Sentimen anti-Jepang di Tiongkok

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Spanduk anti-Jepang di Lijiang, Yunnan 2013. Tulisan dalam bahasa Tionghoa yang berbunyi, "Orang Jepang tidak diizinkan masuk, tanggung risiko Anda sendiri jika tidak mengindahkannya."

Sentimen anti-Jepang di Tiongkok termasuk yang terkuat di dunia. Ini merupakan suatu isu karena akar-akar modern (pasca tahun 1868). Sentimen anti-Jepang modern di Tiongkok sering berakar pada konflik nasionalis atau historis, terutama pada kontroversi buku pelajaran sejarah Jepang.

Kekaisaran Jepang merebut konsesi di wilayah Tiongkok menjelang akhir Dinasti Qing. Ketidakpuasan terhadap penyelesaian ini dan Dua Puluh Satu Tuntutan oleh pemerintah Kekaisaran Jepang menyebabkan boikot produk Jepang yang parah di Tiongkok pada tahun 1915. Kegetiran di Tiongkok berlanjut selama Perang Tiongkok-Jepang Kedua dan aksi-aksi pasca perang oleh Jepang. Sentimen ini mungkin juga setidaknya sampai batas tertentu dipengaruhi oleh isu-isu yang terkait dengan orang-orang Tionghoa di Jepang. Menurut sebuah jajak pendapat BBC World Service tahun 2014, rakyat Tiongkok daratan memiliki sentimen anti-Jepang terbesar di dunia, dengan 90% rakyat Tiongkok melihat pengaruh Jepang secara negatif, dan 5% menyatakan pandangan positif. Sentimen anti-Jepang di Tiongkok berada pada titik tertinggi pada tahun 2014 sejak jajak pendapat tersebut pertama kali dilakukan pada tahun 2006 dan naik 16 persen dibanding tahun sebelumnya.

Efek Perang Dunia II[sunting | sunting sumber]

Sebagian besar penyebab sentimen anti-Jepang di Tiongkok dapat langsung ditelusuri pada Perang Tiongkok-Jepang Kedua, yang merupakan salah satu medan perang Perang Dunia II. Sebagai akibat dari perang, jumlah korban tewas penduduk 6 juta dan 3 juta korban terluka atau tewas di pihak militer Tiongkok.[1][2] Selain itu, perang menyebabkan kerusakan sekitar USD.383,3 miliar dalam kerusakan dan mengakibatkan 95 juta pengungsi. Manchuria berada di bawah penguasaan Jepang pada tahun 1931 sebagai sebuah negara yang bernama Manchukuo. Banyak kota besar sesudahnya, termasuk Nanjing, Shanghai, dan Beijing diduduki pada tahun 1937 oleh Jepang. Insiden yang terkenal termasuk Pembantaian Nanking. Di Manchuria, Unit 731, sebuah unit medis tentara Jepang, melakukan riset perang biologi menggunakan warga sipil Tiongkok sebagai subjek pengujian, yang disebut sebagai 'log' manusia dalam jurnal medis. Para perempuan dari banyak negara Asia, termasuk Tiongkok, dijadikan pelacur di rumah bordil militer (dan sering disebut sebagai "wanita penghibur") di bawah pendudukan Jepang.

Lihat juga[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]