Deregulasi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Deregulasi adalah proses pencabutan atau pengurangan regulasi negara, biasanya regulasi yang berhubungan dengan ruang lingkup ekonomi. Deregulasi menjadi kebijakan yang umum dalam ekonomi industri di negara maju pada tahun 1970-an dan 1980-an, sebagai dampak dari kecenderungan baru dalam pemikiran ekonomi tentang ketidakefisiensian dari regulasi yang dilakukan oleh pemerintah, dan ancaman yang berasal dari badan regulasi yang mungkin dikendalikan oleh industri demi meningkatkan keuntungannya sendiri, sehingga merugikan konsumen dan ekonomi secara keseluruhan.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Regulasi ekonomi merupakan kebijakan yang didukung pada Zaman Sepuhan, karena tindakan tersebut dirasa perlu untuk membatasi wewenang yang dimiliki eksternalitas seperti tindakan penyalahgunaan oleh perusahaan, mempekerjakan buruh yang masih anak-anak, memonopoli, dan pencemaran udara. Sekitar akhir dasawarsa 1970-an, regulasi semacam ini dianggap membebani ekonomi, dan banyak politikus pendukung neoliberalisme yang mulai menggencarkan deregulasi.

Dampak[sunting | sunting sumber]

Peningkatan laba[sunting | sunting sumber]

Deregulasi yang dikelola secara tepat dapat meningkatkan laba yang diperoleh oleh perusahaan. Pengelolaan ini berkaitan dengan distribusi pendapatan yang berkaitan dengan distribusi upah dan keuntungan perusahaan dan negara serta kebijakan redisistribusi. Peningkatan laba diperoleh melalui deregulasi berupa penurunan pada pembagian upah. Dalam deregulasi, terjadi peningkatan kekuatan sektor ekonomi. Selain itu, ada kesediaan oleh perusahaan maupun negara untuk mengambil risiko demi memperoleh laba yang lebih besar. Penambahan laba diperoleh melalui investasi dari para pemegang saham dan investor.[1]

Persaingan usaha[sunting | sunting sumber]

Deregulasi merupakan salah satu jenis kebijakan ekonomi yang umumnya disertakan dalam pengaturan persaingan usaha oleh pemerintah. Asumsi yang diberikan ialah peningkatan persaingan usaha dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pemakaian persaingan usaha dengan bantuan deregulasi umumnya dilakukan oleh negara berkembang. Bukti empiris mengenai hal ini belum ada karena penggunaannya di negara berkembang baru mulai dilakukan pada tahun 1990an. Sebaliknya, persiangan usaha belum dapat sepenuhnya dipisahkan dari kebijakan ekonomi yang salah satunya ialah deregulasi. Prinsip persaingan usaha juga tidak terlalu diutamakan dalam suatu negara bila dibandingkan dengan kebijakan ekonomi seperti privatisasi, deregulasi atau liberalisasi ekonomi. Hal ini dikarenakan adanya perlindungan terhadap sektor ekonomi tertentu misalnya pertanian, utilitas publik dan usaha kecil dan menengah.[2]

Sanksi pasar monopoli dan oligopoli[sunting | sunting sumber]

Suatu negara yang melarang pembentukan pasar monopoli dan oligopoli dapat menggunakan deregulasi untuk memberikan sanksi bagi para pelakunya. Kondisi ini dapat dilakukan jika negara memilih untuk memisahkan sanksi oligopoli dan monopoli dari konstitusi atau undang-undang negara. Dalam hal ini, deregulasi berlaku bagi oligopoli dan monopoli yang dianggap sebagai struktur pasar. Deregulasi yang dilakukan ialah dekonsentrasi dengan memasukkan sebanyak mungkin pelaku usaha ke dalam industri.[3]

Kapitalisme global[sunting | sunting sumber]

Proses globalisasi yang disertai dengan kapitalisme dapat membentuk suatu deregulasi yang membuat pengaruh pemerintah di dalam ekonomi negara berkurang. Bukti empiris dari deregulasi akibat paham kapitalisme ialah ketika Krisis finansial Asia 1997. Pemerintah negara-negara di Asia memilih melakukan deregulasi yang melibatkan Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia. Selain itu, dilakukan pula pembukaan pasar modal bagi investor asing, privatisasi badan usaha milik negara, atau liberalisasi ekonomi melalui perdagangan bebas.[4]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Dullien, S., dkk. (2016). Kapitalisme yang Layak: Suatu Cetak Biru Reformasi Ekonomi Kita (PDF) (edisi ke-2). Jakarta: Friedrich-Ebert-Stiftung Kantor Perwakilan Indonesia. hlm. 110. 
  2. ^ Damuri, Y. R., dkk. (2016). Peta Jalan Pengarusutamaan Persaingan usaha: Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan (PDF). Jakarta: Centre for Strategic and International Studies. hlm. 17. ISBN 978-979-1295-27-7.  [pranala nonaktif permanen]
  3. ^ Irawan, Towaf Totok (2020). Agustina, Nina, ed. Perekonomian Indonesia: Fakta, Tantangan dan Kebijakan (PDF). Bogor: Unpak Press. hlm. 47. ISBN 978-623-94477-0-0. 
  4. ^ Riwanto, Agus (2018). Politik Hukum Negara Kesejahteraan: Indonesia Pasca Reformasi (PDF). Sukoharjo: Oase Pustaka. hlm. 4. ISBN 978-602-457-047-7. 

Bacaan lanjutan[sunting | sunting sumber]