Sindrom Sèvres

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Sindrom Sèvres (Turki: Sevr Sendromu)[1][2][3] mengacu pada sebuah keyakinan populer[4][5] bahwa musuh berbahaya secara internal maupun external,[6] terutamanya Barat,[7][8] sedang "berkonspirasi untuk melemahkan dan menghancurkan Republik Turki."[9] Sebutan sindrom ini berasal dari Perjanjian Sèvres di tahun 1920-an yang memisahkan Kesultanan Utsmaniyah dengan Armenia, Yunani, Britania Raya, Prancis, dan Italia, meninggalkan wilayah kecil yang tidak terpengaruh di sekitar Ankara di tangan Turki; tetapi, hal tersebut tidak pernah diterapkan sebab tidak tandatangani oleh Parlemen Utsmaniyah dan kemenangan Turki di semua garis perperangan selama Perang Kemerdekaan Turki berikutnya.[10] Sejarawan Turki Taner Akçam menjelaskan sikap ini sebagai persepsi lanjut akan "ada kekuatan yang terus berusaha untuk membubarkan dan menghancurkan kita, dan perlu untuk mempertahankan negara dari bahaya ini."[9]

Keyakinan ini sering dianggap sebagai sebuah teori konspirasi,[10][11] dan sejak lama disukai untuk menumbukan mental kesiap-siagaan dalam beberapa komunitas di Turki.

Ikhtisar[sunting | sunting sumber]

Ahli politik Dietrich Jung dari Denmark mengartikan definisi sindrom ini sebagai "suatu persepsi akan dikelilingi oleh para musuh yang mencoba menghancurkan negara Turki," dan menegaskan bahwa hal tersebut menjadi penentu penting dalam kebijakan luar negeri Turki.[12] Definisi ini telah digunakan dalam perkara pemberontakan Kurdi di Turki,[13][14] rencana bergabungnya Turki dengan Uni Eropa,[15][16] dan pengakuan genosida Armenia. Sejarawan Nick Danforth pada tahun 2015 menuliskan "Sèvres telah sebagian besar dilupakan di Barat, tetapi memiliki warisan yang kuat di Turki, di mana itu telah membantu memicu bentuk paranoia nasionalis yang oleh beberapa akademisi disebut sebagai sindrom 'Sèvres'".[17]

Menurut mantan menteri luar negeri Armenia Alexander Arzumanyan, terdapat sebuah "ketakutan irasional di Turki mengenai Perjanjian Sèvres, yang menyatukan kaum liberal dan radikal [nasionalis]".[18]

Riwayat[sunting | sunting sumber]

Menurut Fatma Müge Göçek, dalam kajian Sindrom Sèvres menjelaskan tiga tahapan utama "sindrom" ini:[19]

  • "dampak kontemporer awal dari Perjanjian Sèvres pada negara dan masyarakat dalam bentuk ketakutan dan kecemasan"
  • "negosiasi selama era meng-baratkan secara radikal Republik Turki yang dipelopori oleh militer dan Partai Rakyat Republik; musuh internal dan eksternal ditentukan selama tahap ini"
  • "sindrom yang dilembagakan menjadi radikal ketika partai-partai ultra-nasionalis mencoba secara sistematis mengecualikan musuh yang dianggap seperti itu dari tubuh politik Turki"

Nefer menyampaikan adanya arus bawah yang kuat akan anti-semitisme, menyalahkan perjanjian tersebut dengan dugaan konspirasi Yahudi.[14]

Kebijakan luar negeri Turki[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 2019, menyerukan bahwa Turki siap untuk sekali lagi memproyeksikan kekuatan di seluruh kawasan Mediterania, Erdoğan mengatakan "Dengan kekuatan militer ini dan kerjasama dalam energi, kita telah membatalkan Perjanjian Sèvres".[15]

Menurut sebuah artikel Le Monde, disebutkan bahwa tanggal pembukaan Masjid Agung Hagia Sophia untuk peribadatan bukanlah suatu kebetulan, dimana 24 Juli merupakan hari peringatan ke-97 Perjanjian Lausanne. "Dalam benak Erdoğan dan rekan kanan-jauhnya yang ikut berunjuk rasa setelah kudeta yang gagal, ini merupakan suatu masalah mengagalkan jebakan "Perjanjian Sèvres yang baru".[16]

Dalam sebuah kolom menanggapi artikel Le Monde, İbrahim Karagül, pemimpin redaksi Yeni Şafak, mengatakan bahwa media barat tidaklah "salah" dalam menekankan aspek Sèvres terhadap kebijakan luar negeri baru dominan Turki.[20]

Perbandingan[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 2015 pemimpin Partai Gerakan Nasionalis Devlet Bahçeli, membandingkan kesepakatan antara Partai Demokrat Rakyat yang mendukung Kurdi dan pemerintah Turki sebagai bagian dari proses negosiasi damai Turki-Kurdi dengan Penjanjian Sèvres. Bahçeli mengungkapkan bahwa kesepakatan tersebut "akan membawa kehancuran Republik Turki dan bertekad untuk menolaknya".[21]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Alpay, Şahin (7 July 2009). "'Sevr Sendromu' nedir ve neden azar?". Zaman (dalam bahasa Turki). Diarsipkan dari versi asli tanggal 25 December 2013. Diakses tanggal 25 July 2013. 
  2. ^ Altınok, Melih (19 June 2012). "Yeni Sevr sendromu da bu mu". Taraf (dalam bahasa Turki). Diarsipkan dari versi asli tanggal 13 September 2013. Diakses tanggal 25 July 2013. 
  3. ^ Çandar, Cengiz. "Nabucco imzası 'Sevr sendromu'nun defin belgesidir". Radikal (dalam bahasa Turki). Diakses tanggal 25 July 2013. 
  4. ^ Uslu, Nasuh (2004). Turkish Foreign Policy In The Post-Cold War Period. Hauppauge, N.Y.: Nova Science Publishers. hlm. 15. ISBN 9781590337424. 
  5. ^ Abramowitz, Morton (2000). Turkey's Transformation and American Policy. New York: Century Foundation Press. hlm. 141. ISBN 9780870784538. Previously rarely raised, Sevres became a common word in the Turkish political lexicon in the 1990s. 
  6. ^ Aksakal, Mustafa (2012). "Fatma Müge Göçek . The Transformation of Turkey: Redefining State and Society from the Ottoman Empire to the Modern Era . (Library of Modern Middle East Studies, number 103.) New York: I. B. Tauris. 2011. Pp. viii, 310. £59.50." The American Historical Review. 117 (3): 975. doi:10.1086/ahr.117.3.975. 
  7. ^ Kieser, Hans-Lukas (2006). Turkey Beyond Nationalism: Towards Post-Nationalist Identities. London: Tauris. hlm. 232. ISBN 9781845111410. The fear of conspiracies directed toward Turkey by international actors is often referred to as the "Sevres Syndrome". It is the belief that the international community, and in particular the Western world, aspire to revive the terms of the Sevres Treaty imposed on the Ottoman Empire after the end of the First World War and basically divide up Turkey into smaller ethnic states. 
  8. ^ Hale, William (2012). "The Alliance Under Stress, 1991-9". Turkish Foreign Policy, 1774-2000. Routledge. ISBN 9781136238024. 
  9. ^ a b Göçek 2011, hlm. 105.
  10. ^ a b Göçek 2011, hlm. 116.
  11. ^ Nefes, Türkay Salim (2013). "Political Parties' Perceptions and Uses of Anti-Semitic Conspiracy Theories in Turkey". The Sociological Review. 61 (2): 247–264. doi:10.1111/1467-954X.12016. 
  12. ^ Jung, Dietrich. "The Sèvres Syndrome: Turkish Foreign Policy and its Historical Legacies". The University of North Carolina at Chapel Hill. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-10-30. Diakses tanggal 23 July 2013. 
  13. ^ Kizner, Stephen (7 December 1998). "Turks See Throwback to Partition in Europe's Focus on Kurds". New York Times. Diakses tanggal 24 July 2013. With the Sevres treaty dead, most of the world forgot it. Turks, though, did not. Many are convinced that the world is still plotting to dismember Turkey. They see every claim for regional or cultural autonomy, including those put forward by Kurdish nationalists, as means to this end. Turkish historians and sociologists call this belief the Sevres syndrome. 
  14. ^ a b Ուրվագիծ 24 February 2015 (starting at around 25:00). YouTube (dalam bahasa Armenia). Kentron TV. 24 February 2015. իռացիոնալ վախ Սևրի դաշնագրի նկատմամբ, որը համախմբում է լիբերալներից մինչև ռադիկալներ Թուրքիայում: 
  15. ^ a b Göçek 2011, hlm. 109.
  16. ^ a b Sarı 2022, hlm. 144.
  17. ^ Forget Sykes-Picot. It’s the Treaty of Sèvres That Explains the Modern Middle East. By Nick Danforth, 10.08.2015, Foreign Policy
  18. ^ Ուրվագիծ 24 February 2015 (starting at around 25:00). YouTube (dalam bahasa Armenia). Kentron TV. 24 February 2015. իռացիոնալ վախ Սևրի դաշնագրի նկատմամբ, որը համախմբում է լիբերալներից մինչև ռադիկալներ Թուրքիայում: 
  19. ^ Göçek 2011, hlm. 110.
  20. ^ A century-old treaty haunts the Mediterranean. By Ishaan Tharoor, Washington Post, August 10, 2020
  21. ^ "MHP leader says Kurdish peace process will 'ruin' Turkey". Today's Zaman. 2 March 2015. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-04. Diakses tanggal 2022-08-01. 

Kepustakaan[sunting | sunting sumber]

  • Drakoularakos, Stavros. "Turkey and Erdoğan’s rising 'Lausanne Syndrome'." Digest of Middle East Studies 30.1 (2021): 22-33. doi=10.1111/dome.12224
  • Göçek, Fatma Müge (2011). The Transformation of Turkey: Redefining State and Society from the Ottoman Empire to the Modern Era. London: I.B.Tauris. ISBN 9781848856110. 
  • Guida, Michelangelo. "The Sèvres syndrome and 'Komplo' theories in the Islamist and Secular Press." Turkish Studies 9.1 (2008): 37-52. online[pranala nonaktif permanen]
  • Gulmez, Didem Buhari. "Foreigner Rights in Turkey: From Sèvres Syndrome to Decoupled Europeanization." in Europeanization in a Global Context (Palgrave Macmillan, London, 2017) pp. 141-166. online
  • Hovsepyan, Levon. "The Fears of Turkey: the Sèvres Syndrome." Information and Public Relation Center (2012). online
  • Matthews, Ryan John. "Sevres Syndrome: Constructing the populist us versus them through fear in Turkey" (PhD. Diss. Virginia Tech, 2021) online.
  • Nefes, Türkay Salim. "Understanding anti-semitic rhetoric in Turkey through the sèvres syndrome." Turkish Studies 16.4 (2015): 572-587. online
  • Oprea, Iulia-Alexandra. "Heritage Of Fear: The Sèvres Syndrome, Turkishness." in Dynamics and Policies of Prejudice from the Eighteenth to the Twenty-first Century (2018) pp: 143+. online
  • Sarı, Buğra (2022). "Culture of Insecurity and Production of Foreign Policy Crises: Turkey's Sèvres Syndrome and Syrian Support for the PKK during the 1998 October Crisis". Journal of Balkan and Near Eastern Studies. 24 (1): 138–157. doi:10.1080/19448953.2021.1992186. 
  • Schmid, Dorothée. "Turkey: The Sèvres Syndrome, or the Interminable War." Politique etrangere 1 (2014): 199-213.
  • Yılmaz, Hakan. "Euroscepticism in Turkey: Parties, elites, and public opinion." South European Society and Politics 16.01 (2011): 185-208. online[pranala nonaktif permanen]