Ranub kong haba: Perbedaan antara revisi
k Medelam memindahkan halaman Ba ranub kong haba ke Ranub kong haba |
kTidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1: | Baris 1: | ||
''' |
'''Ranub Kong haba''' (sirih penguat kata) adalah proses peresmian khitbah, sebagai ikatan antara calon pengantin laki-laki dan calon pengantin perempuan. Pada acara R''anub Kong Haba'', pihak keluarga laki-laki datang membawa sirih (''ranub'') sebagai simbol penguat ikatan (''khong haba''). Selain sirih, pihak calon pengantin laki-laki juga membawa berbagai makanan khas [[Aceh]] (''penajoh''), seperangkat pakaian wanita dan perhiasan emas berbentuk cincin (''jeunamae''). ''Ranub Kong Haba'' ini dibawa setelah selesai ''jak meulakee'' (meminang).<ref>{{Cite journal|last=Roslaili|first=Yuni|date=2019-11-20|title=Kajian ‘Urf tentang Adat Ranub Kong Haba dan Akibat Pembatalannya di Aceh|url=https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/samarah/article/view/5192|journal=SAMARAH: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam|language=id|volume=3|issue=2|pages=417–437|doi=10.22373/sjhk.v3i2.5192|issn=2549-3167}}</ref> |
||
Istilah ''Ranub Kong Haba'' di [[Pasie Raja, Aceh Selatan|kecamatan Pasie Raja]] adalah benda-benda yang diserahkan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan pada saat pertunangan tersebut, sebagai lambang kesepakatan atau ikat janji bagi kedua belah pihak. Dalam proses pertunangan inilah antara ''niniek mamak'' pihak laki-laki dan ''niniek mamak'' pihak perempuan melakukan secara terbuka tentang waktu yang baik untuk ''gatib'' (menikah) atau sebatas tunangan. Dan juga sanksi-sanksi terhadap hal-hal yang mungkin terjadi di kemudian hari, dan lain-lain yang dirasa perlu sehubungan dengan upacara perkawinan tersebut. Upacara berlangsung dalam suasana yang meliputi adat ''reusam'', baik tutur kata, sikap, sajian makanan dan keadaan ruangan di seluruh rumah. Setelah segala persoalan itu selesai dirampungkan antara kedua belah pihak, maka pimpinan rombongan pengantar tanda pertunangan minta izin untuk kembali ke tempat laki-laki tersebut. Setelah menerima lamaran dari pihak laki-laki, maka pihak keluarga perempuan tidak dibenarkan menerima lamaran orang lain. Apabila ketentuan ini dilanggar, maka pihak keluarga perempuan akan dikenakan sanksi secara adat sebanyak dua kali lipat.<ref>{{Cite journal|last=Mihfa Rizkiya dan Nuraini1|first=|year=Januari 2017|title=TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP DENDA AKIBAT |
Istilah ''Ranub Kong Haba'' di [[Pasie Raja, Aceh Selatan|kecamatan Pasie Raja]] adalah benda-benda yang diserahkan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan pada saat pertunangan tersebut, sebagai lambang kesepakatan atau ikat janji bagi kedua belah pihak. Dalam proses pertunangan inilah antara ''niniek mamak'' pihak laki-laki dan ''niniek mamak'' pihak perempuan melakukan secara terbuka tentang waktu yang baik untuk ''gatib'' (menikah) atau sebatas tunangan. Dan juga sanksi-sanksi terhadap hal-hal yang mungkin terjadi di kemudian hari, dan lain-lain yang dirasa perlu sehubungan dengan upacara perkawinan tersebut. Upacara berlangsung dalam suasana yang meliputi adat ''reusam'', baik tutur kata, sikap, sajian makanan dan keadaan ruangan di seluruh rumah. Setelah segala persoalan itu selesai dirampungkan antara kedua belah pihak, maka pimpinan rombongan pengantar tanda pertunangan minta izin untuk kembali ke tempat laki-laki tersebut. Setelah menerima lamaran dari pihak laki-laki, maka pihak keluarga perempuan tidak dibenarkan menerima lamaran orang lain. Apabila ketentuan ini dilanggar, maka pihak keluarga perempuan akan dikenakan sanksi secara adat sebanyak dua kali lipat.<ref>{{Cite journal|last=Mihfa Rizkiya dan Nuraini1|first=|year=Januari 2017|title=TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP DENDA AKIBAT |
Revisi terkini sejak 23 Juni 2020 14.21
Ranub Kong haba (sirih penguat kata) adalah proses peresmian khitbah, sebagai ikatan antara calon pengantin laki-laki dan calon pengantin perempuan. Pada acara Ranub Kong Haba, pihak keluarga laki-laki datang membawa sirih (ranub) sebagai simbol penguat ikatan (khong haba). Selain sirih, pihak calon pengantin laki-laki juga membawa berbagai makanan khas Aceh (penajoh), seperangkat pakaian wanita dan perhiasan emas berbentuk cincin (jeunamae). Ranub Kong Haba ini dibawa setelah selesai jak meulakee (meminang).[1]
Istilah Ranub Kong Haba di kecamatan Pasie Raja adalah benda-benda yang diserahkan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan pada saat pertunangan tersebut, sebagai lambang kesepakatan atau ikat janji bagi kedua belah pihak. Dalam proses pertunangan inilah antara niniek mamak pihak laki-laki dan niniek mamak pihak perempuan melakukan secara terbuka tentang waktu yang baik untuk gatib (menikah) atau sebatas tunangan. Dan juga sanksi-sanksi terhadap hal-hal yang mungkin terjadi di kemudian hari, dan lain-lain yang dirasa perlu sehubungan dengan upacara perkawinan tersebut. Upacara berlangsung dalam suasana yang meliputi adat reusam, baik tutur kata, sikap, sajian makanan dan keadaan ruangan di seluruh rumah. Setelah segala persoalan itu selesai dirampungkan antara kedua belah pihak, maka pimpinan rombongan pengantar tanda pertunangan minta izin untuk kembali ke tempat laki-laki tersebut. Setelah menerima lamaran dari pihak laki-laki, maka pihak keluarga perempuan tidak dibenarkan menerima lamaran orang lain. Apabila ketentuan ini dilanggar, maka pihak keluarga perempuan akan dikenakan sanksi secara adat sebanyak dua kali lipat.[2]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Roslaili, Yuni (2019-11-20). "Kajian 'Urf tentang Adat Ranub Kong Haba dan Akibat Pembatalannya di Aceh". SAMARAH: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam. 3 (2): 417–437. doi:10.22373/sjhk.v3i2.5192. ISSN 2549-3167.
- ^ Mihfa Rizkiya dan Nuraini1 (Januari 2017). "TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP DENDA AKIBAT
PEMBATALAN PEMINANGAN (KHIṬBAH)". AL-MURSHALAH. Vol. 3 (No. 1). line feed character di
|title=
pada posisi 43 (bantuan)