Lompat ke isi

Konotasi: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Dikembalikan ke revisi 14453676 oleh RaymondSutanto (bicara).
Tag: Pembatalan
Membalikkan revisi 20311490 oleh 103.80.81.224 (bicara)
Tag: Pembatalan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(9 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
Ada dua pendapat terkait konotasi. Pendapat ini diyakini bersumber dari sejumlah rujukan dan pengajarannya.
'''Konotasi''' adalah makna [[kultural]] atau [[emosional]] yang bersifat subjektif dan melekat pada suatu kata atau frasa. Sementara itu, makna eksplisit dan harfiah dari suatu kata atau frasa disebut [[denotasi]].

== Pendapat Pertama ==
'''Konotasi''' adalah makna tambahan dari suatu kata atau ungkapan.<ref>[Abdul Chaer (2009) Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.]</ref><ref>Prana Dwija Iswara, Ahmad Slamet Harjasujana (1996) Kebahasaan dan Membaca dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Memengah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan</ref> Contoh kata yang mempunyai makna konotasi adalah sebagai berikut.

1. Kata ''gerombolan'' mempunyai makna konotasi (makna tambahan) buruk, jahat. Kata gerombolan tidak digunakan pada frase "gerombolan pejabat" kecuali bila para pejabat ini memang dikategorikan pejabat jahat.

2. Kata ''bini'' mempunyai konotasi rendah, miskin, kurang terpelajar. Kata bini tidak digunakan untuk kalangan menengah atau menengah ke atas, seperti pejabat.

3. Ungkapan ''lembaga pemasyarakatan'' mempunyai makna konotasi pembinaan, positif. Dengan demikian, tidak muncul konotasi seram atau bayangan penyiksaan pada ungkapan lembaga pemasyarakatan.

4. Kata ''wafat'' mempunyai konotasi tinggi, bermartabat. Wafat digunakan untuk orang normal, sedangkan penjahat tidak menggunakan kata wafat.

5. Kata ''mampus'' mempunyai konotasi rendah, jahat. Kata ini hanya digunakan untuk penjahat.

== Pendapat Kedua ==
'''Konotasi''' dimaknai sebagai makna [[kultural]] atau [[emosional]] yang bersifat subjektif dan melekat pada suatu kata atau frasa. Sementara itu, makna eksplisit dan harfiah dari suatu kata atau frasa disebut [[denotasi]].


Konotasi dapat berbentuk positif maupun negatif. Contoh konotasi positif dalam [[bahasa Indonesia]] adalah "lubuk hati" yang berarti "perasaan", sementara contoh konotasi negatif adalah "kambing hitam" yang bermakna "orang yang disalahkan." Dalam [[bahasa Inggris]], contohnya konotasi positif adalah kata "''strong-willed''" yang bermakna keras kepala, sementara contoh konotasi negatif adalah "''pig-headed''" yang juga bermakna keras kepala namun mengandung asosiasi negatif.
Konotasi dapat berbentuk positif maupun negatif. Contoh konotasi positif dalam [[bahasa Indonesia]] adalah "lubuk hati" yang berarti "perasaan", sementara contoh konotasi negatif adalah "kambing hitam" yang bermakna "orang yang disalahkan." Dalam [[bahasa Inggris]], contohnya konotasi positif adalah kata "''strong-willed''" yang bermakna keras kepala, sementara contoh konotasi negatif adalah "''pig-headed''" yang juga bermakna keras kepala namun mengandung asosiasi negatif.
Baris 12: Baris 28:


<!-- //////////////////////////////////////////////////////////////// -->
<!-- //////////////////////////////////////////////////////////////// -->

{{bahasa-stub}}
{{Authority control}}


[[Kategori:Semantik]]
[[Kategori:Semantik]]
[[Kategori:Bahasa]]
[[Kategori:Bahasa]]


{{bahasa-stub}}

Revisi terkini sejak 10 Mei 2022 23.24

Ada dua pendapat terkait konotasi. Pendapat ini diyakini bersumber dari sejumlah rujukan dan pengajarannya.

Pendapat Pertama

[sunting | sunting sumber]

Konotasi adalah makna tambahan dari suatu kata atau ungkapan.[1][2] Contoh kata yang mempunyai makna konotasi adalah sebagai berikut.

1. Kata gerombolan mempunyai makna konotasi (makna tambahan) buruk, jahat. Kata gerombolan tidak digunakan pada frase "gerombolan pejabat" kecuali bila para pejabat ini memang dikategorikan pejabat jahat.

2. Kata bini mempunyai konotasi rendah, miskin, kurang terpelajar. Kata bini tidak digunakan untuk kalangan menengah atau menengah ke atas, seperti pejabat.

3. Ungkapan lembaga pemasyarakatan mempunyai makna konotasi pembinaan, positif. Dengan demikian, tidak muncul konotasi seram atau bayangan penyiksaan pada ungkapan lembaga pemasyarakatan.

4. Kata wafat mempunyai konotasi tinggi, bermartabat. Wafat digunakan untuk orang normal, sedangkan penjahat tidak menggunakan kata wafat.

5. Kata mampus mempunyai konotasi rendah, jahat. Kata ini hanya digunakan untuk penjahat.

Pendapat Kedua

[sunting | sunting sumber]

Konotasi dimaknai sebagai makna kultural atau emosional yang bersifat subjektif dan melekat pada suatu kata atau frasa. Sementara itu, makna eksplisit dan harfiah dari suatu kata atau frasa disebut denotasi.

Konotasi dapat berbentuk positif maupun negatif. Contoh konotasi positif dalam bahasa Indonesia adalah "lubuk hati" yang berarti "perasaan", sementara contoh konotasi negatif adalah "kambing hitam" yang bermakna "orang yang disalahkan." Dalam bahasa Inggris, contohnya konotasi positif adalah kata "strong-willed" yang bermakna keras kepala, sementara contoh konotasi negatif adalah "pig-headed" yang juga bermakna keras kepala namun mengandung asosiasi negatif.

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]



  1. ^ [Abdul Chaer (2009) Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.]
  2. ^ Prana Dwija Iswara, Ahmad Slamet Harjasujana (1996) Kebahasaan dan Membaca dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Memengah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan