Sanhedrin

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Ilustrasi Sanhedrin saat mengadili Yesus

Sanhedrin (Ibrani: סנהדרין; Yunani: συνέδριον,[1]) atau yang disebut juga Mahkamah Agama adalah dewan tertinggi agama Yahudi.[2] Kata Sanhedrin memiliki arti "suatu dewan yang terdiri atas 71 anggota".[3] Istilah Mahkamah Agama juga tidak sepenuhnya tepat, sebab lembaga itu memiliki sifat politis juga.[3] Di dalam Perjanjian Baru, Sanhedrin berperan di dalam pengadilan dan penyaliban Yesus (Markus 14:53-65, Matius 26:57-68, Lukas 22:54-55, dan Yohanes 18:19-24 12-14, 19-24).[3]

Latar belakang[sunting | sunting sumber]

Lembaga Sanhedrin tampaknya telah ada sejak masa Alexander Yaneus memerintah pada awal abad ke-1 SM.[4] Ketika Yaneus meninggal dan digantikan oleh Alexandra Salome, sejumlah orang Farisi turut diangkat menjadi anggota Sanhedrin.[4]

Anggota Sanhedrin[sunting | sunting sumber]

Keanggotaan Sanhedrin sebenarnya tidak terlalu jelas.[2] Yosefus dan Perjanjian Baru menonjolkan sisi politis dari Sanhedrin, sedangkan tulisan para rabi Yahudi menonjolkan sisi keagamaannya.[2] Pada masa permulaan berdirinya lembaga ini, anggota Sanhedrin lebih banyak terdiri atas imam-imam senior dan wakil-wakil kaum aristokrat.[2] Kemudian pada masa Alexandra Salome, kalangan Farisi turut masuk ke dalamnya.[2]

Pada masa Yesus, ada tiga macam anggota Sanhedrin.[3] Pertama, ada sejumlah imam dari kalangan atas.[3] Kedua, ada sejumlah awam, yakni tua-tua Yahudi yang diambil dari kaum terkemuka Yerusalem.[3] Ketiga, ada sejumlah kaum Farisi yang memiliki keahlian dalam menafsir Taurat, yang mana merupakan golongan yang paling berpengaruh di antara rakyat jelata.[3] Lembaga Sanhedrin tersebut dipimpin oleh Imam Besar atau Imam Agung.[3]

Jenis Sanhedrin[sunting | sunting sumber]

Sanhedrin Besar[sunting | sunting sumber]

Sanhedrin Besar adalah sebutan bagi Sanhedrin yang berkedudukan di Yerusalem dan bertindak sebagai instantsi tertinggi dalam kehidupan internal bangsa Yahudi.[3] Sebagai lembaga tertinggi dalam masyarakat Yahudi, semua orang Yahudi harus taat kepadanya dan keputusan-keputusannya, bahkan kekuasaan mereka meliputi orang Yahudi di luar Palestina.[3]

Pemerintah Romawi membatasi kekuasaan Sanhedrin di bidang politis, sehingga hanya memberikan kuasa di bidang tata hukum sipil.[3] Hal itu sesuai dengan kebijakan Romawi, di mana gubernur hanya mengurus masalah yang menyangkut ketertiban umum, sedangkan masalah-masalah hukum yang lebih kecil diserahkan kepada para pejabat setempat yang menaati sistem-sistem lama dari masing-masing daerah.[5] Dalam hal ini, Sanhedrin dianggap sebagai pejabat setempat di Palestina yang memimpin orang-orang Yahudi, sehingga hak-hak untuk mempertahankan hukum Yahudi diakui.[5] Akan tetapi, secara keseluruhan, luasnya kekuasaan Sanhedrin tergantung pada kebijakan penguasa Roma yang sedang menjabat di Palestina.[3]

Sanhedrin Daerah[sunting | sunting sumber]

Selain Sanhedrin Besar yang merupakan lembaga pusat, terdapat pula semacam Sanhedrin setempat yang bersifat lokal dan hanya berwenang di bidang keagamaan.[3] Merekalah yang bertugas mengurus perkara-perkara keagamaan, termasuk perkara pidana dan internal Yahudi, dalam lingkup lokal.[3] Sanhedrin lokal ini terdapat pula di diaspora dan tunduk terhadap Sanhedrin Besar.[3] setelah Sanhedrin Besar tidak ada lagi, lembaga-lembaga semacam Sanhedrin lokal itulah yang melanjutkan tradisi Yahudi.

Akhir riwayat[sunting | sunting sumber]

Pengepungan dan penghancuran Yerusalem oleh tentara Romawi pada Perang Yahudi Pertama(oleh David Roberts, 1850)

Lembaga Sanhedrin hilang setelah pemberontakan Yahudi pertama berhasil ditumpas oleh pemerintah Romawi.[5] Hal itu dikarenakan dihancurkannya Bait Suci pada tahun 70 M, yang disertai penghapusan jabatan imam dan Sanhedrin.[5] Setelah Sanhedrin Besar tidak ada lagi, lembaga-lembaga semacam Sanhedrin lokal yang turut melanjutkan tradisi Yahudi bersama para rabi.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Lexicon Results for sunedrion (Strong's 4892)
  2. ^ a b c d e S. Wismoady Wahono.1986. Di Sini Kutemukan. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 326-327
  3. ^ a b c d e f g h i j k l m n o C. Groenen. 1984. Pengantar Ke Dalam Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 51-52.
  4. ^ a b (Indonesia)Lawrence E. Toombs. 1978. Di Ambang Fajar Kekristenan. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 64.
  5. ^ a b c d (Indonesia)John Stambaugh, David Balch. 1997. Dunia Sosial Kekristenan Mula-Mula. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 21.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]