Lompat ke isi

Kategori:Gerakan mahasiswa: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
gerakan mahasiswa dan dinamika orde baru
Borgxbot (bicara | kontrib)
k Robot: Cosmetic changes
 
(Satu revisi perantara oleh satu pengguna lainnya tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
Gerakan mahasiswa Indonesia
GERAKAN MAHASISWA DAN DINAMIKA ORDE BARU*

Oleh : Fahmi Irhamsyah dan*
[[Kategori:Sejarah Indonesia]]
Dalam Ilmu Tata negara disebutkan, bahwa sebuah negara haruslah memenuhi tiga unsur. Yaitu ; Wilayah, Pemerintah dan Rakyat. Artinya, jika salah satu unsur tidak ada, maka predikat negara tidak dapat di sandang. Tiga unsur tadi sesungguhnya memiliki peranan masing-masing dan ketergantungan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Rakyat membutuhkan pemerintah yang dapat mensejahterakannya. Pemerintah pun membutuhkan rakyat yang bersedia mendukung kinerja pemerintah. Atau, bila kita mengutip pernyataan Plato dalam teori ideanya. Pemerintah yang oleh Plato di analogikan dengan kepala adalah elemen yang bertugas memikirkan bagaimana perut (Rakyat) dapat terisi dan tidak mengganggu kepala (pemerintah) ketika menjalankan kerjanya. Kedua unsur ini, baik rakyat maupun pemerintah tidak akan berdiri jika tidak ada wilayah. Inilah hikmah sebenarnya mengapa dikatakan tiga elemen tadi tidak dapat dipisahkan dan saling ketergantungan satu sama lain.
[[Kategori:Aktivis]]
Dalam proses mencari dan mendukung pemerintah yang mau mensejahterakan rakyatnya. Dibutuhkan orang-orang (dari unsur rakyat) yang peduli, prihatin, serta berani berhadapan dengan pemerintah. Karena hanya dengan keberanianlah kaki dan mulut rakyat akan bisa sampai ke depan wajah dan telinga birokrat negara yang terkena penyakit “lupa” lupa mensejahterakan rakyatnya, ataupun lupa cara turun dari kursi kekuasaan!
[[Kategori:Aktivisme]]
Indonesia sebagai salah satu negara yang secara de jure dan de facto telah di akui oleh dunia internasional, pun tak lepas dari keberadaan birokrat-birokrat negara yang terkena penyakit “lupa”. Jika saja boleh beranalogi, maka layak kiranya kita analogikan birokrat yang berpenyakit “lupa” tersebut sebagai stimulus. Bagaimana dengan responnya? Respon jelas akan muncul dari rakyat sebagai kutub yang “kadang-kadang” kadang-kadang mendukung pemerintah sepenuhnya, namun tak jarang pula menolak mentah-mentah kebijakan pemerintah yang di rasa tidak berfihak pada rakyat.
Mahasiswa merupakan salah satu elemen yang terdapat dalam gelombang rakyat. Di Indonesia, sejak tahun 1908 mahasiswa telah memiliki posisi tersendiri dalam kancah perpolitikan negara. Atau lebih tepatnya lagi dalam sejarah perubahan bangsa. Tengok saja, tahun 1908, 1928, 1945, 1965, 1978 sampai yang terakhir tahun 1998. mahasiswa selalu menjadi garda terdepan dalam proses perubahan bangsa menuju negara yang sesuai dengan amanat pancasila dan UUD 1945.
Tahun 1908 sampai 1998 merupakan kurun waktu yang cukup panjang, bahkan amat panjang dalam penulisan sejarah. Maka dalam tulisan ini kami hanya akan membatasi pergerakan mahasiswa dan dinamika Orde baru sejak tahun 1966-1988. semoga dengan membaca tulisan ini, kita mampu mengambil hikmah dari peristiwa sejarah agar kita kelak lebh arif dan bijaksana lagi. Inilah tulisan sederhana berjudul GERAKAN MAHASISWA DAN DINAMIKA ORDE BARU.
*****
Siang itu merupakan masa yang tragis bagi Sukarno. Pidato pertanggung jawabannya yang berjudul “NAWAKSARA” di tolak oleh MPRS pada tanggal 10 januari 1967. tak lama kemudian, tepatnya 7 maret 1967 MPRS mencabut kekuasaan Sukarno. Itu artinya, satu rezim telah tumbang dan digantikan oleh rezim yang baru. Rezim yang kelak penuh dengan kontroversi, rezim yang penuh dengan dinamika, rezim yang pada masanya “seakan” tidak pernah ada gejolak politik di karenakan gejolak-gejolak yang timbul dan kiranya akan mengganggu posisi sang penguasa selalu hilang dengan cepatnya di lindas oleh roda militeristik penguasa. Inilah, rezim penguasa yang penuh kuasa dan selalu haus dengan kekuasaan. Rezim yang pengaruhnya menancap di hampir seluruh wilayah tanah air, Mulai dari gedung-gedung bertingkat di perkotaan sampai sawah di desa-desa. Inilah rezim tiga puluh dua tahun yang gelap namun romantis bagi sebagian orang. Inilah rezim di mana nyawa seakan tidak ada harganya. Rezim sang Jenderal bintang lima. Haji Muhammad Soeharto.
Tentu kita sudah tahu jawabannya, bila seseorang di tanya. Maukah anda menjadi presiden? Jangankan menjadi presiden, untuk menduduki jabatan lurah saja, tak sedikit orang yang mengorbankan sawah, mobil dan harta kekayaan lainnya. Apalagi menjadi presiden! Mengapa? Karena jabatan ini merupakan jabatan yang sangat basah dengan segala fasilitas hidup mewah lainnya. Tak berbeda pula dalam pemikiran Soeharto, maka dalam rangka mempertahankan kekuasaannya segala daya dan upaya ia lakukan. Mulai dari mengenyangkan perut rakyat agar tertidur pulas dan lupa akan aktifitas politiknya, hingga pengeluaran kebijakan-kebijakan yang dapat menguntungkan diri dan keluarganya.
Banyak memang rakyat yang merasa kenyang pada masa rezim orde baru berkuasa. Tapi jangan salah! Tidak sedikit pula rakyat yang meronta-ronta karena haknya di rampas oleh jenderal berbintang lima tersebut. Di saat sebagaian rakyat tertidur pulas karena kenyang, dan sebagian lainnya sibuk menyeka air mata mereka yang tak henti-hentinya keluar karena rasa sedih yang dirasakannya. Mahasiswa tetap berdiri kokoh, insan muda harapan bangsa ini dengan idealismenya masing-masing tetap menjalankan fungsinya sebagai moral force atau kekuatan moral. Mahasiswa bertindak bukan sebagai elite politik yang berusaha mendapatkan kekuasaan, melainkan sebagai kekuatan moral yang secara aktif ikut berperan dalam mencapai tujuan negara sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yang berbunyi ;” melindungi segenap bangsa, memajukan kesehteraan umum, mencerdaskan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia….” Karena hal inilah, tugas mahasiswa sesungguhnya bukan hanya duduk manis di kampus mendengarkan pak dosen berbicara, melainkan juga memberikan kritik berarti terhadap keadaan sosial politik yang tidak benar.
Sebagai orang yang tidak ingin kekuasaannya terganggu, pemerintah orde baru selalu berupaya meredam ancaman-ancaman yang datang. Termasuk juga meredam gerakan mahasiswa yang dalam beberapa periode sebelumnya selalu muncul dan memenangkan pertandingan. Upaya meredam gerakan-gerakan ekstra kampus seperti PMII (Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia), HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia), PMKRI (Persatuan Mahasiswa Kristen Republik Indonesia) dan GMKI (Gerakan Mahasiswa Katolik Indonesia) adalah dengan cara menciptakan suatu wadah bersama. Karenanya, pada tanggal 23 juli 1973 di dirikanlah organisasi KNPI. Organisasi yang pendiriannya di pelopori oleh Jenderal Ali Moertopo dan beberapa eks aktivis ’66 ini bertujuan untuk meleburkan gerakan-gerakan mahasiswa ke dalam satu wadah bersama. Itu artinya eksistensi gerakan-gerakan mahasiswa dengan “gaya”nya masing-masing kini sudah tidak berlaku dan tidak di akui lagi karena peleburan tadi. Dengan demikian, segala tindak tanduk mahasiswa akan dengan mudahnya diketahui oleh pemerintah karena pemerintah mendapatkan kemudahan dalam mengawasi mahasiswa.
Organisasi-organisasi ekstra universitas ini sebenarnya jauh-jauh hari sebelumnya telah mengambil sikap. Tepat tanggal 9 oktober 1972 mereka pernah menyatakan :
Bahwa keanekaragaman dalam latar belakang sosial kulturil merupakan realitas, yang juga tercermin dalam kehidupan generasi muda dalam bentuknya seperti sekarang. Di satu pihak merupakan pencerminan dari realisasi sosial yang ada, dan di lain pihak dalam rangka untuk mengembangkan rasa tanggung jawab terhadap bangsa dan negara, adalah keyakinan dan tekad kami bahwa keanekaragaman kelompok generasi muda bukan merupakan alasan untuk tidak terjalinnya kerja sama dan persatuan dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa
Pernyataan ini ternyata tak berpengaruh apa-apa pada pria kelahiran kemusuk 8 juni 1921 ini. Ia tetap bersikeras untuk merealisasikan berdirinya KNPI hingga akhirnya berhasil berdiri.
Dapat di bilang upaya pemerintah melakukan deormasisasi gerakan mahasiswa ekstra kampus berbuah keberhasilan, terlebih lagi setelah peristiwa MALARI 1974 yang dijadikan momentum pengembangan KNPI ke seluruh wilayah tanah air dan pasca kongres KNPI pertama yang menjadikan KNPI secara formal menjadi wadah tunggal organisasi pemuda termasuk gerakan mahasiswa.. Mengapa patut di bilang berhasil? Karena pada masa setelah KNPI berdiri, yang lebih banyak melakukan protes-protes dan demonstrasi adalah dewan mahasiswa yang notabene merupakan organisasi mahasiswa intra kampus. Kemana organisasi ekstra kampus tersebut? Maka sesungguhnya, Ini membuktikan bahwa upaya penguasa orde baru yang di lantik pada 27 maret 1968 untuk meng”adem ayem”kan mahasiswa telah berhasil.
Seperti menjatuhkan kartu berbaris, setelah membereskan organisasi ekstra kampus. Pemerintah masih harus menjatuhkan organisasi-organisasi mahasiswa intern kampus yang sejatinya juga dapat membahayakan kedudukan rezim tersebut. Apa yang dilakukan pemerintahan orde baru kepada organisasi intern kampus? Akankah perlakuannya juga sama dengan organisasi ekstra kampus yang notabene berafiliasi pada parpol tertentu? Kita lanjutkan pembicaraan kita!
Terhadap organisasi intern kampus pemerintah melakukan cara yang berbeda, bukan lagi dengan mendirikan organisasi pelebur. Melainkan dengan berbagai kebijakan yang mengungkung seluruh aktifitas politik mahasiswa. Di awali dengan dikeluarkannya SK MENDIKBUD No. 028/1974 yang mengharuskan mahasiswa meminta izin rektor jika ingin membuat suatu kegiatan, mahasiswa tetap tak gentar, bahkan protes-protes makin sering dilancarkan. Puncaknya, pada pertengahan tahun 1977 Dewan Mahasiswa Indonesia pernah memproklamirkan organisasi mereka sebagai DPR tandingan yang lebih bisa mengakomodir dan memenuhi kebutuhan dasar rakyat.
Tak senang dengan jawaban dari mahasiswa, pemerintah melakukan tindakan. Tindakan pertama sebenarnya lebih soft di banding tindakan selanjutnya. Yaitu pemerintah mengirimkan para teknorat ke dalam kampus untuk berdiaog dengan mahasiswa. Bagaimana respon mahasiswa? Tiga univeritas (ITB, UI dan UGM) saat itu menolak mentah-mentah kedatangan para teknorat ke kampus. Tak ayal ini membuat sang penguasa naik pitam. Karena ini pula pemerintah pada pertengahan tahun 1977 mengeluarkan perintah kepada militer untuk menduduki kampus dan meredam organisasi-organisasi di dalamnya. Tak puas dengan dengan apa yang telah dilakukan, MENDIKBUD atas perintah presiden mengeluarkan SK menteri No. 037/U/1978 yang berisi tentang penataan kembali kehidupan kampus. Menyusul setelahnya, instruksi DIRJEN no.002/inst/1978 tentang pokok pelaksanaan kembali lembaga kemahasiswaan di perguruan tinggi.
Dewan mahasiswa saat itu berhasil dibekukan. sebagai ganti, pemerintah hanya mengijinkan SMF (senat mahasiswa Fakultas) dan BPMF. SMF sebagai lembaga eksekutif pun bidangnya di batasi sekali. SMF hanya boleh beraktifitas dengan tiga bidang ; 1) bidang kesejahteraan mahasiswa 2) bidang minat bakat, dan 3) pengembangan pemikiran. Organisasi ekstra maupun Intra telah berhasil di redam oleh pemerintah. Akankah pergerakan mahasiswa berhenti sampai di sini? Dinamika seperti apa yang terjadi antara kalangan mahasiswa maupun antar mahasiswa dengan pemerintah?
*****
Kelompok Studi, LSM dan pemerintah
Pertengahan tahun 1979, memasuki PELITA III. Ekonomi Indonesia mulai menurun. Ini merupakan salah satu dampak dari strategi ekonomi yang terlalu mengandalkan pada sektor ekspor minyak. Akibatnya, di saat harga minyak mulai merosot berbarengan pulalah dengan penurunan kualitas ekonomi. Bantuan-bantuan luar negeri yang awalnya mampu menopang perekonomian negara sekarang malah berganti menyulitkan negara. Terlalu banyak beban utang dan bunga yang harus di bayar oleh negara. Terseok-seok membayar cicilan mengakibatkan munculnya pahlawan baru. Yaitu swasta. Swatalah yang saat itu banyak memberikan bantuan. Akibatnya, status swasta semakin hari semakin di atas angin. Bahkan wewenang dan tanggung jawab pemungutan utang luar negeri sempat berpindah dari tangan bea cukai ke sebuah perusahaan swasta bernama swiss sgs.
Di saat yang bersamaan, keadaan politik semakin memanas. Soeharto yang sebelumnya (tahun 1983) dapat menguasai suara GOLKAR mulai mengalami goncangan-goncangan politik. Ini jelas, karena jabatan presiden sangat menggiurkan bagi banyak elite politik. Para pemburu kekuasaan pun makin bergairah lagi ketika pada pertengahan 1988 ia mengatakan bahwa pada masa ini (1988-1993) ia tidak akan menyelesaikan jabatan secara penuh. Dalam posisi seperti ini, maka wakil presiden lah yang nantinya akan menggantikan presiden. Karena itu mulai terjadi persaingan ketat untuk memeperebutkan kursi wakil presiden.
GOLKAR dalam musyawarahnya mencalonkan Soedarmono sebagai wakil presiden. Namun ABRI di bawah komando Moerdani menolak hal terebut. Upaya tarik menarik kursi kekuasaan di kalangan elite membawa dampak tersendiri bagi sebagian masyarakat. Ketika itu nasib masyarakat menjadi kurang diperhatikan. Ironisnya, di kalangan mahasiswa yang biasanya menjadi garda terdepan dalam mencegah tindakan sospol yang tidak beres pun mengalami perpecahan.
Para mahasiswa yang idealis dan tidak terkooptasi oleh KNPI serta tidak terkena pembekuan oleh pemerintah mencoba mencari cara baru dalam menyalurkan perasaan mereka yang membuncah-buncah itu. Sebagian dari mereka akhirnya mendirikan berbagai kelompok studi. Dan sebagian yang lain bergabung dengan LSM, bahkan beberapa mahasiswa justeru membuat LSM Mahasiswa. Kesemuanya dengan tujuan yang sama. Mensejahterakan rakyat dan menangani permasalahan-permasalahan sosial.
Masalah ternyata makin banyak bermunculan. Di kalangan kelompok studi, LSM dianggap tidak menyelasaikan permasalahan rakyat sampai ke akar-akanya. LSM hanya menyentuh sebagian dari rakyat saja. Selain itu, sifatnya pun tidak berkesinambungan. Begitu juga selanjutnya, kalangan LSM menyatakan bahwa kelompok studi merupakan langkah perjuangan yang tidak efektif. Ini dikarenakan status mahasiswa yang sifatnya temporary. Padahal perjuangan demi rakyat membutuhkan para pemuda yang mau bekerja secara berkesinambungan. Keadaan antara LSM dan kelompok studi ini makin keruh lagi ketika KNPI dengan sangat gamblangnya menyatakan bahwa kedua organisasi pergerakan ini di manfaatkan oleh beberapa partai politik dalam rangka menggususr Soeharto.
Beberapa mahasiswa yang bosan dengan keadaan ini, akhirnya memilih untuk keluar dari LSM maupun kelompok studi. Mereka ingin melakukan langkah-langkah yang lebih praktis, efektif dan efisien. Akhirnya banyak dari mereka yang mendirikan tim aksi. Melihat potensi-potensi yang menguntungkan, tim aksi pun mulai banyak menjadi incaran partai politik. Mahasiswa ketika itu mulai berfikir keras tentang bagaimana langkah yang efektif dalam rangka melangsungkan kerja-kerja gerakan mahasiswa.
Jika LSM, kelompok studi maupun tim aksi berada di luar kampus. Maka berbeda dengan keadaan di dalam kampus. Keadaan yang “adem ayem” di dalam kampus ternyata tidak menyurutkan beberapa mahasiswa untuk melakukan kajian. Maka di dalam kampus, tidak menghitung waktu yang terlalu lama telah muncul banyak sekali forum-forum kajian mahasiswa. Mereka umumnya digerakkan oleh pers mahasiswa, perlahan namun pasti. Hal ini ternyata di anggap sangat efektif. Sebuah Pergerakan yang mempropagandai pemikiran mahasiswa dalam waktu yang singkat, dan yang paling menguntungkan adalah. Kegiatan ini tidak bertentangan dengan NKK/BKK yang dicanangkan pemerintah. Akhirnya, hingga NKK/BKK di cabut oleh Fuad Hasan pada tahun 1990. Gerakan-gerakan pers mahasiswa terus mewarnai kancah pergerakan insan muda beralmamater ini, walaupun isu yang di angkat seringkali berubah dengan begitu cepatnya, namun gerakan dari dalam kampus
ini, telah banyak menyadarkan para mahasiswa luar kandang untuk pulang dan kembali menyusun kekuatan bersama. Begitulah hingga sekitar pertengahan tahun 1990. pergerakan mahasiswa banyak di “kompor-kompori” oleh pers kampus. sehingga giroh yang selama ini hilang karena terlalu lelah berdebat dengan sesama gerakan mahasiswa kembali bangkit dan begitu kerasnya membuncah-buncah dalam dada para mahasiswa hingga tertumpahkan pada tahun 1998. Tahun yang takkan hilang dari sejarah besar negri ini, tahun yang menandakan tumbangnya sebuah empirium 32 tahun. Tahun runtuhnya kekuasaan orde baru. Dan pers mahasiswa banyak memegang peran di dalamnya!
***

Revisi terkini sejak 10 April 2008 19.07

Gerakan mahasiswa Indonesia