Kacang kratok

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kacang kratok
Kacang kratok, Phaseolus lunatus
Darmaga, Bogor
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
(tanpa takson):
(tanpa takson):
(tanpa takson):
Ordo:
Famili:
Subfamili:
Tribus:
Genus:
Spesies:
P. lunatus
Nama binomial
Phaseolus lunatus
Sinonim

Phaseolus bipunctatus Jacq. (1770)[2]
Phaseolus limensis Macfad.[3]

Kacang kratok atau kekara (Phaseolus lunatus) adalah sejenis kacang-kacangan dari suku Fabaceae. Semula di Indonesia dikembangkan sebagai tanaman penutup tanah, kacang kratok kemudian juga dipanen bijinya, biji yang muda, polong yang muda, pucuk dan kecambahnya, sebagai bahan makanan manusia maupun ternak.

Di beberapa daerah, kacang yang tumbuh menjalar atau memanjat ini dikenal dengan nama-nama seperti kacang mas, roay (Sd.); kara, kratok (Jw.); krato', kerato', karopo (Md.); saru (Minh.),[4] dan kacang merah (Ptk). Di Malaysia disebut kacang jawa, kacang cina, atau kekara kratok; di Filipina sibatse simaron, patáni, zabache; di Thailand thua rachamat; dan di Vietnam dâu ngu.[5] Di tempat-tempat lain di Jawa juga dikenal sebagai kara legi, kara manis, atau kara bethik.

Pemerian[sunting | sunting sumber]

Pelat botani menurut Blanco

Merupakan tumbuhan terna semusim atau terkadang menahun; forma yang menyemak tumbuh hingga 0,6 m, forma yang memanjat hingga 2–4 m tingginya. Perakarannya menjalar 1,5–2 m ke dalam tanah.[5]

Daun-daun majemuk beranak daun tiga, dengan anak daun bundar telur melancip, 5—19 cm x 3– 11 cm. Perbungaan berupa tandan di ketiak, panjang hingga 15 cm, dengan banyak buku dan kuntum bunga, daun pelindung (brakteola) tidak rontok. Bunga relatif kecil dengan kelopak bentuk lonceng; mahkota 0,7-1,0 cm, dengan bendera bentuk tudung, hijau pucat atau ungu; sayapnya putih atau ungu; lunasnya terlipat tajam, putih atau kadang-kadang berwarna. Benang sari 10 helai dalam dua tukal. Polongan bentuk lonjong, 5–12 cm x 2,5 cm, biasanya melengkung, kadang-kadang dengan ujung serupa kail, berbiji 2-4. Biji bervariasi dalam ukuran, bentuk, dan warna; bentuk ginjal, belah ketupat, atau bundar; warna seragam, bebercak atau berbintik, putih, hijau, kuning, cokelat, merah, hitam, atau ungu; acap dengan garis-garis yang memencar dari hilum.[5]

Asal usul dan kegunaan[sunting | sunting sumber]

Biji-biji kacang jawa yang telah tua
Kacang kratok, biji kering
Nilai nutrisi per 100 g (3,5 oz)
Energi1.450 kJ (350 kcal)
58 g
Serat pangan3.7 g
1.5 g
14.4—26.4 g

Persen DV berdasarkan rekomendasi Amerika Serikat untuk orang dewasa.
Sumber: PROSEA

Kratok berasal dari Benua Amerika, dengan setidaknya dua pusat domestikasi jenis ini. Yalah Amerika Tengah (Meksiko, Guatemala) untuk kultivar berbiji kecil, dan Amerika Selatan (terutama Peru) untuk kultivar berbiji besar. Setelah masa penjelajahan bangsa-bangsa Barat, kacang kratok menyebar ke berbagai tempat di dunia. Pelaut-pelaut Spanyol membawanya melintasi Pasifik ke Filipina, dan dari situ menyebar ke wilayah Asia, terutama Jawa, Burma, dan Mauritius. Sementara jalur perdagangan budak mengantarkan kratok dari Brazilia ke Afrika, terutama wilayah barat dan tengah.[5]

Di akhir abad 19, tanaman ini mulai ditanam di Minahasa, dan di waktu-waktu berikutnya juga di Jawa bagian timur, sebagai tanaman penutup tanah untuk mengatasi aneka gulma kebun yang merugikan. Meskipun dinilai kurang mampu menekan pertumbuhan gulma, kratok dipandang cukup berguna karena mudah tumbuh di tanah miskin, cepat membentuk penutup tanah dan menghasilkan banyak humus yang menyuburkan tanah.[4]

Polongan muda kacang jawa

Kratok sejak lama ditanam sebagai penghasil bahan pangan. Sebagai sayuran, bijinya juga dimanfaatkan sebagai makanan kecil (snack) dengan cara menggoreng kacang kratok hingga mengeras. Kacang kratok acapkali dicampur dengan makanan pokok di Nusa Tenggara Timur dan biasa dimakan dengan nasi, jagung, dan ketela untuk di Bali. Yang biasa dipergunakan sebagai makanan adalah kultivar yang tidak mengandung racun. Bijinya dapat diragikan untuk dijadikan tempe.[6] Polongnya yang muda direbus dan dimakan sebagai sayuran. Bijinya yang tua, khususnya kultivar kacang jawa, mengandung asam sianida, sehingga harus diolah terlebih dulu sebelum dapat dimakan dengan aman. Biji kara ini sering pula dimakan dicampur dengan soto, nasi uduk, dan lain sebagainya. Dapat dimasak ataupun dilalap. Walau mengandung asam biru (asam sianida), tetapi juga mengandung vitamin A, B, dan C. Aromanya langu, tetapi segar.[7] Pengolahan itu di antaranya dengan merendamnya di air, merebusnya, atau memfermentasikannya sehingga racunnya hilang. Bahkan dahulu, kacang kratok juga dimakan oleh Orang Belanda sebagai rijsttaffel.[4]

Biji dari beberapa kultivar yang lain hanya sedikit atau sama sekali tidak mengandung racun sianida, sehingga lebih mudah diolah. Di Filipina, biji kratok yang kering diolah untuk menghasilkan tepung kacang yang kaya protein.[5]

Daun-daunnya dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Daun kratok yang diremas-remas dan dicampur adas pulasari digunakan sebagai obat luar sakit perut pada anak-anak. Bahan pewarna hijau juga didapat dari daun kratok yang diremas dalam air; untuk mewarnai makanan atau anyaman.[4] Selain itu, daunnya itu bermanfaat untuk obat sakit kulit, dengan dicampur dengan kapur sirih. Cuma saja, kratok ini beracun bagi kambing.[7]

Kultivar[sunting | sunting sumber]

Polongan kacang jawa disiangi untuk dimasak

Spesies Phaseolus lunatus terdiri dari varietas-varietas liar dan budidaya (kultivar). Setidaknya dikenal empat kelompok kultivar kacang kratok, yakni:[5]

  • Kacang jawa – bijinya berukuran sedang, merah-ungu hingga kehitaman, mengandung banyak HCN.
  • Kacang burma merah atau kacang rangoon merah – bijinya berukuran kecil, kemerah-merahan, sintal, kadang-kadang dengan bintik keunguan. Kandungan HCNnya hampir tidak ada.
  • Kacang burma putih atau kacang rangoon putih – bijinya berukuran kecil, putih, sintal, mirip biji buncis yang kecil. Kandungan HCNnya hampir tidak ada.
  • Kacang lima – bijinya besar-besar, putih atau keputihan, sintal. Disebut-sebut sebagai tidak mengandung HCN.

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

Sebagai penutup tanah. Kebun percobaan Ciomas
  1. ^ Linne, C. von. 1753. Species plantarum :exhibentes plantas rite cognitas, ad genera relatas, cum differentiis specificis, ... 2: 724. Holmiae : Impensis Laurentii Salvii
  2. ^ Jacquin, N.J. von. 1770. Hortus Botanicus Vindobonensis v. 1: 44. Vindobonae : Typis Leopoldi Joannis Kaliwoda, aulae imperialis typographi.
  3. ^ Macfadyen, J. 1837. Flora of Jamaica; a description of the plants of that island, arranged according to the natural orders. 1: 279. London : Longman.
  4. ^ a b c d Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia 2: 1047-50. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor. (versi 1916: 333)
  5. ^ a b c d e f Baudoin, J.P. 1989. Phaseolus lunatus L. Diarsipkan 2016-03-05 di Wayback Machine. In: L.J.G. van der Maesen & S. Somaatmadja (Editors). Plant Resources of South-East Asia No. 1: Pulses. [Internet] Record from Proseabase, PROSEA (Plant Resources of South-East Asia) Foundation, Bogor, Indonesia. Diakses pada 16-Aug-2013
  6. ^ Sastrapradja, Setijati; Lubis, Siti Harti Aminah; Soetarno, Hadi; Lubis, Ischak (1981) [1981]. Sayur-Sayuran. 6:72 – 73. Jakarta:LBN - LIPI bekerjasama dengan Balai Pustaka.
  7. ^ a b Sunarjono, Hendro (2015). Bertanam 36 Jenis Sayur. hlm.161 – 163. Jakarta: Penebar Swadaya. ISBN 978-979-002-579-0.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]