Lompat ke isi

Hipotesis: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
85Raditia (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Serenity (bicara | kontrib)
Mematikan subjudul yang berulang, meminta rujukan, membetulkan kode angka dengan #
Baris 1: Baris 1:
[[Berkas:Relationship Between Theory and Hipothesis.jpg|thumb|right|275px|Hubungan antara hipotesis dan teori]]
[[Berkas:Relationship Between Theory and Hipothesis.jpg|thumb|right|275px|Hubungan antara hipotesis dan teori]]


'''Hipotesis''' adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya<ref> Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Indeks, Jakarta 2008. Hal.10</ref>.
'''Hipotesis''' atau '''hipotesa''' adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya<ref> Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Indeks, Jakarta 2008. Hal.10</ref>.


'''Hipotesis ilmiah''' mencoba mengutarakan jawaban sementara terhadap masalah yang kan diteliti. Hipotesis menjadi teruji apabila semua gejala yang timbul tidak bertentangan dengan hipotesis tersebut. Dalam upaya [[pembuktian]] hipotesis, [[peneliti]] dapat saja dengan sengaja menimbulkan/ menciptakan suatu [[gejala]]. Kesengajaan ini disebut [[percobaan]] atau [[eksperimen]]. Hipotesis yang telah teruji [[kebenaran]]nya disebut [[teori]].
'''Hipotesis ilmiah''' mencoba mengutarakan jawaban sementara terhadap masalah yang kan diteliti.{{fact}} Hipotesis menjadi teruji apabila semua gejala yang timbul tidak bertentangan dengan hipotesis tersebut.{{fact}} Dalam upaya [[pembuktian]] hipotesis, [[peneliti]] dapat saja dengan sengaja menimbulkan/ menciptakan suatu [[gejala]].{{fact}} Kesengajaan ini disebut [[percobaan]] atau [[eksperimen]].{{fact}} Hipotesis yang telah teruji [[kebenaran]]nya disebut [[teori]].{{fact}}


Contoh:
Contoh:
Baris 9: Baris 9:


'''Hipotesis''' berasal dari bahasa [[Yunani]]: ''hypo''= di bawah;''thesis'' = pendirian, [[pendapat]] yang ditegakkan, kepastian.<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif">Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif. Soekadijo.R.G. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 1993</ref>.
'''Hipotesis''' berasal dari bahasa [[Yunani]]: ''hypo''= di bawah;''thesis'' = pendirian, [[pendapat]] yang ditegakkan, kepastian.<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif">Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif. Soekadijo.R.G. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 1993</ref>.

Artinya, hipotesa merupakan sebuah [[istilah]] [[ilmiah]] yang digunakan dalam rangka [[kegiatan ilmiah]] yang mengikuti kaidah-kaidah berfikir biasa, secara [[sadar]], [[teliti]], dan terarah.<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/>. Dalam penggunaannya sehari-hari hipotesa ini sering juga disebut dengan hipotesis, tidak ada perbedaan [[makna]] di dalamnya.<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/>
Artinya, hipotesa merupakan sebuah [[istilah]] [[ilmiah]] yang digunakan dalam rangka [[kegiatan ilmiah]] yang mengikuti kaidah-kaidah berfikir biasa, secara [[sadar]], [[teliti]], dan terarah.<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/>. Dalam penggunaannya sehari-hari hipotesa ini sering juga disebut dengan hipotesis, tidak ada perbedaan [[makna]] di dalamnya.<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/>

Ketika berfikir untuk sehari-hari, orang sering menyebut hipotesis sebagai sebuah anggapan, perkiraan, dugaan, dan sebagainya.<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/>. Hipotesis juga berarti sebuah pernyataan atau [[proposisi]] yang mengatakan bahwa diantara sejumlah [[fakta]] ada [[hubungan]] tertentu.<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/>. Proposisi inilah yang akan membentuk proses terbentuknya sebuah hipotesis di dalam [[penelitian]], salah satu diantaranya yaitu [[Penelitian sosial]].<ref name="Paul.D. Leedy "> (en) Paul.D. Leedy and Jeanne.E. Ormrod. Practical Research: Planning and Design Research Edisi 8 [2005]. Ohio : Pearson Merrill Prentice Hall. Page 156-209</ref> :
Ketika berfikir untuk sehari-hari, orang sering menyebut hipotesis sebagai sebuah anggapan, perkiraan, dugaan, dan sebagainya.<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/> Hipotesis juga berarti sebuah pernyataan atau [[proposisi]] yang mengatakan bahwa diantara sejumlah [[fakta]] ada [[hubungan]] tertentu.<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/> Proposisi inilah yang akan membentuk proses terbentuknya sebuah hipotesis di dalam [[penelitian]], salah satu diantaranya yaitu [[Penelitian sosial]].<ref name="Paul.D. Leedy "> {{en}} Paul.D. Leedy and Jeanne.E. Ormrod. Practical Research: Planning and Design Research Edisi 8 [2005]. Ohio : Pearson Merrill Prentice Hall. Page 156-209</ref> :


[[Proses]] pembentukan hipotesis merupakan sebuah [[proses]] [[penalaran]], yang melalui tahap-tahap tertentu.<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/> Hal demikian juga terjadi dalam pembuatan hipotesis [[ilmiah]], yang dilakukan dengan sadar, teliti, dan terarah.<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/>. Sehingga dapat dikatakan bahwa sebuah Hipotesis merupakan satu tipe proposisi yang langsung dapat diuji.<ref name=" Paul.D. Leedy "/>
[[Proses]] pembentukan hipotesis merupakan sebuah [[proses]] [[penalaran]], yang melalui tahap-tahap tertentu.<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/> Hal demikian juga terjadi dalam pembuatan hipotesis [[ilmiah]], yang dilakukan dengan sadar, teliti, dan terarah.<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/>. Sehingga dapat dikatakan bahwa sebuah Hipotesis merupakan satu tipe proposisi yang langsung dapat diuji.<ref name=" Paul.D. Leedy "/>


== Kegunaan Hipotesis ==
== Kegunaan ==
Hipotesis merupakan elemen penting dalam penelitian ilmiah, khususnya [[penelitian kuantitatif]]. Terdapat tiga alasan utama yang mendukung pandangan ini diantaranya<ref> (en) Fred N. Kerlinger. 1995. Asas-Asas Penelitian Behavioral. Diterjemahkan oleh Landung R. Simatupang. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, hal. 30</ref>:
Hipotesis merupakan elemen penting dalam penelitian ilmiah, khususnya [[penelitian kuantitatif]].{{fact}} Terdapat tiga alasan utama yang mendukung pandangan ini diantaranya<ref> (en) Fred N. Kerlinger. 1995. Asas-Asas Penelitian Behavioral. Diterjemahkan oleh Landung R. Simatupang. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, hal. 30</ref>:
# Hipotesis dapat dikatakan sebagai piranti [[kerja]] [[teori]]. Hipotesis ini dapat dilihat dari [[teori]] yang digunakan untuk menjelaskan permasalahan yang akan diteliti. Misalnya, sebab dan akibat dari [[konflik]] dapat dijelaskan melalui teori mengenai konflik.

# Hipotesis dapat diuji dan ditunjukkan kemungkinan benar atau tidak benar atau di [[falsifikasi]].
* Hipotesis dapat dikatakan sebagai piranti [[kerja]] [[teori]]. Hipotesis ini dapat dilihat dari [[teori]] yang digunakan untuk menjelaskan permasalahan yang akan diteliti. Misalnya, sebab dan akibat dari [[konflik]] dapat dijelaskan melalui teori mengenai konflik.
# Hipotesis adalah [[alat]] yang besar dayanya untuk memajukan [[pengetahuan]] karena membuat [[ilmuwan]] dapat keluar dari dirinya sendiri. Artinya, hipotesis disusun dan diuji untuk menunjukkan benar atau salahnya dengan cara terbebas dari nilai dan pendapat peneliti yang menyusun dan mengujinya.
* Hipotesis dapat diuji dan ditunjukkan kemungkinan benar atau tidak benar atau di[falsifikasi].
* Hipotesis adalah [[alat]] yang besar dayanya untuk memajukan [[pengetahuan]] karena membuat [[ilmuwan]] dapat keluar dari dirinya sendiri. Artinya, hipotesis disusun dan diuji untuk menunjukkan benar atau salahnya dengan cara terbebas dari nilai dan pendapat peneliti yang menyusun dan mengujinya.


Selain hal-hal tersebut hipotesis juga memiliki beberapa fungsi penting di dalam [[penelitian]], yaitu<ref> Kenneth D. Bailey. 1986. Methods of Social Research, 3rd ed. Free Press: London, Page. 41</ref>
Selain hal-hal tersebut hipotesis juga memiliki beberapa fungsi penting di dalam [[penelitian]], yaitu<ref> Kenneth D. Bailey. 1986. Methods of Social Research, 3rd ed. Free Press: London, Page. 41</ref>
Baris 28: Baris 29:
# Memberikan kerangka untuk menyusun kesimpulan yang akan dihasilkan.
# Memberikan kerangka untuk menyusun kesimpulan yang akan dihasilkan.


===Hipotesis dalam penelitian===
Walaupun hipotesis penting sebagai [[arah]] dan [[pedoman]] kerja dalam [[penelitian]], tidak semua penelitian mutlak harus memiliki hipotesis.<ref> {{en}} James A. Black dan Dean J. Champion. 1992. Metoda dan Masalah Penelitian Sosial. Bandung, Eresco, hal.121.</ref>. Penggunaan hipotesis dalam suatu penelitian didasarkan pada [[masalah]] atau [[tujuan]] [[penelitian]]. Dalam masalah atau tujuan penelitian tampak apakah [[penelitian]] menggunakan hipotesis atau tidak. Contohnya yaitu [[Penelitian eksplorasi]] yang tujuannya untuk menggali dan mengumpulkan sebanyak mungkin [[data]] atau [[informasi]] tidak menggunakan hipotesis. Hal ini sama dengan [[penelitian deskriptif]], ada yang berpendapat tidak menggunakan hipotesis sebab hanya membuat [[deskripsi atau mengukur secara cermat tentang [[fenomena]] yang diteliti <ref>Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, penyunting. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES, hal. 5.</ref>, tetapi ada juga yang menganggap penelitian deskriptif dapat menggunakan hipotesis <ref> {{en}} L.R. Gay and P.L. Diehl.1992. Research Methods for Bussiness and Management. New York: MacMillan Publishing Company, page. 65</ref>. Sedangkan, dalam penelitian penjelasan yang bertujuan menjelaskan hubungan antar-[[variabel]] adalah keharusan untuk menggunakan hipotesis <ref>Suharsimi Arikunto.1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Bina Aksara, hal. 64.</ref>.

Walaupun hipotesis penting sebagai [[arah]] dan [[pedoman]] kerja dalam [[penelitian]], tidak semua penelitian mutlak harus memiliki hipotesis.<ref> {{en}} James A. Black dan Dean J. Champion. 1992. Metoda dan Masalah Penelitian Sosial. Bandung, Eresco, hal.121.</ref>. Penggunaan hipotesis dalam suatu penelitian didasarkan pada [[masalah]] atau [[tujuan]] [[penelitian]].{{fact}} Dalam masalah atau tujuan penelitian tampak apakah [[penelitian]] menggunakan hipotesis atau tidak.{{fact}} Contohnya yaitu [[Penelitian eksplorasi]] yang tujuannya untuk menggali dan mengumpulkan sebanyak mungkin [[data]] atau [[informasi]] tidak menggunakan hipotesis.{{fact}} Hal ini sama dengan [[penelitian deskriptif]], ada yang berpendapat tidak menggunakan hipotesis sebab hanya membuat [[deskripsi atau mengukur secara cermat tentang [[fenomena]] yang diteliti <ref>Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, penyunting. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES, hal. 5.</ref>, tetapi ada juga yang menganggap penelitian deskriptif dapat menggunakan hipotesis <ref> {{en}} L.R. Gay and P.L. Diehl.1992. Research Methods for Bussiness and Management. New York: MacMillan Publishing Company, page. 65</ref>. Sedangkan, dalam penelitian penjelasan yang bertujuan menjelaskan hubungan antar-[[variabel]] adalah keharusan untuk menggunakan hipotesis <ref>Suharsimi Arikunto.1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Bina Aksara, hal. 64.</ref>.


== Karakteristik Hipotesis ==
== Karakteristik ==
Satu hipotesis dapat diuji apabila hipotesis tersebut dirumuskan dengan benar. Kegagalan merumuskan hipotesis akan mengaburkan hasil penelitian. Meskipun hipotesis telah memenuhi syarat secara [proporsional]], jika hipotesis tersebut masih abstrak bukan saja membingungkan prosedur penelitian, melainkan juga sukar diuji secara nyata.<ref name=" Paul.D. Leedy "/> Untuk dapat memformulasikan hipotesis yang baik dan benar, sedikitnya harus memiliki beberapa ciri-ciri pokok, yakni <ref> (en) Creswell, John W. 2003. Research Design Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches, Second Edition. California: Sage Publication, page. 73</ref>:
Satu hipotesis dapat diuji apabila hipotesis tersebut dirumuskan dengan benar.{{fact}} Kegagalan merumuskan hipotesis akan mengaburkan hasil penelitian.{{fact}} Meskipun hipotesis telah memenuhi syarat secara [proporsional]], jika hipotesis tersebut masih abstrak bukan saja membingungkan prosedur penelitian, melainkan juga sukar diuji secara nyata.<ref name=" Paul.D. Leedy "/>


Untuk dapat memformulasikan hipotesis yang baik dan benar, sedikitnya harus memiliki beberapa ciri-ciri pokok, yakni <ref> {{en}} Creswell, John W. 2003. Research Design Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches, Second Edition. California: Sage Publication, page. 73</ref>:
# Hipotesis diturunkan dari suatu [[teori]] yang disusun untuk menjelaskan [[masalah]] dan dinyatakan dalam [[proposisi]]-proposisi. Oleh sebab itu, hipotesis merupakan jawaban atau dugaan sementara atas masalah yang dirumuskan atau searah dengan tujuan [[penelitian]].
# Hipotesis diturunkan dari suatu [[teori]] yang disusun untuk menjelaskan [[masalah]] dan dinyatakan dalam [[proposisi]]-proposisi. Oleh sebab itu, hipotesis merupakan jawaban atau dugaan sementara atas masalah yang dirumuskan atau searah dengan tujuan [[penelitian]].
# Hipotesis harus dinyatakan secara jelas, dalam [[istilah]] yang benar dan secara [[operasional]]. Aturan untuk, menguji satu hipotesis secara [[empiris]] adalah harus mendefinisikan secara [[operasional]] semua [[variabel]] dalam hipotesis dan diketahui secara pasti [[variabel independen]] dan [[variabel dependen]].
# Hipotesis harus dinyatakan secara jelas, dalam [[istilah]] yang benar dan secara [[operasional]]. Aturan untuk, menguji satu hipotesis secara [[empiris]] adalah harus mendefinisikan secara [[operasional]] semua [[variabel]] dalam hipotesis dan diketahui secara pasti [[variabel independen]] dan [[variabel dependen]].
Baris 41: Baris 45:
# Hipotesis harus menyatakan perbedaan atau hubungan antar-variabel. Satu hipotesis yang memuaskan adalah salah satu hubungan yang diharapkan di antara variabel dibuat secara eksplisit.
# Hipotesis harus menyatakan perbedaan atau hubungan antar-variabel. Satu hipotesis yang memuaskan adalah salah satu hubungan yang diharapkan di antara variabel dibuat secara eksplisit.


== Tahap-tahap Pembentukan Hipotesa secara umum ==
== Tahap-tahap pembentukan hipotesis secara umum ==
Tahap-tahap pembentukan hipotesa pada umumnya sebagai berikut:
Tahap-tahap pembentukan hipotesa pada umumnya sebagai berikut:
# Penentuan [[masalah]].<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/>. Dasar penalaran [[ilmiah]] ialah kekayaan [[pengetahuan]] ilmiah yang biasanya timbul karena sesuatu keadaan atau peristiwa yang terlihat tidak atau tidak dapat diterangkan berdasarkan [[hukum]] atau [[teori]] atau [[dalil-dalil]] ilmu yang sudah diketahui.<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/> Dasar penalaran pun sebaiknya dikerjakan dengan sadar dengan perumusan yang tepat.<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/> Dalam proses penalaran ilmiah tersebut, penentuan masalah mendapat bentuk perumusan masalah.<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/>
;1. Penentuan [[masalah]].<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/>
# Hipotesis pendahuluan atau hipotesis preliminer (preliminary hypothesis)<ref name=" Paul.D. Leedy "/>. Dugaan atau anggapan sementara yang menjadi pangkal bertolak dari semua kegiatan.{{fact}} Ini digunakan juga dalam penalaran ilmiah.<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/> Tanpa hipotesa preliminer, [[observasi]] tidak akan terarah.{{fact}} [[Fakta]] yang terkumpul mungkin tidak akan dapat digunakan untuk menyimpulkan suatu [[konklusi]], karena tidak relevan dengan [[masalah]] yang dihadapi.<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/> Karena tidak dirumuskan secara eksplisit, dalam [[penelitian]], hipotesis priliminer dianggap bukan hipotesis keseluruhan [[penelitian]], namun merupakan sebuah hipotesis yang hanya digunakan untuk melakukan uji coba sebelum penelitian sebenarnya dilaksanakan.<ref name=" Paul.D. Leedy "/>
:Dasar penalaran [[ilmiah]] ialah kekayaan [[pengetahuan]] ilmiah yang biasanya timbul karena sesuatu keadaan atau peristiwa yang terlihat tidak atau tidak dapat diterangkan berdasarkan [[hukum]] atau [[teori]] atau [[dalil-dalil]] ilmu yang sudah diketahui dan dikerjakan dengan sadar dengan perumusan yang tepat.<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/> Jadi, dalam proses penalaran ilmiah tersebut, penentuan masalah mendapat bentuk perumusan masalah.<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/>
# Pengumpulan [[fakta]]<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/>. Dalam penalaran ilmiah, diantara jumlah fakta yang besarnya tak terbatas itu hanya dipilih fakta-fakta yang [[relevan]] dengan hipotesa preliminer yang perumusannya didasarkan pada ketelitian dan ketepatan memilih fakta.<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/>
;2. Hipotesis pendahuluan atau hipotesis preliminer (preliminary hypothesis)<ref name=" Paul.D. Leedy "/>
:dugaan atau anggapan sementara yang menjadi pangkal bertolak dari semua kegiatan. Ini digunakan juga dalam penalaran ilmiah.<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/> Tanpa hipotesa preliminer, [[observasi]] tidak akan terarah. [[Fakta]] yang terkumpul mungkin tidak akan dapat digunakan untuk menyimpulkan suatu [[konklusi]], karena tidak relevan dengan [[masalah]] yang dihadapi.<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/> Karena tidak dirumuskan secara eksplisit, dalam [[penelitian]], hipotesis priliminer dianggap bukan hipotesis keseluruhan [[penelitian]], namun merupakan sebuah hipotesis yang hanya digunakan untuk melakukan uji coba sebelum penelitian sebenarnya dilaksanakan.<ref name=" Paul.D. Leedy "/>
# Formulasi hipotesa<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/>.Pembentukan hipotesa dapat melalui ilham atau intuisi, dimana logika tidak dapat berkata apa-apa tentang hal ini.<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/> Hipotesa diciptakan saat terdapat hubungan tertentu diantara sejumlah fakta.<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/> Sebagai contoh sebuah [[anekdot]] yang jelas menggambarkan sifat penemuan dari hipotesa, diceritakan bahwa sebuah apel jatuh dari pohon ketika Newton tidur di bawahnya dan teringat olehnya bahwa semua benda pasti jatuh dan seketika itu pula dilihat hipotesanya, yang dikenal dengan [[hukum gravitasi]].<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/>
# Pengujian hipotesa, artinya mencocokkan hipotesa dengan keadaan yang dapat di[[observasi]]<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/> dalam istilah ilmiah hal ini disebut [[verifikasi]](pembenaran). <ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/>Apabila hipotesa terbukti cocok dengan fakta maka disebut [[konfirmasi]].<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/> Terjadi ''[[falsifikasi]]''(penyalahan) jika usaha menemukan fakta dalam pengujian hipotesa tidak sesuai dengan hipotesa, dan bilamana usaha itu tidak berhasil, maka hipotesa tidak terbantah oleh fakta yang dinamakan ''[[koroborasi]]''(corroboration).<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/>
;3. Pengumpulan [[fakta]]<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/>
:Dalam penalaran ilmiah, diantara jumlah fakta yang besarnya tak terbatas itu hanya dipilih fakta-fakta yang [[relevan]] dengan hipotesa preliminer yang perumusannya didasarkan pada ketelitian dan ketepatan memilih fakta.<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/>
;4. Formulasi hipotesa<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/>
:Suatu proses penciptaan dimana terdapat hubungan tertentu diantara sejumlah fakta.<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/> Pembentukan hipotesa dapat melalui ilham atau intuisi, dimana logika tidak dapat berkata apa-apa tentang hal ini. <ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/>Sebagai contoh sebuah [[anekdot]] yang jelas menggambarkan sifat penemuan dari hipotesa, diceritakan bahwa sebuah apel jatuh dari pohon ketika Newton tidur di bawahnya dan teringat olehnya bahwa semua benda pasti jatuh dan seketika itu pula dilihat hipotesanya, yang dikenal dengan ''[[hukum gravitasi]]'' .<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/>
;5. Pengujian hipotesa, artinya mencocokkan hipotesa dengan keadaan yang dapat di[[observasi]]<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/>
:Dalam istilah ilmiah disebut ''[[verifikasi]]''(pembenaran). <ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/>Disebut ''[[konfirmasi]]'' apabila hipotesa terbukti cocok dengan fakta. Terjadi ''[[falsifikasi]]''(penyalahan) jika usaha menemukan fakta dalam pengujian hipotesa tidak sesuai dengan hipotesa, dan bilamana usaha itu tidak berhasil, maka hipotesa tidak terbantah oleh fakta yang dinamakan ''[[koroborasi]]''(corroboration).<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/>
Hipotesa yang sering mendapat konfirmasi atau koroborasi dapat disebut ''[[teori]]''.<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/>
Hipotesa yang sering mendapat konfirmasi atau koroborasi dapat disebut ''[[teori]]''.<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/>
# [[Aplikasi]]/penerapan<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/> apabila hipotesa itu benar dan dapat diadakan menjadi [[ramalan]] (dalam istilah ilmiah disebut ''[[prediksi]]''), dan ramalan itu harus terbukti cocok dengan fakta.<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/> Kemudian harus dapat diverifikasikan/koroborasikan dengan fakta.<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/>
;6. [[Aplikasi]]/penerapan<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/>
:Hipotesa tidak sekedar konklusi penalaran, tetapi juga menerangkan masalah yang menyebabkan mengapa hipotesa itu disusun sehingga menghasilkan pengetahuan yang dapat diterapkan, dalam artian atas dasar anggapan bahwa hipotesa itu benar dapat diadakan [[ramalan]] (dalam istilah ilmiah disebut ''[[prediksi]]''), dan ramalan itu harus terbukti cocok dengan fakta.<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/> Kemudian harus dapat diverifikasikan/koroborasikan dengan fakta.<ref name="Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif"/>


== Hubungan Hipotesis dan Teori ==
== Hubungan hipotesis dan teori ==
Hipotesis ini merupakan suatu jenis proposisi yang dirumuskan sebagai jawaban tentatif atas suatu [[masalah]] dan kemudian diuji secara [[empiris]]. <ref name="Robert B. Burns"> {{en}}Robert B. Burns. 2000. Introduction to Research Methods. 4th Edition. French Forest NSW: Longman, page. 106-116.</ref> Sebagai suatu jenis proposisi, umumnya hipotesis menyatakan hubungan antara dua atau lebih [[variabel]] yang di dalamnya pernyataan-pernyataan hubungan tersebut telah diformulasikan dalam [[kerangka teoritis]]. <ref name=" Robert B. Burns"/>. Hipotesis ini, diturunkan, atau bersumber dari [[teori]] dan tinjauan [[literatur]] yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. <ref name=" Robert B. Burns"/>. Pernyataan hubungan antara [[variabel]], sebagaimana dirumuskan dalam hipotesis, merupakan hanya merupakan dugaan sementara atas suatu masalah yang didasarkan pada hubungan yang telah dijelaskan dalam kerangka teori yang digunakan untuk menjelaskan masalah [[penelitian]]. <ref name=" Robert B. Burns"/>. Sebab, [[teori]] yang tepat akan menghasilkan hipotesis yang tepat untuk digunakan sebagai jawaban sementara atas masalah yang diteliti atau dipelajari dalam [[penelitian]]. <ref name=" Robert B. Burns"/> Dalam penelitian [[kuantitatif]] peneliti menguji suatu teori. Untuk meguji teori tersebut, peneliti menguji hipotesis yang diturunkan dari [[teori]]. <ref name=" Robert B. Burns"/>
Hipotesis ini merupakan suatu jenis proposisi yang dirumuskan sebagai jawaban tentatif atas suatu [[masalah]] dan kemudian diuji secara [[empiris]]. <ref name="Robert B. Burns"> {{en}}Robert B. Burns. 2000. Introduction to Research Methods. 4th Edition. French Forest NSW: Longman, page. 106-116.</ref> Sebagai suatu jenis proposisi, umumnya hipotesis menyatakan hubungan antara dua atau lebih [[variabel]] yang di dalamnya pernyataan-pernyataan hubungan tersebut telah diformulasikan dalam [[kerangka teoritis]]. <ref name=" Robert B. Burns"/> Hipotesis ini, diturunkan, atau bersumber dari [[teori]] dan tinjauan [[literatur]] yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. <ref name=" Robert B. Burns"/>. Pernyataan hubungan antara [[variabel]], sebagaimana dirumuskan dalam hipotesis, merupakan hanya merupakan dugaan sementara atas suatu masalah yang didasarkan pada hubungan yang telah dijelaskan dalam kerangka teori yang digunakan untuk menjelaskan masalah [[penelitian]]. <ref name=" Robert B. Burns"/>. Sebab, [[teori]] yang tepat akan menghasilkan hipotesis yang tepat untuk digunakan sebagai jawaban sementara atas masalah yang diteliti atau dipelajari dalam [[penelitian]]. <ref name=" Robert B. Burns"/> Dalam penelitian [[kuantitatif]] peneliti menguji suatu teori. Untuk meguji teori tersebut, peneliti menguji hipotesis yang diturunkan dari [[teori]]. <ref name=" Robert B. Burns"/>


Agar teori yang digunakan sebagai dasar penyusunan hipotesis dapat diamati dan diukur dalam kenyataan sebenarnya, teori tersebut harus dijabarkan ke dalam bentuk yang nyata yang dapat diamati dan diukur. <ref name=" Robert B. Burns"/> Cara yang umum digunakan ialah melalui proses [[operasionalisasi]], yaitu menurunkan tingkat keabstrakan suatu teori menjadi tingkat yang lebih konkret yang menunjuk fenomena empiris atau ke dalam bentuk [[proposisi]] yang dapat diamati atau dapat diukur. <ref name=" Robert B. Burns"/> Proposisi yang dapat diukur atau diamati adalah proposisi yang menyatakan hubungan antar-variabel. <ref name=" Robert B. Burns"/> Proposisi seperti inilah yang disebut sebagai hipotesis. <ref name=" Robert B. Burns"/>
Agar teori yang digunakan sebagai dasar penyusunan hipotesis dapat diamati dan diukur dalam kenyataan sebenarnya, teori tersebut harus dijabarkan ke dalam bentuk yang nyata yang dapat diamati dan diukur. <ref name=" Robert B. Burns"/> Cara yang umum digunakan ialah melalui proses [[operasionalisasi]], yaitu menurunkan tingkat keabstrakan suatu teori menjadi tingkat yang lebih konkret yang menunjuk fenomena empiris atau ke dalam bentuk [[proposisi]] yang dapat diamati atau dapat diukur. <ref name=" Robert B. Burns"/> Proposisi yang dapat diukur atau diamati adalah proposisi yang menyatakan hubungan antar-variabel. <ref name=" Robert B. Burns"/> Proposisi seperti inilah yang disebut sebagai hipotesis. <ref name=" Robert B. Burns"/>

Revisi per 6 Juni 2010 11.04

Hubungan antara hipotesis dan teori

Hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya[1].

Hipotesis ilmiah mencoba mengutarakan jawaban sementara terhadap masalah yang kan diteliti.[butuh rujukan] Hipotesis menjadi teruji apabila semua gejala yang timbul tidak bertentangan dengan hipotesis tersebut.[butuh rujukan] Dalam upaya pembuktian hipotesis, peneliti dapat saja dengan sengaja menimbulkan/ menciptakan suatu gejala.[butuh rujukan] Kesengajaan ini disebut percobaan atau eksperimen.[butuh rujukan] Hipotesis yang telah teruji kebenarannya disebut teori.[butuh rujukan]

Contoh:

Apabila terlihat awan hitam dan langit menjadi pekat, maka seseorang dapat saja menyimpulkan (menduga-duga) berdasarkan pengalamannya bahwa (karena langit mendung, maka...) sebentar lagi hujan akan turun. Apabila ternyata beberapa saat kemudia hujan benar turun, maka dugaan terbukti benar. Secara ilmiah, dugaan ini disebut hipotesis. Namun apabila ternyata tidak turun hujan, maka hipotesisnya dinyatakan keliru.

Hipotesis berasal dari bahasa Yunani: hypo= di bawah;thesis = pendirian, pendapat yang ditegakkan, kepastian.[2].

Artinya, hipotesa merupakan sebuah istilah ilmiah yang digunakan dalam rangka kegiatan ilmiah yang mengikuti kaidah-kaidah berfikir biasa, secara sadar, teliti, dan terarah.[2]. Dalam penggunaannya sehari-hari hipotesa ini sering juga disebut dengan hipotesis, tidak ada perbedaan makna di dalamnya.[2]

Ketika berfikir untuk sehari-hari, orang sering menyebut hipotesis sebagai sebuah anggapan, perkiraan, dugaan, dan sebagainya.[2] Hipotesis juga berarti sebuah pernyataan atau proposisi yang mengatakan bahwa diantara sejumlah fakta ada hubungan tertentu.[2] Proposisi inilah yang akan membentuk proses terbentuknya sebuah hipotesis di dalam penelitian, salah satu diantaranya yaitu Penelitian sosial.[3] :

Proses pembentukan hipotesis merupakan sebuah proses penalaran, yang melalui tahap-tahap tertentu.[2] Hal demikian juga terjadi dalam pembuatan hipotesis ilmiah, yang dilakukan dengan sadar, teliti, dan terarah.[2]. Sehingga dapat dikatakan bahwa sebuah Hipotesis merupakan satu tipe proposisi yang langsung dapat diuji.[3]

Kegunaan

Hipotesis merupakan elemen penting dalam penelitian ilmiah, khususnya penelitian kuantitatif.[butuh rujukan] Terdapat tiga alasan utama yang mendukung pandangan ini diantaranya[4]:

  1. Hipotesis dapat dikatakan sebagai piranti kerja teori. Hipotesis ini dapat dilihat dari teori yang digunakan untuk menjelaskan permasalahan yang akan diteliti. Misalnya, sebab dan akibat dari konflik dapat dijelaskan melalui teori mengenai konflik.
  2. Hipotesis dapat diuji dan ditunjukkan kemungkinan benar atau tidak benar atau di falsifikasi.
  3. Hipotesis adalah alat yang besar dayanya untuk memajukan pengetahuan karena membuat ilmuwan dapat keluar dari dirinya sendiri. Artinya, hipotesis disusun dan diuji untuk menunjukkan benar atau salahnya dengan cara terbebas dari nilai dan pendapat peneliti yang menyusun dan mengujinya.

Selain hal-hal tersebut hipotesis juga memiliki beberapa fungsi penting di dalam penelitian, yaitu[5]

  1. Untuk menguji teori,
  2. Mendorong munculnya teori,
  3. Menerangkan fenomena sosial,
  4. Sebagai pedomanuntuk mengarahkan penelitian,
  5. Memberikan kerangka untuk menyusun kesimpulan yang akan dihasilkan.

Hipotesis dalam penelitian

Walaupun hipotesis penting sebagai arah dan pedoman kerja dalam penelitian, tidak semua penelitian mutlak harus memiliki hipotesis.[6]. Penggunaan hipotesis dalam suatu penelitian didasarkan pada masalah atau tujuan penelitian.[butuh rujukan] Dalam masalah atau tujuan penelitian tampak apakah penelitian menggunakan hipotesis atau tidak.[butuh rujukan] Contohnya yaitu Penelitian eksplorasi yang tujuannya untuk menggali dan mengumpulkan sebanyak mungkin data atau informasi tidak menggunakan hipotesis.[butuh rujukan] Hal ini sama dengan penelitian deskriptif, ada yang berpendapat tidak menggunakan hipotesis sebab hanya membuat [[deskripsi atau mengukur secara cermat tentang fenomena yang diteliti [7], tetapi ada juga yang menganggap penelitian deskriptif dapat menggunakan hipotesis [8]. Sedangkan, dalam penelitian penjelasan yang bertujuan menjelaskan hubungan antar-variabel adalah keharusan untuk menggunakan hipotesis [9].

Karakteristik

Satu hipotesis dapat diuji apabila hipotesis tersebut dirumuskan dengan benar.[butuh rujukan] Kegagalan merumuskan hipotesis akan mengaburkan hasil penelitian.[butuh rujukan] Meskipun hipotesis telah memenuhi syarat secara [proporsional]], jika hipotesis tersebut masih abstrak bukan saja membingungkan prosedur penelitian, melainkan juga sukar diuji secara nyata.[3]

Untuk dapat memformulasikan hipotesis yang baik dan benar, sedikitnya harus memiliki beberapa ciri-ciri pokok, yakni [10]:

  1. Hipotesis diturunkan dari suatu teori yang disusun untuk menjelaskan masalah dan dinyatakan dalam proposisi-proposisi. Oleh sebab itu, hipotesis merupakan jawaban atau dugaan sementara atas masalah yang dirumuskan atau searah dengan tujuan penelitian.
  2. Hipotesis harus dinyatakan secara jelas, dalam istilah yang benar dan secara operasional. Aturan untuk, menguji satu hipotesis secara empiris adalah harus mendefinisikan secara operasional semua variabel dalam hipotesis dan diketahui secara pasti variabel independen dan variabel dependen.
  3. Hipotesis menyatakan variasi nilai sehingga dapat diukur secara empiris dan memberikan gambaran mengenai fenomena yang diteliti. Untuk hipotesis deskriptif berarti hipotesis secara jelas menyatakan kondisi, ukuran, atau distribusi suatu variabel atau fenomenanya yang dinyatakan dalam nilai-nilai yang mempunyai makna.
  4. Hipotesis harus bebas nilai. Artinya nilai-nilai yang dimiliki peneliti dan preferensi subyektivitas tidak memiliki tempat di dalam pendekatan ilmiah seperti halnya dalam hipotesis.
  5. Hipotesis harus dapat diuji. Untuk itu, instrumen harus ada (atau dapat dikembangkan) yang akan menggambarkan ukuran yang valid dari variabel yang diliputi. Kemudian, hipotesis dapat diuji dengan metode yang tersedia yang dapat digunakan untuk mengujinya sebab peneliti dapat merumuskan hipotesis yang bersih, bebas nilai, dan spesifik, serta menemukan bahwa tidak ada metode penelitian untuk mengujinya. Oleh sebab itu, evaluasi hipotesis bergantung pada eksistensi metode-metode untuk mengujinya, baik metode observasi, pengumpulan data, analisis data, maupun generalisasi.
  6. Hipotesis harus spesifik. Hipotesis harus bersifat spesifik yang menunjuk kenyataan sebenarnya. Peneliti harus bersifat spesifik yang menunjuk kenyataan yang sebenarnya. Peneliti harus memiliki hubungan eksplisit yang diharapkan di antara variabel dalam istilah arah (seperti, positif dan negatif). Satu hipotesis menyatakan bahwa X berhubungan dengan Y adalah sangat umum. Hubungan antara X dan Y dapat positif atau negatif. Selanjutnya, hubungan tidak bebas dari waktu, ruang, atau unit analisis yang jelas. Jadi, hipotesis akan menekankan hubungan yang diharapkan di antara variabel, sebagaimana kondisi di bawah hubungan yang diharapkan untuk dijelaskan. Sehubungan dengan hal tersebut, teori menjadi penting secara khusus dalam pembentukan hipotesis yang dapat diteliti karena dalam teori dijelaskan arah hubungan antara variabel yang akan dihipotesiskan.
  7. Hipotesis harus menyatakan perbedaan atau hubungan antar-variabel. Satu hipotesis yang memuaskan adalah salah satu hubungan yang diharapkan di antara variabel dibuat secara eksplisit.

Tahap-tahap pembentukan hipotesis secara umum

Tahap-tahap pembentukan hipotesa pada umumnya sebagai berikut:

  1. Penentuan masalah.[2]. Dasar penalaran ilmiah ialah kekayaan pengetahuan ilmiah yang biasanya timbul karena sesuatu keadaan atau peristiwa yang terlihat tidak atau tidak dapat diterangkan berdasarkan hukum atau teori atau dalil-dalil ilmu yang sudah diketahui.[2] Dasar penalaran pun sebaiknya dikerjakan dengan sadar dengan perumusan yang tepat.[2] Dalam proses penalaran ilmiah tersebut, penentuan masalah mendapat bentuk perumusan masalah.[2]
  2. Hipotesis pendahuluan atau hipotesis preliminer (preliminary hypothesis)[3]. Dugaan atau anggapan sementara yang menjadi pangkal bertolak dari semua kegiatan.[butuh rujukan] Ini digunakan juga dalam penalaran ilmiah.[2] Tanpa hipotesa preliminer, observasi tidak akan terarah.[butuh rujukan] Fakta yang terkumpul mungkin tidak akan dapat digunakan untuk menyimpulkan suatu konklusi, karena tidak relevan dengan masalah yang dihadapi.[2] Karena tidak dirumuskan secara eksplisit, dalam penelitian, hipotesis priliminer dianggap bukan hipotesis keseluruhan penelitian, namun merupakan sebuah hipotesis yang hanya digunakan untuk melakukan uji coba sebelum penelitian sebenarnya dilaksanakan.[3]
  3. Pengumpulan fakta[2]. Dalam penalaran ilmiah, diantara jumlah fakta yang besarnya tak terbatas itu hanya dipilih fakta-fakta yang relevan dengan hipotesa preliminer yang perumusannya didasarkan pada ketelitian dan ketepatan memilih fakta.[2]
  4. Formulasi hipotesa[2].Pembentukan hipotesa dapat melalui ilham atau intuisi, dimana logika tidak dapat berkata apa-apa tentang hal ini.[2] Hipotesa diciptakan saat terdapat hubungan tertentu diantara sejumlah fakta.[2] Sebagai contoh sebuah anekdot yang jelas menggambarkan sifat penemuan dari hipotesa, diceritakan bahwa sebuah apel jatuh dari pohon ketika Newton tidur di bawahnya dan teringat olehnya bahwa semua benda pasti jatuh dan seketika itu pula dilihat hipotesanya, yang dikenal dengan hukum gravitasi.[2]
  5. Pengujian hipotesa, artinya mencocokkan hipotesa dengan keadaan yang dapat diobservasi[2] dalam istilah ilmiah hal ini disebut verifikasi(pembenaran). [2]Apabila hipotesa terbukti cocok dengan fakta maka disebut konfirmasi.[2] Terjadi falsifikasi(penyalahan) jika usaha menemukan fakta dalam pengujian hipotesa tidak sesuai dengan hipotesa, dan bilamana usaha itu tidak berhasil, maka hipotesa tidak terbantah oleh fakta yang dinamakan koroborasi(corroboration).[2]

Hipotesa yang sering mendapat konfirmasi atau koroborasi dapat disebut teori.[2]

  1. Aplikasi/penerapan[2] apabila hipotesa itu benar dan dapat diadakan menjadi ramalan (dalam istilah ilmiah disebut prediksi), dan ramalan itu harus terbukti cocok dengan fakta.[2] Kemudian harus dapat diverifikasikan/koroborasikan dengan fakta.[2]

Hubungan hipotesis dan teori

Hipotesis ini merupakan suatu jenis proposisi yang dirumuskan sebagai jawaban tentatif atas suatu masalah dan kemudian diuji secara empiris. [11] Sebagai suatu jenis proposisi, umumnya hipotesis menyatakan hubungan antara dua atau lebih variabel yang di dalamnya pernyataan-pernyataan hubungan tersebut telah diformulasikan dalam kerangka teoritis. [11] Hipotesis ini, diturunkan, atau bersumber dari teori dan tinjauan literatur yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. [11]. Pernyataan hubungan antara variabel, sebagaimana dirumuskan dalam hipotesis, merupakan hanya merupakan dugaan sementara atas suatu masalah yang didasarkan pada hubungan yang telah dijelaskan dalam kerangka teori yang digunakan untuk menjelaskan masalah penelitian. [11]. Sebab, teori yang tepat akan menghasilkan hipotesis yang tepat untuk digunakan sebagai jawaban sementara atas masalah yang diteliti atau dipelajari dalam penelitian. [11] Dalam penelitian kuantitatif peneliti menguji suatu teori. Untuk meguji teori tersebut, peneliti menguji hipotesis yang diturunkan dari teori. [11]

Agar teori yang digunakan sebagai dasar penyusunan hipotesis dapat diamati dan diukur dalam kenyataan sebenarnya, teori tersebut harus dijabarkan ke dalam bentuk yang nyata yang dapat diamati dan diukur. [11] Cara yang umum digunakan ialah melalui proses operasionalisasi, yaitu menurunkan tingkat keabstrakan suatu teori menjadi tingkat yang lebih konkret yang menunjuk fenomena empiris atau ke dalam bentuk proposisi yang dapat diamati atau dapat diukur. [11] Proposisi yang dapat diukur atau diamati adalah proposisi yang menyatakan hubungan antar-variabel. [11] Proposisi seperti inilah yang disebut sebagai hipotesis. [11]

Jika teori merupakan pernyataan yang menunjukkan hubungan antar-konsep (pada tingkat abstrak atau teoritis), hipotesis merupakan pernyataan yang menunjukkan hubungan antar-variabel (dalam tingkat yang konkret atau empiris). [11] Hipotesis menghubungkan teori dengan realitas sehingga melalui hipotesis dimungkinkan dilakukan pengujian atas teori dan bahkan membantu pelaksanaan pengumpulan data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian. [11] Oleh sebab itu, hipotesis sering disebut sebagai pernyataan tentang teori dalam bentuk yang dapat diuji (statement of theory in testable form), atau kadang-kadanag hipotesis didefinisikan sebagai pernyataan tentatif tentang realitas (tentative statements about reality). [11]

Oleh karena teori berhubungan dengan hipotesis, merumuskan hipotesis akan sulit jika tidak memiliki kerangka teori yang menjelaskan fenomena yang diteliti, tidak mengembangkan proposisi yang tegas tentang masalah penelitian, atau tidak memiliki kemampuan untuk menggunakan teori yang ada. [12] Kemudian, karena dasar penyusunan hipotesis yang reliabel dan dapat diuji adalah teori, tingkat ketepatan hipotesis dalam menduga, menjelaskan, memprediksi suatu fenomena atau peristiwa atau hubungan antara fenomena yang ditentukan oleh tingkat ketepatan atau kebenaran teori yang digunakan dan yang disusun dalam kerangka teoritis. [11] Jadi, sumber hipotesis adalah teori sebagaimana disusun dalam kerangka teoritis. Karena itu, baik-buruknya suatu hipotesis bergantung pada keadaan relatif dari teori penelitian mengenai suatu fenomena sosial disebut hipotesis penelitian atau hipotesis kerja. [11]Dengan kata lain, meskipun lebih sering terjadi bahwa penelitian berlangsung dari teori ke hipotesis (penelitian deduktif), kadang-kadang sebaliknya yang terjadi. [11]

Catatan kaki

  1. ^ Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Indeks, Jakarta 2008. Hal.10
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif. Soekadijo.R.G. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 1993
  3. ^ a b c d e (Inggris) Paul.D. Leedy and Jeanne.E. Ormrod. Practical Research: Planning and Design Research Edisi 8 [2005]. Ohio : Pearson Merrill Prentice Hall. Page 156-209
  4. ^ (en) Fred N. Kerlinger. 1995. Asas-Asas Penelitian Behavioral. Diterjemahkan oleh Landung R. Simatupang. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, hal. 30
  5. ^ Kenneth D. Bailey. 1986. Methods of Social Research, 3rd ed. Free Press: London, Page. 41
  6. ^ (Inggris) James A. Black dan Dean J. Champion. 1992. Metoda dan Masalah Penelitian Sosial. Bandung, Eresco, hal.121.
  7. ^ Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, penyunting. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES, hal. 5.
  8. ^ (Inggris) L.R. Gay and P.L. Diehl.1992. Research Methods for Bussiness and Management. New York: MacMillan Publishing Company, page. 65
  9. ^ Suharsimi Arikunto.1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Bina Aksara, hal. 64.
  10. ^ (Inggris) Creswell, John W. 2003. Research Design Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches, Second Edition. California: Sage Publication, page. 73
  11. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p (Inggris)Robert B. Burns. 2000. Introduction to Research Methods. 4th Edition. French Forest NSW: Longman, page. 106-116.
  12. ^ (Inggris) Nan Lin. 1976. Foundations of Social Research. New York: MacGraw-Hill Book Company, page. 8-25