lainnya.[105] Di Asia Tenggara, berbeda dengan daerah lain di dunia, kematian akibat bunuh diri terjadi pada tingkat yang lebih besar pada wanita muda dibandingkan wanita usia lanjut.[100]

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Kematian akibat bunuh diri Decebalus, dari Tiang Trajan

Dalam sejarah Athena kuno, orang yang melakukan bunuh diri tanpa persetujuan negara ditolak untuk dimakamkan secara wajar dengan penghormatan. Orang tersebut akan dimakamkan sendirian, di pinggiran kota, tanpa nisan atau tanda.[106] Dalam sejarah Yunani Kuno dan Roma bunuh diri itu dianggap metode yang dapat diterima saat mengalami kalah perang.[107] Di Roma kuno, bunuh diri pada awalnya diizinkan, tetapi kemudian hal tersebut dianggap sebagai kejahatan terhadap negara karena menimbulkan biaya.[108] Peraturan pidana yang dikeluarkan oleh Raja Louis XIV dari Prancis pada tahun 1670 jauh lebih berat hukumannya: tubuh orang yang meninggal diseret melintasi jalan-jalan, dalam kondisi tertelungkup, dan kemudian digantung atau dibuang di tumpukan sampah. Selain itu, semua harta orang tersebut disita.[109][110] Dalam sejarah gereja Kristen, orang yang mencoba bunuh diri dikucilkan dan mereka yang meninggal karena bunuh diri dimakamkan di luar kuburan suci.[111] Pada akhir abad ke-19 di Inggris, mencoba bunuh diri itu dianggap sama dengan percobaan pembunuhan dan bisa dihukum gantung.[111] Di Eropa pada abad ke-19, tindakan bunuh diri mengalami pergeseran pandangan dari sebelumnya sebagai tindakan akibat dosa menjadi akibat gila.[110]

Sosial dan budaya[sunting | sunting sumber]

Perundang-undangan[sunting | sunting sumber]

Pisau tantō yang dipersiapkan untuk melakukan seppuku.

Di sebagian besar negara-negara Barat, bunuh diri tidak lagi merupakan kejahatan,[112] tetapi masih dianggap demikian di sebagian besar negara-negara Eropa Barat mulai dari Abad Pertengahan sampai setidaknya tahun 1800-an.[113] Banyak negara Islam yang menetapkan bunuh diri sebagai tindak pidana.[47]

Di Australia, bunuh diri bukan merupakan tindak pidana.[114] Namun, menasihati, menghasut, atau membantu dan menghasut orang lain untuk mencoba bunuh diri merupakan tindak kejahatan, dan hukum secara eksplisit memungkinkan setiap orang untuk menggunakan "kekuatan yang sewajarnya diperlukan" untuk mencegah orang lain dari melakukan bunuh diri.[115] Wilayah Barat Australia sempat secara singkat memiliki hukum bunuh diri yang dibantu dokter mulai dari tahun 1996 sampai 1997.[116]

Tidak satu pun negara di Eropa saat ini yang menganggap bahwa bunuh diri atau percobaan bunuh diri adalah sebuah kejahatan.[111] Inggris dan Wales tidak menganggap lagi bunuh diri sebagai kejahatan melalui Suicide Act 1961 dan di Republik Irlandia pada tahun 1993.[111] Kata "commit" digunakan dalam referensi untuk itu menjadi ilegal namun banyak organisasi telah menghentikannya karena konotasi negatif.[117][118]

Di India, bunuh diri merupakan tindakan ilegal dan keluarga yang masih hidup mungkin akan menghadapi kesulitan hukum.[119] Di Jerman, eutanasia aktif merupakan tindakan ilegal dan siapa saja yang hadir selama berlangsungnya bunuh diri dapat dituntut karena gagal memberikan bantuan dalam keadaan darurat.[120] Swiss baru-baru ini mengambil langkah untuk melegalkan bunuh diri yang dibantu untuk sakit mental yang kronis. Pengadilan tinggi Lausanne, dalam putusannya tahun 2006, telah memberikan hak kepada seseorang tanpa nama yang memiliki gangguan kejiwaan yang lama untuk mengakhiri hidupnya sendiri.[121]

Di Amerika Serikat, bunuh diri tidak ilegal, tetapi mungkin dikaitkan dengan hukuman bagi orang yang mencobanya.[111] Bunuh diri yang dibantu dokter merupakan tindakan yang legal di negara bagian Oregon[122] dan Washington.[123]

Sudut pandang agama[sunting | sunting sumber]

Seorang janda beragama Hindu membakar dirinya sendiri bersama dengan mayat suaminya, tahun 1820-an.

Di sebagian besar bentuk kekristenan, bunuh diri dianggap dosa, didasarkan terutama pada tulisan-tulisan para pemikir Kristen berpengaruh dari Abad Pertengahan, seperti Santo Agustinus dan Santo Thomas Aquinas; tetapi bunuh diri tidak dianggap sebagai dosa oleh Codex Justinianus di Kekaisaran Romawi Timur.[124][125] Dalam Doktrin Katolik, argumen didasarkan pada perintah Tuhan "Tidak boleh membunuh" (diberlakukan dalam Perjanjian Baru oleh Yesus dalam Matius 19:18), serta pemikiran bahwa hidup adalah karunia yang diberikan oleh Tuhan yang tidak boleh ditolak, dan bahwa bunuh diri merupakan tindakan melawan "hukum alam" sehingga mengganggu rencana utama Allah bagi dunia.[126]

Namun, diyakini bahwa penyakit mental atau rasa takut menderita yang besar mengurangi beban tanggung jawab seseorang terhadap tindakannya melakukan bunuh diri.[127] Argumen yang berlawanan di antaranya: bahwa perintah keenam secara lebih tepat diterjemahkan menjadi "jangan membunuh", belum tentu berlaku untuk diri sendiri, bahwa Tuhan telah memberikan kebebasan berkehendak kepada manusia; di mana seseorang yang mengakhiri hidupnya sendiri tidak lagi melanggar Hukum Tuhan lebih dari usaha untuk menyembuhkan penyakit; dan bahwa sejumlah kasus bunuh diri yang dilakukan oleh para pengikut Tuhan tercatat dalam Alkitab tanpa ada hukuman yang mengerikan.[128]

Yudaisme berfokus pada pentingnya menghargai hidup ini, dan dengan demikian, bunuh diri sama saja dengan mengingkari kebaikan Tuhan di dunia. Meskipun demikian, dalam keadaan yang ekstrem bila tampaknya tidak ada pilihan selain dibunuh atau dipaksa untuk mengkhianati agama mereka, orang-orang Yahudi melakukan bunuh diri individual atau bunuh diri massal (lihat Masada, Penyiksaan pertama terhadap orang Yahudi di Prancis, dan Kastil York misalnya) dan bahkan sebagai peringatan yang kelam terdapat doa dalam liturgi Yahudi yaitu "ketika pisau berada di tenggorokan", bagi mereka yang mati "untuk menguduskan Nama Tuhan" (lihat Martir). Tindakan ini menerima tanggapan beragam dari otoritas Yahudi, yang oleh sejumlah orang dianggap sebagai contoh kemartiran yang heroik, sementara yang lain menyatakan bahwa hal tersebut merupakan tindakan yang salah, yaitu mengakhiri hidup mereka sendiri justru saat akan menghadapi kemartiran.[129]

Bunuh diri tidak diperbolehkan dalam ajaran agama Islam.[47] Dalam ajaran agama Hindu, bunuh diri umumnya tidak disukai dan dianggap berdosa sama seperti membunuh orang lain dalam masyarakat kontemporer Hindu. Kitab Suci Agama Hindu menyatakan bahwa orang yang melakukan bunuh diri akan menjadi bagian dari dunia roh, bergentayangan di bumi sampai waktu di mana ia akan bertemu dengan orang yang tidak bunuh diri.[130] Namun, ajaran Hindu menerima hak untuk mengakhiri hidup seseorang melalui praktik non-kekerasan yaitu puasa sampai mati yang disebut dengan Prayopawesa.[131] Namun Prayopawesa secara ketat dibatasi terbatas bagi orang yang tidak lagi memiliki keinginan atau ambisi, dan tidak ada tanggung jawab yang tersisa dalam hidupnya.[131] Jainisme memiliki praktik yang serupa bernama Santhara. Sati, atau membakar diri yang dilakukan oleh seorang janda merupakan hal yang lazim dalam masyarakat Hindu selama Abad Pertengahan.

Filosofi[sunting | sunting sumber]

The Way Out, atau Suicidal Ideation: George Grie, 2007.

Sejumlah pertanyaan diajukan dalam filosofi bunuh diri, termasuk apa yang termasuk dalam kategori bunuh diri, apakah bunuh diri bisa menjadi pilihan yang rasional atau tidak, dan kebolehan secara moral untuk bunuh diri.[132] Argumen filosofis terkait apakah bunuh diri bisa diterima secara moral atau tidak berkisar dari oposisi yang kuat, (melihat bunuh diri sebagai tindakan tidak etis dan tidak bermoral), hingga persepsi bahwa bunuh diri sebagai hak sakral bagi siapa saja (bahkan bagi orang yang masih muda dan sehat) yang merasa yakin bahwa mereka secara rasional dan sadar dapat mengambil keputusan untuk mengakhiri hidup mereka sendiri.

Para penentang bunuh diri termasuk para filsuf Kristen seperti Augustine of Hippo dan Thomas Aquinas,[132] Immanuel Kant[133] dan, boleh dibilang, John Stuart Mill – Fokus Mill tentang pentingnya kebebasan dan otonomi berarti bahwa ia menolak pilihan yang akan mencegah seseorang membuat keputusan otonom pada masa depan.[134] Orang lain melihat bunuh diri sebagai masalah pilihan pribadi yang sah-sah saja. Para pendukung posisi ini mempertahankan bahwa tidak ada yang harus dipaksa menderita dengan melawan keinginan mereka, terutama dari kondisi seperti penyakit yang tidak tersembuhkan, penyakit mental, dan usia tua yang sudah tidak mungkin lagi mengalami perbaikan. Mereka menolak keyakinan bahwa bunuh diri itu selalu irasional, dengan alasan bahwa tindakan itu dapat menjadi pilihan terakhir yang berlaku bagi mereka yang mengidap penyakit atau trauma berat yang berkepanjangan.[135] Pendirian yang lebih kuat berpendapat bahwa orang harus diperbolehkan untuk secara mandiri memilih mati terlepas apakah mereka sedang menderita atau tidak. Pendukung terkemuka untuk aliran pemikiran ini di antaranya pakar empiris Skotlandia David Hume[132] dan pakar bioetika Amerika Jacob Appel.[121][136]

Pembelaan[sunting | sunting sumber]

Dalam lukisan yang dibuat oleh Alexandre-Gabriel Decamps ini, palet, pistol, dan catatan tergeletak di atas lantai yang menunjukkan bahwa peristiwa tragis baru saja terjadi, seorang seniman telah mengakhiri hidupnya sendiri.[137]

Pembelaan atas tindakan bunuh diri terjadi di banyak kultur dan sub-kultur. Militer Jepang selama Perang Dunia II menyemangati dan memuliakan serangan kamikaze, yaitu serangan bunuh diri oleh penerbang militer Kekaisaran Jepang terhadap kapal angkatan laut Sekutu pada tahap penutupan kampanye Pasifik dalam Perang Dunia II. Masyarakat Jepang secara keseluruhan telah digambarkan bersikap "toleran" terhadap tindakan bunuh diri[138] (lihat Bunuh diri di Jepang).

Pencarian tentang bunuh diri lewat Internet menghasilkan bahwa 10-30% laman web berisikan dorongan atau fasilitasi untuk upaya bunuh diri. Ada sejumlah kekhawatiran bahwa situs-situs tersebut dapat mendorong orang-orang cenderung melakukannya. Sejumlah orang membentuk kelompok bunuh diri secara online, baik bersama teman yang sudah ada sebelumnya atau dengan orang yang baru dijumpai dalam ruang obrolan atau papan pesan. Meskipun demikian, Internet juga dapat membantu mencegah tindakan bunuh diri dengan menyediakan kelompok sosial bagi orang yang terisolasi.[139]

Lokasi[sunting | sunting sumber]

Beberapa tempat tertentu menjadi terkenal karena tingginya tingkat upaya bunuh diri.[140] Tempat-tempat tersebut di antaranya Jembatan Golden Gate di San Fransisco Amerika Serikat, Hutan Aokigahara di Jepang,[141] Beachy Head di Inggris,[140] dan Jembatan Bloor Street di Toronto Kanada.[142]

Sampai tahun 2010, Jembatan Golden Gate telah menjadi tempat lebih dari 1.300 tindakan bunuh diri dengan cara melompat semenjak jembatan tersebut dibangun pada tahun 1937.[143] Di lokasi-lokasi di mana sering kali terjadi peristiwa bunuh diri telah dibuatkan penghalang untuk mencegahnya.[144] Di antaranya Luminous Veil di Toronto, Kanada[142] dan penghalang pada Menara Eiffel di Paris, Prancis, serta Empire State Building di New York, Amerika Serikat.[144] Pada tahun 2011, sebuah penghalang sedang dibangun untuk Jembatan Golden Gate.[145] Penghalang tersebut secara umum terlihat sangat efektif.[145]

Makhluk hidup lain[sunting | sunting sumber]

Mengingat tindakan bunuh diri memerlukan upaya yang dilakukan dengan sengaja agar mati, maka sejumlah orang merasa bahwa hal tersebut tidak dapat terjadi pada makhluk hidup selain manusia.[107] Perilaku bunuh diri telah diamati pada salmonella yang berusaha mengatasi bakteri pesaing dengan memicu respons sistem kekebalan tubuh yang membahayakan mereka sendiri.[146] Pertahanan bunuh diri oleh para pekerja juga terlihat pada semut Brasil Forelius pusillus di mana sekelompok kecil semut meninggalkan sarangnya yang aman setelah menyegel pintu masuk dari luar setiap malam hari.[147]

Kutu Pea, saat terancam oleh kepik, dapat meledakkan dirinya sendiri, berhamburan dan melindungi saudara-saudaranya dan bahkan terkadang ledakan tersebut akan membunuh kepik.[148] Beberapa spesies rayap memiliki pasukan yang meledak, yang menutupi musuh-musuhnya dengan perekat lengket.[149][150]

Ada laporan anekdotal tentang anjing, kuda dan lumba-lumba yang melakukan bunuh diri, meskipun buktinya sedikit.[151] Sedikit sekali studi ilmiah yang dilakukan pada binatang yang bunuh diri.[152]

Kasus-kasus terkenal[sunting | sunting sumber]

Contoh bunuh diri massal yaitu bunuh diri sekte "Jonestown" pada tahun 1978, di mana 918 orang anggota Peoples Temple, sebuah sekte di Amerika yang dipimpin oleh Jim Jones, mengakhiri hidup mereka dengan minum anggur Flavor Aid yang dicampur dengan sianida.[153][154][155] Lebih dari 10.000 warga sipil Jepang melakukan bunuh diri pada hari-hari terakhir Pertempuran Saipan pada tahun 1944, sejumlah orang melompat ke dalam "Jurang Bunuh Diri" dan "Jurang Banzai".[156]

Aksi mogok makan 1981, yang dipimpin oleh Bobby Sands, menyebabkan 10 orang meninggal dunia. Penyebab kematian tersebut dicatat oleh petugas forensik sebagai "kelaparan, pemaksaan diri" alih-alih bunuh diri; penyebabnya telah dimodifikasi menjadi hanya "kelaparan" pada surat kematian setelah mendapat protes dari keluarga pengunjuk rasa yang mati.[157] Erwin Rommel selama Perang Dunia II diketahui menyembunyikan rahasia tentang Plot 20 Juli terkait kehidupan Hitler dan diancam dengan pengadilan publik, hukuman mati dan balas dendam terhadap keluarganya kecuali jika ia mengakhiri hidupnya sendiri.[158]

Catatan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c d Hawton K, van Heeringen K (2009). "Suicide". Lancet. 373 (9672): 1372–81. doi:10.1016/S0140-6736(09)60372-X. PMID 19376453. 
  2. ^ Meier, Marshall B. Clinard, Robert F. (2008). Sociology of deviant behavior (edisi ke-14th ed.). Belmont, CA: Wadsworth Cengage Learning. hlm. 169. ISBN 978-0-495-81167-1. 
  3. ^ Bertolote JM, Fleischmann A (2002). "Suicide and psychiatric diagnosis: a worldwide perspective". World Psychiatry. 1 (3): 181–5. PMC 1489848alt=Dapat diakses gratis. PMID 16946849. 
  4. ^ "Indian woman commits sati suicide". Bbc.co.uk. 2002-08-07. Diakses tanggal 2010-08-26. 
  5. ^ Aggarwal, N (2009). "Rethinking suicide bombing". Crisis. 30 (2): 94–7. doi:10.1027/0227-5910.30.2.94. PMID 19525169. 
  6. ^ Stedman's medical dictionary (edisi ke-28th ed.). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2006. ISBN 978-0-7817-3390-8. 
  7. ^ a b Krug, Etienne (2002). World Report on Violence and Health (Vol. 1). Genève: World Health Organization. hlm. 185. ISBN 978-92-4-154561-7. 
  8. ^ a b Gullota, edited by Thomas P. (2002). The encyclopedia of primary prevention and health promotion. New York: Kluwer Academic/Plenum. hlm. 1112. ISBN 978-0-306-47296-1. 
  9. ^ Karch, DL (2011 Aug 26). "Surveillance for violent deaths—National Violent Death Reporting System, 16 states, 2008". Morbidity and mortality weekly report. Surveillance summaries (Washington, D.C. : 2002). 60 (10): 1–49. PMID 21866088. 
  10. ^ a b c d Hawton, K (2012 Jun 23). "Self-harm and suicide in adolescents". Lancet. 379 (9834): 2373–82. doi:10.1016/S0140-6736(12)60322-5. PMID 22726518. 
  11. ^ a b c d e f g h i j Vijayakumar, L (2011 May). "Substance use and suicide". Current opinion in psychiatry. 24 (3): 197–202. doi:10.1097/YCO.0b013e3283459242. PMID 21430536. 
  12. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v Chang, B (2011 Sep). "The depressed patient and suicidal patient in the emergency department: evidence-based management and treatment strategies". Emergency medicine practice. 13 (9): 1–23; quiz 23–4. PMID 22164363. 
  13. ^ Simpson, G (2007 Dec). "Suicidality in people surviving a traumatic brain injury: prevalence, risk factors and implications for clinical management". Brain injury : [BI]. 21 (13–14): 1335–51. doi:10.1080/02699050701785542. PMID 18066936. 
  14. ^ a b Miller, M (2012 Apr). "Suicide mortality in the United States: the importance of attending to method in understanding population-level disparities in the burden of suicide". Annual review of public health. 33: 393–408. doi:10.1146/annurev-publhealth-031811-124636. PMID 22224886. 
  15. ^ Qin P, Agerbo E, Mortensen PB (2003). "Suicide risk in relation to socioeconomic, demographic, psychiatric, and familial factors: a national register-based study of all suicides in Denmark, 1981–1997". Am J Psychiatry. 160 (4): 765–72. doi:10.1176/appi.ajp.160.4.765. PMID 12668367. 
  16. ^ Gilliland, Richard K. James, Burl E. Crisis intervention strategies (edisi ke-7th ed.). Belmont, CA: Brooks/Cole. hlm. 215. ISBN 978-1-111-18677-7. 
  17. ^ a b Brent, DA (2008 Jun). "Familial transmission of suicidal behavior". The Psychiatric clinics of North America. 31 (2): 157–77. doi:10.1016/j.psc.2008.02.001. PMC 2440417alt=Dapat diakses gratis. PMID 18439442. 
  18. ^ a b Rozanov, V (2012 Jul). "Suicide among war veterans". International journal of environmental research and public health. 9 (7): 2504–19. doi:10.3390/ijerph9072504. PMC 3407917alt=Dapat diakses gratis. PMID 22851956. 
  19. ^ a b University of Manchester Centre for Mental Health and Risk. "The National Confidential Inquiry into Suicide and Homicide by People with Mental Illness" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2013-01-16. Diakses tanggal 25 July 2012. 
  20. ^ a b c d e Chehil, Stan Kutcher, Sonia (2012). Suicide Risk Management A Manual for Health Professionals (edisi ke-2nd ed.). Chicester: John Wiley & Sons. hlm. 30–33. ISBN 978-1-119-95311-1. 
  21. ^ Bertolote, JM (2004). "Psychiatric diagnoses and suicide: revisiting the evidence". Crisis. 25 (4): 147–55. PMID 15580849. 
  22. ^ van Os J, Kapur S. Schizophrenia. Lancet. 2009 [archived 2013-06-23; Diambil 2014-01-12];374(9690):635–45. doi:10.1016/S0140-6736(09)60995-8. PMID 19700006.
  23. ^ a b c d e f g Tintinalli, Judith E. (2010). Emergency Medicine: A Comprehensive Study Guide (Emergency Medicine (Tintinalli)). New York: McGraw-Hill Companies. hlm. 1940–1946. ISBN 0-07-148480-9. 
  24. ^ Whitlock J, Knox KL (2007). "The relationship between self-injurious behavior and suicide in a young adult population". Arch Pediatr Adolesc Med. 161 (7): 634–40. doi:10.1001/archpedi.161.7.634. PMID 17606825. 
  25. ^ a b Pirkis, J (1998 Dec). "Suicide and recency of health care contacts. A systematic review". The British journal of psychiatry : the journal of mental science. 173: 462–74. PMID 9926074. 
  26. ^ Luoma, JB (2002 Jun). "Contact with mental health and primary care providers before suicide: a review of the evidence". The American Journal of Psychiatry. 159 (6): 909–16. PMID 12042175. 
  27. ^ Perrotto, Jerome D. Levin, Joseph Culkin, Richard S. (2001). Introduction to chemical dependency counseling. Northvale, N.J.: Jason Aronson. hlm. 150–152. ISBN 978-0-7657-0289-0. 
  28. ^ a b Fadem, Barbara (2004). Behavioral science in medicine. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. hlm. 217. ISBN 978-0-7817-3669-5. 
  29. ^ Youssef NA, Rich CL (2008). "Does acute treatment with sedatives/hypnotics for anxiety in depressed patients affect suicide risk? A literature review". Ann Clin Psychiatry. 20 (3): 157–69. doi:10.1080/10401230802177698. PMID 18633742. 
  30. ^ a b Sher, L (2006 Jan). "Alcohol consumption and suicide". QJM : monthly journal of the Association of Physicians. 99 (1): 57–61. doi:10.1093/qjmed/hci146. PMID 16287907. 
  31. ^ Darke S, Ross J (2002). "Suicide among heroin users: rates, risk factors and methods". Addiction. 97 (11): 1383–94. doi:10.1046/j.1360-0443.2002.00214.x. PMID 12410779. 
  32. ^ Darke, S (2008 May). "Major physical and psychological harms of methamphetamine use". Drug and alcohol review. 27 (3): 253–62. doi:10.1080/09595230801923702. PMID 18368606. 
  33. ^ Jr, Frank J. Ayd, (2000). Lexicon of psychiatry, neurology, and the neurosciences (edisi ke-2nd ed.). Philadelphia [u.a.]: Lippincott Williams & Wilkins. hlm. 256. ISBN 978-0-7817-2468-5. 
  34. ^ a b Hughes, JR (2008 Dec 1). "Smoking and suicide: a brief overview". Drug and alcohol dependence. 98 (3): 169–78. doi:10.1016/j.drugalcdep.2008.06.003. PMID 18676099. 
  35. ^ Pallanti, Stefano; Rossi, Nicolò Baldini; Hollander, Eric (2006). "11. Pathological Gambling". Dalam Hollander, Eric; Stein, Dan J. Clinical manual of impulse-control disorders. American Psychiatric Pub. hlm. 253. ISBN 978-1-58562-136-1. 
  36. ^ a b Oliveira, MP (2008 Jun). "[Pathological gambling and its consequences for public health]". Revista de saude publica. 42 (3): 542–9. PMID 18461253. 
  37. ^ Hansen, M (2008 Jan 17). "[Gambling and suicidal behaviour]". Tidsskrift for den Norske laegeforening : tidsskrift for praktisk medicin, ny raekke. 128 (2): 174–6. PMID 18202728. 
  38. ^ Manthorpe, J (2010 Dec). "Suicide in later life: public health and practitioner perspectives". International journal of geriatric psychiatry. 25 (12): 1230–8. doi:10.1002/gps.2473. PMID 20104515. 
  39. ^ Simpson GK, Tate RL (2007). "Preventing suicide after traumatic brain injury: implications for general practice". Med. J. Aust. 187 (4): 229–32. PMID 17708726. 
  40. ^ a b Anguiano, L (2012 Jul–Aug). "A literature review of suicide in cancer patients". Cancer nursing. 35 (4): E14–26. doi:10.1097/NCC.0b013e31822fc76c. PMID 21946906. 
  41. ^ Yip, edited by Paul S.F. (2008). Suicide in Asia : causes and prevention. Hong Kong: Hong Kong University Press. hlm. 11. ISBN 9789622099432. 
  42. ^ Ribeiro, JD (2012 Feb). "Sleep problems outperform depression and hopelessness as cross-sectional and longitudinal predictors of suicidal ideation and behavior in young adults in the military". Journal of Affective Disorders. 136 (3): 743–50. doi:10.1016/j.jad.2011.09.049. PMID 22032872. 
  43. ^ Bernert, RA (2005 Sep). "Suicidality and sleep disturbances". Sleep. 28 (9): 1135–41. PMID 16268383. 
  44. ^ a b Joiner TE, Jr (2005). "The psychology and neurobiology of suicidal behavior". Annual review of psychology. 56: 287–314. doi:10.1146/annurev.psych.56.091103.070320. PMID 15709937. 
  45. ^ a b Van Orden, K (2011 Jun). "Suicides in late life". Current psychiatry reports. 13 (3): 234–41. doi:10.1007/s11920-011-0193-3. PMC 3085020alt=Dapat diakses gratis. PMID 21369952. 
  46. ^ a b Koenig, HG (2009 May). "Research on religion, spirituality, and mental health: a review". Canadian journal of psychiatry. Revue canadienne de psychiatrie. 54 (5): 283–91. PMID 19497160. 
  47. ^ a b c Lester, D (2006). "Suicide and islam". Archives of suicide research : official journal of the International Academy for Suicide Research. 10 (1): 77–97. doi:10.1080/13811110500318489. PMID 16287698. 
  48. ^ Cox, William T. L.; Abramson, Lyn Y.; Devine, Patricia G.; Hollon, Steven D. (2012). "Stereotypes, Prejudice, and Depression: The Integrated Perspective". Perspectives on Psychological Science. 7 (5): 427–449. doi:10.1177/1745691612455204. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-10-20. 
  49. ^ Wegman, HL (2009 Oct). "A meta-analytic review of the effects of childhood abuse on medical outcomes in adulthood". Psychosomatic Medicine. 71 (8): 805–12. doi:10.1097/PSY.0b013e3181bb2b46. PMID 19779142. 
  50. ^ Oswald, SH (2010 Jun). "History of maltreatment and mental health problems in foster children: a review of the literature". Journal of pediatric psychology. 35 (5): 462–72. doi:10.1093/jpepsy/jsp114. PMID 20007747. 
  51. ^ Confer, Jaime C. (1 January 2010). "Evolutionary psychology: Controversies, questions, prospects, and limitations". American Psychologist. 65 (2): 110–126. doi:10.1037/a0018413. PMID 20141266. 
  52. ^ a b Stark, CR (2011). "A conceptual model of suicide in rural areas". Rural and remote health. 11 (2): 1622. PMID 21702640. 
  53. ^ Daly, Mary (Sept 2012). "Relative Status and Well-Being: Evidence from U.S. Suicide Deaths" (PDF). Federal Reserve Bank of San Francisco Working Paper Series. 
  54. ^ Lerner, George (Jan 5,2010). "Activist: Farmer suicides in India linked to debt, globalization". CNN World. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-01-16. Diakses tanggal 13 February 2013. 
  55. ^ Law, S (2008 Feb). "Suicide in China: unique demographic patterns and relationship to depressive disorder". Current psychiatry reports. 10 (1): 80–6. PMID 18269899. 
  56. ^ a b c Bohanna, I (2012). "Media guidelines for the responsible reporting of suicide: a review of effectiveness". Crisis. 33 (4): 190–8. doi:10.1027/0227-5910/a000137. PMID 22713977. 
  57. ^ a b c d e f g h i j Yip, PS (2012 Jun 23). "Means restriction for suicide prevention". Lancet. 379 (9834): 2393–9. doi:10.1016/S0140-6736(12)60521-2. PMID 22726520. 
  58. ^ a b Sisask, M (2012 Jan). "Media roles in suicide prevention: a systematic review". International journal of environmental research and public health. 9 (1): 123–38. doi:10.3390/ijerph9010123. PMC 3315075alt=Dapat diakses gratis. PMID 22470283. 
  59. ^ Stack S (2005). "Suicide in the media: a quantitative review of studies based on non-fictional stories". Suicide Life Threat Behav. 35 (2): 121–33. doi:10.1521/suli.35.2.121.62877. PMID 15843330. 
  60. ^ Pirkis J (July 2009). "Suicide and the media". Psychiatry. 8 (7): 269–271. doi:10.1016/j.mppsy.2009.04.009. [pranala nonaktif permanen]
  61. ^ a b Loue, Sana (2008). Encyclopedia of aging and public health : with 19 tables. New York, NY: Springer. hlm. 696. ISBN 978-0-387-33753-1. 
  62. ^ a b Moody, Harry R. (2010). Aging : concepts and controversies (edisi ke-6th ed.). Los Angeles: Pine Forge Press. hlm. 158. ISBN 978-1-4129-6966-6. 
  63. ^ a b Hales, edited by Robert I. Simon, Robert E. The American Psychiatric Publishing textbook of suicide assessment and management (edisi ke-2nd ed.). Washington, DC: American Psychiatric Pub. hlm. 714. ISBN 978-1-58562-414-0. 
  64. ^ editor, Tarek Sobh, (2010). Innovations and advances in computer sciences and engineering (edisi ke-Online-Ausg.). Dordrecht: Springer Verlag. hlm. 503. ISBN 978-90-481-3658-2. 
  65. ^ Eliason, S (2009). "Murder-suicide: a review of the recent literature". The journal of the American Academy of Psychiatry and the Law. 37 (3): 371–6. PMID 19767502. 
  66. ^ Smith, William Kornblum in collaboration with Carolyn D. Sociology in a changing world (edisi ke-9e [9th ed].). Belmont, CA: Wadsworth Cengage Learning. hlm. 27. ISBN 978-1-111-30157-6. 
  67. ^ Campbell, Robert Jean (2004). Campbell's psychiatric dictionary (edisi ke-8th ed.). Oxford: Oxford University Press. hlm. 636. ISBN 978-0-19-515221-0. 
  68. ^ Veatch, ed. by Robert M. (1997). Medical ethics (edisi ke-2. ed.). Sudbury, Mass. [u.a.]: Jones and Bartlett. hlm. 292. ISBN 978-0-86720-974-7. 
  69. ^ Gutman, Yisrael (1998). Anatomy of the Auschwitz death camp (edisi ke-1st pbk. ed.). Bloomington: Publ. in association with the United States Holocaust Memorial Museum, Washington, D.C. by Indiana University Press. hlm. 400. ISBN 978-0-253-20884-2. 
  70. ^ Ajdacic-Gross V; Weiss MG; Ring M; et al. (2008). "Methods of suicide: international suicide patterns derived from the WHO mortality database". Bull. World Health Organ. 86 (9): 726–32. doi:10.2471/BLT.07.043489. PMC 2649482alt=Dapat diakses gratis. PMID 18797649. 
  71. ^ Ajdacic-Gross, Vladeta, et al."Methods of suicide: international suicide patterns derived from the WHO mortality database"PDF (267 KB). Bulletin of the World Health Organization 86 (9): 726–732. September 2008. Accessed 2 August 2011.Archived 2 August 2011. See html version. The data can be seen here [1]
  72. ^ O'Connor, Rory C.; Platt, Stephen; Gordon, Jacki, ed. (1 June 2011). International Handbook of Suicide Prevention: Research, Policy and Practice. John Wiley and Sons. hlm. 34. ISBN 978-1-119-99856-3. 
  73. ^ Gunnell D, Eddleston M, Phillips MR, Konradsen F (2007). "The global distribution of fatal pesticide self-poisoning: systematic review". BMC Public Health. 7: 357. doi:10.1186/1471-2458-7-357. PMC 2262093alt=Dapat diakses gratis. PMID 18154668. 
  74. ^ Geddes, John. Psychiatry (edisi ke-4th ed.). Oxford: Oxford University Press. hlm. 62. ISBN 978-0-19-923396-0. 
  75. ^ "U.S. Suicide Statistics (2005)". Diakses tanggal 2008-03-24. 
  76. ^ Eshun, edited by Sussie (2009). Culture and mental health sociocultural influences, theory, and practice. Chichester, U.K.: Wiley-Blackwell. hlm. 301. ISBN 9781444305814. 
  77. ^ a b Krug, Etienne (2002). World Report on Violence and Health, Volume 1. Genève: World Health Organization. hlm. 196. ISBN 9789241545617. 
  78. ^ (editor), Diego de Leo (2001). Suicide and euthanasia in older adults : a transcultural journey. Toronto: Hogrefe & Huber. hlm. 121. ISBN 9780889372511. 
  79. ^ Pjevac, M (2012 Oct). "Neurobiology of suicidal behaviour". Psychiatria Danubina. 24 Suppl 3: S336–41. PMID 23114813. 
  80. ^ Sher, L (2011). "The role of brain-derived neurotrophic factor in the pathophysiology of adolescent suicidal behavior". International journal of adolescent medicine and health. 23 (3): 181–5. PMID 22191181. 
  81. ^ Sher, L (2011 May). "Brain-derived neurotrophic factor and suicidal behavior". QJM : monthly journal of the Association of Physicians. 104 (5): 455–8. doi:10.1093/qjmed/hcq207. PMID 21051476. 
  82. ^ a b Dwivedi, Yogesh (2012). The neurobiological basis of suicide. Boca Raton, FL: Taylor & Francis/CRC Press. hlm. 166. ISBN 978-1-4398-3881-5. 
  83. ^ Stein, edited by George (2007). Seminars in general adult psychiatry (edisi ke-2. ed.). London: Gaskell. hlm. 145. ISBN 978-1-904671-44-2. 
  84. ^ Autry, AE (2009 Nov 1). "Epigenetics in suicide and depression". Biological Psychiatry. 66 (9): 812–3. doi:10.1016/j.biopsych.2009.08.033. PMC 2770810alt=Dapat diakses gratis. PMID 19833253. 
  85. ^ a b c "Suicide prevention". WHO Sites: Mental Health. World Health Organization. Aug 31,2012. Diakses tanggal 2013-01-13. 
  86. ^ Sakinofsky, I (2007 Jun). "The current evidence base for the clinical care of suicidal patients: strengths and weaknesses". Canadian Journal of Psychiatry. 52 (6 Suppl 1): 7S–20S. PMID 17824349. 
  87. ^ "Suicide". The United States Surgeon General. Diakses tanggal 4 September 2011. 
  88. ^ Robinson, J (2011 Jan). "Preventing suicide in young people: systematic review". The Australian and New Zealand journal of psychiatry. 45 (1): 3–26. doi:10.3109/00048674.2010.511147. PMID 21174502. 
  89. ^ Fässberg, MM (2012 Mar). "A systematic review of social factors and suicidal behavior in older adulthood". International journal of environmental research and public health. 9 (3): 722–45. doi:10.3390/ijerph9030722. PMC 3367273alt=Dapat diakses gratis. PMID 22690159. 
  90. ^ Williams, SB (2009 Apr). "Screening for child and adolescent depression in primary care settings: a systematic evidence review for the US Preventive Services Task Force". Pediatrics. 123 (4): e716–35. doi:10.1542/peds.2008-2415. PMID 19336361. 
  91. ^ Horowitz, LM (2009 Oct). "Suicide screening in schools, primary care and emergency departments". Current Opinion in Pediatrics. 21 (5): 620–7. doi:10.1097/MOP.0b013e3283307a89. PMC 2879582alt=Dapat diakses gratis. PMID 19617829. 
  92. ^ Paris, J (June 2004). "Is hospitalization useful for suicidal patients with borderline personality disorder?". Journal of personality disorders. 18 (3): 240–7. doi:10.1521/pedi.18.3.240.35443. PMID 15237044. 
  93. ^ Goodman, M (2012 Feb). "Suicidal risk and management in borderline personality disorder". Current psychiatry reports. 14 (1): 79–85. doi:10.1007/s11920-011-0249-4. PMID 22113831. 
  94. ^ a b Canadian Agency for Drugs and Technologies in Health, (CADTH) (2010). "Dialectical behaviour therapy in adolescents for suicide prevention: systematic review of clinical-effectiveness". CADTH technology overviews. 1 (1): e0104. PMC 3411135alt=Dapat diakses gratis. PMID 22977392. 
  95. ^ Stoffers, JM (2012 Aug 15). "Psychological therapies for people with borderline personality disorder". Cochrane database of systematic reviews (Online). 8: CD005652. doi:10.1002/14651858.CD005652.pub2. PMID 22895952. 
  96. ^ Hetrick, SE (2012 Nov 14). "Newer generation antidepressants for depressive disorders in children and adolescents". Cochrane database of systematic reviews (Online). 11: CD004851. doi:10.1002/14651858.CD004851.pub3. PMID 23152227. 
  97. ^ Baldessarini, RJ (2003). "Lithium treatment and suicide risk in major affective disorders: update and new findings". The Journal of clinical psychiatry. 64 Suppl 5: 44–52. PMID 12720484. 
  98. ^ Cipriani, A (2005 Oct). "Lithium in the prevention of suicidal behavior and all-cause mortality in patients with mood disorders: a systematic review of randomized trials". The American Journal of Psychiatry. 162 (10): 1805–19. doi:10.1176/appi.ajp.162.10.1805. PMID 16199826. 
  99. ^ "WHO Disease and injury country estimates". World Health Organization. 2009. 
  100. ^ a b c d e f g h i j k l Värnik, P (2012 Mar). "Suicide in the world". International journal of environmental research and public health. 9 (3): 760–71. doi:10.3390/ijerph9030760. PMC 3367275alt=Dapat diakses gratis. PMID 22690161. 
  101. ^ "Deaths estimates for 2008 by cause for WHO Member States". World Health Organization. Diakses tanggal 10 February 2013. 
  102. ^ Haney, EM (2012 Mar). "Suicide Risk Factors and Risk Assessment Tools: A Systematic Review". PMID 22574340. 
  103. ^ a b Weiyuan, C (2009 Dec). "Women and suicide in rural China". Bulletin of the World Health Organization. 87 (12): 888–9. doi:10.2471/BLT.09.011209. PMC 2789367alt=Dapat diakses gratis. PMID 20454475. 
  104. ^ a b Sue, David Sue, Derald Wing Sue, Diane Sue, Stanley. Understanding abnormal behavior (edisi ke-Tenth ed., [student ed.]). Belmont, CA: Wadsworth/Cengage Learning. hlm. 255. ISBN 978-1-111-83459-3. 
  105. ^ a b c Pitman, A (2012 Jun 23). "Suicide in young men". Lancet. 379 (9834): 2383–92. doi:10.1016/S0140-6736(12)60731-4. PMID 22726519. 
  106. ^ Szasz, Thomas (1999). Fatal freedom : the ethics and politics of suicide. Westport, Conn.: Praeger. hlm. 11. ISBN 978-0-275-96646-1. 
  107. ^ a b Maris, Ronald (2000). Comprehensive textbook of suicidology. New York [u.a.]: Guilford Press. hlm. 97–103. ISBN 978-1-57230-541-0. 
  108. ^ Dickinson, Michael R. Leming, George E. Understanding dying, death, and bereavement (edisi ke-7th ed.). Belmont, CA: Wadsworth Cengage Learning. hlm. 290. ISBN 978-0-495-81018-6. 
  109. ^ Durkheim's Suicide : a century of research and debate (edisi ke-1. publ.). London [u.a.]: Routledge. 2000. hlm. 69. ISBN 978-0-415-20582-5. 
  110. ^ a b Maris, Ronald (2000). Comprehensive textbook of suicidology. New York [u.a.]: Guilford Press. hlm. 540. ISBN 978-1-57230-541-0. 
  111. ^ a b c d e McLaughlin, Columba (2007). Suicide-related behaviour understanding, caring and therapeutic responses. Chichester, England: John Wiley & Sons. hlm. 24. ISBN 978-0-470-51241-8. 
  112. ^ White, Tony (2010). Working with suicidal individuals : a guide to providing understanding, assessment and support. London: Jessica Kingsley Publishers. hlm. 12. ISBN 978-1-84905-115-6. 
  113. ^ Paperno, Irina (1997). Suicide as a cultural institution in Dostoevsky's Russia. Ithaca: Cornell university press. hlm. 60. ISBN 978-0-8014-8425-4. 
  114. ^ al.], David Lanham ... [et (2006). Criminal laws in Australia. Annandale, N.S.W.: The Federation Press. hlm. 229. ISBN 978-1-86287-558-6. 
  115. ^ Duffy, Michael Costa, Mark (1991). Labor, prosperity and the nineties : beyond the bonsai economy (edisi ke-2nd ed.). Sydney: Federation Press. hlm. 315. ISBN 978-1-86287-060-4. 
  116. ^ Quill, Constance E. Putnam ; foreword by Timothy E. (2002). Hospice or hemlock? : searching for heroic compassion. Westport, Conn.: Praeger. hlm. 143. ISBN 978-0-89789-921-5. 
  117. ^ Holt, Gerry."When suicide was illegal". BBC News. 3 August 2011. Accessed 11 August 2011.
  118. ^ "Guardian & Observer style guide". Guardian website. The Guardian. Diakses tanggal 29 November 2011. 
  119. ^ Srivastava, editors, Nitish Dogra, Sangeet. Climate change and disease dynamics in India. New Delhi: The Energy and Resources Institute. hlm. 256. ISBN 978-81-7993-412-8. 
  120. ^ "German politician Roger Kusch helped elderly woman to die"Times Online July 2, 2008
  121. ^ a b Appel, JM (2007). "A Suicide Right for the Mentally Ill? A Swiss Case Opens a New Debate". Hastings Center Report. 37 (3): 21–23. doi:10.1353/hcr.2007.0035. PMID 17649899. 
  122. ^ "Chapter 127.800–995 The Oregon Death with Dignity Act". Oregon State Legislature. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-09-16. Diakses tanggal 2014-01-12. 
  123. ^ "Chapter 70.245 RCW, The Washington death with dignity act". Washington State Legislature. 
  124. ^ Dr. Ronald Roth, D.Acu. "Suicide & Euthanasia – a Biblical Perspective". Acu-cell.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-04-18. Diakses tanggal 2009-05-06. 
  125. ^ "Norman N. Holland, Literary Suicides: A Question of Style". Clas.ufl.edu. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-05-28. Diakses tanggal 2009-05-06. 
  126. ^ "Catechism of the Catholic Church – PART 3 SECTION 2 CHAPTER 2 ARTICLE 5". Scborromeo.org. 1941-06-01. Diakses tanggal 2009-05-06. 
  127. ^ "Catechism of the Catholic Church – PART 3 SECTION 2 CHAPTER 2 ARTICLE 5". Scborromeo.org. 1941-06-01. Diakses tanggal 2009-05-06. 
  128. ^ "The Bible and Suicide". Religioustolerance.org. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-07-15. Diakses tanggal 2009-05-06. 
  129. ^ "Euthanasia and Judaism: Jewish Views of Euthanasia and Suicide". ReligionFacts.com. Diakses tanggal 2008-09-16. 
  130. ^ Hindu Website. Hinduism and suicide
  131. ^ a b "Hinduism –Euthanasia and Suicide". BBC. 2009-08-25. 
  132. ^ a b c "Suicide (Stanford Encyclopedia of Philosophy)". Plato.stanford.edu. Diakses tanggal 2009-05-06. 
  133. ^ Kant, Immanuel. (1785) Kant: The Metaphysics of Morals, M. Gregor (trans.), Cambridge: Cambridge University Press, 1996. ISBN 978-0-521-56673-5. p177.
  134. ^ Safranek John P (1998). "Autonomy and Assisted Suicide: The Execution of Freedom". The Hastings Center Report. 28 (4): 33. 
  135. ^ Raymond Whiting: A natural right to die: twenty-three centuries of debate, pp. 13–17; Praeger (2001) ISBN 0-313-31474-8
  136. ^ Wesley J. Smith, Death on Demand: The assisted-suicide movement sheds its fig leaf, The Weekly Standard, June 5, 2007
  137. ^ "The Suicide". The Walters Art Museum. 
  138. ^ Ozawa-de Silva, C (2008 Dec). "Too lonely to die alone: internet suicide pacts and existential suffering in Japan". Culture, medicine and psychiatry. 32 (4): 516–51. doi:10.1007/s11013-008-9108-0. PMID 18800195. 
  139. ^ Durkee, T (2011 Oct). "Internet pathways in suicidality: a review of the evidence". International journal of environmental research and public health. 8 (10): 3938–52. doi:10.3390/ijerph8103938. PMC 3210590alt=Dapat diakses gratis. PMID 22073021. 
  140. ^ a b Robinson, edited by David Picard, Mike. Emotion in motion : tourism, affect and transformation. Farnham, Surrey: Ashgate. hlm. 176. ISBN 978-1-4094-2133-7. 
  141. ^ Robinson, ed. by Peter (2010). Research themes for tourism. Oxfordshire [etc.]: CABI. hlm. 172. ISBN 978-1-84593-684-6. 
  142. ^ a b Dennis, Richard (2008). Cities in modernity : representations and productions of metropolitan space, 1840 – 1930 (edisi ke-Repr.). Cambridge [u.a.]: Cambridge Univ. Press. hlm. 20. ISBN 978-0-521-46841-1. 
  143. ^ McDougall, Tim (2010). Helping children and young people who self-harm : an introduction to self-harming and suicidal behaviours for health professionals. Abingdon, Oxon: Routledge. hlm. 23. ISBN 978-0-415-49913-2. 
  144. ^ a b Bateson, John (2008). Building hope : leadership in the nonprofit world. Westport, Conn.: Praeger. hlm. 180. ISBN 978-0-313-34851-8. 
  145. ^ a b Miller, David (2011). Child and Adolescent Suicidal Behavior: School-Based Prevention, Assessment, and Intervention. hlm. 46. ISBN 978-1-60623-997-1. 
  146. ^ Chang, Kenneth (August 25, 2008). "In Salmonella Attack, Taking One for the Team". New York Times. 
  147. ^ Tofilski,Adam; Couvillon, MJ;Evison, SEF; Helantera, H; Robinson, EJH; Ratnieks, FLW (2008). "Preemptive Defensive Self-Sacrifice by Ant Workers" (PDF). The American Naturalist. 172 (5): E239–E243. doi:10.1086/591688. PMID 18928332. 
  148. ^ Larry O'Hanlon (Mar 10, 2010). "Animal Suicide Sheds Light on Human Behavior". Discovery News. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-07-25. Diakses tanggal 2014-01-12. 
  149. ^ <Please add first missing authors to populate metadata.>. "Life In The Undergrowth". BBC. 
  150. ^ Bordereau, C; Robert, A.; Van Tuyen, V.; Peppuy, A. (August, 1997). "Suicidal defensive behaviour by frontal gland dehiscence in Globitermes sulphureus Haviland soldiers (Isoptera)". Insectes Sociaux. Birkhäuser Basel. 44 (3): 289. doi:10.1007/s000400050049. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-04-18. Diakses tanggal 2014-01-12. 
  151. ^ Nobel, Justin (Mar. 19, 2010). "Do Animals Commit Suicide? A Scientific Debate". Time. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-08-17. Diakses tanggal 2014-01-12. 
  152. ^ Stoff, David; Mann, J. John (1997). "Suicide Research". Annals of the New York Academy of Sciences. Annals of the New York Academy of Sciences. 836 (Neurobiology of Suicide, The : From the Bench to the Clinic): 1–11. Bibcode:1997NYASA.836....1S. doi:10.1111/j.1749-6632.1997.tb52352.x. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-04-18. Diakses tanggal 2014-01-12. 
  153. ^ Hall 1987, p.282
  154. ^ "Jonestown Audiotape Primary Project."Alternative Considerations of Jonestown and Peoples Temple. San Diego State University. Diarsipkan 2013-05-18 di Wayback Machine.
  155. ^ "1978:Leaves 900 Dead[pranala nonaktif permanen]". Retrieved 9 November 2011.
  156. ^ John Toland, The Rising Sun: The Decline and Fall of the Japanese Empire 1936–1945, Random House, 1970, p. 519
  157. ^ Suicide and Self-Starvation, Terence M. O'Keeffe, Philosophy, Vol. 59, No. 229 (Jul., 1984), pp. 349–363
  158. ^ Watson, Bruce (2007). Exit Rommel: The Tunisian Campaign, 1942–43. Stackpole Books. hlm. 170. ISBN 978-0-8117-3381-6. 

Bacaan[sunting | sunting sumber]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]