Malaikat Rahmat

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Malaikat Rahmat (Arab:ملاك الرحمة) adalah para malaikat yang bertugas mendo'akan ampunan dan menjemput ruh orang beriman ketika ajalnya tiba. Para malaikat itu ketika menjemput ruh orang beriman, memiliki wajah yang putih bercahaya seperti matahari dengan membawa kain sutra (kain kafan) berwarna putih dari surga yang beraroma harum.[1]

Malaikat ini dikisahkan pernah beradu argumen dengan Malaikat Azab tentang seorang pembunuh yang telah meleyapkan 100 jiwa, apakah ia akan dimasukkan kedalam surga atau neraka, kemudian Malaikat Rahmat-lah yang berhasil membawa ruh pembunuh yang telah bertaubat tersebut.[2][3]

Malaikat Rahmat dijelaskan di dalam Al-Qur'an Surah Al-Mursalat, kata al-Mursalat memiliki arti Para Malaikat yang di utus.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Hadits shahih dari Abu Hurayrah, diriwayatkan oleh Nasa'i dalam Sunan an-Nasa'i, 1/260; Ibnu Hibban dalam Shahih Ibni Hibban, no. 773; al-Hakim dalam al-Mustadrak dan 1/352 ash-Shahihah, no. 1309.
  2. ^ Hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim (Muttafaq ‘alaih) dari Abu Said, yaitu Sa’ad bin Sinan al-Khudri. Kitab Riyadh as-Solihin, Imam an-Nawawi; Bab Taubat. Abu Said Al-Khudri berkata: bahwa Nabi saw. bersabda: "Di antara umat sebelum kamu sekalian terdapat seorang lelaki yang telah membunuh sembilan puluh sembilan orang. Lalu dia bertanya tentang penduduk bumi yang paling berilmu, kemudian dia ditunjukkan kepada seorang pendeta. Dia pun mendatangi pendeta tersebut dan mengatakan, bahwa dia telah membunuh sembilan puluh sembilan orang, apakah tobatnya akan diterima? Pendeta itu menjawab: Tidak! Lalu dibunuhnyalah pendeta itu sehingga melengkapi seratus pembunuhan.
    Kemudian dia bertanya lagi tentang penduduk bumi yang paling berilmu lalu ditunjukkan kepada seorang alim yang segera dikatakan kepadnya bahwa ia telah membunuh seratus jiwa, apakah tobatnya akan diterima? Orang alim itu menjawab: Ya, dan siapakah yang dapat menghalangi tobat seseorang! Pergilah ke negeri Anu dan Anu karena di sana terdapat kaum yang selalu beribadah kepada Allah lalu sembahlah Allah bersama mereka dan jangan kembali ke negerimu karena negerimu itu negeri yang penuh dengan kejahatan!
    Orang itu pun lalu berangkat, sampai ketika ia telah mencapai setengah perjalanan datanglah maut menjemputnya. Berselisihlah Malaikat Rahmat dan malaikat azab mengenainya. Malaikat Rahmat berkata: Dia datang dalam keadaan bertobat dan menghadap sepenuh hati kepada Allah. Malaikat Azab berkata: Dia belum pernah melakukan satu perbuatan baik pun. Lalu datanglah seorang malaikat yang menjelma sebagai manusia menghampiri mereka yang segera mereka angkat sebagai penengah. Ia berkata: Ukurlah jarak antara dua negeri itu, ke negeri mana ia lebih dekat, maka ia menjadi miliknya. Lalu mereka pun mengukurnya dan mendapatkan orang itu lebih dekat ke negeri yang akan dituju sehingga diambillah ia oleh Malaikat Rahmat." (Shahih Muslim No. 4967)
  3. ^ [1] Diarsipkan 2012-06-24 di Wayback Machine. Az-Zuhd, ‘Abdullah Ibnul Mubarak.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]