Saya berhak atas pendapat saya

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Saya berhak atas pendapat saya atau saya mempunyai hak atas pendapat saya merupakan salah satu bahasan yang seringkali memperoleh perdebatan karena dianggap sebagai kalimat yang mengandung kesesatan berpikir. Kalimat tersebut dilontarkan ketika seseorang tidak lagi mampu memberi argumen untuk mempertahankan pendiriannya. Dalam bahasan logika, keadaan ini disebut the red herring fallacy yakni kesesatan berpikir dengan memberi argumen yang mengalihkan perhatian agar jauh dari isu relevan yang penting. Tujuannya ialah agar membuyarkan pikiran.[1]

Kita berhak atas klaim kita untuk menyukai atau tidak tentang sesuatu. Semua itu adalah opini penilaian dan berkisar dari preferensi yang bisa berbeda satu sama lain. Kekeliruannya ialah alur logika dalam memberi alasan itu tidak sistematis dan tidak mengandung bukti. Semua didasarkan pada perasaan subjektif semata. Kalimat saya berhak atas pendapat saya menunjukan bahwa tidak membuka opsi untuk menggali alasan lebih jauh. Ini bahkan disajikan sebagai berhenti membahas hal tersebut dan "mari kita sepakat untuk tidak setuju". Tanggapan berhak atas pendapat saya tentu membingungkan.

Suatu pernyataan berhak atas pendapat tidak berkorelasi dengan kenyataan mengenai benar tidaknya suatu pernyataan. Semua bebas berpikir dan mengatakan isi pikirannya. Berhak berpendapat akan menjadi kesesatan jika diartikan pandangan tersebut wajib diperlakukan sebagai calon kebenaran yang serius. lmu pengetahuan mengkehendaki bukti. Sehingga tanpa bukti, jawaban itu hanya omong kosong. Ketika ada keberatan terhadap suatu keyakinan atau argumen, mengeluarkan jawaban bahwa "saya berhak untuk berpendapat" hanya akan mengesampingkan langkah-langkah diskusi yang bisa dilakukan. Akan lebih baik jika berupaya bertahan dengan memperkuat argumentasi atau memberi bantahan yang merobohkan keabsahan dari argumen lawan secara logis. Menjadi penting untuk terus bertanya mengapa memberi pendapat seperti itu.

Sesat Pikir Red Herring[sunting | sunting sumber]

Red Herring sederhananya dimaknai sebagai "membahas apa jawabnya apa". Ikan haring merah adalah ikan yang sebangsa dengan sarden. Keunikannya ialah apabila dimasak dengan cara diasap, ia akan berwarna kemerahan dan berbau menyengat sehingga membuat orang-orang yang lewat akan teralihkan fokusnya. Sesat pikir ikan haring merah sering menjadi teknik retorika yang dipakai dalam pencitraan melalui cara menyisipkan banyak informasi tidak penting sehingga orang-orang teralihkan dari pokok utama bahasan.

Contoh kalimat:

A : "Apa langkah yang bisa dilakukan untuk mengatasi krisis iklim?"

B : "Masalah itu terlalu luas. Lebih baik berpikir mau makan apa besok. Cari uang sekarang ini susah"

C : "Betul juga. Tantangan sekarang ketidakpastian pekerjaan"

Pertentangan[sunting | sunting sumber]

Kalimat "saya berhak atas pendapat saya" dalam diskusi mengenai preferensi memang diperbolehkan karena menyangkut kebebasan seseorang. Tetapi menurut pandangan Filsuf Patrick Stokes bahwa ungkapan tersebut problematis karena sering digunakan untuk mempertahankan posisi yang secara faktual tidak dapat dipertahankan atau untuk menyiratkan "hak yang sama untuk diadili mengenai suatu masalah di mana hanya salah satu dari dua pihak yang memiliki keahlian yang relevan".[2]

Menguraikan lebih lanjut argumen Stokes, filsuf David Godden berpendapat bahwa klaim bahwa seseorang berhak atas suatu pandangan menimbulkan kewajiban tertentu, seperti kewajiban untuk memberikan alasan atas pandangan tersebut dan mengajukan alasan tersebut untuk ditentang; Godden menyebutnya sebagai prinsip hak rasional dan tanggung jawab rasional, dan dia mengembangkan latihan di kelas untuk mengajarkan prinsip-prinsip ini.[3]

Filsuf José Ortega y Gasset menulis dalam bukunya tahun 1930 The Revolt of the Masses meyatakan:

Spesies Fasis dan Sindikalis dicirikan oleh kemunculan pertama tipe manusia yang "acuh dalam memberikan alasan", tetapi bertekad untuk memaksakan pendapatnya. Ia mencipatakan hak untuk tidak menjadi benar, tidak masuk akal.[4]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "Fallacies (Bagian 2)". School of Information Systems. Diakses tanggal 2024-02-27. 
  2. ^ Stokes, Patrick (2012-10-04). "No, you're not entitled to your opinion". The Conversation (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-02-27. 
  3. ^ Godden, David (2014-02-27). "Teaching Rational Entitlement and Responsibility: A Socratic Exercise". Informal Logic (dalam bahasa Inggris). 34 (1): 124–151. doi:10.22329/il.v34i1.3882. ISSN 2293-734X. 
  4. ^ Ortega y Gasset, José; Kerrigan, Anthony; Bellow, Saul (1985). Moore, Kenneth, ed. The revolt of the masses. Notre Dame, Indiana: University of Notre Dame Press. ISBN 978-0-268-01609-8.