Liga Delos

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Liga Delos, didirikan pada tahun 477 SM,[1] adalah perkumpulan negara kota Yunani, anggotanya berjumlah antara 150[2] sampai 173 negara-kota,[3] di bawah pimpinan Athena, yang tujuannya adalah untuk meneruskan penyerangan terhadap Kekaisaran Persia setelah kemenangan Yunani pada Pertempuran Plataia pada akhir invasi kedua Persia ke Yunani dalam Perang Yunani-Persia. Nama Liga Delos[4] berasal dari tempat pertemuan resminya, yaitu pulau Delos, di sana pertemuan digelar di kuil dan di sana juga tempat baitulmal liga ini, sampai akhirnya dalam gerakan yang simbolis,[5] Perikles memindahkannya ke Athena pada tahun 454 SM.[6]

Tidak lama setelah pembentukannya, Athena mulai menggunakan angkatan laut liga untuk tujuannya sendiri. Tindakan ini pada akhirnya berujung pada konflik antara Athena melawan beberapa anggota liga. Pada tahun 431 SM, kendali Athena yang semen-mena atas Liga Delos mendorong terjadinya Perang Peloponnesos; Liga ini dibubarkan seiring berakhirnya perang pada tahun 404 SM.

Latar belakang[sunting | sunting sumber]

Perang Yunani-Persia bermula dari penaklukan kota-kota Yunani di Asia Kecil, dan khususnya Ionia, oleh Kekaisaran Persia Akhemeniyah pimpinan Koresh yang Agung tidak lama setelah tahun 550 SM. Persia mendapati bahwa Ionia sulit dikendalikan, dan akhirnya memutuskan untuk menempatkan satu tiran di tiap kota.[7] Meskipun negara kota Yunani pada masa lalu seringa dipimpin oleh tiran, tetapi ini adalah bentuk pemerintahan arbitrer yang sudah mulai mengalami kemunduran.[8] Pada tahun 500 SM, mulai muncul banyak pemberontakan di Ionia yang menentang orang-orang kaki tangan Persia itu. Ketegangan yang meningkat ini pada akhirnya pecah menjadi pemberontakan terbuka akibat tindakan tiran kota Miletos, yakni Aristagoras. Berupaya untuk menyelamatkan dirinya setelah ekspedisi yang gagal pada tahun 499 SM yang didukung oleg Persia, Aristagoras memilih untuk menyatakan Miletos sebagai negara demokrasi.[9] Ini memicu revolusi serupa di seluruh Ionia, dan meluas ke Doris dan Aitolia, serta sekaligus menandai dimulainya Pemberontakan Ionia.[10]

Dua negara kota Yunani, yaitu Athena dan Eretria, ikut terseret dalam konflik ini oleh Aristagoras, dan dalam satu-satunya kampanye mereka pada tahun 498 SM, mereka ikut terlibat dalam penaklukan dan pembakaran ibu kota regional Persia, Sardis.[11] Setelah peristiwa ini, pemberontakan Ionia berlanjut (tanpa adanya bantuan lagi dari pihak luar) selama lima tahun berikutnya, sampai akhirnya benar-benar dihentikan oleh Persia. Akan tetapi, raja Persia, Darius yang Agung, kemudian membuat keputusan yang sangat berpengaruh dalam sejarah. Dia merasa bahwa, meskipun pemberontakan berhasil diredam, dia masih harus memberikan hukuman kepada Athena dan Eretria karena telah membantu pemberontakan.[12] Pemberontakan Ionia telah sangat mengancam kestabilan kekaisaran Persia pimpinan Darius, dan negara-negara kota di Yunani daratan juga amat berpotensi memberikan ancaman terhadap kestabilan kekaisaran jika tidak ditangani. Karena alasan itulah, Darius memutuskan bahwa dia perlu menaklukan Yunani, yang harus dimulai dengan penghancuran Athena dan Eretria.[12]

Dalam dua dekade berikutnya ada dua invasi yang dilakukan oleh Persia ke Yunani. Pertempuran-pertempuran dalam kedua invasi itu banyak dicatat oleh para sejarawan Yunani kuno, dan beberapa di antaranya banyak dianggap sebagai pertempuran-pertempuran paling berpengaruh dalam sejarah. Pada invasi pertama, Thrakia, Makedonia dan Kepulauan Aigea ditaklukan oleh Kekaisaran Persia, sedangkan Eretria diluluhlantakan.[13] Namun, invasi itu berakhir pada tahun 490 SM akibat kemenangan telak Athena pada Pertempuran Marathon.[14] Seusai invasi pertama, Darius meninggal dan tanggung jawab perang kini dipegang oleh putranya, Xerxes I.[15] Xerxes kemudian memimpin Invasi kedua Persia ke Yunani pada tahun 4800 SM. Dia membawa pasukan darat dan armada laut yang besar ke Yunani.[16] Pasukan Yunani yang berusaha melawan Persia dikalahkan secara berturut-turut pada Pertempuran Thermopylae di darat dan Pertempuran Artemision di laut.[17] Akibatnya keseluruhan Yunani kecuali Peloponnesos jatuh ke tangan Persia, yang berniat untuk benar-benar menghancurkan armada laut Yunani. Namun, armada laut Persia malah dikalahkan secara telak pada Pertempuran Salamis.[18] Setahun kemudian, yaitu pada tahun 479 SM, negara-negara kota Yunani mengumpulkan pasukan Yunani terbesar yang pernah ada dan mengalahkan sisa-sisa pasukan Persia yang tersisa pada Pertempuran Plataia. Peristiwa ini sekaligus mengakhiri invasi Persia dan menyelamatkan Yunani dari ancaman Persia.[19]

Armada laut Yunani meneruskan kemenangan mereka dengan menghancurkan sisa-sisa armda laut Persoa, yang telah kehilangan semangat, pada Pertempuran Mykale, yang menurut tradisi terjadi pada hari yang sama dengan Pertempuran Plataia.[20] Peristiwa ini menandai akhir invasi Persia, dan mengawali fase berikutnya dalam Perang Yunani-Persia, yakni serangan balik Yunani.[21] Setelah Pertempuran Mykale, kota-kota Yunani di Asia Kecil memberontak kembali, dan Persia kini tak berdaya untuk menghentikan mereka.[22] Armada laut Yunani kemudian berlayar ke Khersonese Thrakia, yang masih dikuasai oleh Persia, dan mengepung serta menaklukan kota Sestos.[23] Setahun kemudian, yaitu tahun 478 SM, pasukan Yunani mengirim pasukan untuk menaklukan kota Byzantion (Istanbul modern). Pengepungan kota tersebut berhasil, tetapi tingkah laku jenderal Sparta, Pausanias, membuat banyak orang dalam pasukan Yunani tidak senang. Akibatnya dia pun dipanggil pulang ke Sparta.[24]

Pendirian[sunting | sunting sumber]

Setelah menaklukan Byzantion, Sparta ingin segera mengakhiri keterlibatannya dalam perang. Pihak Sparta berpendapat bahwa dengan dibebaskannya Yunani daratan serta kota-kota Yunani di Asia Kecil, maka tujuan perang telah tercapai. Selain itu barangkali mereka juga berpendapat bahwa menciptakan keamanan jangka panjang bagi orang-orang Yunani di Asia Kecil itu tidaklah mungkin.[25] Setelah menang di Mykale, raja Sparta, Leotykhides, pernah mengajukan usulan untuk memindahkan semua orang Yunani di Asia Kecil ke Eropa sebagai satu-satunya cara untuk membebaskan mereka dari penguasaan Persia untuk seterusnya. Xanthippos, komandan Athena di Mykale, secara keras menolak usulan ini; kota-kota Ionia dulunya merupakan koloni Athena, dan jika tidak ada yang mau melindungi orang Ionia, maka Athena yang akan melakukannya.[25] Ini menandai titik ketika kepemimpinan persekutuan Yunani secara efektif berpindah ke tangan Athena.[25] Dengan penarikan mundur Sparta setelah penaklukan Byzantion, maka kepemimpinan Athena semakin terlihat jelas.

Perseutuan negara kota Yunani yang telah bertempur melawan invasi Xerxes pada awalnya didominasi oleh Sparta dan Liga Peloponnesos yang dipimpinnya Dengan mundurnya Sparta serta sekutu-sekutunya, kongres negara kota Yunani pun digelar Pulau Delos yang dianggap suci. Kongres ini bertujuan membentuk persekutuan baru untuk melanjutkan perlawanan terhadap Persia dan akhirnya dibentuklah suatu liga. Para sejarawan modern menyebut liga ini sebagai Liga Delos karena didirikan di Pulau Delos. Menurut Thukydides, tujuan resmi liga adalah "membalas kejahatan yang mereka derita dengan cara menggempur wilayah kekuasaan sang raja [Persia].""[26] Pada kenyataannya, tujuan ini terbagi menjadi tiga upaya utama, yaitu mempersiapkan invasi, memberi pembalasan terhadap Persia, dan mengatur cara pembagian rampasan perang. Para anggota liga diberi pilihan apakah mau mengirimkan pasukan bersenjata atau membayar pajak, yang dikumpulkan di baitulmal bersama. Sebagian besar negara memilih untuk membayar pajak.[26] Para anggota liga bersumpah untuk memiliki kawan dan lawan yang sama, dan menenggelamkan batang besi ke laut sebagai perlambang ditetapkannya persekutuan mereka. Politikus Athena, Aristides, nantinya akan menghabiskan sisa hidupnya dengan mengurusi permasalahan liga. Dia meninggal, menurut Plutarkhos, beberapa tahun kemudian di Pontos ketika sedang menentukan jenis pajak bagi anggota liga yang baru.[27]

Kenggotaan[sunting | sunting sumber]

Anggota Liga Delos dapat dikategorikan menjadi dua kelompok, yaitu negara sekutu (symmakhoi) yang tercatat dalam lembaran daftar upeti Athena (454-409 SM), yang bertugas mengirimkan symmakhikos phoros ("pajak sekutu") dalam bentuk uang, dan sekutu, yang tercatat dalam epigrafi atau historiografi, yang kontribusinya dalam bentuk kapal, kayu, gandum, dan bantuan militer; anggota tetap dan tidak tetap, anggota tunduk dan sekutu penuh.

Besaran pajak yang dibayarkan oleh tiap negara dicatat dalam angka Attika. Seperenamnya dipersembahkan bagi dewi Athena, yang merupakan dewi pelindung kota Athena.[28] Keanggotaan tidak terbatas hanya untuk negara kota Ionia ataupun Yunani. Negara-negara sekutu di Yunani Barat tidak digolongkan di bawah distrik fiskal seperti halnya phoros Thrakia, Hellepontos, Insular, Karia, dan Ionia di daerah timur; yang entah bagaimana merupakan distrik yang mirip dengan sejumlah kesatrapan Akhemeniyah, yaitu Skudra, Phrygia Hellespontos, Yaunâ di sisi laut ini, Karka, dan Yaûna di seberang lautan. Penggolongan anggota dalam distrik fiskal ini tercatat dilakukan pertama kali pada tahun 443/2 SM.[29] Setelah taun 438 SM, phoros Karia menjadi bagian dari distrik Ionia dan setelah sekitar tahun 425 SM, sebuah phoros Aktaia baru, terdiri atas Troad pesisir, dibentuk dari distrik Hellepontos. Selama Ekspedisi Sisilia sebuah daftar tak lengkap menunjukkan bahwa negara Athena membentuk sebuah distrik Yunani Besar. Nama-naam kota yang masih terbaca dalam daftar tersebut adalah sebagai berikut: Naxos, Catane, Sicels, Rhegium.[30][31] Satu-satunya sumber pada masa kini mengenai phoros Pontos adalah daftar dari tahun 425/4 SM[32] dan 410/09 SM.

Komposisi dan ekspansi[sunting | sunting sumber]

Dalam sepuluh tahun pertama keberadaan liga, Kimon memaksa Karystos di Euboia untuk bergabung dengan liga. Dia menaklukan Pulau Skyros dan mengirim penduduk Athena ke sana untuk mendirikan koloni.[33]

Seiring waktu, khususnya dengan penindasan terhadap pemberontaan, Athena menunjukkan hegemoni atas anggota liga lainnya. Thukydides menggambarkan bagaimana perkembangan kendali Athena atas liga:[34]

Pemberontakan[sunting | sunting sumber]

Naxos[sunting | sunting sumber]

Anggota pertama liga yang berusaha melepaskan diri adalah Pulau Naxos sekitar tahun 471 SM. Namun perlawanan Naxos berhasil dikalahkan oleh Athena dan anggota liga lainnya. Setelah kalah, Naxos dipercaya (berdasarkan pemberontakan berikutnya yang serupa) diharuskan untuk meruntuhkan tembok pertahanan mereka, serta kehilangan armada laut dan hak suara dalam liga.

Thasos[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 465 SM, Athena mendirikan koloni Amphipolis di sungai Strymon. Thasos, salah satu anggota liga, menyadari bahwa Athena tertarik pada tambang di Gunung Pangaion. Akibatnya Thasos pun mengancam dan keluar dari liga lalu berpihak pada Persia. Thasos meminta bantuan Sparta namun ditolak, karena Sparta sendiri sedang menghadapi revolusi helot (budak) terbesar sepanjang sejarahnya.[35] Akibat dari perang itu adalah bawha Kimon diostrakisasi, dan hubungan antara Athena dan Sparta memburuk. Setelah pengepungan selama tiga tahun, Thasos berhasil ditaklukan dan dipaksa untuk kembali masuk ke liga. Pengepungan Thasos menandai peralihan Liga Delos dari sebuah persekutuan menjadi, seperti disebut oleh Thukydides, sebuah hegemoni.[36] Setelah dua tahun Thasos menyerah kepada pemimpin Athena Kimon. Sebagai hukuman karena telah keluar dari liga, Thasos harus merelakan tembok pertahannya diruntuhkan, selain itu tanah dan kapal perang mereka disita oleh Athena. Tambang Thasos juga diambil alih oleh Athena, dan Thasos harus membayar denda serta upeti tahunan kepada Athena.

Kebijakan[sunting | sunting sumber]

pada tahun 461 SM, Kimon diostrakisasi dan pengaruhnya diteruskan oleh orang-orang demokrat seperti Ephialtes dan Perikles. Ini menunjukkan perubahan besar dalam kebijakan asing Athena, mengabaikan persekutuan dengan Sparta dan malah bersekutu dengan musuh mereka, yaitu Argos dan Thessalia. Megara keluar dari Liga Peloponnesos yang dipimpin oleh Sparta dan kemudian bersekutu dengan Athena. Ini memungkinkan dibangunnya dinding jalur ganda di sepanjang Tanah Genting Korinthos dan melindungi Athena dari serangan dari daerah tersebut. Pada saat yang sama, karena besarnya desakan dari seorang pembicara berpengaruh, yakni Themistokles, Athena juga membangun Tembok Panjang yang menghubungkan kota mereka dengan pelabuhannya, Piraios, dan menjadikan pelabuhan itu sulit diserang dari darat.

Pada tahun 454 SM, jenderal Athena, Perikles, memindahkan baitulmal Liga Delos dari Delos ke Athena. Dia berasalan bahwa itu dilakukan untuk mengamankan uang kas Liga dari ancaman Persia. Akan tetapi, Plutarkhos mengindikasikan bahwa banyak saingan Perikles menganggap pemindahan ke Athena tersebut dilakukan supaya Athena dapa memperoleh tambahan dana untuk membiayai proyek bangunan-bangunan megah. Athena juga mengganti peraturan lainnya. Tadinya, anggota Liga boleh membayar iuran dalam bentuk uang dan boleh juga dalam bentuk kapal, tentara, dan senjata. Kini para anggota Liga hanya boleh membayar dengan uang.

Baitulmal yang didirikan di Athena digunakan untuk beragam tujuan, dan tidak semuanya berkaitan dengan urusan anggota Liga. Dari uang iuran para anggota Liga, Perikles dapat membangun Parthenon di Akropolis, menggantikan kuil yang lama. Selain itu, Athena juga menggunakan dana Liga untuk membiayai berbagai urusan yang tidak ada hubungannya dengan pertahanan Liga. Pada titik ini, Liga Delos bisa dibilang telah berubah dari suatu persekutuan menjadi suatu kekaisaran.

Konflik[sunting | sunting sumber]

Perang melawan Persia[sunting | sunting sumber]

Perang melawan Persia terus berlanjut. Pada tahun 460 SM, Mesir memberontak di bawah para pemimpin lokal yang disebut Inaros dan Amyrtaios, yang meminta bantuan dari Athena. Perikles membawa 250 kapal, yang tadinya hendak digunakan untuk menyerang Siprus, untuk membantu Mesir karena itu akan melemahkan Persia. Akan tetapi, setelah empat tahun, pemberontakan Mesir dikalahkan oleh jenderal Persia, Megabyzos, yang menangkap sebagian besar pasukan Athena. Pada kenyataannya, menurut Isokrates, pasukan Athena dan sekutunya kehilangan sekitar 20.000 dalam ekspedisi itu. Sisanya melarikan diri ke Kyrene dan kemudian pulang.

Ini adalah alasan (publik) utama Athena memindahkan baitulmal Liga dari Delos ke Athena, lebih jauh lagi memperkuat kendali atas Liga. Oersia menindaklanjuti kemenangan mereka dengan mengirim armada untuk kembali menguasai Siprus. Athena mengirim 200 kapal untuk memberikan perlawanan di bawah pimpinan Kimon, yang sudah kembali dari ostrakisme pada tahun 451 SM. Dia meninggal selama blokade di Kition, meskipun armadanya memperoleh kemenangan ganda di darat dan laut atas pasukan Persia di Salamis, Siprus.

Pertempuran ini adalah pertempuran besar terakhir yang dilakukan melawan Persia. Banyak penulis mencatat bahwa sebuah perjanjian damai, dikenal sebagai Perdamaian Kallias, disepakati pada tahun 480 SM, tetapi beberapa penulis bahwa kesepakatan itu hanyalah mitos dan dibuat di kemudian hari untuk meningkatkan nama besar Athena. Akan tetapi, suatu kesepahaman pasti dicapai, memungkinan Athena untuk memfokuskan perhatian mereka pada urusan-urusan di Yunani.

Perang di Yunani[sunting | sunting sumber]

Dengan cepat, perang dengan Liga Peloponnesos pun pecah. Pada tahu 458 SM, Athena memblokade pulau Aigina, dan secara bersamaan Athena juga mempertahankan Megara dari serangan Korinthos dengan cara mengirim pasukan yang terdiri atas para tentara yang terlalu muda atau tua untuk layanan militer reguler. Setahun kemudian, Sparta mengirim pasukan menuju Boiotia, membangkitkan kekuatan Thebes supaya dapat ikut membantu menahan Athena. Jalan pulang pasukan Sparta ihalangi, dan mereka berganti arah menuju Athena, dimana Tembok Panjang masih belum selesai dibangun, memperoleh kemenangan dalam Pertempuran Tangra. Semau ini dicapai supaya mereka dapat pulang ke Sparta melalui Megarid. Dua bulan kemudian, pasukan Athena di bawah pimpinan Myronides menginvasi Boiotia, dan memenangkan Pertempuran Oinophyta. Ini membuat Atheba menguasai seluruh wilayah tersebut kecuali Thebes.

Pertempuran Koroneia pada tahun 447 SM berujung pada diabaikannya Boiotia. Euboia dan Megara memberontak, dan pada akhirnya Euboia dikembalikan statusnya menajdi sekutu pemberi upeti, sedangkan Megara keluar dari Liga. Liga Delos dan Liga Peloponnesos lalu menyepakati perjanjian damai, yang direncanakan akan berlangsung selama tiga puluh tahun. Pada kenyataannya, kesepakatan tersebut hanya bertahan hingga tahun 431 SM, ketika Perang Peloponnesos akhirnya pecah.

Mereka yang gagal memberontak selama perang melihat contoh yang dialami oleh orang Mytilene, suku penting yang menghuni Lesbos. Setelah melakukan pemberontakan dan gagal, Athena memerintahkan untuk dilakukan pembantaian kepada seluruh penduduk pria di sana. Namun setelah mempertimbangkan banyak hal, mereka membatalkan perintah itu dan hanya menghukum mati 1000 orang yang memimpin pemberontakan. Seluruh wilayah orang Mytilene lalu dirampas oleh Athena untuk kemudian dibagi-bagikan kepada sejumlah orang Athena, yang dikirim untuk bermukim di Lesbos.

Perlakukan semacam ini tak hanya dialami oleh kota yang memberontak. Thukydides mencatat peristiwa yang dialami oleh Melos, sebuah pulau kecil yang tidak berpihak dalam perang meskipun didirikan oleh orang Sparta. Orang Melos ditawari pilihan untuk bergabung dengan Athena, jika tidak Melos akan ditaklukan. Orang Melos menolak tawaran tersebut, akibatnya kota mereka dikepung dan akhirnya ditaklukan; semua pria Melos dihukum mati sedangkan para wanitanya dijadikan budak.

Kekaisaran Athena[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 454 SM, Liga Delos dapat dicirikan sebagai Kekaisaran Athena; pada masa awal Perang Peloponnesos, hanya Khios dan Lesbos yang tersisa yang menyumbangkan kapal, dan kedua negara itu juga terlalu lemah untuk memberontak tanpa dukungan. Lesbos mencoba memberontak lebih dulu, dan gagal total. Khios, yang terkuat dan terbesar di antara anggota asli Liga Delos, kecuali Athena, adalah yang terakhir melakukan pemberontakan, dan melalui Ekspedisi Sirakos memperoleh keberhasilan selama beberapa tahun, mengilhami seluruh Ionia untuk memberontak. Akan tetapi, pada akhirnya Athena masih dapat meredam semau pemberontakan tersebut.

Untuk semakin memperkuat cengkeraman Athena pada kekaisarannya, Perikles pada tahun 450 SM mengeluarkan kebijakan klerukhiai— kuasi-koloni yang tetap terikat dengan Athena dan bertugas sebagai garnisun untuk mempertahankan kendali atas wilayah Liga yang luas. Lebih jauh lagi, Perikles mengerahkan sejumlah perwira untuk menjalankan kekaisaran Athena, antara lain proxenoi, yang bertugas memelihara hubungan baik antara Athena dengan para anggota Liga; episkopoi dan arkhontes, yang memeriksa pengumpulan upeti; dan hellenotamiai, yang menerima upeti atas nama Athena.

Kekaisaran Athena tidak begitu stabil, dan pada akhirnya runtuh akibat peperangan selama 27 tahun melawan Sparta, yang dibantu oleh Persia, ditambah lagi oleh pergolakan dalam negeri. Akan tetapi, kemunduran Athena juga tidak berlangsung lama. Kekaisaran Athena Kedua, sebuah liga perthanan diri maritim, dibentuk pada tahun 377 SM dan dipimpin oleh Athena; namun Athena tidak pernah lagi memperoleh kekuasaan seperti sebelumnya, dan musuh-musuhnya telah menjadi jauh lebih kuat dan lebih beragam.

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Martin, Thomas (2001-08-11). Ancient Greece: From Prehistoric to Hellenistic Times. Yale University Press. ISBN 978-0300084931. 
  2. ^ The Complete Idiot's Guide to Ancient Greece By Eric D. Nelson, Susan K. Allard-Nelson, Susan K. Allard-Nelson. hlm. 197.
  3. ^ Streams of Civilization: Earliest Times to the Discovery of the New World By Mary Stanton, Albert Hyma. hlm. 125
  4. ^ A history of the classical Greek world: 478-323 BC By Peter John Rhodes Page 18 ISBN 1-4051-9286-0 (2006) In ancient sources, there is no special designation for the league and its members as a group are simply referred to with phrases along the lines of "the Athenians and their allies". See Artz, James. 2008. The Effect of Natural Resources on Fifth Century Athenian Foreign Policy and the Development of the Athenian Empire. Saarbrucken, VDM Verlag. P.2
  5. ^ Eva C. Keuls, The Reign of the Phallus: Sexual Politics in Ancient Athens (Berkeley: University of California Press) 1985:18.
  6. ^ Thukydides, I, 96.
  7. ^ Holland, 147–151
  8. ^ Fine, hlm. 269–277
  9. ^ Herodotus V, 35
  10. ^ Holland, hlm. 155–157
  11. ^ Holland, hlm. 160–162
  12. ^ a b Holland, hlm. 175–177
  13. ^ Holland, hlm. 183–186
  14. ^ Holland, hlm. 187–194
  15. ^ Holland, hlm. 202–203
  16. ^ Holland, hlm. 240–244
  17. ^ Holland, hlm. 276–281
  18. ^ Holland, hlm. 320–326
  19. ^ Holland, hlm. 342–355
  20. ^ Holland, hlm. 357–358
  21. ^ Lazenby, hlm. 247
  22. ^ Thukydides I, 89
  23. ^ Herodotus IX, 114
  24. ^ Thucydides I, 95
  25. ^ a b c Holland, hlm. 362
  26. ^ a b Thukydides I, 96
  27. ^ Plutarkhos, Aristeides 26
  28. ^ Empire of the owl: Athenian imperial finance By Loren J. Samons Page 36 ISBN 3-515-07664-6 (2000)
  29. ^ Ancient Greece: Social & Historical Documents from Archaic Times to the Death of Socrates Page 274 by Matthew Dillon ISBN 978-0-415-21755-2 (2000)
  30. ^ IG I³ 291 Attica ca.415 BC
  31. ^ The concept of neutrality in classical Greece By Robert A. Bauslaugh Page 147 ISBN 978-0-520-06687-8 (1991)
  32. ^ IG I³ 71 line 170
  33. ^ Thukydides I.98
  34. ^ Thukydides I. 99
  35. ^ Thukydides I. 100
  36. ^ Thukydides I. 101

Pranala luar[sunting | sunting sumber]