Kepribadian Big Five

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kepribadian Big Five adalah lima dimensi besar kepribadian berdasarkan Allport dan Cattell. Allport dan Cattell beranggapan bahwa manusia tersusun dalam lima trait, tetapi hanya ada satu dimensi yang mendominasi.

Definisi kepribadian Big Five[sunting | sunting sumber]

  • Allport (dalam Suryabrata, 2008) menyatakan bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam individu sebagai sistem psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Kepribadian ini terletak di belakang perbuatan-perbuatan khusus dan di dalam individu.
  • Cattel (dalam Engler, 2009) mengatakan kepribadian adalah prediksi mengenai perilaku seseorang dalam menghadapi situasi yang terjadi padanya.
  • Feist dan Feist (2009) menyatakan bahwa big five adalah salah satu kepribadian yang dapat memprediksi dan menjelaskan perilaku seseorang. Ini merupakan pendekatan yang digunakan oleh para psikologi untuk melihat kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis faktor. Terdapat lima trait, terbagi menjadi extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, dan openness to experiences.
  • Caprara dan Cervone (2000) mengatakan bahwa kepribadian big five adalah teori kepribadian yang menjelaskan hubungan antara kognisi, affect, dan tindakan. Selain itu, big five dapat menjadi landasan bagi teori kepribadian.
  • Baron dan Byrne (2005) menyatakan bahwa lima besar dimensi kepribadian adalah dimensi dasar kepribadian manusia. Dimensi ini terbagi menjadi coscientiousness, openness, extraversion, agreeableness, dan neuroticism.

Aspek kepribadian Big Five[sunting | sunting sumber]

Kepribadian lima besar terbagi atas lima dimensi, yaitu extraversion, neuroticism, openness to experience, agreeableness, dan conscientiousness.

Openness[sunting | sunting sumber]

Menurut Friedman (2006), openness adalah orang yang imajinatif, kreatif, dan artistik. Kata openness mengacu pada kemampuan untuk bertoleransi, kapasitas untuk menyerap informasi, fokus.

Seseorang dengan openness yang tinggi memiliki pemikiran yang imajinatif. Sementara orang dengan openness yang rendah juga menggambarkan orang yang cupet, konservatif, dan tidak suka perubahan (Goldberg, 1990).

Conscientiousness[sunting | sunting sumber]

Berkaitan dengan kemampuannya untuk fokus pada tujuan dan meraih tujuan tersebut. Orang dengan conscientiousness umumnya berhati-hati, dapat diandalkan, teratur, dan bertanggung jawab. Seseorang dengan conscientiousness memiliki nilai kebersihan dan ambisi. Selain itu mereka punya kontrol terhadap lingkungan sosial, berpikir sebelum bertindak, menunda kesenangan, taat aturan, terencana, terorganisir, dan memprioritaskan tugas. Orang-orang ini well-organize, tepat waktu, dan ambisius.

Orang yang conscientiousness rendah biasanya ceroboh, berantakan, tidak terarah, mudah teralih perhatiannya, dan tidak dapat diandalkan (Friedman, 2006).

Extraversion[sunting | sunting sumber]

Atau disebut juga faktor dominan-patuh. Merupakan trait berkaitan dengan karakter yang mudah diperlihatkan atau tidak. Individu yang tinggi pada dimensi ini cenderung penuh semangat, antusias, dominan, ramah, dan komunikatif. Ia juga akan mengingat semua interaksi sosial, berinteraksi dengan lebih banyak orang, serta memegang kendali dalam hubungan dan peer group.

Extraversion adalah orang yang ambisius, pekerja keras, dan lebih cepat berteman, mudah termotivasi, mudah tertantang, sekaligus mudah bosan (Friedman, 2006).

Agreeableness[sunting | sunting sumber]

Berkaitan dengan altruisme. Menurut Friedman (2006) orang yang tinggi pada dimensi agreeableness cenderung ramah, kooperatif, mudah percaya, dan hangat. Trait yang disebut juga dengan adaptability ini mengindikasikan seseorang yang ramah, mudah mengalah, menghindari konflik, dan cenderung suka ikut-ikutan. Selain itu, seseorang dengan agreeableness tinggi berkarakter suka membantu, pemaaf, dan penyayang.

Neuroticism[sunting | sunting sumber]

Neuroticism adalah tentang pengaruh dan pengendalian emosi (Friedman, 2006). Individu dengan neuroticism tinggi memiliki sifat mudah gugup, sensitif, tegang, dan mudah cemas.

Individu dengan neuroticism tinggi cenderung memiliki ide yang kurang rasional, mudah cemas, mudah marah, impulsif, dan rentan dalam menghadapi tekanan. Walaupun memiliki neuroticism tinggi, seseorang belum tentu tergolong memiliki kondisi psikolopatologi.

Faktor yang mempengaruhi[sunting | sunting sumber]

Temperamen[sunting | sunting sumber]

Para peneliti memperdebatkan hal ini. Sebagian peneliti berpendapat bahwa temperamen adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kepribadian (berada di luar kepribadian), sebagian lain berpendapat bahwa temperamen adalah bagian dari kepribadian. Perbedaan pendapat ini disebabkan karena organisme yang belum belajar (binatang dan balita) telah memiliki temperamen, sebelum kepribadian mereka terbentuk (Rothbart dan Evans, 2000).

Peneliti lain berpendapat bahwa temperamen dan trait kepribadian adalah manifestasi yang satu paket, dan memiliki laten yang sama (Shiner dan Caspi, 2003). Ada juga yang berpendapat bahwa temperamen bisa saja menjadi trait kepribadian mereka, selama temperamen tersebut berinteraksi terhadap lingkungan sekitar (Shiner dan Caspi, 2003) (McCrae dkk, 2000) (Markey dkk, 2004).

Warisan[sunting | sunting sumber]

Studi pada sejumlah anak kembar menduga faktor keturunan dan lingkungan mempengaruhi kepribadian. Pada penelitian oleh Bouchard dan McGue (2003), rata-rata pada tiap kepribadian mendapat pengaruh dari faktor warisan genetis orang tua. Pada trait openness to experience ada pengaruh 57%, extraversion 54%, conscientiousnes 49%, neuroticism 48%, dan agreeableness 42%.

Perkembangan masa kecil dan remaja[sunting | sunting sumber]

Secara umum, penelitian big five berfokus pada kepribadian seseorang di masa dewasa, alih-alih pada masa kecil dan remaja. Namun, penelitian dari Caspi dan Shiner (2003), Rothbart dan kawan-kawan (2000), dan Markey dkk (2004) mulai menemukan benih trait big five pada anak dan remaja.

Tidak seperti peneliti lain yang beranggapan bahwa anak cenderung stabil, polos, dan mudah ditebak, peneliti ini menduga bahwa cikal bakal trait big five sudah ada sejak lahir. Seperti yang kita tahu, ada bayi yang lebih sering menangis dibanding yang lain. Ada pula yang lebih toleran terhadap sentuhan selain dari orang tua (Caspi dan Shiner, 2003).

Pengaruh pada masa dewasa[sunting | sunting sumber]

Cobb-Clark dan Schurer (2012) menyebutkan bahwa kepribadian pada dewasa akan menjadi stabil setelah empat tahun masuk dalam dunia kerja. Selain dari itu, tak banyak bukti yang menyatakan pengaruh besar pada kepribadian individu. Sejumlah penelitian dan meta-analisis mengindikasikan bahwa kepribadian dapat berubah pada tiap fase-fase tertentu sepanjang hidup. Secara rata-rata, tingkat agreeableness, conscientiousness meningkat seiring waktu, sementara tingkat extraversion, neuroticism, dan openness cenderung berkurang (Srivastava, 2003).

Penelitian lain menyebutkan bahwa perubahan masing-masing trait big five bergantung pada fase perkembangan seseorang. Misalnya, tingkat agreeableness dan conscientiousness mengalami tren negatif selama fase kanak-kanak dan remaja awal. Agreeableness dan conscientiousness baru mengalami perkembangan pada fase remaja akhir dan dewasa awal (Gosling, dkk, 2011).

Pengaruh kepribadian[sunting | sunting sumber]

Gangguan kepribadian[sunting | sunting sumber]

Big five dikatakan mampu memprediksi 10 gejala gangguan kepribadian, dan mampu memprediksi gangguan kepribadian borderline, avoidant, dan gangguan kepribadian dependen (Bagby dkk, 2008).

Kesehatan[sunting | sunting sumber]

Memiliki trait conscientiousness yang tinggi, meningkatkan harapan hidup seseorang hingga lima tahun lebih lama (Caspi dkk, 2007). Big five juga mampu memprediksi kesehatan tubuh yang lebih baik. Penelitian oleh Iwasa dkk (2007) menyebutkan bahwa conscientiousness, extraversion, dan openness berhubungan dengan berkurangnya risiko kematian pada lansia di Jepang.

Gaya belajar[sunting | sunting sumber]

Banyak yang menduga bahwa trait big five punya pengaruh terhadap proses berpikir (Zhang, 2001).

Smeck, Ribicj, dan Ramanaih (1997) membagi gaya belajar menjadi empat:

Nama Fungsi
Sintesis dan analisis: Memproses informasi, membagi menjadi kategori, dan mengurutkan informasi tersebut dalam hierarki.
Methodical study: Perilaku belajar dengan latihan dan tugas-tugas.
Fact retention: Fokus pada nilai dan hasil, mengabaikan logika dan proses pemahaman
Elaborative processing: Menghubungkan dan menerapkan hasil belajar dengan kehidupan sehari-hari

Openness cocok dengan proses belajar synthesis analysis dan methodical study. Sebenarnya conscientiousness dan openness mampu beradaptasi dengan semua gaya belajar sih (Komarraju, 2011). Sebaliknya, neuroticism tidak mampu beradaptasi dengan empat gaya belajar di atas. Extraversion paling cocok dengan gaya elaboratif (Komarraju dkk, 2011).

Prestasi akademik[sunting | sunting sumber]

Kepribadian juga mempunyai pengaruh penting pada pencapaian akademis. Sebuah penelitian dengan membandingkan hasil FFIP dengan nilai di sekolah pada 308 siswa, menyebutkan bahwa kepribadian mempengaruhi nilai di rapor. Dalam penelitian itu, ditemukan bahwa conscientiousness dan agreeableness mampu mengikuti semua gaya belajar, sementara neuroticism tidak mampu mengikuti.

Hubungan asmara[sunting | sunting sumber]

Big five juga punya kaitan dengan hubungan asmara. Penelitian dari Holland dan Roisman (2008) menyebutkan bahwa big five bisa memprediksi kualitas hubungan asmara pada orang yang berpacaran, tunangan, dan menikah.

Referensi[sunting | sunting sumber]