Gejala Covid-19

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Gejala COVID-19)
Gejala COVID-19

Gejala COVID-19 bervariasi, mulai dari gejala ringan hingga berat.[1] Gejala yang umum ditemukan meliputi sakit kepala, kehilangan indera penciuman dan indera perasa, hidung tersumbat yang disertai pilek, batuk, nyeri otot, sakit tenggorokan, demam, diare, dan sesak nafas.[2] Meskipun demikian, penderita yang terinfeksi mungkin saja mendapati gejala yang berbeda.

Terdapat tiga kelompok gejala yang telah teridentifikasi. Kelompok gejala pertama meliputi gejala-gejala pernapasan, seperti batuk, dahak, napas pendek, dan demam. Kelompok gejala kedua meliputi gejala-gejala muskuloskeletal, seperti nyeri pada otot dan sendi, sakit kepala, dan kelelahan. Kelompok gejala ketiga meliputi gejala-gejala pencernaan, seperti sakit pada bagian perut, muntah, dan diare.[2] Pada orang-orang yang sebelumnya tidak mengalami gejala, hilangnya indera penciuman dan perasa bisa menjadi gejala pertama penyakit COVID-19.[3]

Kebanyakan penderita (81%) mengalami gejala ringan hingga sedang (seperti pneumonia ringan), sementara 14% lainnya mendapati gejala berat (seperti dispnea dan hipoksia) dan 5% sisanya mendapati gejala kritis (seperti kegagalan sistem pernapasan, syok, dan disfungsi organ).[4] Setidaknya sepertiga penderita yang terinfeksi virus ini tidak menunjukkan gejala dalam selang waktu tertentu, atau disebut asimtomatik.[5] Penderita asimtomatik seperti ini memiliki kemungkinan untuk tidak menjalani tes COVID-19,[6] tetapi tetap dapat menyebarkan virus.[7] Beberapa penderita COVID-19 juga baru menunjukkan gejala setelah selang waktu tertentu, atau disebut "presimtomatik".[8]

Sama seperti infeksi pada umumnya, terdapat jeda waktu antara terpaparnya penderita dengan virus hingga munculnya gejala. Median dari jeda waktu ini berkisar antara empat hingga lima hari.[9] Sebagian besar penderita bergejala mulai mengalami gejala antara dua hingga tujuh hari setelah terpapar virus[10] dan hampir semuanya pernah mengalami setidaknya satu gejala dalam selang waktu 11,5 hari.[9]

Kebanyakan penderita dapat sembuh dari fase akut penyakit. Meskipun demikian, beberapa penderita lainnya tetap menderita efek yang bervariasi hingga beberapa bulan setelah sembuh,[11] atau disebut long COVID.[12] Penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk mengetahui efek jangka panjang dari penyakit ini.

Gejala awal[sunting | sunting sumber]

Beberapa gejala COVID-19 dapat berupa gejala umum penyakit lain, seperti demam, batuk kering, dan kelelahan.[13] Sekitar satu dari lima penderita bergejala mengalami sesak napas. Beberapa gejala seperti kesulitan bernapas, nyeri di dada, kebingungan secara tiba-tiba, kesulitan berjalan, dan wajah atau bibir membiru harus segera mendapat penanganan medis.[13] Gejala yang terus berlanjut dapat berakhir pada komplikasi seperti pneumonia, sindrom gangguan pernapasan akut, sepsis, syok septik, dan gagal ginjal.

Pada Agustus 2020, ilmuwan dari Universitas California Selatan melaporkan kemungkinan urutan gejala pada penderita COVID-19, yakni demam yang diikuti oleh batuk dan nyeri sendi atau mual dan muntah yang muncul sebelum diare.[14] Urutan ini berbeda dengan urutan gejala yang terjadi pada penderita influenza yang mengalami batuk sebelum demam.[14]

Meskipun organisasi kesehatan merekomendasikan isolasi selama 14 hari untuk mengawasi gejala yang mungkin timbul,[15] terdapat bukti terbatas yang membuktikan bahwa beberapa pasien baru menunjukkan gejala setelah lebih dari 14 hari sejak terpapar virus.[16]

Demam[sunting | sunting sumber]

Demam adalah salah satu gejala paling umum yang dialami oleh penderita. Sebuah penelitian di Tiongkok membuktikan bahwa 88,7% penderita COVID-19 menunjukkan gejala berupa demam selama dirawat di rumah sakit.[17] Penelitian lain yang dilakukan oleh para ilmuwan di Inggris dan Belgia juga mendapati bahwa mayoritas (77%) pasien COVID-19 mengalami gejala demam.[18]:4

Gangguan pernapasan[sunting | sunting sumber]

Batuk adalah gejala lain yang umum ditemukan pada penderita COVID-19, baik batuk kering maupun batuk berdahak.[18]:6-8 Sesak napas biasanya terjadi beberapa hari setelah munculnya gejala pertama dan biasa ditemukan pada pasien yang membutuhkan penanganan medis.[1]

Kehilangan indera penciuman dan perasa[sunting | sunting sumber]

Sejumlah penderita mengalami kehilangan sementara pada indera penciuman (disebut anosmia), perubahan rasa makanan (dysgeusia), atau gangguan lain pada indera penciuman dan perasa mereka.[19]:1629 Gejala seperti ini sering kali muncul pada awal penyakit dan paling banyak ditemukan pada penderita usia muda. Meskipun tidak semua penderita COVID-19 mengalami gejala ini, kehilangan indera penciuman dan perasa merupakan gejala yang tidak biasa ditemukan pada penyakit pernapasan lainnya sehingga dapat digunakan untuk deteksi dini COVID-19 berbasis gejala.[19]:1621-1622

Gejala neurologis[sunting | sunting sumber]

Penderita COVID-19 dapat mengalami gejala neurologis yang melibatkan sistem saraf pusat (seperti sakit kepala, pusing, penurunan kesadaran, dan disorientasi) dan sistem saraf tepi (seperti anosmia dan dysgeusia).[20] Beberapa penderita juga mengalami gejala berupa kehilangan ingatan, kehilangan konsentrasi, kehilangan fokus, dan disorientasi yang biasa disebut sebagai "COVID fog" atau "COVID brain fog".[21]

Gejala lain[sunting | sunting sumber]

Gejala umum lain yang ditemukan meliputi kelelahan dan nyeri pada otot dan sendi.[13]

Beberapa gejala lain hanya terjadi pada sebagian kecil penderita COVID-19. Beberapa penderita dapat mengalami gejala pencernaan seperti kehilangan selera makan, diare, mual, atau muntah.[22] Beberapa orang lainnya mangalami sakit tenggorokan, pusing, dan vertigo.[18]:6-8 Gejala lain yang lebih jarang ditemukan seperti menggigil,[13] peradangan selaput mata,[23] diare, dan ruam kulit[24] juga ditemukan pada penderita COVID-19.

Komplikasi[sunting | sunting sumber]

Komplikasi dapat berupa pneumonia, sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS), sindrom disfungsi multiorgan, syok septik, hingga kematian.[25] Kompilkasi pada sistem kardiovaskular dapat meliputi gagal jantung,[26] aritmia,[27] dan inflamasi jantung.[28] Komplikasi neurologis dapat berupa Sindrom Guillain–Barré yang dapat disertai hilangnya fungsi motorik.[29] Anak-anak yang terinfeksi penyakit ini dapat mengalami komplikasi berupa sindrom peradangan multisistem dengan gejala mirip seperti penyakit Kawasaki yang dapat berakibat fatal.[30]

Efek jangka panjang[sunting | sunting sumber]

Beberapa penelitian mendapati bahwa 10-20% penderita COVID-19 masih mengalami gejala penyakit tersebut selama lebih dari satu bulan.[31] Kebanyakan penderita yang harus mendapatkan perawatan di rumah sakit akibat gejala berat COVID-19 melaporkan bahwa mereka mengalami masalah jangka panjang, seperti mudah lelah dan napas pendek.[11] Sementara itu, sekitar 29% pasien yang mendapat penanganan di rumah sakit Wuhan juga mengaku mengalami kegagalan sistem pernapasan akut setelah terpapar COVID-19.[32]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b "Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) – Symptoms". Centers for Disease Control and Prevention (dalam bahasa Inggris). 22 Februari 2021. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-06-17. Diakses tanggal 28 Februari 2021. 
  2. ^ a b "Clinical characteristics of COVID-19". European Centre for Disease Prevention and Control (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-12-29. Diakses tanggal 28 Februari 2021. 
  3. ^ Niazkar, Hamid Reza; Zibaee, Behdad; Nasimi, Ali; Bahri, Narjes (2020-07-01). "The neurological manifestations of COVID-19: a review article". Neurological Sciences (dalam bahasa Inggris). 41 (7): 1667–1671. doi:10.1007/s10072-020-04486-3. ISSN 1590-3478. PMC 7262683alt=Dapat diakses gratis. PMID 32483687. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-29. Diakses tanggal 2021-02-28. 
  4. ^ "Interim Clinical Guidance for Management of Patients with Confirmed Coronavirus Disease (COVID-19)". U.S. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 6 April 2020. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2 March 2020. Diakses tanggal 19 April 2020. 
  5. ^ Oran, Daniel P.; Topol, Eric J. (2021-01-22). "The Proportion of SARS-CoV-2 Infections That Are Asymptomatic". Annals of Internal Medicine. doi:10.7326/M20-6976. ISSN 0003-4819. PMC 7839426alt=Dapat diakses gratis. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-05-11. Diakses tanggal 2021-02-27. 
  6. ^ Hao, Xingjie; Cheng, Shanshan; Wu, Degang; Wu, Tangchun; Lin, Xihong; Wang, Chaolong (2020-08). "Reconstruction of the full transmission dynamics of COVID-19 in Wuhan". Nature (dalam bahasa Inggris). 584 (7821): 420–424. doi:10.1038/s41586-020-2554-8. ISSN 1476-4687. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-12-11. Diakses tanggal 2021-02-28. We estimate 87% (lower bound, 53%) of the infections before 8 March 2020 were unascertained (potentially including asymptomatic and mildly symptomatic individuals); and a basic reproduction number (R0) of 3.54 (95% credible interval 3.40–3.67) in the early outbreak, much higher than that of severe acute respiratory syndrome (SARS) and Middle East respiratory syndrome (MERS). 
  7. ^ Lai CC, Liu YH, Wang CY, Wang YH, Hsueh SC, Yen MY, et al. (June 2020). "Asymptomatic carrier state, acute respiratory disease, and pneumonia due to severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2): Facts and myths". Journal of Microbiology, Immunology, and Infection = Wei Mian Yu Gan Ran Za Zhi. 53 (3): 404–412. doi:10.1016/j.jmii.2020.02.012. PMC 7128959alt=Dapat diakses gratis. PMID 32173241. 
  8. ^ Furukawa, Nathan W.; Brooks, John T.; Sobel, Jeremy (4 May 2020). "Evidence Supporting Transmission of Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 While Presymptomatic or Asymptomatic". Emerging Infectious Diseases. 26 (7). doi:10.3201/eid2607.201595. PMC 7323549alt=Dapat diakses gratis. PMID 32364890. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-10-01. Diakses tanggal 29 September 2020. 
  9. ^ a b Gandhi, Rajesh T.; Lynch, John B.; Rio, Carlos del (April 2020). "Mild or Moderate Covid-19". The New England Journal of Medicine. 383 (18): 1758. doi:10.1056/NEJMcp2009249. PMID 32329974. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-01-04. Diakses tanggal 2021-02-28. 
  10. ^ Wiersinga, W. Joost; Rhodes, Andrew; Cheng, Allen C.; Peacock, Sharon J.; Prescott, Hallie C. (August 2020). "Pathophysiology, Transmission, Diagnosis, and Treatment of Coronavirus Disease 2019 (COVID-19): A Review". JAMA. 324 (8): 782–793. doi:10.1001/jama.2020.12839alt=Dapat diakses gratis. PMID 32648899. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-14. Diakses tanggal 2021-02-27. The mean (interquartile range) incubation period (the time from exposure to symptom onset) for COVID-19 is approximately 5 (2-7) days. 
  11. ^ a b Ross, Jennifer M.; et al. (1 September 2020). "Summary of COVID-19 Long Term Health Effects: Emerging evidence and Ongoing Investigation" (PDF). University of Washington. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2020-11-08. Diakses tanggal 28 Februari 2021. 
  12. ^ Baig, Abdul Mannan (2020-10-23). "Chronic COVID Syndrome: Need for an appropriate medical terminology for Long‐COVID and COVID Long‐Haulers". Journal of Medical Virology (dalam bahasa Inggris): jmv.26624. doi:10.1002/jmv.26624. ISSN 0146-6615. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-12-15. Diakses tanggal 2021-02-28. 
  13. ^ a b c d "Symptoms of Coronavirus". U.S. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 20 Maret 2020. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 Maret 2021. 
  14. ^ a b Larsen JR, Martin MR, Martin JD, Kuhn P, Hicks JB (13 Agustus 2020). "Modeling the Onset of Symptoms of COVID-19". Frontiers in Public Health. 8: 5–10. doi:10.3389/fpubh.2020.00473alt=Dapat diakses gratis. PMC 7438535alt=Dapat diakses gratis. PMID 32903584. 
  15. ^ "Considerations for quarantine of contacts of COVID-19 cases". www.who.int (dalam bahasa Inggris). 19 Agustus 2020. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-01-27. Diakses tanggal 28 Februari 2021. WHO recommends that all contacts of individuals with a confirmed or probable COVID-19 be quarantined in a designated facility or at home for 14 days from their last exposure. 
  16. ^ Bikbov, Boris; Bikbov, Alexander (2021). "Maximum incubation period for COVID-19 infection: Do we need to rethink the 14-day quarantine policy?". Travel Medicine and Infectious Disease. 40: 101976. doi:10.1016/j.tmaid.2021.101976. ISSN 1477-8939. PMID 33476809 Periksa nilai |pmid= (bantuan). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-09-15. Diakses tanggal 25 Februari 2021. Notably, these incubation periods longer than 14 days were registered not only in sporadic cases, but in a substantial proportion reaching... 5.0% out of 339, 7.7% out of 104... patients with traced contacts 
  17. ^ Guan, Wei-jie; Ni, Zheng-yi; Hu, Yu; Liang, Wen-hua; Ou, Chun-quan; He, Jian-xing; Liu, Lei; Shan, Hong; Lei, Chun-liang (2020-02-28). "Clinical Characteristics of Coronavirus Disease 2019 in China". New England Journal of Medicine (dalam bahasa Inggris). 382: 1710. doi:10.1056/NEJMoa2002032. PMC 7092819alt=Dapat diakses gratis. PMID 32109013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-01-07. Diakses tanggal 2021-02-28. 
  18. ^ a b c Grant, Michael C.; Geoghegan, Luke; Arbyn, Marc; Mohammed, Zakaria; McGuinness, Luke; Clarke, Emily L.; Wade, Ryckie G. (23 Juni 2020). "The prevalence of symptoms in 24,410 adults infected by the novel coronavirus (SARS-CoV-2; COVID-19): A systematic review and meta-analysis of 148 studies from 9 countries". PLOS ONE (dalam bahasa Inggris). 15 (6). doi:10.1371/journal.pone.0234765. ISSN 1932-6203. PMC 7310678alt=Dapat diakses gratis. PMID 32574165. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-06. Diakses tanggal 2021-02-28. 
  19. ^ a b Agyeman AA, Chin KL, Landersdorfer CB, Liew D, Ofori-Asenso R (Agustus 2020). "Smell and Taste Dysfunction in Patients With COVID-19: A Systematic Review and Meta-analysis". Mayo Clinic Proceedings. 95 (8): 1621–1631. doi:10.1016/j.mayocp.2020.05.030. PMC 7275152alt=Dapat diakses gratis. PMID 32753137. 
  20. ^ Payus, Alvin Oliver; Lin, Constance Liew Sat; Noh, Malehah Mohd; Jeffree, Mohammad Saffree; Ali, Raymond Azman (2020-08-03). "SARS-CoV-2 infection of the nervous system: A review of the literature on neurological involvement in novel coronavirus disease-(COVID-19)". Bosnian Journal of Basic Medical Sciences (dalam bahasa Inggris). 20 (3): 283. doi:10.17305/bjbms.2020.4860. ISSN 1840-4812. PMC 7416180alt=Dapat diakses gratis. PMID 32530389. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-12-10. Diakses tanggal 2021-02-27. 
  21. ^ "How Brain Fog Plagues Covid-19 Survivors", The New York Times, 11 Oktober 2020, diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-01-30, diakses tanggal 25 Maret 2021 
  22. ^ Berlin, David A; Gulick, Roy M.; Martinez, Fernando J. (Mei 2020). "Severe Covid-19". The New England Journal of Medicine. 383 (25): 2453. doi:10.1056/NEJMcp2009575alt=Dapat diakses gratis. PMID 32412710. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-09. Diakses tanggal 2021-03-25. 
  23. ^ "Coronavirus". World Health Organization (WHO). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-02-22. Diakses tanggal 4 May 2020. 
  24. ^ Apollonia, Yan Ling (Maret 2020). "COVID-19 | DermNet NZ". dermnetnz.org (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-12-18. Diakses tanggal 2021-02-27. 
  25. ^ Cascella, Marco; Rajnik, Michael; Cuomo, Arturo; Dulebohn, Scott C.; Di Napoli, Raffaela (2020). "Features, Evaluation and Treatment Coronavirus (COVID-19)". StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. hlm. 14. PMID 32150360. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-04-06. Diakses tanggal 25 Maret 2021. 
  26. ^ Long B, Brady WJ, Koyfman A, Gottlieb M (July 2020). "Cardiovascular complications in COVID-19". The American Journal of Emergency Medicine. 38 (7): 1506. doi:10.1016/j.ajem.2020.04.048. PMC 7165109alt=Dapat diakses gratis. PMID 32317203. 
  27. ^ Siripanthong, Bhurint (2020). "Recognizing COVID-19–related myocarditis: The possible pathophysiology and proposed guideline for diagnosis and management". Heart Rhythm. 17 (9): 1463–1471. doi:10.1016/j.hrthm.2020.05.001. PMC 7199677alt=Dapat diakses gratis. PMID 32387246. 
  28. ^ Puntmann VO, Carerj ML, Wieters I, Fahim M, Arendt C, Hoffmann J, et al. (July 2020). "Outcomes of Cardiovascular Magnetic Resonance Imaging in Patients Recently Recovered From Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)". JAMA Cardiology. 5 (11): 1265–1273. doi:10.1001/jamacardio.2020.3557alt=Dapat diakses gratis. PMC 7385689alt=Dapat diakses gratis. PMID 32730619. Ringkasan. 
  29. ^ Toscano, Gianpaolo (2020). "Guillain–Barré Syndrome Associated with SARS-CoV-2". New England Journal of Medicine. 382 (26): 2574–2576. doi:10.1056/NEJMc2009191. PMC 7182017alt=Dapat diakses gratis. PMID 32302082. 
  30. ^ HAN Archive – 00432 (Laporan). U.S. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 14 Mei 2020. Diakses tanggal 25 Maret 2021. 
  31. ^ Maxwell, Elaine (15 Oktober 2020). "Living with Covid19". NIH Themed Review. National Institute for Health Research: 6. doi:10.3310/themedreview_41169. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2020-10-18. Diakses tanggal 28 Februari 2021. 
  32. ^ Huang, C; Wang, Y; Li, X; Ren, L; Zhao, J; Hu, Y; Zhang, L; Fan, G; Xu, J; Gu, X; Cheng, Z; Yu, T; Xia, J; Wei, Y; Wu, W; Xie, X; Yin, W; Li, H; Liu, M; Xiao, Y; Gao, H; Guo, L; Xie, J; Wang, G; Jiang, R; Gao, Z; Jin, Q; Wang, J; Cao, B (15 February 2020). "Clinical features of patients infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan, China". Lancet. 395 (10223): 501. doi:10.1016/S0140-6736(20)30183-5alt=Dapat diakses gratis. PMC 7159299alt=Dapat diakses gratis. PMID 31986264.