Rukun iman

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Rukun Iman)

Rukun iman adalah asas-asas di dalam agama Islam yang menjadi dasar pembentukan akidah. Asas-asas keimanan di dalam rukun iman berjumlah enam. Masing-masing meliputi keimanan kepada Allah, para nabi dan rasul, para malaikat, kitab-kitab Allah, hari kiamat, serta qada dan qadar.[1]

Dasar keimanan[sunting | sunting sumber]

Seorang muslim hanya dapat merasakan keimanan ketika memenuhi tiga jenis persyaratan. Pertama, memiliki perasaan cinta kepada Allah dan Nabi Muhammad melebihi perasaan cinta terhadap apapun yang lainnya. Kedua, perasaan cinta yang diberikan kepada manusia didasarkan kepada ketaatan kepada Allah dan bukan atas dasar hawa nafsu. Sedangkan yang ketiga ialah perasaan takut terhadap kekufuran yang sama seperti rasa takut terhadap api neraka.[2]

Keimanana di dalam Islam terbagi menjadi sedikitnya 60 jenis. Ini diketahui berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Ismail al-Bukhari. Dalam hadits ini disebutkan bahwa iman berjumlah lebih dari 60 cabang dan salah satu diantara iman ini adalah rasa malu. Tingkat keimanan seorang muslim dianggap rendah ketika tidak lagi memiliki rasa malu. Hilangnya rasa malu diartikan sebagai awal bagi keberanian untuk melakukan perbuatan maksiat dan pelanggaran terhadap ketetapan Allah.[2]

Beriman kepada Allah[sunting | sunting sumber]

Hubungan vertikal[sunting | sunting sumber]

Seorang muslim memiliki hubungan dengan Allah secara vertikal. Setiap pekerjaan yang dilakukan oleh seorang muslim hanya akan memiliki nilai ketika dijadikan sebagai ibadah kepada Allah. Beriman kepada Allah merupakan persoalan terpenting bagi kehidupan seorang muslim.[3] Iman kepada Allah menjadi dasar bagi pembentukan identitas sebagai muslim. Beriman kepada Allah menjadi prinsip dasar bagi seluruh sistem umum yang ada di dalam kehidupan seorang muslim secara menyeluruh. Makna dari beriman kepada Allah yang paling dasar adalah meyakini keberadaan Allah dan meyakini bahwa Dialah pencipta, penguasa dan pengatur alam semesta dan segala isinya. Kemudian, makna berikutnya ialah meyakini bahwa hanya Dialah Tuhan yang layak untuk disembah dan Dialah satu-satunya Tuhan serta tiada Tuhan lain selain Dia. Beriman kepada Allah juga berarti meyakini kesempurnaan dari sifat-sifat-Nya sesuai dengan dalil naqli dan dalil aqli.[4]

Keberadaan Allah[sunting | sunting sumber]

Keberadaan Allah diberitahukan oleh Allah sendiri di dalam Al-Qur'an bersama dengan tauhid rububiyah terhadap makhluk-Nya. Allah juga menyatakan keberadaannya melalui nama-nama-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya di dalam Al-Qur'an. Dalil yang menyebutkan keberadaan Allah antara lain pada Surah Al-A'raf ayat 54, Surah Al-Qasas ayat 30 dan Surah Taha ayat 14. Dalam Surah Al-A'raf ayat 54, Allah menjelaskan diri-Nya sebagai Tuhan yang menciptakan langit dan Bumi dalam enam masa. Allah juga menjelaskan kekuasaannya dalam mengatur alam semesta melalui pengaturan siang dan malam, serta pengaturan pergerakan Matahari, Bulan dan Bintang. Bagian akhir dari ayat ini kemudian menjelaskan bahwa hanya Allah yang memiliki hak untuk mencipta dan memerintah alam semesta. Dalam Surah Al-Qasas ayat 30, Allah menyerukan diriNya sebagai Tuhan semesta alam kepada nabi Musa melalui sebatang pohon pada suatu lembah yang diberkahi. Sedangkan pada Surah Ta Ha ayat 14, Allah menyatakan diri-Nya sebagai satu-satunya Tuhan semesta alam yang berhak disembah dan diingat melalui salat.[5]

Keberadaan Allah melalui pengagungan diri-Nya sendiri beserta sifat=sifat-Nya di dalam Al-Qur'an. Hal ini antara lain disebutkan pada Surah Al-Hasyr ayat 22–24, Surah Al-Fatihah ayat 2–4, Surah Al-Anbiya' ayat 22 dan 92 serta Surah Al-Mu'minun ayat 52. Dalam Surah Al-Hasyr ayat 22–24, Allah menyebutkan beberapa sifat-Nya yaitu maha pemurah, maha penyayang, maha suci, maha sejahtera, maha mengaruniai keamanan, maha memelihara, maha perkasa, dan maha kuasa. Allah juga menyatakan diri-Nya sebagai yang mengetahui hal gaib dan kenyataan serta memiliki segala keagungan. Selain itu, Allah juga menyatakan bahwa Dialah pencipta yang mengadakan keberadaan dan membentuk rupa serta memiliki nama-nama yang baik. Dalam Surah Al-Fatihah ayat 2–4, Allah menyebutkan sifat-Nya sebagai yang maha pengasih, maha pemurah dan penguasa hari kiamat. Lalu pada Surah Al-Anbiya' ayat 22, Allah menyatakan bahwa langit dan Bumi akan hancur seandainya memiliki Tuhan lain selain Dia. Sedangkan Surah Al-Anbiya' ayat 92 menyatakan bahwa Allah adalah Tuhan yang patut disembah melalui agama tauhid. Sedangkan pada Surah Al-Mu'minun ayat 52, Allah menyatakan diri-Nya sebagai Tuhan dan memerintahkan manusia untuk bertakwa kepada-Nya.[6]

Perbuatan syirik[sunting | sunting sumber]

Beriman kepada Allah harus bersifat murni. Setiap perbuatan atau pemikiran yang bersifat syirik harus dihilangkan. Hal ini dilakukan karena perbuatan syirik merupakan dosa besar yang tidak akan mendapatkan ampunan dari Allah. Pernyataan ini disebutkan di dalam Al-Qur'an pada Surah An-Nisa' ayat 48. Dalam ayat ini, Allah menjelaskan bahwa diri-Nya akan mengampuni dosa apapun kepada siapapun yang dikehendaki-Nya, kecuali dosa akibat syirik.[7]

Beriman kepada para malaikat[sunting | sunting sumber]

Beriman kepada malaikat berarti meyakini bahwa malaikat merupakan hamba dan makhluk Allah yang paling mulia. Keimanan ini juga meliputi keyakinan bahwa malaikat diciptakan oleh Allah dari cahaya. Ini membedakan malaikat dengan manusiaa yang diciptakan dari tanah dan jin yang diciptakan dari api yang menyala. Para malaikat telah diberi tugas oleh Allah dan mereka melaksanakan tugas tersebut secara patuh. Tugas-tugas malaikat ini berkaitan dengan penjagaan manusia dan pencatatan amal perbuatannya. Ada juga malaikat yang tugaskan untuk mengurus surga dan neraka. Selain itu, ada malaikat yang ditugaskan hanya untuk melakukan tasbih dan menucapkan pujian kepada Allah sepanjang waktu tanpa henti. Muslm juga beriman kepada malaikat dengan meyakini adanya kedudukan tertentu di antara para malaikat yang membedakan kedekatannya dengan Allah. Beberapa nama malaikat yang memiliki kedekatan dengan Allah ialah malaikat Jibril, malaikat Mikail dan malaikat Israfil.[8]

Beriman kepada para nabi dan rasul[sunting | sunting sumber]

Kedudukan nabi dan rasul[sunting | sunting sumber]

Beriman kepada nabi dan rasul berarti meyakini bahwa para nabi dan rasul merupakan utusan dari Allah yang bertugas untuk memberikan kabar kepada manusia. Manusia harus meyakini keberadaan nabi dan rasul beserta tugasnya meskipun tidak pernah melihat maupun bertemu dengan mereka secara langsung. Keimanan ini meliputi pula perbedaan kedudukan antara nabi dan rasul sesuai dengan kitab-kitab ilmu tauhid. Kedudukan nabi ialah menerima wahyu, tetapi tidak wajib menyampaikannya kepada manusia lainnya. Sedangkan rasul juga menerima wahyu, tetapi wajib menyampaikannya kepada manusia lainnya. Rasul juga berperan menjadi teladan yang baik bagi manusia. Jumlah rasul yang disebutkan di dalam Al-Qur'an hanya sebanyak 25 orang.[9] Di dalam Al-Qur'an terdapat beberapa ayat yang menyebutkan tentang rasul, antara lain pada Surah An-Nisa' ayat 164 dan Surah Al-Mu'min ayat 78. Dalam Surah An-Nisa' ayat 164 disebutkan bahwa Allah mengutus para rasul yang sebagiannya diceritakan dan sebagian lainnya tidak diceritakan. Ayat ini menyebutkan bahwa para rasul ini melakukan mukjizat atas izin dari Allah. Mereka memperoleh perintah dari Allah yang kemudian mereka kerjakan secara adil dalam pengambilan keputusan.[10]

Beriman kepada kitabullah[sunting | sunting sumber]

Beriman kepada kitabullah berarti meyakini bahwa seluruh kitab suci yang diturunkan oleh Allah ke Bumi kepada para rasul-Nya merupakan firman-Nya. Firman Allah ini berbentuk kitab maupun lembaran-lembaran wahyu yang disebut suhuf. Keimanan ini meliputi keyakinan bahwa kitabullah diturunkan kepada para rasul untuk menyampaikan ajaran agama yang berasal dari Allah. Kitab-kitab suci ini antara lain ialah Taurat, Zabur, Injil dan Al-Qur'an. Kitab Taurat diberikan kepada Nabi Musa. Kitab Zabur diberikan kepada Nabi Daud. Kitab Injil diberikan kepada Nabi Isa. Sedangkan kitab Al-Qur'an diberikan kepada Nabi Muhammad. Muslim wajib meyakini bahwa diantara kitab-kitab tersebut, Al-Qur'an merupakan kitab yang teragung dan menjadi pembenar bagi kitab-kitab yang lainnya. Al-Qur'an menjadi pengganti bagi kitab-kitab tersebut dan menghapuskan semua ajaran dan hukum yang ada di dalamnya.[11] Beriman kepada kitabullah juga meyakini bahwa kitab-kitab tersebut tidak bercampur dengan perkataan yang dibuat-buat oleh manusia.[12]

Beriman kepada hari akhir[sunting | sunting sumber]

Beriman kepada hari akhir berarti meyakini bahwa hari kiamat akan terjadi. Keimanan ini dimulai dengan meyakini bahwa setelah kematian akan ada kehidupan yang baru. Beriman kepada hari akhir berarti juga meyakin bahwa manusia akan dikumpulkan di Padang Mahsyar untuk melakukan perhitungan dan penimbangan amalnya. Manusia kemudian akan melakukan perjalanan menuju jembatan sebelum mencapai surga atau neraka. Seluruh kejadian ini diyakini sesuai dengan keterangan di dalam Al-Qur'an dan hadits.[12]

Beriman kepada qada dan qadar[sunting | sunting sumber]

Beriman kepada qada dan qadar diartikan sebagai kegiatan meyakini bahwa semua ketetapan dan ketentuan yang berasal dari Allah adalah benar. Allah memiliki hak penuh terhadap urusan memutuskan dan menetapkan sesuatu hal kepada para makhluk-Nya. Tidak satupun makhluk ciptaan-Nya yang dapat ikut campur dalam urusan-Nya.[12]

Referensi[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Une, dkk. 2015, hlm. 15.
  2. ^ a b Hambali 2017, hlm. 15.
  3. ^ Une, dkk. 2015, hlm. 15-16.
  4. ^ Al-Jaza'iri 2020, hlm. 1.
  5. ^ Al-Jaza'iri 2020, hlm. 1-2.
  6. ^ Al-Jaza'iri 2020, hlm. 2-3.
  7. ^ Une, dkk. 2015, hlm. 16-17.
  8. ^ Al-Jaza'iri 2020, hlm. 24.
  9. ^ Une, dkk. 2015, hlm. 17.
  10. ^ Une, dkk. 2015, hlm. 17-18.
  11. ^ Al-Jaza'iri 2020, hlm. 29.
  12. ^ a b c Hambali 2017, hlm. 14.

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]