Lompat ke isi

Cincin pernikahan: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
55hans (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Serenity (bicara | kontrib)
k membetulkan kode referensi
(4 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
'''Cincin pernikahan''' juga dikenal sebagai '''tanda ikatan pernikahan''' adalah sebuah simbol [[pernikahan]] dimana biasanya dikenakan oleh pasangan sebagai penanda komitmen [[setia|kesetiaan]] pada pernikahannya.{{fact}} Simbol berfungsi menghadirkan masa lalu di masa kini sehingga melalui cincin pernikahan pasangan suami-istri dapat senantiasa mengingat cinta yang terjalin dan makna pernikahan yang mereka jalani. {{fact}} Cincin pernikahan tidak menjamin cinta dan kesetiaan pasangan itu, namun mengingatkan dan membahasakan kerinduan mereka untuk selalu memperdalam cinta yang ada.<ref>Warsito Djoko Sudibya. 1995. Aneka Simbol. Jakarta. Obor. Halaman 4</ref> Di [[Eropa]], kebiasaan penggunaan cincin tersebut mempunyai makna luas.{{fact}} Secara populer ada makna-makna lain yang diberikan kepada cincin pernikahan, misalnya sebagai penanda akan status pemakainya selaku suami-istri, atau perlambang ikatan pernikahan yang tiada akhirnya seperti bentuk cincin yang bulat dan tak berujung.
Sebuah '''cincin pernikahan''' atau '''tanda ikatan pernikahan''' terbuat dari [[metal berharga]] [[cincin jari|cincin]], di beberapa negara ([[Inggris]], beberapa Negara Persemakmuran Inggris, [[Amerika Serikat]], [[Brasil]]) cincin pernikahan dikenakan di jari tangan kanan [[jari manis]] – jari manis (jari keempat dihitung dari jempol) [[tangan]] kiri. Di banyak negara, cincin tersebut dikenakan di jari manis tangan kanan (misalnya: [[Norwegia]], [[Argentina]], [[Azerbaijan]], [[Bulgaria]], [[Jerman]], [[Polandia]] atau [[Rusia]]) (lihat juga bagian bawah).


==Letak==
Seperti sebuah simbol [[pernikahan]]: seorang pasangan mengenakannya sebagai penanda komitmen [[kesetiaan]] pada pernikahannya. Simbol berfungsi menghadirkan masa lalu di masa kini sehingga melalui cincin pernikahan pasangan suami-istri dapat senantiasa mengingat cinta yang terjalin dan makna pernikahan yang mereka jalani. Cincin pernikahan tidak menjamin cinta dan kesetiaan pasangan itu, namun mengingatkan dan membahasakan kerinduan mereka untuk selalu memperdalam cinta yang ada.<ref>[Warsito Djoko Sudibya. 1995. Aneka Simbol. Jakarta: OBOR, 4]</ref> Di [[Eropa]], kebiasaan penggunaan cincin tersebut mempunyai makna luas. Secara populer ada makna-makna lain yang diberikan kepada cincin pernikahan, misalnya sebagai penanda akan status pemakainya selaku suami-istri, atau perlambang ikatan pernikahan yang tiada akhirnya seperti bentuk cincin yang bulat dan tak berujung.<ref>[http://mudahmenikah.wordpress.com/2009/06/06/sepasang-cincin-kawin]</ref>
Cincin pernikahan biasanya terbuat dari [[metal berharga]] sebagai bahan [[cincin jari|cincin]], di beberapa negara ([[Inggris]], beberapa Negara Persemakmuran Inggris, [[Amerika Serikat]], [[Brasil]]) cincin pernikahan dikenakan di jari tangan kanan [[jari manis]] – jari manis (jari keempat dihitung dari jempol) [[tangan]] kiri.{{fact}} Di banyak negara, cincin tersebut dikenakan di jari manis tangan kanan (misalnya: [[Norwegia]], [[Argentina]], [[Azerbaijan]], [[Bulgaria]], [[Jerman]], [[Polandia]] atau [[Rusia]]).{{fact}}

[[Berkas:Cincin Pernikahan.JPG|thumb|210px|Cincin pernikahan emas putih]]


[[Berkas:Cincin Pernikahan.JPG|thumb|210px|A cincin pernikahan emas putih]]
== Kebiasaan Tradisional ==
== Kebiasaan Tradisional ==
[[Berkas:Cincin-2006.jpg|jempol|kanan|dari atas hingga bawah: Cincin pertunangan pihak perempuan, cincin pernikahan pihak perempuan, cincin pernikahan pihak laki-laki.]]Berdasarkan kebiasaan tradisional, cincin pernikahan merupakan satu rangkaian serah-serahan yang diberikan terakhir. Sebelumnya terdapat upacara pertunangan yang diikuti dengan pertukaran cincin antara kedua calon pengantin. Tradisi ini berasal dari tradisi Barat yang masuk ke Indonesia dan kini telah diterima oleh masyarakat Indonesia.
[[Berkas:Cincin-2006.jpg|thumb|right|Atas-bawah: Cincin pertunangan pihak perempuan, cincin pernikahan pihak perempuan, cincin pernikahan pihak laki-laki.]]
Berdasarkan kebiasaan tradisional, cincin pernikahan merupakan satu rangkaian serah-serahan yang diberikan terakhir.{{fact}} Sebelumnya terdapat upacara pertunangan yang diikuti dengan pertukaran cincin antara kedua calon pengantin.{{fact}} Tradisi ini berasal dari tradisi Barat yang masuk ke Indonesia dan kini telah diterima oleh masyarakat Indonesia.{{fact}}

==Sejarah ==

Pemberian cincin semula berasal dari upacara pertunangan Romawi yang berisi pernyataan tentang janji untuk menikah di masa depan.<ref name="Pengantar">{{id}} James F. White. 2002. Pengantar Ibadah Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 282-286.</ref> Pada masa itu, keterlibatan tradisi setempat masih kuat di dalam kekristenan yang tengah berkembang sehingga banyak unsur-unsur tradisi setempat yang masuk ke dalam ritus pernikahan Kristen, salah satunya penggunaan cincin pernikahan.{{fact}} Selanjutnya pada abad ke-9 telah terdapat suatu garis besar tata pernikahan yang dibuat gereja, yang di dalamnya terdapat ritus pemasangan cincin dalam pernikahan.<ref>Rasid Rachman. Pengantar Sejarah Liturgi. Tangerang 1999. Bintang Fajar. Hal. 82.</ref>


===Ritual pengenaan cincin dalam agama Kristen===
== Latar Belakang Sejarah ==
Pemberian cincin semula berasal dari upacara pertunangan Romawi yang berisi pernyataan tentang janji untuk menikah di masa depan.<ref>[James F. White. 2002. Pengantar Ibadah Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 282-283.]</ref> Pada masa itu, keterlibatan tradisi setempat masih kuat di dalam kekristenan yang tengah berkembang sehingga banyak unsur-unsur tradisi setempat yang masuk ke dalam ritus pernikahan Kristen, salah satunya penggunaan cincin pernikahan. Selanjutnya pada abad ke-9 telah terdapat suatu garis besar tata pernikahan yang dibuat gereja, yang di dalamnya terdapat ritus pemasangan cincin dalam pernikahan.<ref>[Rasid Rachman. 1999. Pengantar Sejarah Liturgi. Tangerang: Bintang Fajar, 82.]</ref>


Kemudian terjadi perubahan pada abad ke-10 dan ke-11 dalam hal pemasangan cincin, yaitu pemasangan cincin disertai dengan pemberian berkat pada cincin. Mempelai pria memasangkan cincin kepada mempelai wanita seraya berkata,"Dia (menyebutkan nama mempelai perempuan) yang mengenakan cincin ini boleh berada di dalam damai, kehidupan, bertumbuh di dalam kasih, dan dikaruniakan umur panjang."<ref>[Kenneth Stevenson. 1981. Nuptial Blessing: A Study of Christian Mariage Rites. Oxford, 66-67.]</ref> Dengan demikian seolah-olah cincin memiliki makna dalam pernikahan sebagaimana konsekrasi roti dan anggur dalam Ekaristi.
Kemudian terjadi perubahan pada abad ke-10 dan ke-11 dalam hal pemasangan cincin, yaitu pemasangan cincin disertai dengan pemberian berkat pada cincin.{{fact}} Mempelai pria memasangkan cincin kepada mempelai wanita seraya berkata,"Dia (menyebutkan nama mempelai perempuan) yang mengenakan cincin ini boleh berada di dalam damai, kehidupan, bertumbuh di dalam kasih, dan dikaruniakan umur panjang."<ref>{{en}} Kenneth Stevenson. 1981. Nuptial Blessing: A Study of Christian Mariage Rites. Oxford, 66-67.</ref> Dengan demikian seolah-olah cincin memiliki makna dalam pernikahan sebagaimana konsekrasi roti dan anggur dalam Ekaristi.{{fact}}


Gereja-gereja Ortodoks Timur mempertahankan upacara-upacara simbolis yang khas, antara lain pertukaran janji dan cincin di ruang depan.<ref>Pengantar Ibadah Kristen, 284</ref> Dengan demikian, jikalau pada abad ke-10 dan ke-11 cincin menjadi simbol berkat, maka pada gereja-gereja Ortodoks Timur, cincin menjadi simbol ikatan kedua mempelai melalui janji pernikahan.
Gereja-gereja Ortodoks Timur mempertahankan upacara-upacara simbolis yang khas, antara lain pertukaran janji dan cincin di ruang depan.<ref name="Pengantar"/> Dengan demikian, jikalau pada abad ke-10 dan ke-11 cincin menjadi simbol berkat, maka pada gereja-gereja Ortodoks Timur, cincin menjadi simbol ikatan kedua mempelai melalui janji pernikahan.{[fact}}


Pada perkembangan selanjutnya, muncul rumusan lain yang berasal dari Martin Luther, yaitu “Apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan oleh manusia”. Liturgi gereja-gereja Protestan di Indonesia hingga kini, sebagian besar memakai rumusan ini atau yang serupa dengan ini.<ref>Pengantar Ibadah Kristen, 285</ref>
Pada perkembangan selanjutnya, muncul rumusan lain yang berasal dari Martin Luther, yaitu “Apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan oleh manusia”.{{fact}} Liturgi gereja-gereja Protestan di Indonesia hingga kini, sebagian besar memakai rumusan ini atau yang serupa dengan ini.<ref name="Pengantar"/>


Walaupun cincin banyak digunakan dalam liturgi pernikahan, namun bukan berarti semua gereja menyetujui penggunaan cincin dalam liturgi pernikahan. Sebagai contoh yang menolak adalah kaum Puritan pada abad ke XVII. Mereka memiliki keberatan terhadap beberapa unsur dalam liturgi pernikahan, seperti pemberian cincin, kendati sebagian besar unsur-unsur itu secara diam-diam dipulihkan kembali tahun-tahun berikutnya.<ref>Pengantar Ibadah Kristen, 285</ref> Keberatan tersebut wajar mengingat tujuan mereka adalah “memurnikan” gereja Inggris saat itu dengan cara menyingkirkan segala hal yang berbau Roma. Selanjutnya pada abad ke XVIII, John Wesley juga menghapus ritus penyerahan mempelai dan pemberian cincin. Akan tetapi, para penerusnya memulihkan kedua ritus tersebut.<ref>Pengantar Ibadah Kristen, 286</ref>
Walaupun cincin banyak digunakan dalam liturgi pernikahan, namun bukan berarti semua gereja menyetujui penggunaan cincin dalam liturgi pernikahan. Sebagai contoh yang menolak adalah kaum Puritan pada abad ke XVII.{{fact}} Mereka memiliki keberatan terhadap beberapa unsur dalam liturgi pernikahan, seperti pemberian cincin, kendati sebagian besar unsur-unsur itu secara diam-diam dipulihkan kembali tahun-tahun berikutnya.<ref name="Pengantar"/> Keberatan tersebut wajar mengingat tujuan mereka adalah “memurnikan” gereja Inggris saat itu dengan cara menyingkirkan segala hal yang berbau Roma.{{fact}} Selanjutnya pada abad ke XVIII, [[John Wesley]] juga menghapus ritus penyerahan mempelai dan pemberian cincin.{{fact}} Akan tetapi, para penerusnya memulihkan kedua ritus tersebut.<ref name="Pengantar"/>


== Referensi ==
== Referensi ==

Revisi per 2 April 2010 16.10

Cincin pernikahan juga dikenal sebagai tanda ikatan pernikahan adalah sebuah simbol pernikahan dimana biasanya dikenakan oleh pasangan sebagai penanda komitmen kesetiaan pada pernikahannya.[butuh rujukan] Simbol berfungsi menghadirkan masa lalu di masa kini sehingga melalui cincin pernikahan pasangan suami-istri dapat senantiasa mengingat cinta yang terjalin dan makna pernikahan yang mereka jalani. [butuh rujukan] Cincin pernikahan tidak menjamin cinta dan kesetiaan pasangan itu, namun mengingatkan dan membahasakan kerinduan mereka untuk selalu memperdalam cinta yang ada.[1] Di Eropa, kebiasaan penggunaan cincin tersebut mempunyai makna luas.[butuh rujukan] Secara populer ada makna-makna lain yang diberikan kepada cincin pernikahan, misalnya sebagai penanda akan status pemakainya selaku suami-istri, atau perlambang ikatan pernikahan yang tiada akhirnya seperti bentuk cincin yang bulat dan tak berujung.

Letak

Cincin pernikahan biasanya terbuat dari metal berharga sebagai bahan cincin, di beberapa negara (Inggris, beberapa Negara Persemakmuran Inggris, Amerika Serikat, Brasil) cincin pernikahan dikenakan di jari tangan kanan jari manis – jari manis (jari keempat dihitung dari jempol) tangan kiri.[butuh rujukan] Di banyak negara, cincin tersebut dikenakan di jari manis tangan kanan (misalnya: Norwegia, Argentina, Azerbaijan, Bulgaria, Jerman, Polandia atau Rusia).[butuh rujukan]

Berkas:Cincin Pernikahan.JPG
Cincin pernikahan emas putih

Kebiasaan Tradisional

Berkas:Cincin-2006.jpg
Atas-bawah: Cincin pertunangan pihak perempuan, cincin pernikahan pihak perempuan, cincin pernikahan pihak laki-laki.

Berdasarkan kebiasaan tradisional, cincin pernikahan merupakan satu rangkaian serah-serahan yang diberikan terakhir.[butuh rujukan] Sebelumnya terdapat upacara pertunangan yang diikuti dengan pertukaran cincin antara kedua calon pengantin.[butuh rujukan] Tradisi ini berasal dari tradisi Barat yang masuk ke Indonesia dan kini telah diterima oleh masyarakat Indonesia.[butuh rujukan]

Sejarah

Pemberian cincin semula berasal dari upacara pertunangan Romawi yang berisi pernyataan tentang janji untuk menikah di masa depan.[2] Pada masa itu, keterlibatan tradisi setempat masih kuat di dalam kekristenan yang tengah berkembang sehingga banyak unsur-unsur tradisi setempat yang masuk ke dalam ritus pernikahan Kristen, salah satunya penggunaan cincin pernikahan.[butuh rujukan] Selanjutnya pada abad ke-9 telah terdapat suatu garis besar tata pernikahan yang dibuat gereja, yang di dalamnya terdapat ritus pemasangan cincin dalam pernikahan.[3]

Ritual pengenaan cincin dalam agama Kristen

Kemudian terjadi perubahan pada abad ke-10 dan ke-11 dalam hal pemasangan cincin, yaitu pemasangan cincin disertai dengan pemberian berkat pada cincin.[butuh rujukan] Mempelai pria memasangkan cincin kepada mempelai wanita seraya berkata,"Dia (menyebutkan nama mempelai perempuan) yang mengenakan cincin ini boleh berada di dalam damai, kehidupan, bertumbuh di dalam kasih, dan dikaruniakan umur panjang."[4] Dengan demikian seolah-olah cincin memiliki makna dalam pernikahan sebagaimana konsekrasi roti dan anggur dalam Ekaristi.[butuh rujukan]

Gereja-gereja Ortodoks Timur mempertahankan upacara-upacara simbolis yang khas, antara lain pertukaran janji dan cincin di ruang depan.[2] Dengan demikian, jikalau pada abad ke-10 dan ke-11 cincin menjadi simbol berkat, maka pada gereja-gereja Ortodoks Timur, cincin menjadi simbol ikatan kedua mempelai melalui janji pernikahan.{[fact}}

Pada perkembangan selanjutnya, muncul rumusan lain yang berasal dari Martin Luther, yaitu “Apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan oleh manusia”.[butuh rujukan] Liturgi gereja-gereja Protestan di Indonesia hingga kini, sebagian besar memakai rumusan ini atau yang serupa dengan ini.[2]

Walaupun cincin banyak digunakan dalam liturgi pernikahan, namun bukan berarti semua gereja menyetujui penggunaan cincin dalam liturgi pernikahan. Sebagai contoh yang menolak adalah kaum Puritan pada abad ke XVII.[butuh rujukan] Mereka memiliki keberatan terhadap beberapa unsur dalam liturgi pernikahan, seperti pemberian cincin, kendati sebagian besar unsur-unsur itu secara diam-diam dipulihkan kembali tahun-tahun berikutnya.[2] Keberatan tersebut wajar mengingat tujuan mereka adalah “memurnikan” gereja Inggris saat itu dengan cara menyingkirkan segala hal yang berbau Roma.[butuh rujukan] Selanjutnya pada abad ke XVIII, John Wesley juga menghapus ritus penyerahan mempelai dan pemberian cincin.[butuh rujukan] Akan tetapi, para penerusnya memulihkan kedua ritus tersebut.[2]

Referensi

  1. ^ Warsito Djoko Sudibya. 1995. Aneka Simbol. Jakarta. Obor. Halaman 4
  2. ^ a b c d e (Indonesia) James F. White. 2002. Pengantar Ibadah Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 282-286.
  3. ^ Rasid Rachman. Pengantar Sejarah Liturgi. Tangerang 1999. Bintang Fajar. Hal. 82.
  4. ^ (Inggris) Kenneth Stevenson. 1981. Nuptial Blessing: A Study of Christian Mariage Rites. Oxford, 66-67.