Salat Tasbih

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Salat tasbih merupakan salat Sunnah yang di dalamnya pelaku salat akan membaca kalimat tasbih (kalimat "Subhanallah wal hamdu lillahi walaa ilaaha illallahu wallahu akbar") sebanyak 300 kali (4 raka'at masing-masing 75 kali tasbih). Salat ini diajarkan Rasulullah SAW kepada pamannya, Abbas bin Abdul Muthallib. Terdapat hadits yang menerangkan shalat tasbih, diantaranya hadits Ibnu 'Abbas radhiallahu'anhu, yang lafazh-nya diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam Sunan-nya (1297), seperti berikut:

Rasulullah bersabda kepada Abbas bin Abdul Muththalib, "Wahai Abbas, wahai pamanku, maukah engkau aku beri? Maukah engkau aku kasih? Maukah engkau aku beri hadiah? Maukah engkau aku ajari sepuluh sifat (pekerti)? Jika engkau melakukannya, Allah mengampuni dosamu; dosa yang awal dan yang akhir, dosa yang lama dan yang baru, dosa yang tidak disengaja dan yang disengaja, dosa yang kecil dan yang besar, dosa yang rahasia dan terang-terangan, sepuluh macam (dosa). Engkau shalat empat rakaat. Pada setiap rakaat engkau membaca al-Fatihah dan satu surat (al-Quran). Jika engkau telah selesai membaca (surat) pada awal rakaat, sementara engkau masih berdiri, engkau membaca, ‘Subhanallah, walhamdulillah, walaa ilaaha illa Allah, wallahu akbar sebanyak 15 kali. Kemudian ruku’, maka engkau ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali. Kemudian engkau angkat kepalamu dari ruku’, lalu ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali. Kemudian engkau turun sujud, ketika sujud engkau ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali. Kemudian engkau angkat kepalamu dari sujud, maka engkau ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali. Kemudian engkau bersujud, lalu ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali. Kemudian engkau angkat kepalamu, maka engkau ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali. Maka itulah 75 (dzikir) pada setiap satu rakaatnya. Engkau lakukan itu dalam empat rakaat. Jika engkau mampu melakukan (shalat) itu setiap hari sekali, maka lakukanlah! Jika engkau tidak melakukannya, maka (lakukan) setiap bulan sekali! Jika tidak, maka (lakukan) setiap tahun sekali! Jika engkau tidak melakukannya, maka (lakukan) sekali dalam umurmu"

Hikmah[sunting | sunting sumber]

Hikmah salat adalah dapat mencegah perbuatan keji dan kemungkaran, tentu saja dari salat tasbih yang dilakukan dengan hati yang ikhlas diharapkan akan dapat pula seseorang yang melakukannya dicegah atau terjaga dari perbuatan-perbuatan yang keji lagi mungkar.

Cara pengerjaan[sunting | sunting sumber]

Niat salat ini, sebagaimana juga salat-salat yang lain cukup diucapkan di dalam hati dan tidak perlu dilafalkan, tidak terdapat riwayat yang menyatakan keharusan untuk melafalkan niat akan tetapi yang terpenting adalah dengan niat hanya mengharapkan Ridha Allah Ta'ala semata dengan hati yang ikhlas dan khusyu.

Salat tasbih dilakukan 4 raka'at (jika dikerjakan siang maka 4 raka'at dengan sekali salam, jika malam 4 raka'at dengan dua salam) sebagaimana salat biasa dengan tambahan bacaan tasbih pada saat-saat berikut:

No. Waktu Jumlah tasbih
1 Setelah pembacaan Surat Al-Fatihah dan surat pendek saat berdiri 15 kali
2 Setelah tasbih ruku' 10 kali
3 Setelah I'tidal 10 kali
4 Setelah tasbih sujud pertama 10 kali
5 Setelah duduk di antara dua sujud 10 kali
6 Setelah tasbih sujud kedua 10 kali
7 Setelah duduk istirahat sebelum berdiri 10 kali
Jumlah total satu raka'at 75
Jumlah total empat raka'at 4 × 75 = 300 kali

Bacaan Tasbih[sunting | sunting sumber]

SUBHANALLAH WALHAMDULILLAH WALA ILAHA ILLALLAHU ALLAHU AKBAR

Artinya: "Maha Suci Allah dan segala puji bagi Allah tiada Tuhan selain Allah, Allah maha besar."

Perbedaan pendapat ulama[sunting | sunting sumber]

Para ulama berbeda pendapat mengenai salat tasbih, berikut adalah beberapa pendapat mereka:

  • Pertama: salat tasbih adalah mustahabbah (sunnah)[1]
  • Kedua: salat tasbih boleh dilaksanakan (boleh tetapi tidak disunnahkan)[2]
  • Ketiga: salat tersebut tidak disyariatkan[3]

Referensi[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Pendapat ini dikemukakan oleh sebagian ulama penganut Mazhab Syafi'i. Hadits Rasulullah SAW kepada pamannya Abbas bin Abdul Muthallib yang berbunyi:

    Wahai Abbas pamanku, Aku ingin memberikan padamu, aku benar-benar mencintaimu, aku ingin engkau melakukan -sepuluh sifat- jika engkau melakukannya Allah akan mengampuni dosamu, baik yang pertama dan terakhir, yang terdahulu dan yang baru, yang tidak sengaja maupun yang disengaja, yang kecil maupun yang besar, yang tersembunyi maupun yang terang-terangan. Sepuluh sifat adalah: Engkau melaksankan salat empat rakaat; engkau baca dalam setiap rakaat Al-Fatihah dan surat, apabila engkau selesai membacanya di rakaat pertama dan engkau masih berdiri, mka ucapkanlah: Subhanallah Walhamdulillah Walaa Ilaaha Ilallah Wallahu Akbar 15 kali, Kemudian ruku'lah dan bacalah do'a tersebut 10 kali ketika sedang ruku, kemudian sujudlah dan bacalah do'a tersebut 10 kali ketika sujud, kemudian bangkitlah dari sujud dan bacalah 10 kali kemudian sujudlah dan bacalah 10 kali kemudian bangkitlah dari sujud dan bacalah 10 kali. Itulah 75 kali dalam setiap rakaat, dan lakukanlah hal tersebut pada empat rakaat. Jika engkau sanggup untuk melakukannya satu kali dalam setiap hari, maka lakukanlah, jika tidak, maka lakukanlah satu kali seminggu, jika tidak maka lakukanlah sebulan sekali, jika tidak maka lakukanlah sekali dalam setahun dan jika tidak maka lakukanlah sekali dalam seumur hidupmu" (HR Abu Daud 2/67-68)

  2. ^ Pendapat ini dikemukakan oleh ulama penganut Mazhab Hambali. Mereka berkata: "Tidak ada hadits yang tsabit (kuat) dan salat tersebut termasuk Fadhoilul A'maal, maka cukup berlandaskan hadits dhaif." Ibnu Qudamah berkata: "Jika ada orang yang melakukannya maka hal tersebut tidak mengapa, karena salat nawafil dan Fadhoilul A'maal tidak disyaratkan harus dengan berlandaskan hadits shahih" (Al-Mughny 2/33)
  3. ^ Imam Nawawi dalam Al-Majmu' berkata: "Perlu diteliti kembali tentang kesunahan pelaksanaan salat tasbih karena haditsnya dhoif, dan adanya perubahan susunan salat dalam salat tasbih yang berbeda dengan salat biasa. Dan hal tersebut hendaklah tidak dilakukan kalau tidak ada hadits yang menjelaskannya. Dan hadits yang menjelaskan salat tasbih tidak kuat". Ibnu Qudamah menukil riwayat dari Imam Ahmad bahwa tidak ada hadis shahih yang menjelaskan hal tersebut. Ibnul Jauzi mengatakan bahwa hadits-hadits yang berkaitan dengan salat tasbih termasuk maudhu‘. Ibnu Hajar berkata dalam At-Talkhis bahwa yang benar adalah seluruh riwayat hadits adalah dhaif meskipun hadits Ibnu Abbas mendekati syarat hasan, akan tetapi hadits itu syadz karena hanya diriwayatkan oleh satu orang rawi dan tidak ada hadits lain yang menguatkannya. Dan juga salat tasbih berbeda gerakannya dengan salat-salat yang lain. Dalam kitab-kitab fiqih mazhab Hanafiyah dan Malikiyah tidak pernah disebutkan perihal salat tasbih ini kecuali dalam Talkhis Al-Habir dari Ibnul Arabi bahwa dia berpendapat tidak ada hadits shahih maupun hasan yang menjelaskan tentang salat tasbih ini.

Bacaan lanjutan[sunting | sunting sumber]