Protoplasma

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Protoplasma adalah bagian hidup dari sebuah sel yang dikelilingi oleh membran plasma.[1] Terdapat dua bagian yang menyusun protoplasma yaitu sitoplasma yang berada di dalam sel dan neuklopasma yang ada di inti sel.[2] Protoplasma terdiri dari campuran molekul kecil seperti ion, asam amino, monosakarida dan air, dan makromolekul seperti asam nukleat, protein, lipid dan polisakarida.[3] Dalam prokariota bahan di dalam membran plasma adalah sitoplasma bakteri, sementara di bakteri gram negatif wilayah di luar membran plasma tetapi di dalam membran luar periplasma tersebut.

Sejarah dari istilah[sunting | sunting sumber]

"Protoplasma" berasal dari Bahasa Yunani protos yang berarti pertama, dan plasma yang berarti hal terbentuk. Ini pertama kali digunakan pada tahun 1846 oleh Hugo von Mohl untuk menggambarkan suatu zat yang "tangguh, berlendir, granular, semi-fluida" dalam sel tumbuhan, untuk membedakannya dari dinding sel, inti sel dan sel getah dalam vakuola.[4] Thomas Huxley kemudian disebut sebagai "dasar fisik dari kehidupan" dan menganggap bahwa sifat kehidupan dihasilkan dari distribusi molekul dalam zat ini. Komposisi, bagaimanapun, adalah misterius dan ada banyak kontroversi atas apa macam substansi itu.[5] Upaya untuk menyelidiki asal usul kehidupan melalui penciptaan sintetik "protoplasma" di laboratorium tidak berhasil, namun.[6]

Kandungan protoplasma[sunting | sunting sumber]

Ada 2 kandungan utama dari protoplasma yaitu kandungan organik dan anorganik[7] Pada sel hewan dan tumbuhan, protoplasma mengandung sekitar 75-85% air, 10-20% protein, 2-3% lipid, 1% karbohidrat, dan 1% zat-zat anorganik lainnya[8]

Jadi air terlihat merupakan komponen utama. Dan bila semua senyawa senyawa organik itu diurai menjadi unsur unsurnya maka terlihat Karbon, Hidrogen, Oksigen dan Nitrogen (CHON) merupakan empat unsur utama yang ada di dalam protoplasma/Unsur Makro.

Air[sunting | sunting sumber]

Di dalam sel, air terdapat dalam dua bentuk, Dua bentuk itu yaitu bentuk bebas dan bentuk terikat. Air dalam bentuk bebas mencakup 95% dari total air di dalam sel. Umumnya air berperan sebagai pelarut dan sebagai medium dispersi sistem koloid. Air dalam bentuk terikat mencakup 4-5% dari total air di dalam sel Kandungan air pada berbagai jenis sel bervariasi di antara tipe sel yang berbeda. Kandungan air (persen dari berat basah total) pada hati tikus 6—72%, otot rangka tikus 76%, telur bintang laut 77%, E. coli 73%, dan biji jagung 13% tentu berbeda beda karena lingkungan dan perannya

Air merupakan medium tempat berlangsungnya transpor nutrien, reaksi-reaksi enzimatis metabolisme sel dan transpor energi kimia Di dalam sel hidup, kebanyakan senyawa biokimia dan sebahagian besar dari reaksi-reaksinya berlangsung dalam lingkungan cair. Air berperan aktif dalam banyak reaksi biokimia dan merupakan penentu penting dari sifat-sifat makromolekul seperti protein

Karena struktur air mempunyai produk ionisasinya seperti ion O+ dan H maka sangat mempengaruhi berbagai sifat komponen penting sel seperti enzim, protein, asam nukleat, dan lipida. Hal yang sering muncul sebagai contoh, aktivitas katalitik enzim sangat tergantung pada konsentrasi ion H+ dan OH-. Karena itulah, semua aspek dari struktur dan fungsi sel harus beradaptasi dengan sifat-sifat fisik dan kimia air.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa air merupakan komponen sel yang dominan dan berfungsi untuk:

  • Pelarut berbagai zat organik dan anorganik, misalnya berbagai jenis ion-ion, glukosa, sukrosa, asam amino, serta berbagai jenis vitamin.
  • Bahan pengsuspensi zat-zat organik dengan molekul besar seperti protein, lemak, dan pati. Dalam hal tersebut, air merupakan medium dispersi dari sistem koloid protoplasma.
  • Air merupakan media transpor berbagai zat yang terlarut atau yang tersuspensi untuk berdifusi atau bergerak dari suatu bagian sel ke bagian sel yang lain.
  • Air merupakan media berbagai proses reaksi-reaksi enzimatis yang berlangsung di dalam sel.
  • Air digunakan untuk mengabsorbsi panas dan mencegah perubahan temperatur yang drastis atau mendadak di dalam sel.
  • Air sebagai bahan baku untuk reaksi hidrolisis dan sintesis karbohidat, misal dalam fotosintesis.

Garam mineral[sunting | sunting sumber]

Kandungan garam-garam mineral pada berbagai tipe sel sangat bervariasi. Di dalam sel, garam-garam mineral dapat mengalami disosiasi menjadi anion dan kation. Bentuk-bentuk anion dan kation tersebut dinamakan ion. Ion-ion dapat terlarut di dalam cairan sel atau terikat secara khusus pada molekul-molekul lain seperti protein dan lipida.

Secara umum, garam-garam mineral memiliki dua fungsi yaitu:

  • Fungsi osmosis, dalam arti bahwa konsentrasi total garam-garam terlarut berpengaruh terhadap pelaluan air melintasi membran sel
  • Fungsi yang lebih spesifik, yaitu peran seluler setiap ion terhadap struktur dan fungsi dari partikel-partikel seluler dan makromolekul.[7]

Berbagai jenis garam-garam mineral sangat penting untuk kelangsungan aktivitas metabolisme sel, misal-nya ion Na+ dan K+, ion Na+ dan K+, berperan dalam memelihara tekanan osmosis dan keseimbangan asam basa cairan sel. Retensi ion-ion menghasilkan peningkatan tekanan osmosis sebagai akibat masuknya air ke dalam sel.

Beberapa ion-ion anorganik berperan sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim, misalnya ion magnesium, ferrum, fosfat anorganik digunakan dalam sintesis ATP yang mengsuplai energi kimia untuk proses kehidupan dari sel melalui proses fosforilasi oksidatif. Ion-ion kalsium dijumpai dalam sirkulasi darah dan di dalam sel. Di dalam tulang, ion-ion kalsium berkombinasi dengan ion-ion fosfat dan karbonat membentuk kristalin. Fosfat dijumpai di dalam darah dan di dalam cairan jaringan sebagai ion-ion bebas, tetapi fosfat di dalam tubuh banyak terikat dalam bentuk fosfolipida, nukleotida, fosfoprotein, dan gula-gula terfosforilasi [8]

Di dalam sel juga terkandung berbagai jenis gas yang berasal dari lingkungan atau dihasilkan oleh metabolisme sel. Beberapa gas yang terdapat di atmosfer dapat masuk ke dalam sel misalnya gas oksigen (O2), karbon dioksida (CO2), dan gas nitrogen (N2). Di dalam sel, oksigen berperan untuk mengoksidasi bahan-bahan makanan. Karbon dioksida selain berasal dari lingkungan luar, juga dihasilkan dalam oksidasi bahan makanan sebagai hasil sampingan. Umumnya karbon dioksida di dalam sel berada dalam bentuk bikarbonat atau karbonat.

Protein[sunting | sunting sumber]

Protein adalah makromolekul yang terdiri atas asam-asam α-amino yang saling berikatan dengan ikatan kovalen di antara gugus α-karboksil asam amino dengan gugus α-amino dari asam amino yang lain. Ikatan di antara asam amino disebut ikatan peptida. Beberapa unit asam amino yang berikatan dengan ikatan peptida disebut polipeptida. Molekul protein dapat terdiri atas satu atau sejumlah rantai polipeptida dan setiap rantai dapat terdiri atas ratusan hingga jutaan residu asam amino.[7]

Karbohidrat[sunting | sunting sumber]

Molekul karbohidrat adalah zat yang terdiri atas atom-atom C, H, dan O. Perbandingan antara molekul H dan O adalah 2:1. Jadi memiliki rasio yang sama dengan molekul air (H2O), misalnya Ribosa (C6H10O5), Glukosa (C6H12O6), dan Sukrosa (C12H24O11[7]).

Rumus empiris dari karbohidrat adalah Cn(H2O)n. Dengan dasar perbandingan tersebut, orang pada mulanya berkesimpulan bahwa dalam karbohidrat terdapat air, sehingga digunakan kata karbohidrat yang berasal dari kata karbon dan hidrat atau air. Karbohidrat sering disebut sakarida. Ada beberapa senyawa yang memiliki rumus empiris seperti karbohidrat tetapi bukan karbohidrat, misalnya C2H4O2 (asam asetat), CH2O (formaldehida).

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Cammack, Richard; Teresa Atwood; Attwood, Teresa K.; Campbell, Peter Scott; Parish, Howard I.; Smith, Tony; Vella, Frank; Stirling, John (2006), Oxford dictionary of biochemistry and molecular biology, Oxford [Oxfordshire]: Oxford University Press, ISBN 0-19-852917-1
  2. ^ Susilawati dan Bachtiar, N. (2018). Biologi Dasar Terintegrasi (PDF). Pekanbaru: Kreasi Edukasi. hlm. 14. ISBN 978-602-6879-99-8. 
  3. ^ Arthur C. Guyton, John E. Hall, Textbook of Medical Physiology, Eleventh Edition, Saunders, "Protoplasm is composed mainly of five basic substances: water, electrolytes, proteins, lipids and carbohydrates."
  4. ^ [Later J. E. Purkinje coined the term for Cytoplasm + Nucleoplasm in animal cell. 1911 Edition of the Encyclopaedia Britannica.
  5. ^ Harvey, E. N. (2004), "Some Physical Properties of Protoplasm", Journal of Applied Physics 9 (2): 68, doi:10.1063/1.1710397
  6. ^ Lazcano, A.; Capone, S.; Walde, P.; Seebach, D.; Ishikawa, T.; Caputo, R. (2008), "What Is Life? A Brief Historical Overview", Chemistry & Biodiversity 5 (1): 1–15, doi:10.1002/cbdv.200890001, PMID 18205130
  7. ^ a b c d Protoplasma di Biologi Gonzaga, http://biologigonz.blogspot.com/2009/12/penyusun-protoplasma-sel.html, diakses 30 Desember 2011
  8. ^ a b De Robertis et al., 1975

Pranala luar[sunting | sunting sumber]