Revolusi Abbasiyah

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revolusi Abbasiyah
Tanggal9 Juni 747 – Juli 750
LokasiKhorasan Raya dan daerah Iran dan Irak modern
Hasil

Kemenangan Abbasiyah

  • Pencaplokan sebagian besar bekas wilayah Kekhalifahan Umayyah oleh Kekhalifahan Abbasiyah
  • Penanaman benih Keamiran Kordoba
  • Berakhirnya status istimewa bagi bangsa Arab
  • Berakhirnya diskriminasi resmi terhadap bangsa non-Arab
Pihak terlibat

Kekhalifahan Abbasiyah

Kekhalifahan Umayyah

Didukung
Tokoh dan pemimpin
Abu al-Abbas As-Saffah
Abu Ja'far Al-Mansur
Abu Muslim
Qahthabah bin Syabib 
Hasan bin Qahthabah
Abdullah bin Ali
Marwan bin Muhammad Dihukum mati
Nashr bin Sayyar 
Yazid bin Umar Dihukum mati
Ma'n bin Za'ida al-Shaybani

Revolusi Abbasiyah atau Gerakan Jubah Hitam (حركة رجال الثياب السوداء, ḥaraka rijāl ath-thiyāb as-sawdā) adalah istilah yang mengacu kepada penggulingan Kekhalifahan Umayyah (661–750 M), kekhalifahan kedua dari empat kekhalifahan utama dalam sejarah Islam, oleh kekhalifahan yang ketiga, Kekhalifahan Abbasiyah (750–1258 M). Kekhalifahan Umayyah adalah kekhalifahan yang menggantikan Kekhalifahan Rasyidin, tiga dekade setelah wafatnya nabi Muhammad. Kekhalifahan Umayyah merupakan kekhalifahan Arab feodal yang memerintah atas populasi non-Arab dan non-Muslim yang sangat besar. Penduduk non-Arab diperlakukan sebagai warga negara kelas dua tanpa menghiraukan agama, dan pada akhirnya ketidakpuasan ini menjadi pemecah belah agama dan etnis yang berpuncak pada penggulingan dinasti Umayyah.[1] Keluarga Abbasiyah mengaku sebagai keturunan dari al-Abbas, paman dari nabi Muhammad.

Revolusi Abbasiyah pada dasarnya menandai berakhirnya kekhalifahan Arab dan berawalnya sebuah kekhalifahan multietnis yang lebih inklusif di Timur Tengah.[2] Dikenang sebagai salah satu revolusi yang paling terorganisasi sepanjang sejarah, Revolusi Abbasiyah mengubah fokus perluasan dunia Muslim ke arah timur.[3]

Latar belakang[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 740-an, Kekaisaran Umayyah jatuh ke dalam kondisi kritis. Sengketa suksesi pada tahun 744 menyebabkan perang saudara Islam ketiga, yang berkecamuk di Timur Tengah selama dua tahun. Pada tahun berikutnya, Adh-Dhahhak bin Qais asy-Syaibani memulai pemberontakan Khawarij yang berlanjut sampai tahun 746. Di saat yang bersamaan, pemberontakan pecah sebagai reaksi terhadap keputusan Marwan II yang ingin memindahkan ibu kota Kekaisaran Umayyah dari Damaskus ke Harran, yang mengakibatkan penghancuran kota Homs (Emesa). Marwan II gagal mendamaikan rakyat lokal sampai tahun 747; Revolusi Abbasiyah dimulai dalam beberapa bulan setelahnya.[4]

Pada tahun 738, Nashr bin Sayyar ditunjuk sebagai gubernur Khorasan oleh Hisyam bin Abdul-Malik. Jabatan tersebut dipegang olehnya selama perang saudara sampai akhirnya diresmikan Marwan II.[4]

Luasanya Khorasan dan rendahnya kepadatan penduduk menyebabkan sebagian besar penduduk Arab — baik militer maupun sipil — tinggal di luar benteng-benteng yang dibangun saat penaklukan Persia oleh Muslim. Di provinsi-provinsi Kekhalifahan Umayyah lainnya, orang-orang Arab cenderung mengasingkan diri mereka dalam benteng-benteng dan menghindari interaksi dengan penduduk setempat.[5] Para pemukim Arab di Khorasan meninggalkan budaya asli mereka dan berbaur dengan orang Iran.[4] Walau pernikahan antaretnis orang Arab dengan orang non-Arab di tempat lain di Kekhalifahan Umayyah tidak dianjurkan atau bahkan dilarang,[6][7] di Khorasan Timur, pernikahan antara orang Arab dan orang Iran mulai menjamur. Orang Arab mulai mengenakan pakaian Persia dan Bahasa Arab mulai bercampur dengan Bahasa Persia, mengikis tembok penghalang yang ada di antara kedua etnis tersebut.[8]

Lihat juga[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Paul Rivlin, Arab Economies in the Twenty-First Century, p. 86. Cambridge: Cambridge University Press, 2009. ISBN 9780521895002
  2. ^ Saïd Amir Arjomand, Abd Allah Ibn al-Muqaffa and the Abbasid Revolution. Iranian Studies, vol. 27, Nos. 1–4. London: Routledge, 1994.
  3. ^ Hala Mundhir Fattah, A Brief History of Iraq, p. 77. New York: Infobase Publishing, 2009. ISBN 9780816057672
  4. ^ a b c G. R. Hawting, The First Dynasty of Islam: The Umayyad Caliphate AD 661–750, hlm. 105. London: Routledge, 2002. ISBN 9781134550586
  5. ^ Peter Stearns, Michael Adas, Stuart Schwartz and Marc Jason Gilbert."The Umayyad Imperium." Taken from World Civilizations:The Global Experience, combined volume. 7th ed. Zug: Pearson Education, 2014. ISBN 9780205986309
  6. ^ Patrick Clawson, Eternal Iran, p. 17. Basingstoke: Palgrave Macmillan, 2005. ISBN 1-4039-6276-6
  7. ^ Al-Baladzuri, Futuhul Buldan, hlm. 417.
  8. ^ G.R. Hawting, The First Dynasty of Islam, pp. 105 & 113.

Bacaan lebih lanjut[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]