Kesultanan Singora: Perbedaan antara revisi
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.5 |
Rombak Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{periksaterjemahan|en|Sultanate of Singora}} |
{{periksaterjemahan|en|Sultanate of Singora}} |
||
{{Coord|7.2155|N|100.5677|E|display=title}} |
{{Coord|7.2155|N|100.5677|E|display=title}} |
||
{{Infobox |
{{Infobox country |
||
|native_name = <!-- Name in a modern syntax of native language(s). Leave blank if name is only in English. |
|||
Separate with line breaks<br> If language uses Latin characters, place name(s) in italics. --> |
|||
|conventional_long_name = Kesultanan Singora |
|conventional_long_name = Kesultanan Singora |
||
|common_name = Kesultanan Singora |
|common_name = Kesultanan Singora |
||
| |
|era = Awal abad ke-17 dan [[Kerajaan Ayutthaya]] |
||
|region = <!-- Reserved for generating categories on subregions of continents --> |
|||
|country = <!-- The country, to which this historic entity belongs today --> |
|||
|era = [[kerajaan Ayuthaya|Zaman Ayuthaya]] |
|||
|status = <!-- Status: see Category list on template page --> |
|||
|status_text = <!-- A free text to describe status the top of the infobox. Use sparingly. --> |
|||
|empire = <!-- The empire or country to which the entity was in a state of dependency --> |
|||
|capital = Singora |
|||
|government_type = Kesultanan |
|government_type = Kesultanan |
||
|event_start = Didirikan |
|event_start = Didirikan |
||
⚫ | |||
|date_start = <!-- Optional: Date of establishment, in format 1 January (no year) --> |
|||
⚫ | |||
⚫ | |||
|image_map= Sultanate of Singora maps EN.jpg |
|||
|event_end = <!-- Default: "Disestablished" --> |
|||
|image_map_caption= Kesultanan Singora adalah kota pelabuhan yang sangat diperkaya di selatan [[Thailand]]. |
|||
|date_end = <!-- Optional: Date of disestablishment, in format 1 January (no year) --> |
|||
|capital= [[Songkhla|Singora]] |
|||
⚫ | |||
|religion= |
|||
|image_map = Sultante_of_singora.png |
|||
|today=[[Thailand]] |
|||
|image_caption = Lokasi Kesultanan Singora di selatan Thailand |
|||
|latd= |latm= |latNS= |longd= |longm= |longEW= |
|||
}} |
}} |
||
[[Berkas:National Museum KL 2008 (36).JPG|jmpl|280px|ka|alt=Upeti [[Bunga Mas]] yang dikirimkan kepada Siam |[[negara vasal|Negara-negara vasal]] Siam di bagian selatan semenanjung menunjukan kesetiaan kepada Ayuthaya dengan mengirimkan upeti. Bersama dengan budak dan senjata, upeti terdiri dari [[Bunga Mas]], sebuah pohon kecil yang dihiasi dengan emas.<ref name=van_vliet_37>Ravenswaay, pp. 37–38.</ref>]] |
|||
⚫ | '''Kesultanan Singora''' adalah |
||
⚫ | '''Kesultanan Singora''' adalah kota pelabuhan yang sangat diperkaya di [[Thailand selatan]] dan pendahulu dari kota [[Songkhla]] saat ini. Kota ini didirikan pada awal abad ke-17 oleh seorang Persia, Dato Mogol, dan berkembang pesat selama masa pemerintahan putranya, Sultan Sulaiman Shah. Pada tahun 1680, setelah beberapa dekade konflik, kota ini dihancurkan dan ditinggalkan; peninggalannya termasuk benteng, tembok kota, pemakaman Belanda, dan makam Sultan Sulaiman Shah. Sebuah meriam bertulis dari Singora yang membawa segel Sultan Sulaiman Shah dipamerkan di samping tiang bendera di [[Royal Hospital Chelsea]], London. |
||
Sejarah kesultanan tersebut didokumentasikan dalam catatan, surat, dan jurnal yang ditulis oleh pedagang-pedagang [[Perusahaan Hindia Timur Britania|Britania]] dan [[Perusahaan Hindia Timur Belanda]]; keruntuhan kota tersebut didiskusikan dalam buku-buku dan laporan-laporan yang ditulis oleh para anggota duta besar Prancis untuk Siam pada pertengahan 1680an. Sejarah keluarga Sultan Sulaiman juga dikisahkan: diketahui keturunannya meliputi Jenderal [[Chavalit Yongchaiyudh]] (Perdana Menteri Thailand ke-22), seorang mantan laksamana Angkatan Laut Kerajaan Thai dan sebuah keluarga penenun sutra di provinsi [[Provinsi Surat Thani|Surat Thani]]. |
|||
Sejarah kesultanan ini didokumentasikan dalam catatan, surat, dan jurnal yang ditulis oleh pedagang [[Perusahaan Hindia Timur Britania|Britania]] dan [[VOC|Perusahaan Hindia Timur Belanda]]; kehancurannya dibahas dalam buku dan laporan yang ditulis oleh perwakilan dari [[Hubungan Prancis–Thailand|kedutaan Prancis]] ke Siam pada pertengahan 1680-an. Sejarah keluarga Sultan Sulaiman juga telah dicatat: [[Sri Sulalai|Putri Sri Sulalai]], seorang permaisuri [[Buddha Loetla Nabhalai|Raja Rama II]] dan ibu dari [[Jessadabodindra|Raja Rama III]], adalah keturunan dari Sultan Sulaiman; keturunan saat ini termasuk [[Chavalit Yongchaiyudh|Perdana Menteri Thailand ke-22]] dan seorang mantan laksamana Angkatan Laut. Sumber-sumber mengenai meriam Singora termasuk artikel yang diterbitkan dalam [[jurnal akademik]] dan surat yang ditulis oleh [[Harry Prendergast|Jenderal Sir Harry Prendergast]], komandan Pasukan Ekspedisi Burma yang merebut [[Mandalay]] dalam [[Perang Anglo-Burma ketiga]]. |
|||
Sultan Sulaiman bukanlah satu-satunya orang Persia yang mengembangkan kekuasaan di Siam pada abad ke-17. Sumber kontemporer mendeskripsikan bagaimana orang-orang Persia mendapatkan posisi otoritas di pusat Siam, [[Kerajaan Ayutthaya|Ayuthaya]], dan provinsi-provinsinya. Seorang duta dikirim ke Siam atas nama Shah dari Persia pada akhir abad ke-17 menyatakan telah bertemu gubernur berdarah Persia di dua kota utama saat perjalanan menuju Ayuthaya; sumber lainnya menyatakan bahwa orang-orang Persia diberikan status yang tinggi dan diberikan perlindungan oleh raja. |
|||
== Sejarah awal == |
== Sejarah awal == |
Revisi per 15 Juli 2024 11.36
Artikel atau sebagian dari artikel ini mungkin diterjemahkan dari Sultanate of Singora di en.wiki-indonesia.club. Isinya masih belum akurat, karena bagian yang diterjemahkan masih perlu diperhalus dan disempurnakan. Jika Anda menguasai bahasa aslinya, harap pertimbangkan untuk menelusuri referensinya dan menyempurnakan terjemahan ini. Anda juga dapat ikut bergotong royong pada ProyekWiki Perbaikan Terjemahan. (Pesan ini dapat dihapus jika terjemahan dirasa sudah cukup tepat. Lihat pula: panduan penerjemahan artikel) |
7°12′56″N 100°34′04″E / 7.2155°N 100.5677°E
Kesultanan Singora | |
---|---|
1605–1680 | |
Kesultanan Singora adalah kota pelabuhan yang sangat diperkaya di selatan Thailand. | |
Ibu kota | Singora |
Pemerintahan | Kesultanan |
Era Sejarah | Awal abad ke-17 dan Kerajaan Ayutthaya |
• Didirikan | 1605 |
• Dibubarkan | 1680 |
Sekarang bagian dari | Thailand |
Kesultanan Singora adalah kota pelabuhan yang sangat diperkaya di Thailand selatan dan pendahulu dari kota Songkhla saat ini. Kota ini didirikan pada awal abad ke-17 oleh seorang Persia, Dato Mogol, dan berkembang pesat selama masa pemerintahan putranya, Sultan Sulaiman Shah. Pada tahun 1680, setelah beberapa dekade konflik, kota ini dihancurkan dan ditinggalkan; peninggalannya termasuk benteng, tembok kota, pemakaman Belanda, dan makam Sultan Sulaiman Shah. Sebuah meriam bertulis dari Singora yang membawa segel Sultan Sulaiman Shah dipamerkan di samping tiang bendera di Royal Hospital Chelsea, London.
Sejarah kesultanan ini didokumentasikan dalam catatan, surat, dan jurnal yang ditulis oleh pedagang Britania dan Perusahaan Hindia Timur Belanda; kehancurannya dibahas dalam buku dan laporan yang ditulis oleh perwakilan dari kedutaan Prancis ke Siam pada pertengahan 1680-an. Sejarah keluarga Sultan Sulaiman juga telah dicatat: Putri Sri Sulalai, seorang permaisuri Raja Rama II dan ibu dari Raja Rama III, adalah keturunan dari Sultan Sulaiman; keturunan saat ini termasuk Perdana Menteri Thailand ke-22 dan seorang mantan laksamana Angkatan Laut. Sumber-sumber mengenai meriam Singora termasuk artikel yang diterbitkan dalam jurnal akademik dan surat yang ditulis oleh Jenderal Sir Harry Prendergast, komandan Pasukan Ekspedisi Burma yang merebut Mandalay dalam Perang Anglo-Burma ketiga.
Sejarah awal
Singora, terkadang dikenal sebagai Songkhla di Khao Daeng, adalah pendahulu dari sebuah kota yang saat ini bernama Songkhla.[1][note 1] Kesultanan ini terletak diatas dan sepanjang kaki bukit pegunungan Khao Daeng di Singha Nakhon.[2] Kota ini didirikan pada tahun 1605 oleh Dato Mogol, seorang Muslim Persia yang menjadi suzerainty Siam dan membayar upeti kepada Ayuthaya. Dari awal, tempat tersebut ditetapkan sebagai pelabuhan bebas bea cukai dan bersaing dengan tetangganya Kesultanan Pattani dalam hal perdagangan.[3]
Jeremias van Vliet, direktur pabrik Perusahaan Hindia Timur Belanda di Ayuthaya, mendeskripsikan Singora sebagai salah satu kota penting di Siam dan pusat perdagangan berpengaruh untuk timah, timbal dan lada.[4][5] Pada tahun 1622, Belanda mengekspor lebih dari 500 ton lada dari Singora.[6] Manfaat lain yang diperoleh dari letak Singora adalah: kotanya ideal, pelabuhannya alami,[7] dan merupakan bagian dari jaringan rute darat dan rute sungai yang dapat mempercepat perdagangan antar-semenanjung dengan Kesultanan Kedah.[8]
Dato Mogol wafat pada 1619 dan digantikan oleh putra sulungnya, Sulaiman.[9][note 2]
Kemerdekaan
Pada Desember 1641, Jeremias van Vliet meninggalkan Ayuthaya dan berlabuh ke Batavia. Dalam perjalanannya, ia berhenti di Singora pada Februari 1642 dan mengirimi Sulaiman sebuah surat perkenalan dari Phra Khlang (disebut oleh orang Belanda sebagai Berckelangh), pimpinan Siam yang bertugas untuk urusan luar negeri.
Sulaiman memproklamasikan kemerdekaan politik dari Ayuthaya dan mengangkat dirinya sendiri sebagai Sultan Sulaiman Shah.[3][10] Ia memodernisasikan pelabuhan
Sultan Sulaiman wafat pada tahun 1668 [10] dan digantikan oleh putra sulungnya, Mustapha.[11] Kepercayaan militer Singora pada saat itu yang dibuktikan dengan memberikan bantuan kepada Pattani saat bertempur dalam sebuah perang. Meskipun kalah jumlah 12:56, Singora menolak upaya mediasi oleh Sultan Kedah dan tepercaya dalam "prajurit yang gagah dan berpengalaman" yang setelah bertahun-tahun perang telah menjadi penembak jitu dan penembak meriam yang terampil. Pada masa pemerintahan Mustapha, seorang petualang Yunani, Constance Phaulkon, datang ke Siam. Setelah tiba di Ayuthaya pada akhir 1670an, ia memulai misi penyeludupan senjata ke Singora. Namun, perjalanannya berakhir dengan bencara saat ia terdapat di lepas pantai Ligor (Nakhon Si Thammarat).[12]
Pemusnahan
Pada tahun 1679, armada Siam Raja Narai memulai serangan akhir untuk membatalkan pemberontakan Singora. Beberapa peristiwa dilaporkan oleh Samuel Potts, seorang pedagang Perusahaan Hindia Timur Britania yang berbasis di Singora pada waktu itu. Dalam salah satu suratnya, ia melaporkan tentang kota tersebut yang bersiap untuk perang:
"Raja tersebut membentengi Kotanya, menembaki Benteng-Bentengnya yang berada diatas bukit, membuat semua persediaan yang ia dapat untuk pertahanannya, tidak diketahui bagaimana sampai Raja Siam sampai menentangnya."
— Samuel Potts, Samuel Potts di Sangora kepada Richard Burnaby di Siam, 22 Januari 1679.[13]
Dampaknya didokumentasikan oleh perwakilan duta-duta Prancis untuk Siam pada 1685 dan 1687.
Warisan
Ketika Singora dikalahkan, dua putra Sultan Sulaiman diberikan jabatan lain oleh Raja Narai di Siam: Hussein dan Mustapha ditunjuk menjadi Gubernur Phattalung dan Chaiya;[11] Generasi berikutnya dari keluarga Sultan Sulaiman memiliki hubungan erat dengan keluarga kerajaan Siam: Putri Sri Sulalai (permaisuri dari Raja Rama II) adalah keturunan dari Sultan Sulaiman dan ibu dari Raja Rama III.[14] Saat ini, keturunan Sultan Sulaiman meliputi Laksamana Niphon Sirithorn (seorang mantan laksamana Angkatan Laut Kerajaan Thai);[9] Jenderal Chavalit Yongchaiyudh, Perdana Menteri Thailand ke-22;[15] dan sebuah keluarga penenun sutra di provinsi Surat Thani.[11]
Benteng-benteng di Khao Daeng
Reruntuhan Singora terbuka bagi publik.[2][16] Empat belas reruntuhan benteng dapat dikunjungi: enam diantaranya (benteng 4,5,6,7, 8 dan 10) terletak diatas pegunungan Khao Daeng; yang lainnya berada di sepanjang kaki bukit.[17] Salah satu yang paling dapat dijangkau adalah benteng 9: benteng tersebut berada di atas sebuah bukit kecil dan dapat dilihat dari jalan utama yang mengarah dari Singha Nakhon menuju Pulau Ko Yo. Benteng 8 juga mudah dijangkau. Hal ini dapat diakses melalui tangga dekat masjid Sultan Sulaiman Shah dan menawarkan pemandangan Pulau Tikus dan Songkhla. Namun, benteng yang memiliki pemandangan yang bagus adalah benteng 6 yang berada di atas Khao Daeng. Benteng tersebut dapat dicapai dengan naik penerbangan yang dimulai dekat museum arkeologi kecil. Pendakian ke puncak melewati benteng 4 dan 5 berada di puncak juga terdapat dua pagoda: Keduanya dibangun di atas pangkalan benteng 10 pada tahun 1830an untuk memperingati kekalahan pemberontakan di Kedah (pada saat diduduki oleh Siam).[17][18]
Makam Sultan Sulaiman Shah
Terletak di pemakaman Muslim yang berjarak sekitar 1 km dari utara Khao Daeng, makam Sultan Sulaiman Shah dirumahkan dalam ukuran kecil dengan paviliun bergaya Thai yang dikelilingi oleh pohon-pohon besar.[19] Makam tersebut disebutkan dalam Sejarah Kerajaan Melayu Patani, sebuah naskah Javi yang berasal dari Hikayat Patani.[20] Teks tersebut mendeskripsikan Sultan Sulaiman sebagai seorang raja Muslim yang wafat dalam pertempuran dan makam tersebut sebagai "penuh ketiadaan tapi hutan".[21] Makam tersebut adalah tempat ziarah di selatan Thailand, dimana Sultan Sulaiman sama-sama dihormati baik oleh kaum Muslim maupun kaum Buddhis.[22]
Meriam Singora di London
Meriam tersebut tetap berada disana sampai direbut saat perang Burma-Siam 1765–1767 dan dibawa ke Burma. Meriam tersebut kemudian diambil oleh Britania pada saat Perang Inggris-Burma Ketiga (1885–1887) dan dibawa ke Inggris. Pada tahun 1887, meriam tersebut diperlihatkan di Royal Hospital Chelsea di London dan diletakan pada penyimpanan di samping tiang bendera di halaman Dewan Tokoh. Pada meriam tersebut terdapat sebelas inskripsi, sembilan diantaranya diukir dengan tulisan Arab dan dilapisi dengan perak. Salah satu inskripsi menyebutkan nama pengukirnya, Tun Juma'at Abu Mandus dari Singora; yang lainnya (ukiran gambar) dibuat dengan ornamen desain lingkaran dan terbaca "Cap Sultan Sulaiman Shah, Raja Kemenangan".[23][24][25]
Orang-orang Persia di Siam pada abad ke-17
Sultan Sulaiman Shah dan keluarganya bukanlah satu-satunya orang Persia yang mengembangkan kekuasaan di Siam pada abad ke-17. Naskah Ayuthaya menyatakan bahwa saudara-saudara Persia Sheikh Ahmad dam Muhammad Said datang ke Siam pada awal 1600an. Sheikh Ahmad memiliki hubungan akrab dengan Raja-Raja Songtham dan Prasat Thong, dan kemudian diangkat menjadi Phra Khlang. Keturunannya, keluarga Bunnag, menonjol secara politik pada tiga abad berikutnya.[26] Dalam surat tertanggal 1679, seorang karyawan Perusahaan Hindia Timur Britania mendiskusikan tentang perdagangan di semenanjung barat dan menyatakan bahwa "perdagangan yang cukup besar ini dikembangkan oleh orang-orang Persia dan Moor";[27] Diplomat Prancis Simon de la Loubère menyatakan bahwa dewan pimpinan dan provinsi-provinsi penting berada "di tangan-tangan Moor";[28] seorang pemimpin Persia, Aqa Muhammad, adalah salah satu punggawa kesayangan Raja Narai pada 1670an;[29] dalam Kapal Sulaiman, sebuah catatan dari seorang perwakilan yang dikirim ke Siam pada tahun 1685 atas nama Shah dari Persia, Sulaiman I, seorang narator menceritakan tentang pertemuan gubernur-gubernur berdarah Persia di Mergui (kemudian bagian dari Siam) dan Phetchaburi;[30] Jeremias van Vliet, Direktur pabrik Perusahaan Hindia Timur Belanda di Ayuthaya, menemukan bahwa "orang-orang Moor" dilindungi oleh raja.[31]
Catatan
- ^ Pengucapan alternatifnya adalah Singgora dan Singkhora.
- ^ Tanda tangan di atas makam Sulaiman diberikan tanggal penobatannya pada tanggal 1619; sebuah plakat baja dekat museum arkeologi negara "Situs ini dikenal sebagai sebuah kota pelabuhan berpengaruh selama zaman Ayuthaya pada abad ke-17 Masehi. Ia memainkan peran penting baik secara lokal maupun antar-wilayah pada waktu itu. Datoh Mogal, yang ditunjuk sebagai gubernur Singora, adalah orang yang berinisiasi dan mengembangkan perdagangan maritim dengan pedagang-pedagang internasional. Dengan mengenalkan dan mengembangkan kota tersebut sebagai sebuah pelabuhan internasional, Datoh Mogal mendapatkan pendapatan dalam jumlah besar dari kapal-kapal asing bagi pusat ibu kota Ayuthaya. Datoh Mogal digantikan oleh putranya, Sultan Sulaiman, pada tahun 1620. Sultan Sulaiman diangkat oleh Raja Songtham (1610-1628) dari Kerajaan Ayuthaya. Singora di bawah kekuasaan Sulaiman adalah tempat perdagangan terkenal."
Referensi
- ^ Chounchaisit, p. 1.
- ^ a b Chounchaisit, p. 126.
- ^ a b Choungsakul, pp. 44–45.
- ^ Ravenswaay, p. 11.
- ^ Ravenswaay, halaman 68.
- ^ Colonial Papers. East Indies Diarsipkan 2014-08-29 di Wayback Machine. (Lihat entri dari 11 Januari 1622; Batavia)
- ^ Jacq-Hergouach, p. 80.
- ^ Falarti, pp. 147–148
- ^ a b Umar, p. 15.
- ^ a b c Good Man Town: Surat Thani Tourist Information, pp. 33–35. Halaman 33 dari terbitan pemerintahan Thai dalam bahasa Thai menyebutkan Mustapha dan Hussein; halaman 35 dalam versi bahasa Inggris hanya menyebutkan Mustapha.
- ^ Hutchinson, pp. 3–4.
- ^ Catatan nengenai hubungan antara Siam dan negara-negara asing pada abad ke-17. Vol. 2, p.214.
- ^ Putthongchai, halaman 98.
- ^ Putthongchai, p. 82.
- ^ "Kota Tua di Kaki Bukit Khao Daeng". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-03-22. Diakses tanggal 2014-04-15.
- ^ a b Reruntuhan dan dinding kota Singora Kementerian Kebudayaan Thai (Thai)
- ^ Dua pagoda Diarsipkan 2016-03-05 di Wayback Machine. Cultural Office, Songkhla (Thai)
- ^ Makam Sultan Sulaiman Shah Kementerian Kebudayaan Thai (Thai)
- ^ Montesano, p. 84.
- ^ Syukri, p. 10.
- ^ Montesano, p. 20. See also pp. 282–283.
- ^ Blagden, pp. 122–124.
- ^ Sweeney, pp. 52–53.
- ^ Scrivener, pp. 169–170.
- ^ Scupin, pp. 63–64.
- ^ Laporan tentang hubungan antara Siam dan negara-negara asing pada abad ke-17. Vol. 2, pp. 208–209.
- ^ Loubère, p. 112.
- ^ na Pombejra p.82.
- ^ Marcinkowski, pp. 19–24
- ^ Ravenswaay, p. 66.
Sumber
Pemerintah Thai / Perpustakaan Nasional Vajiranana
- Dutch Papers: extracts from the "Dagh Register" 1624–1642 (PDF), Vajiranana National Library, Bangkok, 1915
- Good Man Town: Surat Thani Tourist Information (PDF), Surat Thani Province Office of Tourism and Sports, Thailand, 2011, diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2014-03-13
- Records of the relations between Siam and foreign countries in the 17th century. Volume 2 (PDF), Vajiranana National Library, Bangkok, 1916, diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2014-06-09
Tesis PhD
- Chounchaisit, Pensuda (2007), The study of cultural heritage management of Wat Matchimawat (Wat Klang), Songkhla, Silpakorn University, Thailand. Archived from the original on 6 April 2014., diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-04-07
- na Pombejra, Dhiravat (1984), A political history of Siam under the Prasatthong dynasty 1629–1688, School of Oriental and African Studies, University of London, England
- Putthongchai, Songsiri (2013), What is it like to be Muslim in Thailand?, University of Exeter, England. Archived from the original on 27 March 2014., diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-04-13
Buku
- Colenbrander, Dr. H.T. (1898), Dagh-Register gehouden int Casteel Batavia: 1631–1634, Martinus Nijhoff
- Falarti, Maziar Mozaffari (2013), Malay Kingship in Kedah: Religion, Trade, and Society, Lexington Books, ISBN 0739168428
- Jacq-Hergouach, Michel (1993), L'Europe Et Le Siam Du XVIe Au XVIIe Siecle, L'Harmattan, ISBN 2738419739
- Loubère, Simon de la (1693), A new historical relation of the kingdom of Siam. Volume 1 (edisi ke-1st English), Printed by F.L. for Tho. Horne, Royal Exchange, London
- Montesano, Michael (2008), Thai South and Malay North: Ethnic Interactions on a Plural Peninsula, NUS Press, National University of Singapore, ISBN 9971694115
- Marcinkowski, Muhammad Ismail (2005), From Isfahan to Ayutthaya: Contacts Between Iran and Siam in the 17th Century, Pustaka Nasional Pte Ltd, Singapore, ISBN 9971774917
- Syukri, Ibrahim (1985), History of the Malay Kingdom of Patani, Ohio University Press, ISBN 0896801233
- Umar, Umaiyah Haji (2003), The assimilation of Bangkok-Melayu communities in the Bangkok metropolis and surrounding areas, Kuala Lumpur: Allwrite. Sdn. Bhd., ISBN 9749121341
Jurnal
- Blagden, C.O. (1941), "A XVIIth Century Malay Cannon in London", Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society, 19 (1): 122–124, ISSN 0126-7353
- Choungsakul, Srisuporn (2006), "The role of Chinese traders on the growth of Songkhla" (PDF), Manusya Journal of Humanities (Chulalongkorn University), 9 (2): 45, ISSN 0859-9920
- Hutchinson, E.W. (1933), "The French foreign mission in Siam during the XVIIth century" (PDF), Journal of the Siam Society, 26 (1): 3–4, ISSN 0857-7099
- Maxwell, W.G. (1910), "A Letter of Instructions from the East Indian Company to its Agent, circ. 1614" (PDF), Journal of the Straits Branch of the Royal Asiatic Society, 54: 80–81, ISSN 2304-7534, diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2014-06-12, diakses tanggal 2014-04-11
- Ravenswaay, L.F. van (1910), "Translation of van Vliet's Description of the Kingdom of Siam" (PDF), Journal of the Siam Society, 7 (1), ISSN 0857-7099
- Scrivener, R.S. (1981), "The Siamese Brass Cannon in the Figure Court of the Royal Hospital, Chelsea, London" (PDF), Journal of the Siam Society, 69: 169–170, ISSN 0857-7099
- Scupin, Raymond (1980), "Islam in Thailand before the Bangkok period" (PDF), Journal of the Siam Society, 68 (1): 63–64, ISSN 0857-7099
- Sweeney, Amin (1971), "Some Observations on the Malay Sha'ir", Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society, 4 (1): 52–53, ISSN 0126-7353