Kayu rapet

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kayu rapet
Parameria laevigata

Batang dan kulit kayu rapet
Status konservasi
Taksonomi
DivisiTracheophyta
SubdivisiSpermatophytes
KladAngiospermae
Kladmesangiosperms
Kladeudicots
Kladcore eudicots
Kladasterids
Kladlamiids
OrdoGentianales
FamiliApocynaceae
SubfamiliApocynoideae
TribusApocyneae
SubtribusUrceolinae
GenusParameria
SpesiesParameria laevigata
Moldenke, 1940
Tata nama
Sinonim takson
  • Homotipik
    • Parameria laevigata (Juss.) Moldenke dalam Revista Sudamer. Bot. 6: 176 (1940)
    • Aegiphila laevigata Juss. dalam Ann. Mus. Hist. Nat. 7: 76 (1806)
  • Heterotipik
    • Chonemorpha densiflora (Blume) G.Don dalam Gen. Hist. 4: 76 (1837)
    • Ecdysanthera barbata (Blume) Miq. dalam Fl. Ned. Ind. 2: 451 (1857)
    • Ecdysanthera barbata var. angustior Miq. dalam Fl. Ned. Ind. 2: 452 (1857)
    • Ecdysanthera densiflora (Blume) Miq. dalam Fl. Ned. Ind. 2: 452 (1857)
    • Ecdysanthera glandulifera (Wall. ex G.Don) A.DC. dalam A.P.de Candolle, Prodr. 8: 443 (1844)
    • Ecdysanthera griffithii Wight dalam Icon. Pl. Ind. Orient. 4: t. 1307 (1848)
    • Echites barbatus (Blume) D.Dietr. dalam sinonim tumbuhan 1: 651 (1839)
    • Echites densiflorus Blume dalam Bijdr. Fl. Ned. Ind.: 1040 (1826)
    • Echites glandulifer Wall. ex G.Don dalam Gen. Hist. 4: 75 (1837)
    • Echites torosus Llanos dalam Fragm. Pl. Filip.: 59 (1851), nom. illeg.
    • Parameria angustior (Miq.) Boerl. dalam Handl. Fl. Ned. Ind. 2: 399 (1899)
    • Parameria barbata (Blume) K.Schum. dalam H.G.A.Engler & K.A.E.Prantl, Nat. Pflanzenfam. 4(2): 162 (1895)
    • Parameria barbata var. pieirrei (Pit.) Kerr dalam W.G.Craib, Fl. Siam. 2: 464 (1939)
    • Parameria glandulifera (Wall. ex G.Don) Benth. & Hook.f. ex Kurz dalam J. Asiat. Soc. Bengal, Pt. 2, Nat. Hist. 46: 255 (1877)
    • Parameria glandulifera var. philippinensis (Radlk.) Stapf dalam Trans. Linn. Soc. London, Bot. 4: 207 (1894)
    • Parameria glandulifera var. pieirrei Pit. dalam H.Lecomte, Fl. Indo-Chine 3: 1201 (1933)
    • Parameria glandulifera var. poilanei Pit. dalam H.Lecomte, Fl. Indo-Chine 3: 1203 (1933)
    • Parameria philippinensis Radlk. dalam Sitzungsber. Math.-Phys. Cl. Königl. Bayer. Akad. Wiss. München 14: 518 (1884)
    • Parameria pierrei Baill. dalam Hist. Pl. 10: 167 (1888), tidak dipublikasikan secara valid.
    • Parameria vulneraria Radlk. dalam Sitzungsber. Math.-Phys. Cl. Königl. Bayer. Akad. Wiss. München 14: 519 (1884)
    • Parsonsia barbata Blume dalam Bijdr. Fl. Ned. Ind.: 1042 (1826)[1]

Kayu rapet atau manggarsih (Urceola laevigata, sinonim: Parameria laevigata) adalah tumbuhan berbunga dari genus Parameria yang berupa semak menjalar. Nama daerahnya bermacam-macam misalnya akar gerip putih, gakeman mayit (Lampung), cukangkang (Sd.) kayu rapet, gembor, ragen (Jw.) kayu rapat (Ml.), dan dugtong ahas (Filipina).[2]

Pemerian[sunting | sunting sumber]

Kayu rapet merupakan semak menjalar dengan panjang hingga mencapai 4 m. Batang kayu rapet ini membelit, bulat, berkayu, dan berbulu cokelat. Daun tunggal kayu rapat berbentuk lanset dengan letak berhadapan dan berujung runcing. Warna daun hijau kemerahan sewaktu masih muda, kemudian berubah menjadi hijau setelah tua. Bunganya majemuk berbentuk malai dengan mahkota berbentuk corong dan berwarna putih. Sementara buah polongnya panjang hingga mencapai 45 cm dan berujung lancip. Polong berisi biji yang berbentuk bulat dan berwarna cokelat kehitaman.[3]

Ekologi[sunting | sunting sumber]

Tumbuhan menjalar ini ditemukan pada hutan primer dan sekunder dan belukar dari ketinggian 0 meter sampai 1.500 mdpl.[4] Kayu rapet memiliki preferensi tumbuh di lahan terbuka, utamanya di lokasi yang kosong tanpa ada vegetasi lainnya serta dengan kelembaban rendah dan intensitas cahaya matahari yang tinggi.[5] Tumbuhan ini juga berasosiasi kuat dengan mahang jawa (Macaranga javanica) dan karet (Hevea brasiliensis).[6] Di Tiongkok, kayu rapet dapat ditemukan pada jenis hutan hujan musiman basah, dimana tumbuhan ini tumbuh di bagian lembah yang lebih basah dan kurang dari 1.000 mdpl, umumnya di daerah Mengla.[7] Di Pulau Jawa, tempat tumbuh kayu rapet antara lain di hutan jati, hutan sekunder campuran, dan tepi-tepi hutan.[8]

Persebaran[sunting | sunting sumber]

Kayu rapet ditemukan di India (Kepulauan Andaman) dan Tiongkok bagian selatan, sampai ke Myanmar, Indochina, Thailand, Semenanjung Malaysia, Singapura, Sumatera, Jawa, Kepulauan Sunda Kecil, Sulawesi, Kalimantan, dan Filipina.[4]

Budidaya dan Perbanyakan[sunting | sunting sumber]

Kayu rapet diperbanyak dengan cara distek batangnya. Metode perbanyak lainnya yaitu dengan cara generatif atau ditanam bijinya.[4]

Pemanfaatan[sunting | sunting sumber]

Bagian yang dimanfaatkan dari tumbuhan ini antara lain ranting dan kulit kayunya. Kulit kayu atau ranting kayu rapet dikeringkan dan dijual di pasar tradisional Tiongkok dan Indochina.[4] Selain itu, getah tumbuhan kayu rapet juga dimanfaatkan.[9] Pemanfaatan getah dari kulit kayu rapet digunakan sebagai budaya penghitam gigi di Semenanjung Malaya. Caranya yaitu kulit kayu dipanaskan atau dibakar, sehingga mengeluarkan getah yang kemudian diaplikasikan ke gigi.[10] Di Filipina, kulit kayu, ranting, dan daunnya digunakan untuk mengobati kanker oleh etnis Manobo, dengan cara kulit kayu rapet, ranting, dan daunnya direndam di minyak kelapa. Setelah itu dijadikan minuman seperti jamu.[11]

Kandungan kimia[sunting | sunting sumber]

Mengandung zat-zat seperti tanin, kautsuk (getah perca), kiksiin (beracun dan zat alkaloid).[9] Daun kayu rapet baik yang berasal dari alam maupun budidaya eksitu sama-sama mengandung saponin, quinon, tanin dan steroid. Batang kayu rapet baik yang berasal dari alam maupun hasil budidaya eksitu sama-sama mengandung flavonoid, quinon, saponin, tanin, steroid dan alkaloid, sedangkan akar mengandung flavonoid, quinon, saponin, tanin, triterpenoid, dan alkaloid.[12] Lebih lanjut, terdapat senyawa trimeric proanthocyanidin, parameritannin A-1, paramerittanin A-2, proanthocyanidin A-2, proanthocyanidin a-6, cinnamtannin B-1, dan aesculitannin B.[13] Sejumlah senyawa yaitu parameritannin A-3, cinnamtanin B-2, pavetannin C-1, dan cinnamtannin D-1 juga terdapat dalam kulit kayu rapet.[14]

Khasiat[sunting | sunting sumber]

Kulit kayu rapet digunakan sebagai pelangsing, selain itu juga sebagai obat luka, koreng, disentri, dan nyari rahim sehabis bersalin.[3] Khasiat penghambat terhadap HIV-1 protease juga terdeteksi pada percobaan screening biologis.[4] Khasiat anti nyeri yang dilakukan melalui uji analgetika dari infus kulit kayu rapet pada mencit putih menunjukkan semua dosis infus yang dicoba mempunya efek analgetik yang lebih baik dibanding dengan kontrol (hanya diberi akuades) tetapi dibandingkan dengan Asetosal, efek analgetik infus kayu rapet sama.[15] Di beberapa tempat di Jawa, kayu rapet digunakan sebagai campuran jamu "sehat wanita" yang berfungsi untuk mengembalikan dan merangsang sistem endokrin setelah melahirkan.[16] Selain itu, jamu yang menggunakan batang kayu rapet digunakan untuk menjaga bentuk tubuh wanita meski fungsi utamanya yaitu "mengeringkan" dan merapatkan alat reproduksi wanita.[17] Khasiat afrodisiak juga dikemukakan oleh masyarakat yang memanfaatkan batang kayu rapet di pasar Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.[18]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ POWO. "Urceola laevigata (Juss.) D.J.Middleton & Livsh." powo.science.kew.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 27 Januari 2024. 
  2. ^ "Mengenal Kayu Rapet". BPTP Banten. 15 Juni 2016. Diakses tanggal 4 Juni 2020. 
  3. ^ a b Mursito, Bambang (2012). Ramuan Tradisional untuk Pelangsing Tubuh. Penebar Swadaya. hlm. 112. ISBN 9794897493. 
  4. ^ a b c d e van Valkenburg, J.L.C.H; Bunyapraphatsara, N., ed. (2011). Plant Resources of South-East Asia. 12. Leiden: Backhuys Publishers. hlm. 402. 
  5. ^ Hamidah, Siti; Arifin, Yudi; Fitriani, Adistina (2018). "Micro Climate Assessment of Medicinal Plant Habitat for The First Step of Domestication" (PDF). Acedemic Research International. 9 (3): 145–150. 
  6. ^ Amirina, Wira; Arifin, Yudi; Prihatiningtyas, Eva (2019). "Analisis Vegetasi dan Jenis Vegetasi Dominan yang Berasosiasi dengan Manggarsih (Parameria laevigata) di Kawasan Pegunungan Meratus, Kalimantan Selatan". Sylva Scienteae. 2 (6): 1140–1148. 
  7. ^ Hua, Zhu (1992). "The Tropical Rainforest Vegetation in Xishuangbanna". Chinese Geographical Science. Beijing: Sciencess Press. 2 (1): 64–73. 
  8. ^ Darmawan, Endang; Priyambodo, Wahyu (2002). "Parameter Kualitas Parameria laevigata (Juss.) Moldenke yang Tumbuh di Lokasi Karang Pandan dan Saradan" (PDF). Prosiding Seminar Nasional XXII Tumbuhan Obat Indonesia: 184–192. 
  9. ^ a b "Tumbuhan Obat #Parameria laevigata (Juss.) Moldenke". IPBiotics. Diakses tanggal 4 Juni 2020. 
  10. ^ Burkill, I.H. (1935). A Dictionary of the Economic Products of the Malay Peninsula. 2. London: Crown Agents for the Colonies. 
  11. ^ Pucot, Jayson; Manting, Muhmin; Demayo, Cesar (2019). "Ethnobotanical Plants Used by Selected Indigenous Peoples of Mindanao, The Philippines as Cancer Therapeutics" (PDF). Pharmacophore. 10 (3): 61–69. 
  12. ^ Barus, Sika Handayani; Hamidah, Siti; Satriadi, Trisnu (2019). "Uji Fitokimia Senyawa Aktif Tumbuhan Manggarsih (Parameria laevigata (Juss) Moldenke) dari Hutan Alam Desa Malinau Loksado dan Hasil Budidaya Eksitu Banjarbaru". Sylva Scienteae. 2 (3): 510–518. 
  13. ^ Kamiya, Kohei; Watanabe, Chiharu; Endang, Hanani; Umar, Mansur; Satake, Toshiko (2001). "Studies on the Constituents of Bark of Parameria laevigata MOLDENKE". Chem. Pharm. Bull. 49 (5): 551–557. 
  14. ^ Kamiya, Kohei; Ohno, Akiko; Horii, Yukiko; Hanani, Endang; Mansur, Umar; Satake, Toshiko (2003). "A-type proanthocyanidins from the bark of Parameria laevigata". Heterocycles. 60 (7): 1697–1708. 
  15. ^ Sundari, Dian; Gusmali, Desy M.; Nuratmi, Budi (2005). "Uji Khasiat Analgetika Infus Kayu Rapet (Parameria laevigata (Juss.) Moldenke) pada Mencit Putih". Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 15 (4): 8–11. doi:10.22435/mpk.v15i4 Des.1158. Periksa nilai |doi= (bantuan). 
  16. ^ Sangat, Harini; Larashati, Inge (2002). "Some Ethnophytomedical Aspects and Conservation Strategy of Several Medicinal Plants in Java, Indonesia". Biodiversitas. 3 (2): 231–235. 
  17. ^ Beers, Susan-Jane (2001). Jamu: The Ancient Indonesian Art of Herbal Healing. Singapore: Periplus Editions. hlm. 192. ISBN 962-593-503-7. 
  18. ^ Silalahi, Marina; Walujo, Eko; Supriatna, Jatna; Mangunwardoyo, Wibowo (2015). "The local knowledge of medicinal plants trader and diversity of medicinal plants in the Kabanjahe traditional market, North Sumatra, Indonesia" (PDF). Journal of Ethnopharmacology. 175: 432–443. doi:https://doi.org/10.1016/j.jep.2015.09.009 Periksa nilai |doi= (bantuan).