Dioksin

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Dioksin merupakan kelompok zat-zat berbahaya yang termasuk ke dalam golongan senyawa PCDD (PolyChlorinated Dibenzo-p-Dioxin), PCDF (PolyChlorinated Dibenzo Furan), dan PCB (Poly Chlorinated Biphenyl). Terdapat ratusan senyawa yang termasuk dioksin, salah satunya adalah TCDD (2,3,7,8- tetrachlorodibenzo-p-dioxin) yang dikenal paling beracun.[1] Dioksin adalah limbah dari berbagai proses manufaktur termasuk peleburan, pemutihan klorin pulp kertas dan pembuatan beberapa herbisida dan pestisida. Dioksin tidak hanya dihasilkan dari proses industri, tetapi juga dapat dihasilkan dari proses alami, seperti letusan gunung berapi dan kebakaran hutan. Dalam hal pelepasan dioksin ke lingkungan, insinerator limbah yang tidak terkendali (limbah padat dan limbah rumah sakit) seringkali menjadi penyebab terburuk, karena pembakaran yang tidak sempurna (WHO).

Dioksin berasal dari proses sintesis kimia pada proses pembakaran zat organik yang bercampur dengan unsur halogen pada temperatur tinggi. Dioksin berasal dari pembakaran limbah rumah tangga maupun industri yang mengandung senyawa klor seperti industri kimia, pestisida, plastik, dan pulp kertas. Pembakaran karbon yang tidak sempurna menghasilkan karbon monoksida dan hidrokarbon yang teroksidasi sebagian. Adanya suhu tinggi menyebabkan sebagian kecil nitrogen akan teroksidasi menjadi nitrat oksidan dan nitrat dioksida. Adanya sulfur dalam bahan bakar atau limbah akan teroksidasi menjadi sulfur dioksida dan sulfur trioksida yang akan bereaksi dengan air untuk membentuk asam sulfat. Apabila limbah atau bahan bakar mengandung halogen seperti klorin dan fluorin, dapat terjadi pembentukan dioksin dari reaksi senyawa-senyawa yang telah disebutkan sebelumnya dengan air dan oksigen pada suhu 250 °C – 400 °C yang disebut sebagai de novo synthesis.[2]

Karakteristik[sunting | sunting sumber]

Keluarga dioksin dicirikan secara kimiawi oleh adanya dua cincin benzena yang dihubungkan oleh sepasang atom oksigen. Masing-masing dari delapan atom karbon pada cincin yang tidak terikat oksigen dapat berikatan dengan atom hidrogen atau atom unsur lain. Berdasarkan kesepakatan, posisi ini diberi nomor 1 sampai 4 dan 6 sampai 9. Dioksin yang lebih beracun membawa atom klorin pada posisi ini, dan yang paling terkenal memiliki atom klorin pada posisi ini 2,3,7 , dan 8 posisi. Iniisomer —2,3,7,8-TCDD—sangat stabil secara kimiawi. Ini hampir tidak larut dalam air dan dalam sebagian besar senyawa organik tetapi larut dalam minyak. Kombinasi sifat inilah yang memungkinkan dioksin dalam tanah untuk menahan pengenceran dengan air hujan dan menyebabkannya mencari dan masuk ke jaringan lemak dalam tubuh jika diserap.

Dioksin berbentuk padat pada suhu ruang dan susah menguap. Senyawa ini berdispersi di dalam atmosfer sebagai aerosol partikulat. Senyawa ini tidak berbau dan dalam bentuk padatan berupa kristal tak berwarna yang terakumulasi dalam tanah dan sedimen. Bersifat stabil dan lipofilik, sehingga dengan mudah terakumulasi pada hewan-hewan yang mempunyai lapisan lemak pada tubuhnya dan sukar untuk dimusnahkan. Sedikit dioksin saja yang masuk ke dalam tubuh (part per trillion) sudah dapat menimbulkan efek toksiksitas yang berbahaya (Afdila, 2019). Menurut WHO, kadar normal dioksin yang dapat ditoleransi oleh tubuh manusia adalah 10 pg/kg berat tubuh.

Sumber[sunting | sunting sumber]

Manusia biasanya terpapar dioksin melalui produk makanan yang terkontaminasi yang sering dipengaruhi melalui akumulasi bahan kimia dalam rantai makanan dan makanan berlemak tinggi, seperti telur, produk susu, lemak hewani, dan ikan. Dalam ketentuan Environmental Protection Agency tahun 1994, terdapat empat sumber utama dioksin yaitu: (I) Hasil pembakaran sampah, (2) Hasil sampingan proses produksi pestisida, (3) Hasil pembakaran pada proses produksi baja, dan (4) Air buangan industri terutama industri kertas yang menggunakan klor sebagai pemutih. Selain itu sumber dioksin juga berasal dari alam yaitu kebakaran hutan atau aktivitas gunung berapi.

Kadar Dioksin bervariasi dalam toksisitasnya tergantung pada jenis dioksin, frekuensi dan durasi paparan. Pentachlorophenol (dari industri tekstil) telah diusulkan sebagai sumber utama PCDD/F dalam lumpur limbah. Untuk alasan ini, negara-negara seperti Jerman, melarang penggunaan bahan kimia yang mengakibatkan dampak yang signifikan terhadap penambahan kadar PCDD/F dalam lumpur limbah (Kanan dan Samara, 2018).

Dampak yang Ditimbulkan pada Kesehatan[sunting | sunting sumber]

Menurut inforrmasi US EPA, 2002, Efek yang ditimbulkan oleh paparan dioksin dan furan dalam tubuh antara lain:

Obesitas[sunting | sunting sumber]

Dioxin dan furan yang menumpuk pada jaringan lemak tubuh akan menyebabkan kegemukkan berlebih hingga obesitas pada tubuh orang yang terpapar.

Cacat Lahir[sunting | sunting sumber]

Dioxin dan furan yang dicerna oleh ibu yang mengandung akan mempengaruhi perkembangan embrionya. Umumnya anak yang lahir nantinya akan mengalami cacat lahir. Hal ini dikarenakan dioksin dan furan dari ibu hamil juga akan terakumulasi pada embrio bayinya.

Fluktuasi Hormon[sunting | sunting sumber]

Organisme yang terpapar dioxin dan furan mengalami fluktuasi hormon, dimana hormonnya menjadi tidak stabil dan mengganggu fungsi kerja hormon itu pada tubuh.

Ganggunan Imun[sunting | sunting sumber]

Selain mengganggu produksi hormon, dioxin dan furan juga menyebabkan menurunnya sensitivitas imun (kekebalan tubuh) terhadap gangguan zat asing.

Ganggunan Sistem Saraf[sunting | sunting sumber]

Dioxin dan furan yang berakumulasi di otak dapat menyebabkan terjadinya gangguan sistem saraf ringan.

Kanker[sunting | sunting sumber]

Penumpukkan dioxin dan furan pada tubuh juga merangsang terbentuknya kanker akibat gangguan fungsi suatu kelenjar tubuh, sehingga terjadi pembengakakan dan perubahan fungsi organ tubuh.

Penyakit Kulit[sunting | sunting sumber]

Penyakit kulit yang disebabkan oleh dioxin dan furan yakni chloracne, dimana kulit mengalami bentol-bentol merah berlebih seperti iritasi. Penyakit ini selain terjadi akibat adanya dioxin dan furan dalam tubuh juga dapat terjadi sebagai akibat paparan langsung dioxin dan furan dengan tubuh dalam waktu lama, sepeti penggunaan pembalut yang mengandung dioxin dan furan.

Gangguan Jantung[sunting | sunting sumber]

Dioxin dan furan yang menumpuk (terakumulasi) di sekitar jantung menyebabkan gangguan jantung, dimana jantung menjadi sulit untuk memompa darah ke paru-paru dan ke seluruh tubuh.

Kematian[sunting | sunting sumber]

Dioksin dan furan pada tubuh yang terakumulasi dan mengganggu saraf serta jantung dapat menyebabkan kematian pada organisme yang terpapar.

Metode Analisa[sunting | sunting sumber]

Metode analisa yang dapat digunakan untuk mendeteksi Dioksin sebagai berikut :

GC-MS/MS[sunting | sunting sumber]

Analisis dioksin pada sampel daging dilakukan pada kromatografi gas yang dilengkapi dengan spektrometri massa (GC-MS/MS). Identifikasi dan kuantifikasi senyawa target sebanyak 17 congeners PCDD/F mengikuti metoda pengenceran isotop. Spiking menggunakan standar internal 13C-label yang ditambahkan ke dalam sampel dan pengukuran GC-MS/MS menggunakan alat elektromagnetik pada resolusi 10.000 setelah elektronisasi sebesar 40 eV.

Kondisi operasional kromatografi gas (GC) meliputi moda injeksi splitless, suhu injeksi 260 °C, gas pembawa adalah helium pada kecepatan alir 0,8 ml/menit, kolom berupa SP-2331 Cyanopropyl polysiloxane dengan ukuran 60 m (panjang) × 0.32 mm (diameter dalam) × 0.2 µm (ketebalan lapisan), dan progam suhu kolom SP-2331 adalah 120 °C (3 menit) - 20 °C/menit - 220 °C (10 menit) - 4 °C/menit - 260 °C (32 menit). Sementara itu, kondisi operasional mass spectrometry (MS/MS) meliputi moda ionisasi electron impact (EI) dengan kecepatan alir ionisasi 0,6 mA, moda deteksi selected ion monitoring (SIM), energi elektron sebesar 40 eV, voltase 4 kV dan resolusi >10.000 (10% valley).

HRGC-HRMS[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan OSPAR Commission tahun 2007, saat ini analisis kimia dari dioksin dilakukan dengan kromatografi gas resolusi tinggi atau high-resolution gas chromatography dikombinasi dengan spektrometri masa resolusi tinggi atau highresolution mass spectrometry (HRGC-HRMS). Pada penelitian Gufita et. al, 2014, dilakukan analisis dioksin dengan alat yang lebih sederhana yaitu konduktometer. Konduktometri adalah salah satu metoda analisa kimia kuantitatif berdasarkan daya hantar listrik suatu larutan. Daya hantar listrik (G) suatu larutan bergantung pada jenis dan konsentrasi di dalam larutan. Analisis kandungan dioksin menggunakan konduktometri, dimana jika sejumlah dioksin dilarutkan dalam pelarut organik maka akan memberikan arus listrik, dimana arus listrik inilah yang akan dibaca oleh alat konduktometri (Martunus, 2007).

Analisa Biomarker dan ELISA[sunting | sunting sumber]

Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) merupakan teknik biokimia yang diaplikasikan pada suatu sampel untuk mendeteksi adanya antibodi atau antigen. Prinsip kerja ELISA kit berdasarkan reaksi spesifik antara antigen (Ag) –Antibodi (Ab) dengan menggunakan enzim sebagai penanda (marker). Enzim tersebut akan memberikan tanda terdapatnya antigen jika telah terjadi reaksi antar antigen dan antibodi pada sampel. Reaksi tersebut memerlukan antibodi spesifik yang berikatan dengan antigen (Nugroho dan Rahayu, 2016). Teknik ELISA kit merupakan teknik kuantitatif yang sangat sensitif, penggunaannya sangat luas, memerlukan peralatan yang sedikit, reagen yang diperlukan telah tersedia, dan dijual secara komersial sehingga mudah didapat.

Metode Artifical Peptida[sunting | sunting sumber]

Metode ini menunjukkan potensi peptida rantai pendek sebagai bahan sensor praktis yang menargetkan senyawa dengan berat molekul rendah. Metode yang didasarkan pada pentapeptide dikembangkan sebagai sistem analitik untuk penentuan dioksin dan senyawa seperti dioksin. Manik peptida disaring oleh mikroskop fluoresensi untuk mendeteksi dioksin dengan sensitivitas tinggi. Reaktivitas silang terhadap PAH dan hasil negatif palsu adalah masalah dalam deteksi dioksin dalam sampel tanah nyata dan dalam penilaian lingkungan; Namun, metode ini dapat digunakan sebagai penyaringan awal sampel yang diragukan terkontaminasi oleh dioksin. Aplikasi interaksi peptida-dioksin memanfaatkan peptida yang dirancang sebagai bahan sorben untuk 2,3,7,8-tetrachlorodibenzo-p-dioxin (TCDD) ekstraksi fase padat (SPE). Kerangka kerja komputasi sederhana ditemukan menjadi alat yang baik dalam pemilihan peptida pendek, sebagai reseptor yang mungkin untuk keluarga dioksin.

Pencegahan dan Pengendalian Paparan Dioksin[sunting | sunting sumber]

Pencegahan atau pengurangan paparan pada manusia paling baik dilakukan melalui tindakan yang diarahkan pada sumber, yaitu kontrol ketat terhadap proses industri untuk mengurangi pembentukan dioksin sebanyak mungkin. Pembakaran dengan cara yang tepat dari bahan yang terkontaminasi adalah metode terbaik yang tersedia untuk mencegah dan mengendalikan paparan dioksin. Itu juga dapat menghancurkan minyak limbah berbasis PCB. Proses pembakaran membutuhkan suhu tinggi, lebih dari 850 °C. Untuk penghancuran sejumlah besar bahan yang terkontaminasi, suhu yang lebih tinggi - 1000 °C atau lebih - diperlukan.

Selain melalui pembakaran, kontaminasi dioksin juga dapat melalui suplai makanan, terutama pada daging dan produk susu, ikan, dan kerang. Oleh karena itu, melindungi pasokan makanan sangat penting. Selain langkah-langkah yang diarahkan pada sumber untuk mengurangi emisi dioksin, kontaminasi sekunder dari pasokan makanan perlu dihindari di seluruh rantai makanan. Kontrol dan praktik yang baik selama produksi, pemrosesan, distribusi, dan penjualan primer semuanya penting dalam produksi makanan yang aman.

Sistem pemantauan kontaminasi makanan dan pakan harus ada untuk memastikan bahwa tingkat toleransi tidak terlampaui. Hal itu merupakan tanggung jawab produsen pakan dan makanan untuk memastikan bahan baku yang aman dan proses yang aman selama produksi, dan merupakan peran pemerintah nasional untuk memantau keamanan pasokan makanan dan mengambil tindakan untuk melindungi kesehatan masyarakat. Ketika kontaminasi dicurigai, negara-negara harus memiliki rencana darurat untuk mengidentifikasi, menahan dan membuang pakan dan makanan yang terkontaminasi. Populasi yang terkena harus diperiksa dalam hal paparan (misalnya, mengukur kontaminan dalam darah atau ASI) dan efek (misalnya, pengawasan klinis untuk mendeteksi tanda-tanda kesehatan yang buruk).

Sumber Referensi[sunting | sunting sumber]

Afdila, Nur. 2019. Dioksin (Polychlorinated Dibenzo-P-Dioxins/ PCDD) dan Furan (Polychlorinated Dibenzofurans/ PCDF) Serta (Polychlorinated Biphenyl/PCB) Mirip Dioksin. Makalah. Universitas Indonesia : Depok.

Britania. Dioksin. [Online]. Tersedia di : https://translate.google.com/translate?u=https://www.britannica.com/science/dioxin&hl=id&sl=en&tl=id&client=srp&prev=search. Diakses pada tangga 1 Juli 2021.

Gufita, F. et al. 2014. Analisis Kandungan Dioksin, Daya Serap dan Kandungan Klorin (Cl2) dalam Pembalut Wanita. Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology Vol.,III No.1 : 1-8.

Indraningsih, Sani Y. 2014. Deteksi Dioksin Trichloro dibenzo-p-dioxins dan Trichloro dibenzofurans pada Daging Sapi dengan Gas Chromatography Tandem Mass Spectrometry. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Vol. 19 No. 4 : 302-314.

Kanan, S. dan Samara, F. 2018. Dioxins and furans: A review from chemical and environmental perspectives. Trends in Environmental Analytical Chemistry, 17, 1–13. https://doi.org/10.1016/j.teac.2017.12.001

WHO (World Health Organization). 2016. Dioxins and Their Effects on Human Health.

Winarti, C. dan Munarso , S. J. Kajian Kontaminasi Dioksi pada Bahan Pangan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pascapanen untuk Pengembangan lndustri Berbasis Pertanian. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.

  1. ^ Mukerjee, Debdas (1998-02-01). "Health Impact of Polychlorinated Dibenzo-p-dioxins: A Critical Review". Journal of the Air & Waste Management Association. 48 (2): 157–165. doi:10.1080/10473289.1998.10463655. ISSN 1096-2247. 
  2. ^ Raghunathan, K.; Gullett, Brian K. (1996-05-01). "Role of Sulfur in Reducing PCDD and PCDF Formation". Environmental Science & Technology. 30 (6): 1827–1834. doi:10.1021/es950362k. ISSN 0013-936X.