Perarakan masuk (liturgi)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Pada Gereja Ortodoks Timur dan Gereja-gereja Katolik Timur, Perarakan masuk merupakan prosesi saat seorang pendeta memasuki panti imam melalui Pintu Gerbang Kudus. Asal-usul dari ritual perarakan masuk ini bermula sejak masa awal perkembangan gereja, yaitu ketika dulu buku liturgi dan wadah-wadah suci disimpan di suatu tempat untuk keamanannya dan hendak dibawa dan digunakan dalam aktivitas peribadatan di gereja. Selama berabad-abad, prosesi ini terus dijalankan bahkan berkembang, dan saat ini prosesi ini biasanya disertai dengan pedupaan, lilin, dan kipas liturgi. Dalam pandangan Gereja Ortodoks, para malaikat diyakini memasuki panti imam bersamaan dengan masuknya pendeta ke dalamnya.

Yang boleh memasuki altar melalui Pintu Gerbang Kudus setiap saatnya adalah para uskup saja, sedangkan para imam serta para diaken hanya dapat memasuki panti imam melalui Pintu Gerbang Kudus pada saat perarakan masuk dalam proses ibadah liturgi.

Liturgi ilahi[sunting | sunting sumber]

Selama berjalannya ritual Liturgi Ilahi (Ekaristi), terdapat dua perarakan masuk, yaitu perarakan kecil dan perarakan besar. Kedua prosesi perarakan tersebut serta ritual Liturgi Persiapan dipandang oleh para ahli agama sebagai tambahan dalam prosesi peribadatan liturgi ilahi, karena pada mulanya prosesi ini tidak dilakukan oleh Santo Basilius yang Agung dan Santo Yohanes Krisostomus yang merupakan penyusun dari bentuk Liturgi Suci yang biasa dilaksanakan.

Perarakan kecil[sunting | sunting sumber]

Prosesi perarakan masuk dalam pelaksanaan Liturgi Ilahi.

Perarakan kecil dilaksanakan pada saat Liturgi Katekumen dalam persiapan membacakan ayat-ayat kitab suci. Imam mengambil Kitab Injil dari altar kudus, kemudian menyerahkannya pada diaken (jika tidak terdapat seorang diaken, imam akan membawa sendiri Kitab Injil tersebut). Imam dan diaken kemudian mengelilingi altar kudus berlawanan dengan arah jarum jam, lalu diaken akan keluar melalui pintu utara ikonostasis menuju bagian depan dari Pintu Gerbang Kudus, kemudian berdiri di depan Pintu Gerbang Kudus disertai dengan imam yang membacakan doa perarakan masuk dengan lirih.

Ya Tuhan Allah, Bapa kami, yang menetapkan para penghuni surga dan bala tentara malaikat dan malaikat agung untuk melayani kemuliaan-Mu, jadikanlah perarakan masuk kami sebagai perarakan masuk bagi para malaikat agar dengan mereka kami melayani dan memuliakan Engkau karena kebaikan-Mu atas kami. Karena Engkaulah pemilik segala kemuliaan, hormat, dan sembah: Bapa, Putra, Roh Kudus, sekarang, selalu, dan sepanjang segala zaman. Amin![1]

Kemudian diaken menyerahkan Kitab Injil kepada imam untuk diciumnya, lalu diaken menghadap Pintu Gerbang Kudus dengan orarion-nya sambil membungkuk dan mengucapkan "Ya Bapa, berkatilah perarakan suci ini." Kemudian diikuti dengan imam yang memberkati sambil mengatakan "Diberkatilah perarakan para orang kudus-Mu, sekarang, selalu, dan sepanjang segala abad. Amin!" Kemudian, saat paduan suara menyelesaikan nyanyian pujian, diaken mengangkat buku Injil dengan kedua tangannya "Kebijaksanaan! Marilah bangkit!" Kemudian paduan suara menyanyikan kidung perarakan masuk: "Marilah menyembah dan bersujud di hadapan Kristus, yang Bangkit dari kematian, ya Putra Allah, selamatkanlah kami yang bernyanyi bagi-Mu: Alleluya." Sambil imam dan diaken memasuki panti imam menuju altar melalui pintu gerbang kudus, kemudian mencium meja altar dan diikuti dengan pembacaan doa Trisagion oleh imam secara lirih.

Perarakan kecil ini dimaknai sebagai inkarnasi Kristus dan peristiwa pembaptisan-Nya oleh Yohanes Pembaptis di sungai Yordan. Imam melambangkan Kristus dan diaken melambangkan Yohanes Pembaptis.

Perarakan besar[sunting | sunting sumber]

Imam dan para diaken menyanyikan kidung Kerubim

Perarakan besar dilakukan pada saat permulaan ritual Liturgi Umat Beriman ketika Kurban (roti dan anggur) hendak dipersembahkan di meja altar kudus. Perarakan masuk ini dilakukan ketika kidung Kerubim dinyanyikan dan prosesi perarakan ini ditambahkan ke dalam bagian dari prosesi Liturgi Ilahi oleh Kaisar Yustinus II.[2] Akan tetapi, kidung Kerubim yang dinyanyikan pada saat Kamis Putih dan Sabtu Suci berbeda dan memiliki keunikan dengan versi kidung Kerubim yang biasanya dinyanyikan.

Perarakan besar ini umumnya diartikan sebagai bentuk kemenangan Yesus Kristus saat Dia hendak memasuki kota Yerusalem yang jatuh pada hari Minggu Palma. Perarakan ini dimulai ketika kidung Kerubim mulai dinyanyikan. Diaken mulai mendupai altar dari keempat sisinya, ikonostasis, para pelayan altar, serta para jemaat; sambil imam membacakan dengan pelan doa kidung Kerubim. Kemudian setelah itu, imam dan diaken membungkuk sebanyak tiga kali di hadapan altar suci, kemudian mengangkat tangan mereka dan menyanyikan kidung Kerubim (imam mengucapkan bagian pertama dan diaken mengucapkan bagian kedua) dan setiap pembacaannya diikuti dengan membungkuk. Kemudian imam dan diaken mencium meja altar kudus dan saling membungkuk terhadap satu sama lain. Diaken menuju ke bagian belakang meja altar lalu ke prothesis dan imam keluar melalui pintu gerbang kudus sambil membungkuk ke hadapan jemaat untuk meminta pengampunan. Lalu, imam menuju ke prothesis, kemudian mendupai persembahan dan mengangkat kain Aerea (kain penutup diskos dan cawan) dari persembahan dan meletakkannya di pundak kiri diaken (jika tak ada diaken, imam meletakkannya di pundaknya sendiri). Lalu imam menyerahkan diskos kepada diaken dan mengangkat cawan, diaken sambil memegang dupa lalu mengangkat diskos hingga batas alisnya. Prosesi ini pun dilengkapi dengan para pelayan altar menggenggam lilin dan kipas liturgi.[3]

Liturgi Prasidikara[sunting | sunting sumber]

Liturgi Prasidikara merupakan liturgi yang dilaksanakan tiap hari Rabu dan Jumat pada masa Puasa Agung. Pada liturgi ini, komuni suci telah dikonsekrasi di minggu sebelum masa Puasa Agung. Perarakan kecil pada liturgi ini sama dengan perarakan pada ibadah Vesper, tetapi pada saat pembacaan Kitab Injil tidak ada penggunaan dupa. Perarakan besar pada liturgi ini dilaksanakan dengan penuh keheningan (tidak dengan nyanyian kidung seperti Liturgi Ilahi pada umumnya) dan dengan sujud sembah. Hal tersebut disebabkan elemen kurban yang dibawa dalam prosesi ini sudah dikonsekrasi dan merupakan tubuh dan darah Kristus yang nyata.

Masa paskah[sunting | sunting sumber]

Selama masa Pekan Paskah, Gerbang Utama ikonostasis tetap terbuka selama satu pekan lamanya dan pada pekan ini pula para imam atau para diaken selalu masuk dan keluar panti imam melalui Gerbang Utama ini. Tradisi tersebut hanya berlangsung selama masa pekan Paskah dan tradisi inilah yang membedakan peribadatan pada masa pekan paskah dengan masa-masa lainnya dalam satu tahun kalender liturgi.

Vesper[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-11-28. Diakses tanggal 2020-04-27. 
  2. ^ F. E. Brightman, Liturgies Eastern and Western (Oxford University Press, 1965), p. 532.
  3. ^ https://www.oca.org/orthodoxy/the-orthodox-faith/worship/the-divine-liturgy/offertory-great-entrance