Matematika murni

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Matematika murni mempelajari properti dan struktur objek abstrak, seperti grup E8 dalam teori grup. Dapat dilakukan tanpa berfokus pada aplikasi konkret dari konsep di dunia fisik

Secara umum, matematika murni adalah matematika yang sepenuhnya termotivasi lebih pada sebab dan akibat, alasan, berbandingkan sebagai sebuah aplikasi. Hal ini dibedakan dengan oleh adanya ketelitian, abstraksi dan keindahan. Dari abad kedelapan belas dan seterusnya merupakan kategori yang diakui bagi kegiatan matematika, kadang-kadang dicirikan sebagai matematika spekulatif,[1] dan terdapat perbedaan adanya kecenderungan lain untuk memenuhi kebutuhan navigasi, astronomi, fisika, teknik, dan seterusnya.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Yunani Kuno[sunting | sunting sumber]

Matematikawan Yunani Kuno termasuk di antara yang paling awal untuk membuat perbedaan antara matematika murni dengan matematika terapan. Plato membantu menciptakan kesenjangan antara aritmetika yang sekarang disebut teori bilangan dengan logistik yang saat sekarang disebut aritmetika.

Plato beranggapan bahwa logistik (aritmetika) sesuai dengan kebutuhan pengusaha dan peperangan yang dikatakannya dengan belajar seni bilangan atau para pengusaha dan peperangan tidak akan pernah bisa mengetahui bagaimana dengan keadaan susunan kekuatan yang sebenarnya dibandingkan dngan aritmetika (teori bilangan) yang lebih sesuai bagi kebutuhan para filsuf karena telah mempunyai untuk muncul dari lautan perubahan dan berusaha untuk menangkap kebenaran.[2]

Euclid dari Alexandria, ketika ditanya oleh salah seorang siswaya tentang apa kegunaan untuk belajar mengenai geometri lalu Euclid meminta kepada pelayannya untuk memberikan threepence kepada siswa tersebut sambil mengatakan bahwa karena siswa tersebut mempunyai kebutuhan yang dapat membuat keuntungan dari apa yang siswa tersebut pelajari[3] sedangkan seorang matematikawan Yunani yang bernama Apollonius dari Perga ketika ditanya tentang manfaat atas bagian dari kaidahnya di dalam Buku IV Conics dengan bangga ia menegaskan sebagai berikut [4]

They are worthy of acceptance for the sake of the demonstrations themselves, in the same way as we accept many other things in mathematics for this and for no other reason.

And since many of his results were not applicable to the science or engineering of his day, Apollonius further argued in the preface of the fifth book of Conics that the subject is one of those that "...seem worthy of study for their own sake."[4]

Abad ke-19[sunting | sunting sumber]

Istilah itu sendiri diabadikan dalam judul lengkap Sadleirian Profesor Matematika Murni kadang-kadang disebut pula sebagai Sadlerian Chair,[5] sebagai pencetus (sebagai profesor) pada pertengahan abad kesembilan belas. Gagasannya tentang disiplin terpisah matematika murni mungkin telah muncul pada saat itu.

Generasi dari Gauss tidak dapat menyentuh perbedaan antara murni dengan terapan. Kemudian pada tahun-tahun berikutnya, spesialisasi dan profesionalisasi (terutama di Weierstrass pendekatan untuk melakukan analisis matematis) telah membuka celah yang menjadikannya menjadi lebih jelas.

Abad ke-20[sunting | sunting sumber]

Pada awal abad keduapuluh para matematikawan yang mengambil metode aksioma lebih dipengaruhi oleh pemeikiran dari David Hilbert.[6] Perumusan logis matematika murni yang diusulkan oleh Bertrand Russell dalam bentuk struktur pembilang proposisi akan tampak lebih dan masuk akal karena sebagian besar matematika telah menjadi axiomatik dan dengan demikian semua harus tunduk pada kriteria sederhana dari pembuktian yang setepat-tepatnya.

Bahkan dalam pengaturan aksiomatik setepat-tepatnya menambahkan tidak ada ide pembuktian. Matematika murni, menurut pandangan yang dapat dinisbahkan kepada kelompok Bourbaki adalah apa yang telah dibuktikan. Matematikawan murni akan menjadi kemungkinan bila dicapai dengan melalui pelatihan.

Umum dan abstraksi[sunting | sunting sumber]

Ilustrasi dari paradoks Banach–Tarski, hasil terkenal dalam matematika murni. Meskipun terbukti bahwa dapat mengubah satu bola menjadi dua hanya dengan menggunakan pemotongan dan rotasi, transformasi melibatkan objek yang tidak dapat ada di dunia fisik.

Salah satu konsep sentral dalam matematika murni adalah pada ide umum, matematika murni sering tampak menampilkan kecenderungan secara umum. Secara umum memiliki banyak manifestasi yang berbeda, seperti membuktikan kaidah di bawah asumsi yang lebih lemah atau mendefinisikan struktur matematis dengan menggunakan asumsi yang lebih sedikit. Meskipun kadang-kadang ditempuh umum atau dinilai demi kepentingannya akan tetapi dapat memiliki kelebihan tertentu, seperti termasuk:

  • Generalisasi kaidah atau struktur matematika dapat menyebabkan pemahaman yang lebih mendalam pada kaidah asli atau struktur dengan melakukan eksplorasi implikasi yang dapat melemahkan asumsi, salah-satu keuntungan dalam pemahaman yang lebih baik dari asumsi-asumsi yang memainkan peran dalam kaidah asli atau struktur.
  • Secara umum lebih dapat menyederhanakan materi presentasi, sehingga bukti-bukti atau argumen lebih pendek yang lebih mudah diikuti.
  • Secara umum lebih dapat menghindari duplikasi upaya dengan membuktikan hasil umum darpada harus membuktikan kasus-kasus yang terpisah secara independen atau menggunakan wilayah lain dari matematika.
  • Secara umum dapat sebagai fasilitas hubungan antara berbagai cabang matematika dengan menekankan kesamaan struktur yang mungkin tidak akan terlihat pada tingkat yang kurang umum. Teori kategori merupakan bidang matematika yang didedikasikan untuk menjelajahi kesamaan struktur ini seperti dibeberapa bidang matematika.

Dampak umum pada intuisi terdapat ketergantungan antara subjek dan masalah preferensi pribadi atau gaya belajar, pada umumnya sering dipandang sebagai penghalang bagi intuisi, meskipun sebenarnya dapat berfunsi berlaku sebagai bantuan terhadap hal tersebut, terutama bila dapat memberikan ketersediaan bahan analogi untuk yang sudah memiliki intuisi yang baik.

Sebagai contoh umum yang utama yakni dalam Program Erlangen ikut melibatkan perluasan geometri guna mengakomodasi geometri non-Euclidean yang termasuk di dalamnya bidang topologi dan bentuk lain dari geometri, bila dilihat dari geometri sebagai ruang studi bersama dengan himpunan dari transformasi.

Studi tentang bilangan yang disebut sebagai aljabar pada awal pendidikan tingkat sarjana kemudian meluas menuju pada aljabar abstrak lalu pada tingkat selanjutnya dalam studi tentang fungsi yang disebut pula sebagai kalkulus dan bila diteruskan pada tingkatan selanjutnya akan mendapatkan analisis matematis dan analisis fungsional. Masing-masing cabang ini tampak lebih kepada matematika abstrak yang akan memiliki banyak bidang sub-spesialisasi dan pada hakekatnya terdapat banyak hubungan antara matematika murni dengan disiplin keilmuan matematika terapan.

Dalam praktik perkembangan ini menyebabkan terjadinya penyimpangan yang sangat tajam dari fisika, khususnya terjadi antara tahun 1950-1980 yang kemudian mendapatkan kritikan, antara lain oleh Vladimir Arnold atau Hilbert yang banyak sekali melakukan kirikannya yang lalu disusul kemudian oleh Poincaré. Inti perdebatan ini tampaknya belum tampak dapat diselesaikan (dasar kontroversi tidak terlihat pada segi padangan kumpulan teori) bila dalam untaian teori dapat saling menarik sedangkan dalam matematika mempunyai ciri-ciri tersendiri yang dapat menarik kembali kepada bukti sebagai pusat.

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Lihat misalnya beberapa karya dari Thomas Simpson dari abad pertengahan ke-18 antara lain: Essays on Several Curious and Useful Subjects in Speculative and Mixed Mathematicks, Miscellaneous Tracts on Some Curious and Very Interesting Subjects in Mechanics, Physical Astronomy and Speculative Mathematics[1]
  2. ^ Boyer, Carl B. (1991). "The age of Plato and Aristotle". A History of Mathematics (edisi ke-Second Edition). John Wiley & Sons, Inc. hlm. 86. ISBN 0471543977. Plato is important in the history of mathematics largely for his role as inspirer and director of others, and perhaps to him is due the sharp distinction in ancient Greece between arithmetic (in the sense of the theory of numbers) and logistic (the technique of computation). Plato regarded logistic as appropriate for the businessman and for the man of war, who "must learn the art of numbers or he will not know how to array his troops." The philosopher, on the other hand, must be an arithmetician "because he has to arise out of the sea of change and lay hold of true being." 
  3. ^ Boyer, Carl B. (1991). "Euclid of Alexandria". A History of Mathematics (edisi ke-Second Edition). John Wiley & Sons, Inc. hlm. 101. ISBN 0471543977. Evidently Euclid did not stress the practical aspects of his subject, for there is a tale told of him that when one of his students asked of what use was the study of geometry, Euclid asked his slave to hive the student threepence, "since he must make gain of what he learns." 
  4. ^ a b Boyer, Carl B. (1991). "Apollonius of Perga". A History of Mathematics (edisi ke-Second Edition). John Wiley & Sons, Inc. hlm. 152. ISBN 0471543977. It is in connection with the theorems in this book that Apollonius makes a statement implying that in his day, as in ours, there were narrow-minded opponents of pure mathematics who pejoratively inquired about the usefulness of such results. The author proudly asserted: "They are worthy of acceptance for the sake of the demonstrations themselves, in the same way as we accept many other things in mathematics for this and for no other reason." (Heath 1961, p.lxxiv).
    The preface to Book V, relating to maximum and minimum straight lines drawn to a conic, again argues that the subject is one of those that seem "worthy of study for their own sake." While one must admire the author for his lofty intellectual attitude, it may be pertinently pointed out that s day was beautiful theory, with no prospect of applicability to the science or engineering of his time, has since become fundamental in such fields as terrestrial dynamics and celestial mechanics.
     
  5. ^ For example, Encyclopaedia Britannica, 15th edition
  6. ^ "David Hilbert". Encyclopædia Britannica. 2007. Diakses tanggal 2009-12-15. 

Pranala luar[sunting | sunting sumber]