Tamjidillah I

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Tamjidullah I)
Tuan Yang Maha Mulia Paduka Sri Sulthan Tamjidillah I
Panembahan Kesuma Alam[1]
Gustaaf Willem baron van Imhoff, Gubernur Jenderal VOC tahun 1743-1750
SULTAN SEPUH (Pemangku Raja yakni wali Putra Mahkota)
Berkuasa1734-3 Agustus 1759
Panembahan Sepuh 3 Agustus 1759- 16 Januari 1761
(Sultan Sepuh 16 Januari 1761 -1767)
Penobatan1734
PendahuluSeri Sulthan Chamiedoela / Chamidullah / Hamidullah dari Banjar (Panembahan Kuning) SULTAN BANJAR IX Berkuasa 1730-1734
PenerusSeri Sultan Muhammadillah/Muhammad Aliuddin Aminullah bin Sultan Il- Hamidullah dari Banjar /Sultan Kuning 3 Agustus 1759- Wafat 16 Januari 1761
Pangeran Mangkubumi mendampingi SULTAN BANJAR IX.a.♂ Sultan Hamidullah dari Banjar Panembahan Kuning
Berkuasa1730-1734
Penobatan1730
KelahiranPangeran Amarullah Bagus Kasuma
KematianWafat Tamjidillah I Tahun 1767
WangsaDinasti Banjarmasin
Nama lengkap
1. Panembahan Badarul Alam[2]
AyahSULTAN BANJAR VIII-Sultan Suria Alam dari Banjar Sultan Tahmidullah /Sultan Tahmidullah 01 Panembahan Tengah
Pasangan
1.Ratu Mas dari Tanah Bumbu binti Pangeran Mangun Kasuma bin Raden Halus Pangeran Dipati Tuha II bin Panembahan di Darat bin Sultan Mustain Billah bin Sultan Hidayatullah dari Banjar bin Sultan Rahmatullah bin sultan Suriansyah dari Banjar
[3][4] [3] , Raden Halus beristeri Gusti Batar binti Sultan Inayatullah[3] [5]
Anak1. ♂ Pangeran Isa

2. ♂ Pangeran Mangku Dilaga
3. ♂ Pangeran Nata Mangkubumi Sunan Nata Alam Pangeran Nata Dilaga/Pangeran Wira Nata.Tahmidillah II/Panembahan Batu/ Tamhidillah.Ia menjabat Mangkubumi mendampingi SULTAN BANJAR X.a. ♂ Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah Muhammad dari Banjar Tahmidillah I(Tahmidubillah)[6]
4. ♂ Pangeran Aria Mangku Negara
5. ♂ Pangeran Berahim[7]
6. ♀ Putri Sara
7. ♂ Pangeran Mangkubumi Pangeran Mas Ratu Anum Kasuma Yuda Ia menjabat Mangkubumi mendampingi Sunan Nata Alam Sultan Tahmidillah II.(mempunyai 7 anak)

8 .♂ Pangeran Prabu jaya Praba jangga
[8] 9. ♂ Pangeran Thoha Pangeran Thaha
10. ♂ Pangeran Suria
11. ♂ Pangeran Ahmad

12. ♀ Ratu Syarif Sekar Sari Ratoe Sarib anom diperistri oleh Sultan Pangeran Asy-Syarif As-Sayyid Abdurrahman Alkadrie, Abdurrahman Alkadrie dari Pontianak[9]
AgamaIslam Sunni

Panembahan Badarul Alam[2] atau Panembahan Sepuh/Sultan Tamdjidoellah 1[10][11] (bin Sulthan Tahmid Illah I/Panembahan Tengah/Tahliloellah bin Sulthan Tahirullah/Amarullah Bagus Kasuma) adalah Wali Sultan Banjar antara tahun 1734-1759[12][13][14][15] atau 1752-1765.[16] atau 1745-1778.[17][18]Tamjidullah I merupakan saudara Sultan Kuning (Sultan ilHamid-illah) Hamidullah dari Banjar[19]Pangeran Tamjidillah I semula menjabat mangkubumi namun kemudian setelah wafatnya Panembahan Kuning 1730-1734 IX.a.Sultan Chamiedoela / Chamidullah / Hamidullah/ Hamidullah dari Banjar maka ia bertindak sebagai pemangku Raja yakni wali Putra Mahkota. yaitu Pangeran Ratu Anum Muhammad Illah Aliuddin Aminullah Muhammad dari Banjar bin Sultan Hamidullah dari Banjar yang belum dewasa. Tetapi ia kemudian mengangkat dirinya menjadi Sultan Banjar dengan gelar Sultan Sepuh (artinya Sultan tua). Pada tahun 1759, sultan Sepuh turun tahta dan melepas gelar Sultan menjadi Panembahan yaitu Panembahan Sepuh. Panembahan Sepuh mangkat pada tahun 1767.[20]

Sultan Sepuh Tamjidillah I dibantu Pangeran Ratu Anum Muhammad Illah Aliuddin Aminullah Muhammad dari Banjar bin Sultan Hamidullah dari Banjar sebagai mangkubumi (kepala pemerintahan).Salah seorang saudara Sultan Sepuh Tamjidillah I yang bernama Ratu Anum Kasuma Yuda Pangeran Mas diangkat sebagai kepala daerah distrik Negara.Sultan Tahlilullah berputra enam orang yaitu Pangeran Tamjidullah I, Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah Muhammad dari Banjar, Pangeran Dipati, Pangeran Istana Dipati, Pangeran Wira Kasuma Wirakusuma I dari Banjar dan Pangeran Mangkubumi Ratu Anum Kasuma Yuda Pangeran Mas mendampingi Sultan Tamhidillah Sunan Nata Alam).[21]

Pada tahun 1747, Kyai Martajaya, seorang Banjar dilantik sebagai syahbandar (biasanya jabatan syahbandar dipegang oleh orang Gujarat atau Tionghoa). Kyai Martaraga dilantik menjadi penghulu (ulama keraton) tahun 1752. Kyai Ingabehi Surengrana yang berasal dari Margasari memegang jabatan Puspawana (petugas yang mengurus ternak, padang perburuan, dan sungai untuk persediaan ikan bagi warga istana).Sepupu Tamjidillah I yang bernama Pangeran Suryanata menjadi ketua Dewan Mahkota. Ia tinggal di Martapura dan meninggal tahun 1750. Putera almarhum yang bernama Pangeran Prabukasuma menggantikan sebagai ketua Dewan Mahkota. Beberapa anggota Dewan Mahkota tinggal di luar Kayu Tangi yaitu Pangeran Marta dan Pangeran Ulahnegara yang tinggal di Margasari dan Pangeran Wiranata tinggal di Tapin[22]

Pangeran Ratu Anum Muhammad Illah Aliuddin Aminullah Muhammad dari Banjar bin Sultan Hamidullah dari Banjar menjadi Pangeran Mangkubumi dengan gelar Ratu Anum, belakangan ia berhasil menuntut tahta dari pamannya.Sutan Sepuh Tamjidillah I mangkat Tahun 1767 pada tahun 1175 Hijriyah .Kemangkatan 1730-1734 Sultan Chamiedoela / Chamidullah / Hamidullah Panembahan Kuning Hamidullah dari Banjar tahun 1734, merupakan pertanda awan mendung di kesultanan Banjarmasin. Kembali muncul penyakit lama, pertentangan kepentingan perebutan kekuasaan mulai terjadi lagi. Apalagi putra mahkotanya belum dewasa pada saat Sultan mangkat. Sesuai dengan tradisi, maka wali dipegang oleh pamannya atau adik Sultan Kuning yaitu Pangeran Tamjidillah I, sehingga kelak jika putra mahkota telah dewasa, barulah tahta kerajaan akan diserahkan. Pangeran Tamjidillah I sebagai wali sultan mempunyai siasat yang lebih jauh, yaitu berkeinginan menjadikan hak kekuasaan politik berada dalam tangannya dan keturunannya. Untuk itu, Pangeran Ratu Anum Muhammad Illah Aliuddin Aminullah Muhammad dari Banjar bin Sultan Hamidullah dari Banjar yang telah dewasa menjadi menantunya. Dengan perkawinan tersebut, putra mahkota tentunya tidak sampai hati meminta bahkan merebut kekuasaan dari mertuanya, yang berarti sama dengan ayahnya sendiri. Kenyataan memang demikian, sehingga putra mahkota tidak begitu bernafsu, untuk meminta kembali hak atas tahta kesultanan Banjarmasin. Oleh sebab itu, Pangeran Tamjidillah I berhasil berkuasa selama 25 tahun dan mengangkat dirinya menjadi Sultan dengan gelar Sultan Sepuh (1734-1759).[23]

Tetapi bagaimanapun juga Pangeran Ratu Anum Muhammad Illah Aliuddin Aminullah Muhammad dari Banjar bin Sultan Hamidullah dari Banjar ingin mengambil kembali hak atas tahta kerajaan sebagai ahli waris yang sah dari Pangeran Ratu Anum Muhammad Illah Aliuddin Aminullah Muhammad dari Banjar bin Sultan Hamidullah dari Banjar Usahanya meminta bantuan VOC merebut tahta dari pamannya, sekaligus juga mertuanya, tidak kunjung tiba, karena itu dengan inisiatif sendiri, Pangeran Ratu Anum Muhammad Illah Aliuddin Aminullah Muhammad dari Banjar bin Sultan Hamidullah dari Banjar berhasil lepas dari kungkungan pamannya dan melarikan diri ke Tabanio, sebuah pelabuhan perdagangan lada yang terpenting dari kesultanan Banjarmasin. Putera mahkota menjadi bajak laut untuk mengumpulkan kekuatan, dan menanti saat yang baik merebut kembali tahta pamannya. Sementara itu Sultan Tamjidillah I pada tahun 1747 membuat kontrak dagang dengan VOC, yang merupakan dasar bagi VOC, untuk mengadakan hubungan dagang dan politik dengan kesultanan Banjarmasin sampai tahun 1787.[23][24]Sebagai upaya merebut kekuasaan dari pamannya Tamjidillah I, seminggu setelah Perjanjian Kayu Tangi (20 Oktober 1756), kemudian terjadi lagi Perjanjian Benteng Tatas 27 Oktober 1756 yang dibuat oleh Pangeran Ratu Anum Muhammad Illah Aliuddin Aminullah Muhammad dari Banjar bin Sultan Hamidullah dari Banjar gelar Tuan Almusyarafat Pangeran Ratu Anom adalah gelar dari , menantu Seri Sultan Tamjidillah I dan juga keponakan Sultan. Dengan Kompeni Belanda Perjanjian itu ditandatangani di benteng Tatas (sekarang lokasi Masjid Raya Sabilal Muhtadin yang terletak di Antasan Besar). Perjanjian ini dibuat atas inisiatif sendiri dari Ratu Anom (artinya Putra Mahkota) dalam usahanya memperoleh tahta dari mertuanya, sesuai dengan perjanjian bahwa Seri Sultan Tamjidullah I sebetulnya hanya berfungsi sebagai wali, sementara Ratu Anom belum dewasa. Pasal yang kedua dari perjanjian yang dibuatnya, menjelaskan usahanya merebut kekuasaan dan juga kekuasaan yang sekarang dipegang oleh Seri Sultan Tamjidillah I adalah perbuatan seorang jahil yang hendak melenyapkan asal keturunan Sultan Banjar yang sah.[23] Sultan Tamjidillah I akhirnya menyerahkan tahta kepada Pangeran Ratu Anom pada tahun 1759 yang mengambil gelar Sultan Pangeran Ratu Anum Muhammad Illah Aliuddin Aminullah Muhammad dari Banjar bin Sultan Hamidullah dari Banjar, sedangkan Pangeran Tamjidullah I sendiri turun tahta dan melepaskan gelar Sultan kemudian menyebut dirinya hanya sebagai Panembahan namun rakyat masih menyebutnya Sultan Sepuh, tetapi kemudian Sultan Pangeran Ratu Anum Muhammad Illah Aliuddin Aminullah Muhammad dari Banjar bin Sultan Hamidullah dari Banjar meninggal pada tanggal 16 Januari 1761 dengan meninggalkan anak-anak yang masih kecil. Kekuasaan kembali berada di tangan Pangeran Tamjidullah I kemudian ia menunjuk puteranya Pangeran Nata Dilaga Sunan Nata Alam sebagai Wali Sultan (1761-1767) dengan gelar Panembahan Kaharuddin Khalilullah Sunan Nata Alam.[23]Sedangkan Pangeran Mas dilantik sebagai Pangeran Mangkubumi dengan gelar Ratu Anum Kasuma Yuda dalam masa pemerintahan tersebut.[21]

Perjanjian 18 Mei 1747[sunting | sunting sumber]

Gustaaf Willem baron van Imhoff, Gubernur Jenderal VOC tahun 1743-1750

Pada tanggal 18 Mei 1747, pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal VOC ke-25 Gustaaf Willem baron van Imhoff (1743-1750) dibuat kontrak perjanjian baru antara raja Banjar Sultan Tamjidillah dan Ratu Anom dengan VOC-Belanda.[25]

Dari pendahuluan surat perjanjian ini dapat diketahui bahwa perjanjian yang telah dibuat sebelumnya, tidak ditaati oleh Orang Banjar, karena Orang Banjar memang dikenal sebagai pedagang bebas tidak mau terikat dengan aturan-aturan yang merugikan perdagangan mereka sendiri. Perjanjian ini dibuat antara Kesultanan Banjar yang dilakukan oleh Sultan Tamjidillah I serta Pangeran Ratu Anum Muhammad Illah Aliuddin Aminullah Muhammad dari Banjar bin Sultan Hamidullah dari Banjar dengan pihak VOC yang diwakili Steven Marcus van der Heijden, Yan van Suchtelen dan Danil van der Burgh.[23]

Pasal-pasal dalam perjanjian itu menyangkut perdagangan monopoli lada di dalam Kesultanan Banjar. Dalam perjanjian itu disebutkan tentang harga patokan lada dan larangan bagi bangsa kulit putih selain VOC mengadakan perdagangan lada dengan Kesultanan Banjar.[25]

Perjanjian itu berisi dua belas pasal. Disamping ketentuan tentang harga yang sudah pasti juga meliputi persyaratan tentang kualitas lada, bahwa lada itu harus kering. Ketetapan monopoli tersebut juga menyangkut tentangnya para pedagang ke negeri Banjar. Orang Tionghoa tidak boleh membeli lada kepada orang Banjar, tetapi harus membeli kepada kompeni. Kompeni membeli lada kepada orang Banjar seharga enam real sepikul sedangkan Kompeni menjualnya kepada orang Tionghoa delapan real sepikulnya.[23]

Monopoli tersebut juga mengatur bahwa Orang Banjar tidak boleh berlayar ke sebelah timur sampai ke Bali, Sumbawa, Lombok, batas ke sebelah barat tidak boleh melewati Palembang, Johor, Malaka dan Belitung.[23]

Perjanjian tanggal 18 Mei 1747 tertulis huruf Arab-Melayu dan bahasa Melayu dan huruf Latin bahasa Belanda. Perjanjian yang tertulis dengan huruf Arab-Melayu dan berbahasa Melayu berbunyi:[25]

Perjanjian itu ditandatangani oleh Sultan Tamjidillah I, dengan cap segi delapan di tengahnya tertera huruf Arab dan terbaca Sultan Tamjidillah.

Pada bagian yang ditandatangani Kompeni tertulis:[25]

Secara sepintas bahwa perjanjian itu mendudukkan pihak Kompeni Belanda pada posisi yang lebih dominan, tetapi pada praktiknya kemudian perjanjian itu hanya sekadar siasat bagi pihak kerajaan untuk melindungi terhadap pengaruh pihak lain, karena Orang Banjar selalu mengadakan transaksi perdagangan secara bebas dengan bangsa apa saja yang membeli lada. Kenyataan ini dapat diketahui bahwa setelah sembilan tahun kemudian diadakanlah perjanjian kembali sebagai usaha Kompeni Belanda untuk lebih mengefektifkan perjanjian tahun 1747.[23]

Perjanjian Kayu Tangi 20 Oktober 1756[sunting | sunting sumber]

Jacob Mossel, Gubernur Jenderal VOC tahun 1750-1761

Sembilan tahun terhitung dari tahun 1747, maka pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal VOC ke-26 Jacob Mossel (1750-1761) dibuat lagi perjanjian baru antara raja Banjar Sultan Tamjidillah I dengan Johannes Andreas Paravicini komisaris Belanda ditandatangani pada tanggal 20 Oktober 1756. Dalam kontrak perjanjian ini tidak disebut nama Ratu Anom seperti dalam kontrak perjanjian tahun 1747. Dalam pendahuluan dari surat perjanjian yang terbaru itu sebagai konsiderans dari diadakannya perjanjian disebutkan bahwa:[23]

Bahwa Tuan Jang Maha Mulia Gurnadur Djenderal dan Tuan2 jang maha Bangsawan Raden pan India dengan sangat kesukaran memandang dan beberapa kali telah mengetahui jang Sultan2 Bandjar dari dahulu2 selamanja tinggal dalam kekurangan pada memelihara akan bunji maksud waad perdjandjian serta dengan adat jang tiada berpaut2an pada orang jang baik dan asal jang bersetiawan sahabat-bersahabat jang telah tersambung dalam tali ablu luidath dan membawa rakjat2 daripada kedua pihak perdjandjian pada suatu kehidupan jang bertunas2an akan beroleh rezekinja sekali2 ditegahkan hanja lagi memberi kesukaran antara Paduka Seri Sultan dan Kompeni Walandawi.

Selanjutnya dapat dibaca dalam konsiderans perjanjian itu bahwa orang Banjar berdagang secara bebas dengan orang Tionghoa (dalam naskah perjanjian disebut orang Tjina), sehingga bunyi dalam perjanjian tahun 1747 tidak pernah ditepati. Konsideran itu berbunyi:
.....Orang Tjina sekarang lima tahun lamanya adalah membawa lada ke negeri Tjina daripada yang telah dijanjikan dalam waad perjanjian......[23]

Larangan berdagang dengan orang Tionghoa lebih dipertegas lagi dalam Pasal yang keenam, begitu pula larangan berdagang dengan orang Inggris dan Prancis.

Isi perjanjian diantaranya (pasal 6):[23]

  • Larangan berdagang lada dengan orang Tionghoa, Inggris dan Prancis. Perjanjian tersebut juga menyangkut komoditas lainnya seperti sarang burung walet dan intan.
  • Kompeni Belanda akan membantu Seri Sultan untuk menaklukkan kembali daerah kerajaan Banjar yang telah memisahkan diri seperti: Berau, Kutai, Paser, Sanggau, Sintang dan Lawai serta daerah taklukannya. Kalau berhasil maka Seri Sultan akan mengangkat Penghulu-Penghulu di daerah tersebut dan selanjutnya Seri Sultan memerintahkan kepada Penghulu-Penghulu tersebut untuk menyerahkan hasil dari daerah tersebut setiap tahun kepada Kompeni Belanda dengan perincian sebagai berikut:[23]
  1. Berau, 20 pikul sarang burung dan 20 pikul lilin.
  2. Kutai, 20 pikul sarang burung dan 40 pikul lilin.
  3. Pasir, 40 tahil emas halus dan 20 pikul sarang burung, serta 20 pikul lilin
  4. Sanggau, 40 tahil emas halus dan 40 pikul lilin[26]
  5. Sintang, 60 tahil emas halus dan 40 pikul lilin
  6. Lawai (alias Pinoh), 200 tahil emas halus, dan 20 pikul sarang burung

Di Majapahit, ukuran timbangan disebut sekati, sama dengan 20 tahil; setahil sama dengan 16 qian; 1 qian sama dengan 4 kubana. Satu tahil= 3,8 gram.

Isi Perjanjian per tanggal 20 Oktober 1756 tertulis huruf Arab-Melayu dan bahasa Melayu dan huruf Latin bahasa Belanda. Perjanjian yang tertulis dengan huruf Arab-Melayu dan berbahasa Melayu sebagai berikut:[25]

Fasal jang pertama.

Fasal jang kedua.

Fasal jang ketiga.

Fasal jang keempat.

Fasal jang kelima.

Fasal jang keenam.

Fasal jang ketudjuh.

Fasal jang kedelapan.

Fasal jang kesembilan.

Fasal jang Kesepuluh.

Fasal jang kesebelas.

Fasal jang keduabelas.

Fasal jang ketiga belas.

Fasal jang keempatbelas.

Fasal jang limabelas.

Fasal jang keenambelas.

Fasal jang ketudjuhbelas.

Fasal jang kedelapanbelas.

Fasal jang kesembilanbelas.

Fasal jang keduapuluh.

Fasal jang keduapuluh satu.

Fasal jang keduapuluh dua.

Fasal jang keduapuluh tiga.

Fasal jang keduapuluh empat.

Fasal jang keduapuluh lima.

Fasal jang keduapuluh enam.

Fasal jang keduapuluh tudjuh.

Fasal jang keduapuluh delapan.

Maka kedua perdjandjiannja jang maha mulia seseorang telah dikasadkan dengan meterainja jang biasa dan ijaitu telah mengerdjakan dua silah2 dalam satu bunjinja suatu dari itu akan tinggal dengan Paduka Seri Sultan dan suatu dengan Kompeni.

Keraton Kayu Tangi[sunting | sunting sumber]

Majunya perdagangan Banjar membawa kemakmuran dengan kemegahan istana serta perangkat-perangkatnya, dan dikenalnya mata uang kian meluas telah mendorong iklim usaha dan produksi lada, rotan dan damar semakin pesat guna memenuhi permintaan pasar.

Jean Andreas Paravicini utusan yang dikirim VOC Belanda untuk audiensi dengan Sultan Banjarmasin saat itu menulis laporannya tentang keraton Sultan di Kayu Tangi:



Bagan Silsilah[sunting | sunting sumber]

Willem Adriaan van Rees menulis dalam "De bandjermasinsche krijg van 1859-1863" (1865:7) menyebutkan bahwa Sultan Tamjidillah 1 (Sultan Sepuh) dan Sultan ilhamidillah (Sultan Kuning) adalah anak Sultan Tahmidillah 1.[27]

In 1745 overleed de regerende sulthan Tahhmid Illah 1, nalatende twee zonen, de oudste sulthan Ilhamid lllah of Sulthan Koening, de jongste sulthan Tamdjid lllah I ook sulthan Sepoh genaamd. Sulthan Koening stierf niet lang na zijne troonsbeklimming, en daar zijn zoon sulthan Mohamad Amin Oelah nog minderjarig was, werd Tamdjid lllah I tot waarnemend sulthan benoemd.

Den mannelijken leeftijd bereikt hebbende, nam Amin Oelah zelf de teugels van het bewind in handen en stierf na een regering van zeven jaren, nalatende drie onmondige zonen, de pangerangs Rahhmat, Abdoellah en Amir. Tamdjid Illah I trad nu andermaal als waarnemend sulthan op, verhief zich kort daarop wederregtelijk tot werkelijk sulthan en werd bij zijn overlijden opgevolgd door zijn zoon sulthan Tahhmid Illah II, ook bekend onder den naam van pangerang Natta en Panembahan Batoe (van batoeah, de gelukkige). Deze liet de twee oudste zonen van Amin Oelah van kant maken en vergunde den derden, pangerang Amir, die hetzelfde lot duchtte, een bedevaart naar Mekka te doen. Amir, eenmaal uit de magt van zijn oom, ging niet naar Mekka, maar zocht hulp tegen den overweldiger bij den toenmaligen vorst van Pagattan, Aroeng Trawee. Deze stelde een leger van 3000 Boeginezen tot zijne beschikking, waarmede Amir over land naar Martapoera trok. (Pada tahun 1745, penguasa sulthan Tahhmid Illah 1, meninggalkan dua putra, yang tertua sulthan Ilhamid lllah atau Sulthan Koening, sulthan termuda Tamdjid lllah I juga disebut sulthan Sepoh. Sulthan Koening meninggal tidak lama setelah pasukannya naik, dan ketika putranya sulthan Mohamad Amin Ulah masih di bawah umur, Tamdjid lllah ditunjuk bertindak sebagai [wali] sulthan. Setelah mencapai usia dewasa, Amin Ulah sendiri mengambil alih tampuk pemerintahan dan meninggal setelah masa tujuh tahun, meninggalkan tiga putra yang belum diperhitungkan, sang pangeran Rahhmat, Abdullah dan Amir. Tamdjid Illah I sekali lagi bertindak sebagai [wali] sulthan, segera setelah itu diremajakan menjadi sulthan yang sebenarnya dan setelah kematiannya ia digantikan oleh putranya sulthan Tahhmid Illah II, juga dikenal dengan nama pangerang Natta dan Panembahan Batu (dari batoeah, yang beruntung). Hal ini membuat dua putra tertua Amin Oelah berbalik (tewas) dan memberi lisensi ketiga, pangeran Amir, yang takut akan nasib yang sama, untuk berziarah ke Mekah. Amir, yang pernah keluar dari pengawasan pamannya, tidak pergi ke Mekah, tetapi meminta bantuan dari perampas pangeran Pagattan, Aroeng Trawee. Dia menempatkan pasukan 3.000 Bugis di tempat pembuangannya (pengasingan), dengan mana Amir melakukan perjalanan darat ke Martapoera.)

[27]

Salah satu versi silsilah Sultan Tamjidillah 01 trah (anak) Sultan Tahmid bin Tahlil-Lillah dan sebagai adik Sultan Kemuning (Panembahan Kuning).[28][29][30]

♂ Sultan Sayidillah
(Sultan Ratu Anom)
Pangeran Kasuma Alam
(Al-Malik-Allah)
♂ Sultan Tahlil-Lillah
(Tahirullah)
(Panembahan Kusuma Dilaga)
[31]
♂ Sultan Tahmid
Tahmidillah 01
(Panembahan Tengah)[15][27][32][33]
Sultan Kemuning
(Sultan Chamidullah)
Koning Dachmet Door
sulthan Ilhamid Illah
Panembahan Kuning[27]
Sultan Tamjidillah
(Panembahan Sepuh)
Pangeran Mangku Dalaga
(Pangeran Sepuh)
pangerang Souria delaga
(Pangeran Mangkubumi Suria Delaga)
Sultan Muhammad Aliuddin AminullahPangeran Mangku DilagaSultan Tahmidillah 2
Sunan Sulaiman Saidullah 1
Panembahan Batuah
Pangeran Nata Mangkubumi
Pangeran Arya Mangku Negara[34]Pangeran IbrahimPangeran IsaPangeran Mas Aria Sukma

Silsilah Sultan Tamjidillah 01 Panembahan Batuah trah (anak) Sultan Tahmidillah bin Tahlillillah dan keponakan Pangeran Dipati Sena Sultan Kuning versi museum Candi Agung di Amuntai.

}}

♂ SULTAN BANJAR IV♂ Sultan Mustain Billah Raden Senapati
(Gusti Kecil Mustain Billah dari Banjar)
♂ SULTAN BANJAR V Inayatullah
Inayatullah dari Banjar
♂ SULTAN BANJAR VI♂ Sultan Saidullah

Pangeran Kasuma Alam
Saidullah dari Banjar
Pangeran Dipati Pangeran Dipati Anom Pangeran Mangkubumi ("wakil" Putra Mahkota) Raden Basus/ Surianegara (anak Nyai Wadon Raras)[35]♂ SULTAN BANJAR VII.Raden Basus-Pangeran Suria Negara-Sultan Tahlillillah

Sultan Tahirullah Ahmed Tantahidallah

Suria Angsa dari Banjar
Pangeran Dipati Sena
(Pangeran Tapasena)
(Pangeran Istana Dipati)
Pangeran Mas Dipati Gending♂ SULTAN BANJAR VIII.♂ Sultan Tahmidullah 01 Panembahan
Suria Alam dari Banjar
PANGERAN BANJAR ♂ Pangeran Wirakusuma I dari Banjar (Datu Aria Sumbawa)Pangeran Mangku Dalaga Pangeran Mangkubumi Suria Dilaga
Pangeran Mangkubumi Sepuh dari Banjar 1734-1758 Tamjidillah I

Adapun Silsilah Sultan Tamjidillah 1 sebagai anak Sultan Tahlil-Lillah versi hikayat Tutur Candi, ada satu generasi yang hilang (Sultan Tahmidillah 1).[21][36][37]

"Maka Sultan Hidayatullah pun matilah, maka ditanam di Kuin dekat dengan kubur Rakhmatillah. Adapun Sultan Musta'inbillah berputra Sultan Indallah, dan Sultan Indallah berputra Sultan Sa'idillah, berputra Sultan Tahlilillah, berputra enam orang, yang tuha Sultan Tamjidillah dan Pangeran Nullah jadi mangkubumi, dan Pangeran Dipati dan Pangeran Mas dan Pangeran Istana Dipati dan Pangeran Wira Kusuma. ".

— Tutur Candi.[21]

♂ Sultan Saidullah dari Banjar/ Sultan Ratu Anomdoellah/Sultan Wahidoellah/Sa'idillah
Sultan Tahlilullah Sultan Amarullah Bagus Kasuma/Tahlilullah/Tahirullah/Tahlillillah
1. Panembahan Badarul Alam/ Panembahan Sepuh/Sepuh dari Banjar Tamjidillah I
2. Mangkubumi Muhammad Aliuddin Aminullah Muhammad dari Banjar

3. Pangeran Mas
(Dipati Gending)
♂ 4. Pangeran Dipati Desa Bumi Raja Kusan Tanah Bumbu5. Pangeran Istana Dipati
(Pangeran Tapasena II)
6. PANGERAN BANJAR ♂ Pangeran Wirakusuma I dari Banjar (Datu Aria Sumbawa)

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Nederlandsche Oost-Indische Compagnie, Nederlandsche Oost-Indische Compagnie (1988). Willem Philippus Coolhaas, ed. Generale missiven van gouverneurs-generaal en raden aan Heren XVII der Verenigde Oostindische Compagnie (dalam bahasa Belanda). M. Nijhoff. hlm. 601. ISBN 9789052160016. ISBN 9052160015, 9789052160016
  2. ^ a b Tamar Djaja (1965). Pustaka Indonesia: riwajat hidup orang-orang besar tanah air. 2. Bulan Bintang. hlm. 49. 
  3. ^ a b c Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Lembaga Kebudajaan Indonesia, Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde, Jilid 1, Lange & Co., 1853
  4. ^ http://www.guide2womenleaders.com/indonesia_substates.htm#T
  5. ^ (Indonesia) Anna Lowenhaupt Tsing, Di Bawah Bayang-Bayang Ratu Intan: Proses Marjinalisasi pada Masyarakat, Yayasan Obor Indonesia ISBN 979-461-306-1, 9789794613061
  6. ^ (Belanda) Cornelis Noorlander, Johannes (1935). Bandjarmasin en de Compagnie in de tweede helft der 18de eeuw. M. Dubbeldeman. hlm. 43. 
  7. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-03-03. Diakses tanggal 2014-02-12. 
  8. ^ name="eprints.lib.ui.ac.id">"Salinan arsip" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2012-01-18. Diakses tanggal 2014-02-12. 
  9. ^ Tijdschrift voor Indische taal-, land- en volkenkunde (dalam bahasa Belanda). 3. 1855. hlm. 569. 
  10. ^ Cornelis Noorlander, Johannes (1935). Bandjarmasin en de Compagnie in de tweede helft der 18de eeuw (dalam bahasa Belanda). M. Dubbeldeman. hlm. 43. 
  11. ^ Carl Bock (1887). Reis in oost en zuid-Borneo van Koetei naar banjermassin, ondernomen op last der Indische regeering in 1879 en 1880 (dalam bahasa Belanda). 
  12. ^ "Regnal Chronologies Southeast Asia: the Islands". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-01-11. Diakses tanggal 2014-02-12. 
  13. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-05-18. Diakses tanggal 2014-05-25. 
  14. ^ (Belanda) (1867)De tijdspiegel. Fuhri. hlm. 165. 
  15. ^ a b http://britishlibrary.typepad.co.uk/asian-and-african/2015/08/early-malay-trading-permits-from-borneo.html
  16. ^ C. E. van Kesteren, R. A. van Sandick, J. E. de Meyier (1899). De Indische gids (dalam bahasa Belanda). 21. J. H. de Bussy. hlm. 278. 
  17. ^ (Indonesia)Kiai Bondan, Amir Hasan (1953). Suluh Sedjarah Kalimantan. Bandjarmasin: Fadjar. 
  18. ^ KODAM X/LM membangun. Indonesia. Angkatan Darat. Komando Daerah Militer X Lambung Mangkurat. 1962. hlm. 559. 
  19. ^ De Indische gids (dalam bahasa Belanda). 23. J. H. de Bussy. 1901. hlm. 925. 
  20. ^ Sjamsuddin, Helius (2001). Pegustian & Temenggung Akar Sosial, Politik, Etnis, dan Dinasti Perlawanan di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah 1859–1906. Balai Pustaka & Penerbit Ombak. hlm. 488. 
  21. ^ a b c d Saleh, Mohamad Idwar (1986). Tutur Candi, sebuah karya sastra sejarah Banjarmasin. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah. hlm. 150. 
  22. ^ http://eprints.lib.ui.ac.id/12976/1/82338-T6811-Politik%20dan-TOC.pdf
  23. ^ a b c d e f g h i j k l Usman, Ahmad Gazali (1994). Kerajaan Banjar:Sejarah Perkembangan Politik, Ekonomi, Perdagangan dan Agama Islam. Banjarmasin: Lambung Mangkurat Press. 
  24. ^ Ranah Banjar. Departemen Pendidikan Nasional. 2000. 
  25. ^ a b c d e Hindia-Belanda (1965). Bandjermasin (Sultanate), Surat-surat perdjandjian antara Kesultanan Bandjarmasin dengan pemerintahan2 V.O.C.: Bataafse Republik, Inggeris dan Hindia-Belanda 1635-1860 (PDF). Arsip Nasional Republik Indonesia, Kompartimen Perhubungan dengan Rakjat. hlm. 33. 
  26. ^ Belakangan Sanggau ditaklukan oleh Sultan Pontianak, sedangkan Sintang dan Lawai (Kabupaten Melawi) tetap dimasukan dalam mandala Kesultanan Banjar.
  27. ^ a b c d Willem Adriaan van Rees (1865). De bandjermasinsche krijg van 1859-1863 (dalam bahasa Belanda). 1. D. A. Thieme. hlm. 7. 
  28. ^ https://sinarbulannews.files.wordpress.com/2011/01/silsilah-sultan-adam.jpg
  29. ^ http://sejarahastrologimetafisika.blogspot.com/2011/06/silsilah-kerajaan-banjar.html
  30. ^ https://plus.google.com/104506069717580147857/posts/gsKkmG8PtcB
  31. ^ Pinkerton, John (1812). A general collection of the best and most interesting voyages and travels in all parts of the world: many of which are now first translated into English : digested on a new plan (dalam bahasa Inggris). 11. Longman. hlm. 112. 
  32. ^ https://www.researchgate.net/publication/323478532_PERJALANAN_KESULTANAN_BANJAR_DARI_LEGITIMASI_POLITIK_KE_IDENTITAS_KULTURAL
  33. ^ (Prancis)von Siebold, Philipp Franz (1847). "Le moniteur des Indes orientales et occidentales: recueil de mémoires et de notices scientifiques et industriels... concernant les possessions néerlandaises d'Asie et d'Amérique". Belinfante frères: 166. 
  34. ^ Annabel Teh Gallop (2002). "Malay Seal Inscriptions: A Study in Islamic Epigraphy from Southeast Asia" (dalam bahasa Inggris). 3. University of London: 461. 
  35. ^ von Siebold, Philipp Franz (1847). "Le moniteur des Indes orientales et occidentales: recueil de mémoires et de notices scientifiques et industriels... concernant les possessions néerlandaises d'Asie et d'Amérique" (dalam bahasa Prancis). Belinfante frères: 166. 
  36. ^ http://bubuhanbanjar-bakisah.blogspot.com/2008/12/makam-raja-raja-banjar-di-martapura.html
  37. ^ "Salinan arsip" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2012-01-18. Diakses tanggal 2019-02-14. 


{{Portal bar|Islam|Indonesia|Sejarah|Biografi}}

Rujukan[sunting | sunting sumber]

  • Arsip Nasional, Surat-Surat Perjanjian antara Kesultanan Bandjarmasin, dengan Pemerintahan VOC, Bataafse Republik, Inggeris dan Hindia Belanda 1835-1860, Jakarta, 1965, hal. 34.

Referensi[sunting | sunting sumber]

Didahului oleh:
Sultan il-Hamidillah
Sultan Banjar
1734-1759
Diteruskan oleh:
Muhammad Aliuddin Aminullah
Didahului oleh:
Pangeran Suria Nagara
Mangkubumi
1730-1734
Diteruskan oleh:
Pangeran Nullah

Pranala luar[sunting | sunting sumber]