Pendudukan Jepang di Kalimantan Barat

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sultan Hamid adalah salah satu tokoh yang selamat dari kekejaman Jepang

Pendudukan Jepang di Kalimantan Barat adalah masa pendudukan jepang yang bermula sewaktu Pontianak diserang lewat udara oleh sembilan pesawat tempur pada tanggal 19 Desember 1941. Kota menjadi hancur dan banyak korban pada hari pertama penyerangan ini.[1] Kemudian, pada tanggal 20-22 Desember tempat-tempat lain di Kalimantan Barat juga diserang.[2] Seperti Sanggau Ledo, Singkawang, dan Mempawah juga dikuasai. Dua bulan kemudian, Kalimantan Barat dikuasai oleh Jepang.[1]

Kejadian awal[sunting | sunting sumber]

Pontianak dibom oleh sembilan kapal terbang. Sinar matahari membuat tulisan pada ekor pesawat:Hinomaru, Nippon no hatta, menjadi kelihatan. Kota menjadi gempar, beberapa rumah hangus terbakar dan cuaca tiba-tiba menjadi gelap. Bom disana-sini. Banyak orang mencari perlindungan di parit-parit.[3]

Anak-anak sekolah, semisal dari Broederschool Kampung Bali, umpamanya, tertimpa bom begitu tiba-tiba sedang mereka belajar, sehingga sebagian besar meninggal dunia seketika, sedangkan lain-lainnya luka-luka berat. Demikian pula dengan klinik yang berada dekat sekolah tersebut. Orang-orang kaya juga menjadi korban. Selain bom, tembakan-tembakan lain dari mitrallieur menghujani banyak tempat, seperti sekitar Parit Besar, Kampung Melayu, Sungai Durian, dan lain-lain juga menyertai.[3]

Konon serangan mengarah ke Gang Masrono dan dari situ pesawat terbang telah mulai memuntahkan pelurunya ke arah sasaran di hadapannya sekitar Sekolah Mulo RK dan Kampung Bali.[3] Ada seorang fotografer dan penjual bunga dari Jepang, tukang gambar, tinggal di Gang Masrono itu yang bernama Honda. Diceritakan dia seorang opsir dan mata-mata Jepang yang menyamar untuk mengambil gambar tokoh-tokoh kaya dari Pontianak. Dia mengambil foto untuk kepentingan militer dan dikirimkan ke Tokyo.[3]

Orang-orang Jepang dan Jerman diperintahkan meninggalkan Pontianak. Tak lama, Pontianak diserang setelah kejadian itu yakni pada 19 Desember. Kejadian itu dikenal sebagai Bom Sembilan oleh warga Pontianak. Serangan ini diulangi lagi beberapa hari sesudah itu, termasuk serangan terhadap Sanggau Ledo, tidak terduga sama sekali, sebab sampai saat itu belum ada kabar yang memberitakan telah terjadi serangan atas kota atau tempat lain di mana pun di seluruh Indonesia (Hindia Belanda).[3]

Kejadian lanjutan[sunting | sunting sumber]

Jepang menyerang Kalimantan Barat, dari utara. Tepatnya, dari Sarawak. Penyerangan dari utara ini dimaksudkan agar perhatian Belanda terpecah belah. Selanjutnya, Belanda malah meninggalkan Kalimantan Barat bukan melindungi jajahannya tersebut.

Pada tanggal 22 Januari 1942, Armada Angkatan Laut Dai Nippon mendarat di Pemangkat lewat Tanjung Kodok. Lalu, barulah pada 2 Februari 1942 Pontianak dikuasai tanpa perlawanan berarti oleh Belanda.[4]

Pasca kemerdekaan[sunting | sunting sumber]

Berita kemerdekaan baru sampai ke Kalimantan dibawa oleh A.A. Hamidhan, seorang wartawan dari Kalimantan Selatan kelahiran Tapin, 25 Februari 1909 dan meninggal di Banjarmasin, 1997.[5] Ia membawa berita proklamasi pada 24 Agustus 1945 dengan menggunakan pesawat Jepang.[6]

Tokoh-tokoh pelaku sejarah[sunting | sunting sumber]

Lihat juga[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b (Inggris) Diarsipkan 2014-05-18 di Wayback Machine.Diarsipkan dari yang aslinya.
  2. ^ Malapetaka Kalbar pada Masa Pendudukan Jepang (1)[pranala nonaktif permanen]
  3. ^ a b c d e Malapetaka Kalbar pada Masa Pendudukan Jepang (2)[pranala nonaktif permanen]
  4. ^ "Kalimantan Barat pada Masa Pendudukan Jepang Tahun 1942-1945" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-07-09. Diakses tanggal 2012-09-15. 
  5. ^ 14 November 2008.H dari Ensiklopedi Pers Indonesia (EPI) Diarsipkan 2010-03-08 di Wayback Machine.
  6. ^ Drs., Tugiyono. Pengetahuan Sosial Sejarah. Grasindo. hlm. 8. ISBN 979-732-384-6. Diakses tanggal September 13, 2012.