Tiram

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tiram
Magallana gigas dari cekungan Marennes-Oléron, Prancis
Magallana gigas dari cekungan Marennes-Oléron, Prancis
Klasifikasi ilmiah
Kelompok yang termasuk
Kelompok yang tidak termasuk

All other members of:

Tiram goreng dengan balutan telur dan tepung
Pisau khusus untuk membuka tiram hidup
Tiram Crassostrea gigas
Tiram segar
Sajian tiram mentah
Sajian tiram mentah di atas es dengan lemon
Tiram yang dipanggang di atas arang

Tiram adalah sekelompok kerang-kerangan dengan cangkang berkapur dan relatif pipih. Tiram sejati adalah semua bivalvia yang termasuk keluarga Ostreidae. Namun, nama tiram dipakai pula untuk beberapa hewan lain di luar kelompok itu.

Sebagai makanan[sunting | sunting sumber]

Bukti mengenai konsumsi tiram pada manusia telah terjadi sejak zaman purba dengan ditemukannya sampah dapur yang berupa cangkang tiram. Temuan ini terbanyak berada di pantai dan diperkirakan tiram merupakan sumber daya yang melimpah ketika itu dan menjadi makanan utama penduduk pesisir.

Di belahan utara dunia, tiram paling aman dimakan ketika suhu udara mulai dingin, yaitu pada musim gugur hingga musim dingin. Karena tiram lebih mudah rusak akibat patogen ketika suhu udara hangat.[1]

Nutrisi[sunting | sunting sumber]

Tiram merupakan sumber seng, zat besi, kalsium, dan selenium juga Vitamin A dan Vitmin B12. Namun tiram merupakan makanan yang rendah energi dengan 12 ekor tiram hanya mengandung 110 kilo kalori. Tiram lebih bernutrisi ketika dimakan mentah.[2]

Tiram dipercaya memiliki efek afrodisiak.[3] Penelitian menemukan bahwa tiram mengandung asam amino yang cukup tinggi dan dapat meningkatkan kadar hormon seks manusia.[4] Mineral seng yang terkandung dalam tiram juga membantu pembentukan hormon testosteron.[5]

Pascapanen[sunting | sunting sumber]

Tidak seperti kerang, tiram memiliki usia simpan yang lebih lama, hingga empat minggu. Namun kualitas rasanya cenderung menurun seiring waktu. Penyimpanan tiram yang terbaik adalah dalam kondisi dingin dengan kelembaban udara 100 persen namun tidak membeku dan tidak terendam air. Tiram yang ditangkap harus dalam keadaan hidup yang ditandai dengan cangkangnya yang masih menutup. Tiram hidup memungkinkan kesegaran terjaga lebih lama dibandingkan tiram yang mati. Selama dimasak umumnya tiram membuka dengan sendirinya karena paparan panas. Hanya sedikit yang tidak membuka, tetapi tiram yang tidak membuka tersebut tetap termasak dengan sempurna dan aman dikonsumsi.[6][7]

Dalam membuka tiram, juru masak profesional menggunakan pisau khusus dibantu dengan sarung tangan tebal. Karena cangkang tiram cukup tajam dan dapat melukai tangan. Juru masak profesional dapat membuka cangkang tiram dalam waktu tiga detik atau kurang dari itu.[5]

Pertimbangan etika[sunting | sunting sumber]

Bagi aktivis hak hewan dan lingkungan, memakan tiram dalam keadaan hidup lebih beretika dibandingkan hewan tingkat tinggi lainnya karena tiram tidak memiliki sistem saraf pusat sehingga diyakini tidak akan merasakan sakit meski dimakan atau dimasak dalam keadaan hidup.[8] Selain itu pemanenan serta budidayanya lebih ramah lingkungan.[9] Tiram dapat dipanen secara lestari serta dapat dibudidayakan dengan sumber daya yang minimal. Bahkan tiram dapat mengurangi toksin yang ada pada perairan karena tiram termasuk hewan penyaring.[10]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "Nefsc Fish Faq". Nefsc.noaa.gov. 2011-06-16. Diakses tanggal 2011-08-16. 
  2. ^ "Nutrition Facts and Analysis for Mollusks, oyster, eastern, wild, raw". Nutritiondata.com. Diakses tanggal 2011-08-16. 
  3. ^ Stott, Rebecca (2004). Oyster. The University of Chicago Press. Diakses tanggal 2008-01-16. 
  4. ^ "Pearly wisdom: oysters are an aphrodisiac". The Sydney Morning Herald. 2005-03-24. 
  5. ^ a b Kurlansky, Mark (2006). The Big Oyster: History on the Half Shell. New York: Ballantine Books. ISBN 978-0-345-47638-8. 
  6. ^ "Oysters". i love blue sea. 2010-07-15. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-07-13. Diakses tanggal 2011-08-16. 
  7. ^ "Mussel myth an open and shut case". ABC Science. 2008-10-29. Diakses tanggal 2012-04-20. 
  8. ^ Cox, Christopher (April 7, 2010). "Consider the Oyster: Why even strict vegans should feel comfortable eating oysters by the boatload". Slate. Diakses tanggal 2010-04-12. 
  9. ^ Singer, Peter (1975). Animal Liberation, A New Ethics for our Treatment of Animals. New York: Random House. 
  10. ^ "Oysters – Seafood Watch". Montereybayaquarium.org. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-07-18. Diakses tanggal 2011-08-16.