Jalan Tol Layang Dalam Kota Jakarta

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Jalan Tol Layang Dalam Kota Jakarta
Panjang69,77 km
Dibangun2015-sekarang
PengelolaPT Jakarta Tollroad Development (JTD)

Jalan Tol Layang Dalam Kota Jakarta (Bahasa Inggris: Jakarta Inner Ring Road 2, disingkat JIRR 2) atau sering disebut dengan 6 Ruas Jalan Tol Dalam Kota Jakarta adalah jalan tol yang akan mengadopsi konstruksi jalan layang penuh dengan integrasi dengan transportasi umum (BRT). Jalan tol ini terdiri dari 6 ruas dan secara keseluruhan memiliki panjang 69,77 kilometer. Jalan Tol JIRR 2 Pertama yang dibangun adalah Seksi Sunter - Pulogebang, yang beroperasi sejak 19 Juli 2021.

Seksi[sunting | sunting sumber]

Seksi 1[sunting | sunting sumber]

Semanan-Sunter

Panjang 20,23 kilometer dengan nilai investasi Rp 9,76 triliun.

Sunter-Pulogebang

Panjang 9,44 kilometer dengan nilai investasi Rp 7,37 triliun. Dibangun sejak Februari 2017 dan selesai pada 19 Juli 2021.

Seksi 2[sunting | sunting sumber]

Duri Pulo-Kampung Melayu

Panjang 12,65 kilometer dengan nilai investasi Rp 5,96 triliun.

Kampung Melayu-Kemayoran

Panjang 9,60 kilometer dengan nilai investasi Rp 6,95 triliun.

Seksi 3[sunting | sunting sumber]

Ulujami-Tanah Abang

Panjang 8,70 kilometer dengan nilai investasi Rp 4,25 triliun.

Seksi 4[sunting | sunting sumber]

Pasar Minggu-Casablanca

Panjang 9,15 kilometer dengan nilai investasi Rp 5,71 trilliun.

Pintu Tol[sunting | sunting sumber]

Untuk jalan tol ini, titik keluar masuk yang jauh lebih sedikit dibanding ruas jalan tol-tol lainnya dengan jarak antar titik 7 kilometer. Sedikitnya jumlah pintu masuk dan keluar atau on/off ramp ini bertujuan untuk mengurangi dampak kemacetan di jalan reguler yang ditimbulkan oleh kendaraan yang antre di pintu tol.[1] Ada sembilan titik pintu tol yakni:

Transportasi massal[sunting | sunting sumber]

Jalan tol ini akan menjadi rute bus ulang-alik tanpa jalur khusus. Bus ini akan ditunjang oleh halte (bus bay) yang ditempatkan di tempat yang strategis dan dilengkapi dengan eskalator untuk naik dan tangga untuk turun, sehingga bus tidak perlu keluar dari jalan tol untuk menaik-turunkan penumpang.[2]

Kontroversi[sunting | sunting sumber]

Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menilai pembangunan 6 ruas jalan tol Jakarta tidak akan mengurai kemacetan secara efektif dengan alasan bila jalanan bertambah, maka akan diiringi dengan penambahan kendaraan.[3] Masyarakat pun membuat petisi online untuk menentang pembangunan 6 ruas jalan tol ini.

Referensi[sunting | sunting sumber]