Zaid bin Arqam

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Zaid bin Arqam (bahasa Arab: زيد بن أرقم) adalah seorang sahabat Nabi Muhammad. Ia berasal dari suku Khazraj dan berasal dari Madinah. Ziad wafat pada tahun 66 Hijriah.[1]

Zaid bin Arqam adalah sahabat Rasulullah dari kalangan Anshar yang telah memeluk Islam ketika masih anak-anak.[2] Saat terjadi Perang Uhud, ia bergabung dengan pasukan muslim yang siap berangkat, tetapi keberadaannya diketahui oleh Rasulullah dan dia memulangkannya, karena ia masih sangat muda. Ia sangat sedih dengan larangan Rasulullah ini.

Sebuah peristiwa[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 5 hijriah Zaid mengikuti peperangan Bani Musthaliq. Usai peperangan, ketika masih menetap di Muraisi, sempat terjadi ketegangan antara kaum Muhajirin dan Anshar, yang dipicu oleh persenggolan ketika mengambil air di mata air, antara Jahjah al Ghifary, orang upahan Umar bin Khattab, dan Sinan bin Wabar al Juhanny, salah seorang sahabat Anshar. Perselisihan ini sendiri sebenarnya telah bisa didamaikan Rasulullah. Namun, tokoh munafiq, Abdullah bin Ubay mengomentari peristiwa itu, ia berkata kepada kaumnya, "Inilah yang kalian lakukan, andaikata kalian tidak memberikan harta kalian kepada mereka, tentu mereka akan berpindah ke tempat lain. Demi Allah, jika kita telah kembali ke Madinah, maka penduduknya yang mulia akan benar-benar mengusir penduduknya yang hina."[3]

Zaid bin Arqam, yang memang satu kabilah dengan tokoh munafik itu, begitu mendengar ucapan Abdullah bin Ubay ini merasa tidak senang, ia menyampaikan hal itu kepada pamannya, dan pamannya mengabarkannya kepada Rasulullah. Umar bin Khaththab yang saat itu bersama Rasulullah, meminta dia agar menyuruh Abbad bin Bisyr membunuh tokoh munafik ini, tetapi dia tidak mengizinkannya.[4]

Setelah Abdullah bin Ubay mengetahui bahwa Nabi telah mendengar ucapannya ini, segera saja ia menemui dia dan bersumpah atas nama Allah, bahwa ia tidak mengatakan seperti apa yang disampaikan Zaid.[4] Abdullah bin Ubay adalah salah satu tokoh masyarakat Madinah, dan Zaid bin Arqam hanya seorang pemuda remaja. Karena itu ada sebagian sahabat Anshar yang lebih mempercayai ucapan tokoh munafik itu daripada Zaid. Ia berkata, "Boleh jadi ia (Zaid bin Arqam) hanya menduga-duga saja tentang apa yang dikatakan Abdullah bin Ubay."

Zaid menjadi sedih dengan perkembangan yang terjadi, apa yang dilaporkannya kepada Nabi seolah-olah hanya dugaan dan rekaannya semata.[5] Apalagi Rasulullah sepertinya bisa menerima sumpah yang diucapkan Abdullah bin Ubay. Bagaimanapun juga dirinya masih anak-anak, dan tidak memiliki ketenaran dan kekuasaan seperti halnya Abdullah bin Ubay.

Dalam beberapa hari berikutnya Zaid bin Arqam mengurung diri di rumah[6], tidak menghadiri majelis Rasulullah seperti biasanya. Pamannya sampai berkata, "Aku tidak bermaksud agar Rasulullah membencimu dan tidak mempercayaimu lagi!"

Beberapa waktu kemudian, Allah menurunkan Surah Al Munafiqun, yang isinya mengabarkan kedustaan yang dilakukan oleh orang-orang munafik, khususnya Abdullah bin Ubay.[4] Nabi mendatangi Zaid bin Arqam dan dia membacakan wahyu yang baru dia terima, kemudian dia bersabda, "Wahai Zaid, Sesungguhnya Allah telah membenarkanmu!"

Lihat juga[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Ibn Hajr, 2. Tahdhib al-Tahdhib. hlm. 235. 
  2. ^ "Zayd bin Arqam (r.a.)". Questions On Islam. Diakses tanggal 2023-05-29. 
  3. ^ "Surah Al-Munaafiqoon Verse 7". Tafsir AlQuran Online (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-05-29. 
  4. ^ a b c "Kebijaksanaan Nabi Muhammad Menghadapi Tokoh Munafik, Abdullah bin Ubay". nu.or.id. Diakses tanggal 2023-05-29. 
  5. ^ "Zaid Bin Arqam r.a : Sahabat Yang Diragukan Kejujurannya – Pena Islam" (dalam bahasa Inggris). 2022-10-07. Diakses tanggal 2023-05-27. 
  6. ^ "63. Munafiqoon". www.iium.edu.my. Diakses tanggal 2023-05-29.