Lompat ke isi

Suku Sentani: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Envapid (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Envapid (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 24: Baris 24:
[[Berkas:Men's house - Collectie stichting Nationaal Museum van Wereldculturen - TM-10008302.jpg|thumb|300px|left|Kombo, rumah panggung sentani untuk inisiasi laki-laki di Asei, 1903]]
[[Berkas:Men's house - Collectie stichting Nationaal Museum van Wereldculturen - TM-10008302.jpg|thumb|300px|left|Kombo, rumah panggung sentani untuk inisiasi laki-laki di Asei, 1903]]


Konstruksi rumah Sentani merupakan [[rumah panggung]] yang menggunakan [[kayu sowang]] (Xanthostemon sp.) yang ditancapkan ke dasar danau, berdinding pelepah [[rumbia|sagu]], memiliki lantai dari papan batang sagu, dan beratap daun sagu.<ref name="Suroto 2017"/> Bentuk Kombo beragam, di Kampung Ifale, berbentuk peesegi empat, sedangkan di Kampung Asei berbentuk persegi duabelas. Berhubungan dengan jumlah 12 klan di Kampung Asei. Atap bangunan tersebut berbentuk limasan bertingkat, untuk Kampung Ifale bersusun dua, tiga untuk Kampung Asei. Atap bangunan (''yam'') ditopang oleh tiang sentral pada bangunan yang disebut ''orolu''. Pada bubungan akan diberi tutupan mali, yang pada puncaknya dapat dihias dengan stupa emas ''rara'' atau patung pada masa lampau. Kemudian banguan akan dihias oleh totem klan atau ukiran, yang membedakannya dengan rumah milik ondofolo lain.
Konstruksi rumah Sentani merupakan [[rumah panggung]] yang menggunakan [[kayu sowang]] (Xanthostemon sp.) yang ditancapkan ke dasar danau, berdinding pelepah [[rumbia|sagu]], memiliki lantai dari papan batang sagu, dan beratap daun sagu.<ref name="Suroto 2017"/> Bentuk Kombo beragam, di Kampung Ifale, berbentuk peesegi empat, sedangkan di Kampung Asei berbentuk persegi duabelas. Berhubungan dengan jumlah 12 klan di Kampung Asei. Atap bangunan tersebut berbentuk limasan bertingkat, untuk Kampung Ifale bersusun dua, tiga untuk Kampung Asei. Atap bangunan (''yam'') ditopang oleh tiang sentral pada bangunan yang disebut ''orolu''. Pada bubungan akan diberi tutupan mali, yang pada puncaknya dapat dihias dengan stupa emas ''rara'' atau patung pada masa lampau. Kemudian banguan akan dihias oleh totem klan atau ukiran, yang membedakannya dengan rumah milik ondofolo lain.<ref name="Mahmud 2010">{{Cite book|url=https://repositori.kemdikbud.go.id/26999/2/Arsitektur%20Rumah%20Tradisional%20Sentani%20Papua.pdf|title=Arsitektur Rumah Tradisional Sentani Papua|last=Mahmud|first=M. Irfan|isbn=9789794619292|date=2010|publisher=Direktorat Tradisi, Direktorat Jenderal Nilai Budaya, Seni, dan Film. Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata|location=Jakarta}}</ref>


===Gerabah===
===Gerabah===

Revisi per 25 Juni 2024 01.54

Sentani
Jumlah populasi
30.000[1]
Daerah dengan populasi signifikan
Papua (Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura)
Bahasa
Sentani, Melayu Papua, dan Indonesia
Agama
Kekristenan (terutama Protestan), Islam
Kelompok etnik terkait
Enggros • Moy • Tobati

Suku Sentani adalah kelompok etnis yang mendiami wilayah Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua.[1] Terutama di sekitar danau Sentani dan sebagian kotamadya Jayapura. Jumlah populasinya sekitar 30.000 jiwa.[1]

Distribusi

Permukiman suku Sentani terpusat di tiga wilayah geografis. Pertama, kelompok barat yang terkonsentrasi di Pulau Yonokom. Di pulau ini terdapat beberapa kampung seperti Doyo, Sosiri, Yakonde, dan Dondai. Di daratan sebelah barat pulau ini berdiam suku Moy di kampung-kampung, seperti Sabron Yaru, Dosai, Waibon, dan Maribu. Mereka memiliki dialek sendiri.

Kedua, kelompok timur yang terkonsentrasi di Pulau Asei. Kelompok ini tersebar dalam empat kampung, yaitu Ayapo, Asei Kecil, Waena, dan Yoka. Ketiga, kelompok tengah yang terkonsentrasi di Pulau Ifar. Kampung-kampung mereka adalah Kabetrow, Ifar Besar, Ifar Kecil, dan Yoboi.[1]

Budaya

Perlu diketahui bahwa suku Sentani menggunakan bahasa yang termasuk Rumpun bahasa Trans-Nugini dan bukanlah Austronesia. Akan tetapi beberapa contoh budaya Sentani adalah budaya Austronesia.[2]

Rumah tradisional

Kombo, rumah panggung sentani untuk inisiasi laki-laki di Asei, 1903

Konstruksi rumah Sentani merupakan rumah panggung yang menggunakan kayu sowang (Xanthostemon sp.) yang ditancapkan ke dasar danau, berdinding pelepah sagu, memiliki lantai dari papan batang sagu, dan beratap daun sagu.[2] Bentuk Kombo beragam, di Kampung Ifale, berbentuk peesegi empat, sedangkan di Kampung Asei berbentuk persegi duabelas. Berhubungan dengan jumlah 12 klan di Kampung Asei. Atap bangunan tersebut berbentuk limasan bertingkat, untuk Kampung Ifale bersusun dua, tiga untuk Kampung Asei. Atap bangunan (yam) ditopang oleh tiang sentral pada bangunan yang disebut orolu. Pada bubungan akan diberi tutupan mali, yang pada puncaknya dapat dihias dengan stupa emas rara atau patung pada masa lampau. Kemudian banguan akan dihias oleh totem klan atau ukiran, yang membedakannya dengan rumah milik ondofolo lain.[3]

Gerabah

Penggunaan gerabah tidak ditemukan di daerah lain di Papua kecuali di pesisir utara Papua, khususnya suku sentani dan Kurudu. Pusat kebudayaan gerabah Sentani terletak di Abar. Gerabah Abar ini dibuat menggunakan pasir dan tanah liat dan bisa berupa tempayan besar yang disebut hele untuk menyimpan tepung sagu atau air, atau berbentuk tempayan kecil yang disebut helai yang digunakan untuk memasak ikan, belut, siput, dan lain lain. Sedangkan kende merupakan piring lonjong untuk tempat hidangan.[2]

Tato

Cetakan Tato yang ditemukan saat Ekspedisi Wichmann di utara pulau Papua, 1903, ditekankan ke kulit untuk memberi bekas dan alur tato.

Budaya Tato juga merupakan contoh budaya Austronesia yang dimiliki oleh suku Sentani yang biasanya dipakai di wajah, tangan dan kaki. Tato adalah simbol kekuasaan, kecantikan, dan status sosial dalam masyarakat. Jenis tato akan bervariasi bergantung pada status sosial seperti Ondofolo, pemimpin adat tertinggi; kotekol, kepala suku; yobu/yoholom, masyarakat biasa. Cara pentatoan menggunakam duri sagu atau duri umbi yang menggunakan campuran getah dan arang. Pria akan menggunakan tato pada hidung dan dahi dengan desain simpel, sedangkan wanita menggunakan desain lebih rumit pada dahi, punggung, lengan dan betis.[2]


Referensi

  1. ^ a b c d Zulyani,, Hidayah,. Ensiklopedia suku bangsa di Indonesia (edisi ke-Edisi kedua). Jakarta. ISBN 9789794619292. OCLC 913647590. 
  2. ^ a b c d Suroto, Hari (2017-07-31). "BUDAYA AUSTRONESIA Dl KAWASAN DANAU SENTANI". Jurnal Penelitian Arkeologi Papua Dan Papua Barat. 8 (2): 121–128. doi:10.24832/papua.v8i2alt=Dapat diakses gratis. ISSN 2085-9767. Diakses tanggal 2023-02-1. 
  3. ^ Mahmud, M. Irfan (2010). Arsitektur Rumah Tradisional Sentani Papua (PDF). Jakarta: Direktorat Tradisi, Direktorat Jenderal Nilai Budaya, Seni, dan Film. Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. ISBN 9789794619292.