Lompat ke isi

Seni lakon: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
AppreRoom (bicara | kontrib)
k tanda baca
←Mengalihkan ke Sandiwara
Tag: Pengalihan baru
 
(15 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
#ALIH[[Sandiwara]]
'''Istilah ‘''performance art''’'''

Berdasar pada beberapa ensiklopedia seni dari Eropa dan Amerika, ''performance art'' tidak masuk dalam kategori ''performing art''. ''Performance art'' menyertakan materi ''performing art'' sebagai bahan atau elemen pendukung, bukan bertujuan menjadi sebuah ‘barang atau produk jadi’.
''Performing art'' mengandalkan susunan kreasi berdasarkan plot, dramaturgi, ritme, dan berbagai tehnik teatrikal lainnya seperti opera, tari, paduan suara, konser dan lain sebagainya serta berbagai hal yang artifisial seperti akting atau gerakan yang bertujuan sebagai sebuah produk jadi yang siap dinikmati konsumen.

[Kata ‘''performance''’ bermakna ‘pertunjukan’; ‘perbuatan’; ‘hasil’; ‘pelaksanaan’; ‘penyelenggaraan’; ‘pergelaran’, demikian dalam kamus besar bahasa Indonesia, sedangkan menurut kamus bahasa Inggris berarti: ''the act or manner of exhibiting an art, skill, or capacity; an action, deed, or thing done, the act of performing or condition of being performed'']

''Performance art'' lebih merupakan sebuah karya reduksi dari berbagai hal (bentuk, faham, filosofi, teori, pemikiran) yang telah mapan. Ia banyak memecah dan mendobrak benteng-benteng dan puri aristokrasi paradigma lama hingga seringkali dicap sebagai karya anomali. Padahal semua karya manusia tak pernah lepas dari semiotika.

Berbeda dengan ''performance art'', konsep dalam ''performing art'' adalah konsep yang tertata apik, tidak lagi melalui atau pun melahirkan ruang konseptual baru. ''Performing art'' berada dalam bidang yang sama sekali lain dengan ''performance art'', karena produknya lebih artifisial dan ''welldone''.
[''Performing'' adalah sebuah kata sifat yang berarti: ‘mempertunjukkan’. ''Performing art'' = seni mempertunjukkan, demikian menurut kamus terjemahan Inggris-Indonesia, namun hingga kini terjemahannya adalah ‘seni pertunjukan’. Terjemahan ini sudah selayaknya dikaji ulang agar tidak terjadi salah paham yang berkelanjutan.]

Itulah mengapa banyak penulisan term ''performance art'' tidak menggunakan terjemahan dalam bahasa Indonesia, karena ada kemungkinan bahwa pemaknaan istilahnya selama ini rancu.
Sejarah ''performance art'' meliputi data yang sangat luas hingga ke detil-detilnya, karena satu dan lainnya saling berkaitan dengan berbagai aspek dan situasi yang menyelimutinya di tiap titik. Kumpulan data yang sangat luas ini melahirkan berbagai persepsi dan interpretasi yang beraneka, termasuk persepsi dan interpretasi para penulisnya. Berbagai observasi baik langsung mau pun studi pustaka, membuat penulis membatasi istilah ''performance'' dan ''performance art'' untuk masing-masing kasus.

''Performance'' digunakan untuk setiap kasus penampilan (menampilkan aksi atau objek, atau ‘ulah sebuah obyek sebagai subyek’), yang bisa berarti ''performance'' atau performa seorang atlet, pembalap atau binaragawan, produk obat, iklan dan sebagainya.

''Performance art'' lebih merujuk pada ‘seni penampilan’. Ini lebih konseptual karena menyandang kata ‘seni’ atau ‘''art''’ sebagai beban makna tersendiri selain kata '''performance''’. ‘Seni’ sebagai institusi tersendiri --''kata pertama''-- yang menerangkan ‘penampilan’ –''kata ke dua''-- (yaitu kata benda yang berarti: ‘proses’; ‘cara’; ‘perbuatan’ menampilkan –bertalian dengan prefiks verbal ''me-'') konsep si penampil, bukan sekedar ''performer''/ pelaku dalam ''performance'', tapi ‘''performance artist''’. Hal ini karena setiap ''performance'' belum tentu berbobot seni (misalnya: ‘''performance'' bapak direktur tadi sangat hebat’, atau ‘''performance'' kecepatan mobil itu sungguh prima’).
Pembatasan ini perlu dilakukan karena seringkali terjadi bias dan penyederhanaan makna konseptual. ''Performance art'' berpangkal dari pemahaman anti-estetika, yang berarti sangat menolak ‘jauh-jauh’ dan lepas dari segala kaidah seni ('''''anti Art'''''). Hal ini berarti berbagai unsur artifisial macam tari, teater, musik, sastra dan dramaturginya sama sekali tidak menjadi utama dalam setiap penampilan para ''performance artist''. Keindahan ''performance art'' adalah pada konsep semata.
Itulah hal yang menjadikan alasan mengapa kata ’''art''’ perlu ditambahkan. Penggunaan kata ''art'' atau ’seni’ di sini menjadi sangat penting, karena menerangkan ‘''performance''’ yang sebetulnya sangat memporakporandakan pengertian ‘pertunjukan’ secara konvensional. Meski ''performance art'' dapat saja mengikutsertakan unsur tari, musik, nyanyi dan sebagainya, namun tetap bukan merupakan ‘seni pertunjukan’, karena bukan tarian atau musiknya yang menjadi obyeknya.

Atas dasar pemikiran tersebut pula, maka tidak digunakan terjemahan ‘''performance''’ sebagai ‘pertunjukan’. Berdasar pada sejarah dan realitas yang didapat, lebih mudah bagi penulis untuk me’reduksi’ terjemahan kata ‘''performance''’ sebagai ‘penampilan’, bukan ‘pertunjukan’ (bertalian dengan prefiks verbal ''ber-''). Apalagi kata dasar ‘tunjuk’ bersinonim dengan kata ‘tuding’ atau ‘mengacungkan jari telunjuk’. Kata ini berasosiasi ‘obyek’ semata. Sementara kata ‘tampil’ di sini (menurut kamus) bermakna ‘melangkah maju’ (ke muka, ke depan); muncul; menampakkan diri. Selain itu ‘menampilkan’ berarti ‘mengemukakan’ atau ‘membawa ke muka’ (eksis). Terjemahan ini lebih menguatkan ‘performa’ atau eksistensi sang penampil (''performer'') selaku ‘subyek’, ketimbang sekedar ‘tontonan’. Maka kesimpulannya, terjemahan lain dari ''performance art'' selain ‘seni penampilan’ adalah ‘'''seni performa'''’.

---




Sumber Pustaka:
*''Encyclopedia, The Columbia''/ Performance Art/ Sixth Edition/ 2001
*''Carlson, Marvin''/ Performance – A Critical Introduction/ London/ 1996
*''Soedarsono, R.M.''/ Metodologi Penelitian/ Seni Pertunjukan dan Seni Rupa/ MSPI/ 1999
*''Echols, John M. & Hassan Shadily''/ An English – Indonesian Dictionary/ Cornell University/ 1975
*''Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Tim''/ Kamus Besar Bahasa Indonesia/Edisi 2/ Departemen Pendidikan dan Kebudayaan/ Balai Pustaka/ 1994
*''Dictionary, The Lexicon Webster''/ Volume 11/The English-Languange Institute of America, Inc./1978
*''Chin, Sharon''/ An art of action/ StarMag/ Sunday 19 February
*''Byrd, Jeffery''/ Performance Art/ an encyclopedia of gay, lesbian, bisexual, transgender and queer culture/gltbq, Inc., 1130 West Adams Street, Chicago/ 2002-200
*''Goldberg, RoseLee''/ Performance – Live Art since 60th/ USA/ 1998
*''Listyowati, Atieq SS''/ Sejarah Performance Art: Sebuah Introduksi/ AppreRoom/ 2010

Revisi terkini sejak 22 Oktober 2018 16.24

Mengalihkan ke: