Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah perubahan (amendemen) kedua terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Perubahan kedua disahkan dalam Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat ke-9 pada tanggal 18 Agustus 2000, yang merupakan rangkaian dari Sidang Umum (Tahunan) Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 2000 yang berlangsung pada tanggal 7–18 Agustus 2000.

Dalam perubahan kedua tersebut, MPR mengubah dan/atau menambahkan beberapa pasal dan bab, yaitu Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 19, Pasal 20 Ayat (5), Pasal 20A, Pasal 22A, Pasal 22B, Bab IXA, Pasal 25E,[a] Bab X, Pasal 26 Ayat (2) dan Ayat (3), Pasal 27 Ayat (3), Bab XA, Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28F, Pasal 28G, Pasal 28H, Pasal 28I, Pasal 28J, Bab XII, Pasal 30, Bab XV, Pasal 36A, Pasal 36B, dan Pasal 36C.

Ikhtisar[sunting | sunting sumber]

Beberapa perubahan tersebut berdasarkan pasal-pasal, yaitu:

  • Pasal 18 dirombak secara besar-besaran dan jumlah ayat bertambah dari 1 menjadi 7 ayat. Ayat (1) sampai (7) menjabarkan satuan-satuan wilayah administratif di Indonesia beserta perangkat pemerintahan daerahnya yang disebut secara singkat pada Ayat (1) dalam naskah sebelum amendemen, sementara bagian hak-hak untuk daerah-daerah yang istimewa diatur terpisah dalam pasal baru (Pasal 18B).
  • Pasal 18A ditambahkan dan mencakup dua ayat, terdiri dari Ayat (1) dan (2). Isi pasal menyebutkan hubungan pemerintah pusat dan pemerintahan daerah.
  • Pasal 18B ditambahkan dan mencakup dua ayat, terdiri dari Ayat (1) dan (2). Isi pasal menyebutkan satuan pemerintahan daerah khusus/istimewa dan kesatuan masyarakat hukum adat.
  • Pada Pasal 19, Ayat (1) dan (2) digeser secara berurutan ke Ayat (2) dan (3), lalu kata-katanya ditata ulang. Kemudian Ayat (1) ditambahkan dan menyebutkan bahwa anggota DPR dipilih melalui pemilihan umum (pemilu).
  • Pada Pasal 20, Ayat (5) ditambahkan dan berbunyi bahwa meskipun Presiden tidak mengesahkan UU yang telah disetujui, UU tersebut akan tetap menjadi sah dalam waktu 30 hari setelah disetujui dan harus diundangkan.
  • Pasal 20A ditambahkan dan mencakup empat ayat, terdiri dari (1), (2), (3), dan (4). Isi pasal menyebutkan fungsi dan hak dalam DPR.
  • Pasal 22A ditambahkan dan hanya mencakup satu ayat. Isi pasal menyebutkan ketentuan tata cara pembentukan UU.
  • Pasal 22B ditambahkan dan hanya mencakup satu ayat. Isi pasal menyebutkan bahwa anggota DPR dapat diberhentikan dari jabatannya.
  • Pasal 25E[a] ditambahkan dan hanya mencakup satu ayat. Isi pasal menyebutkan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berbentuk kepulauan dan berciri Nusantara, yang batas-batas dan hak-hak wilayahnya ditetapkan dengan UU.
  • Pada Pasal 26, Ayat (2) dipindahkan dan diubah susunan katanya ke Ayat (3), sementara Ayat (2) tersebut ditambahkan dan memuat pengertian "penduduk".
  • Pada Pasal 27, Ayat (3) ditambahkan dan menyebutkan hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
  • Sepuluh pasal mengenai hak-hak asasi manusia, yaitu Pasal 28A hingga Pasal 28J, ditambahkan ke dalam UUD. Pasal 28A dan Pasal 28 F terdiri dari satu ayat; Pasal 28B, Pasal 28C, Pasal 28G, dan Pasal 28J terdiri dari dua ayat; Pasal 28E terdiri dari tiga ayat; Pasal 28D dan Pasal 28H terdiri dari empat ayat; dan terakhir Pasal 28I terdiri dari lima ayat. Penjabaran HAM tiap pasal dapat dilihat di atas.
  • Pasal 30 dirombak secara besar-besaran dan jumlah ayat bertambah dari 2 menjadi 5 ayat. Pada Ayat (1), kata "pembelaan" diganti menjadi frasa "pertahanan dan keamanan". Ayat (2) dihapus dan diganti dengan Ayat (2) yang menyebutkan TNI dan Polri sebagai kekuatan utama sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata) serta rakyat sebagai kekuatan pendukung, Ayat (3) yang menyebutkan susunan dan peran TNI, Ayat (4) yang menyebutkan peran Polri, dan Ayat (5) yang menyebutkan ketentuan-ketentuan lain mengenai pertahanan dan keamanan negara.

Sedangkan perubahan berdasarkan bab adalah sebagai berikut.

  • Bab IXA ditambahkan dan bernama "Wilayah Negara".
  • Pada Bab X, penamaan "Warga Negara" diubah menjadi "Warga Negara dan Penduduk".
  • Bab XA ditambahkan dan bernama "Hak Asasi Manusia".
  • Pada Bab XII, penamaan "Pertahanan Negara" diubah menjadi "Pertahanan dan Keamanan Negara".
  • Pada Bab XV, penamaan "Bendera dan Bahasa" diubah menjadi "Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan".

Pasal 18[sunting | sunting sumber]

diubah menjadi

Pasal 18A & 18B[sunting | sunting sumber]

menjadi

Pasal 19[sunting | sunting sumber]

diubah menjadi

Pasal 20[sunting | sunting sumber]

diubah menjadi

Pasal 20A[sunting | sunting sumber]

menjadi

Pasal 22A[sunting | sunting sumber]

menjadi

Pasal 22B[sunting | sunting sumber]

menjadi

Pasal 25A[sunting | sunting sumber]

menjadi

Pasal 26[sunting | sunting sumber]

diubah menjadi

Pasal 27[sunting | sunting sumber]

diubah menjadi

Pasal 28A–28J[sunting | sunting sumber]

menjadi

Pasal 30[sunting | sunting sumber]

diubah menjadi

Pasal 36A, 36B, & 36C[sunting | sunting sumber]

menjadi

Catatan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b Ini merupakan kesalahan penomoran yang diperbaiki pada perubahan keempat.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]