Lompat ke isi

Pyrosequencing: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
20Lukianto (bicara | kontrib)
 
(29 revisi perantara oleh 9 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
[[Berkas:Pyrogram1.jpg|jmpl|300px|Hasil visualisasi Pyrogram]]
{{rapikan}}
'''Pyrosequencing''' adalah teknik pemetaan [[DNA]] yang berdasarkan deteksi terhadap [[pirofosfat]] (PPi) yang dilepaskan selama [[sintesis]] DNA.<ref name=poirel/> Teknik ini memanfaatkan [[reaksi]] [[enzimatik]] yang dikatalisis oleh [[ATP sulfurilase]] dan [[luciferase]] untuk pirofosfat inorganik yang dilepaskan selama penambahan [[nukleotida]].<ref name=poirel>{{en}} Poirel L, Naas T, Nordmann P. 2006. Pyrosequencing as a Rapid Tool for Identification of GES-Type Extended-Spectrum Lactamases. ''J Clin Microbiol'' 44(8):3008-11.</ref> Teknik ini dikembangkan pada tahun [[1990]] oleh [[Mostafa Ronaghi]] dan [[Pål Nyrén]] dari Royal Institute of Technology, Stockholm.<ref name=ni>{{en}} Nyrén P. 2007. The History of Pyrosequencing. ''Methods Mol Biology'' 373: 1–14.</ref>
{{wikify}}
[[Berkas:Pyrogram1.jpg|thumb|300px|Hasil visualisasi Pyrogram]]
'''Pyrosequencing''' adalah adalah teknik pemetaan [[DNA]] yang berdasarkan [[deteksi]] terhadap [[pirofosfat]] (PPi) yang dilepaskan selama [[sintesis]] DNA. Teknik ini memanfaatkan [[reaksi]] [[enzimatik]] yang dikatalisis oleh [[ATP sulfurylase]] dan [[luciferase]] untuk pirofosfat inorganik yang dilepaskan selama penambahan [[nukleotida]].<ref name=poirel> Poirel L, Naas T, Nordmann P. 2006. Pyrosequencing as a Rapid Tool for Identification of GES-Type Extended-Spectrum Lactamases. J Clin Microbiol 44(8):3008-11.</ref> Pada teknik ini pirofosfat inorganik yang dilepaskan dikonversikan menjadi [[ATP]] oleh ATP sulfurylase sehingga menyediakan [[energi]] bagi luciferase untuk mengoksidasi [[luciferin]] dan menghasilkan cahaya. Karena penambahan nukleotida telah diketahui jenis basanya, maka urutan cetakan DNA juga dapat ditentukan. Baik [[DNA]] maupun [[RNA]] dapat digunakan sebagai cetakan untuk pyrosequencing. Namun, [[DNA polymerase]] menunjukkan [[aktivitas]] [[katalitik]] yang lebih tinggi dibandingkan dengan [[RNA polymerase]] sehingga pada pyrosequencing lebih diutamakan penggunaan utas DNA sebagai cetakan.<ref name=ron> Ronaghi M. 2001. Pyrosequencing sheds light on DNA sequencing. Genome Res 11:3-11.</ref><ref name=marsh> Marsh S, King CR, Garsa AA, McLeod HL. 2005. Pyrosequencing of Clinically Relevant Polymorphisms. Washington: Humana Press.</ref>


== Prinsip ==
Pyrosequencing pada umumnya menggunakan [[fragmen Klenow]] pada DNA polymerase I yang berasal dari ''[[Escherichia coli]]'', yang aktivitas polimerasenya relatif lambat. Sementara itu, [[ATP sulfurylase]] yang digunakan merupakan rekombinan yang berasal dari ''[[Saccharomyces cerevisiae]]'' dan [[luciferase]] yang digunakan berasal dari [[kunang-kunang]] ''Photinus pyralis''. Reaksi keseluruhan dari proses [[polimerasi]] hingga [[deteksi]] cahaya membutuhkan 3-4 detik pada [[suhu]] ruang. Satu [[pmol]] DNA dalam reaksi pyrosequencing menghasilkan 6x10<sup>11</sup> molekul ATP yang memancarkan lebih dari 6x10<sup>9</sup> [[foton]] dengan [[panjang gelombang]] 560 nm. Pancaran cahaya tersebut dapat dengan mudah dideteksi dengan kamera CCD (''charge-coupled device''). Terdapat dua [[strategi]] berbeda pyrosequencing yaitu fase solid dan fase cair.<ref name=ron/><ref name=marsh/>
Metode [[sekuensi DNA]] ini bekerja berdasarkan urutan [[nukleotida]] dalam DNA dengan menggunakan prinsip sekuensi dari [[sintesis]] DNA. Teknik pyrosequencing menggunakan DNA yang diimobilisasi dalam fase [[solid]] dan diberi perlakuan dengan sistem tiga [[enzim]].<ref name=pris>{{en}} Priest FG. 1984. Extracellular Enzymes. England: Van Nostrand Reinhold. Hal. 67-71.</ref> Teknik ini dilakukan dengan penambahan [[nukleotida]] yang berbeda secara berurutan kemudian [[cahaya]] yang dihasilkan dapat dideteksi untuk mengetahui di mana letak nukleotida dengan jenis tersebut berada, dilanjutkan dengan penambahan nukleotida berikutnya dan terus berulang-ulang hingga seluruh [[sekuen]] DNA terpetakan.<ref name=ron/> Oleh karena itu pada teknik ini diperlukan proses pencucian di antara penambahan basa nukleotida untuk menghilangkan nukleotida pada proses sebelumnya.<ref name=ron/>


Pada teknik pyrosequencing, pirofosfat inorganik yang dilepaskan dikonversikan menjadi [[ATP]] oleh ATP sulfurilase sehingga menyediakan [[energi]] bagi luciferase untuk mengoksidasi [[luciferin]] dan menghasilkan cahaya.<ref name=ron/> Karena penambahan nukleotida telah diketahui jenis basanya, maka urutan cetakan DNA juga dapat ditentukan.<ref name=ron/> Baik [[DNA]] maupun [[RNA]] dapat digunakan sebagai cetakan untuk pyrosequencing.<ref name=ron/> Namun, [[DNA polimerase]] menunjukkan [[aktivitas]] [[katalitik]] yang lebih tinggi dibandingkan dengan [[RNA polimerase]] sehingga pada pyrosequencing lebih diutamakan penggunaan utas DNA sebagai cetakan.<ref name=ron>{{en}} Ronaghi M. 2001. Pyrosequencing sheds light on DNA sequencing. ''Genome Res'' 11:3-11.</ref><ref name=marsh>{{en}} Marsh S, King CR, Garsa AA, McLeod HL. 2005. Pyrosequencing of Clinically Relevant Polymorphisms. Washington: Humana Press. Hal. 37-44.</ref> Secara umum, teknik ini menggunakan [[DNA]] untai tunggal yang akan disekuensi lalu mensintesis untai komplemennya dengan [[enzim]].<ref name=pris/> Aktivitas enzim DNA polimerase dalam proses sintesis untai komplemen dideteksi dengan menggunakan enzim [[kemiluminesens]], di mana akan dihasilkan [[cahaya]] ketika penambahan nukleotida ke DNA ''template'' dan [[cahaya]] tersebut yang akan diinterpretasikan sebagai sekuen hasil.<ref name=fak>{{en}} Fakhrai-Rad ''et al''. 2002. Pyrosequencing: an accurate detection platform for single nucleotide polymorphisms. ''Hum Mutat''. 19: 479.</ref>
Pyrosequencing [[fase]] solid menggunakan DNA yang di[[imobilisasi]] dalam fase [[solid]] dan diberi perlakuan dengan sistem tiga [[enzim]].<ref name=pris> Priest FG. 1984. Extracellular Enzymes. England: Van Nostrand Reinhold.</ref> Teknik ini dilakukan dengan penambahan [[nukleotida]] yang berbeda secara berurutan kemudian [[cahaya]] yang dihasilkan dapat dideteksi untuk mengetahui di mana letak nukleotida dengan jenis tersebut berada, dilanjutkan dengan penambahan nukleotida berikutnya dan terus berulang-ulang hingga seluruh [[sekuen]] DNA terpetakan. Oleh karena itu pada teknik ini diperlukan proses pencucian di antara penambahan basa nukleotida untuk menghilangkan nukleotida pada proses sebelumnya.<ref name=ron/>

== Prinsip ==
Secara umum, teknik ini menggunakan [[DNA]] untai tunggal yang akan disekuensi lalu mensintesis untai komplemennya dengan [[enzim]].<ref name=pris/> Aktivitas enzim [[DNA polimerase]] dalam proses sintesis untai komplemen dideteksi dengan menggunakan enzim kemiluminesens, di mana akan dihasilkan [[cahaya]] ketika penambahan nukleotida ke DNA ''template'' dan [[cahaya]] tersebut yang akan diinterpretasikan sebagai sekuen hasil.


=== Prosedur ===
=== Prosedur ===
Pyrosequencing pada umumnya menggunakan [[fragmen Klenow]] pada DNA polimerase I yang berasal dari ''[[Escherichia coli]]'', yang memiliki aktivitas polimerase relatif lambat.<ref name=marsh/> Sementara itu, [[ATP sulfurilase]] yang digunakan merupakan rekombinan yang berasal dari ''[[Saccharomyces cerevisiae]]'' dan [[luciferase]] yang digunakan berasal dari [[kunang-kunang]] ''Photinus pyralis''.<ref name=marsh/> Reaksi keseluruhan dari proses [[polimerasi]] hingga [[deteksi]] cahaya membutuhkan 3-4 detik pada [[suhu]] ruang.<ref name=marsh/> Satu [[pmol]] DNA dalam reaksi pyrosequencing menghasilkan 6x10<sup>11</sup> molekul ATP yang memancarkan lebih dari 6x10<sup>9</sup> [[foton]] dengan [[panjang gelombang]] 560 nm.<ref name=marsh/> Pancaran cahaya tersebut dapat dengan mudah dideteksi dengan kamera CCD (''charge-coupled device'').<ref name=poirel/> Berikut merupakan prosedur umum untuk analisis pyrosequencing:
# DNA yang akan disekuensi dipotong menjadi [[fragmen]]-fragmen sepanjang kira-kira 100 bp.
# DNA yang akan disekuensi dipotong menjadi [[fragmen]]-fragmen sepanjang kira-kira 100 bp.<ref name=fak/>
# Fragmen-fragmen DNA tersebut didenaturasi menjadi DNA untai tunggal (''single-stranded'' DNA/ssDNA).
# Fragmen-fragmen DNA tersebut didenaturasi menjadi DNA untai tunggal (''single-stranded'' DNA/ssDNA).<ref name=fak/>
# Tiap ssDNA ditempel pada manik-manik berukuran [[mikroskopis]] yang terpisah satu sama lainnya.
# Tiap DNA untai tunggal tersebut ditempel pada manik-manik berukuran [[mikroskopis]] yang terpisah satu sama lainnya.<ref name=fak/>
# [[PCR]] (polymerase chain reaction) dijalankan pada masing-masing manik-manik sehingga dari tiap manik-manik didapat kira-kira 10 juta kopi ssDNA yang [[identik]].
# Manik-manik dimasukkan ke dalam sumur-sumur mikroskopis (berjumlah kira-kira 200 ribu) yang masing-masingnya berisikan [[enzim]], DNA polimerase untuk menambah [[deoksinukleotida]] pada ssDNA, ATP sulfurilase yang membentuk [[ATP]] dari APS dan [[pirofosfat]] (PPi), [[luciferase]] untuk katalisis [[luciferin]] menjadi oksiluciferin yang menghasilkan cahaya, dan apirase, serta [[substrat]] adenosin fosfosulfat (APS) dan luciferin.
# [[Reaksi berantai polimerase]] (PCR) dijalankan pada masing-masing manik-manik sehingga dari tiap manik-manik didapat kira-kira 10 juta kopi ssDNA yang [[identik]].<ref name=fak/>
# Manik-manik dimasukkan ke dalam sumur-sumur mikroskopis (berjumlah kira-kira 200 ribu) yang masing-masingnya berisikan [[enzim]], DNA polimerase untuk menambah [[deoksinukleotida]] pada DNA untai tunggal, ATP sulfurilase yang membentuk [[ATP]] dari APS dan [[pirofosfat]] (PPi), [[luciferase]] untuk katalisis [[luciferin]] menjadi oksiluciferin yang menghasilkan cahaya, dan [[apirase]], serta [[substrat]] adenosin fosfosulfat (APS) dan luciferin.<ref name=fak/>


Pada proses berjalannya sekuensi DNA, masing-masing sumur mikroskopis akan dipenuhi oleh [[deoksinukleotida]], yaitu dTTP, dCTP, dan dGTP. dATP tidak digunakan karena memicu terjadinya [[reaksi]] luciferin, tetapi digunakan deoksiadenosin ά-tiotrifosfat (dATPάS) karena DNA polimerase tidak dapat membedakan antara dATP dengan dATPάS dan karena luciferase tidak mengenali dATPάS. Ini membuat [[sintesis]] untai komplemen DNA pada [[ssDNA]] terus berjalan.
Pada proses berjalannya sekuensi [[DNA]], masing-masing sumur [[mikroskopis]] akan dipenuhi oleh [[deoksinukleotida]], yaitu dTTP, dCTP, dan dGTP.<ref name=fak/> dATP tidak digunakan karena memicu terjadinya [[reaksi]] luciferin, tetapi digunakan deoksiadenosin ά-tiotrifosfat (dATPάS) karena DNA polimerase tidak dapat membedakan antara dATP dengan dATPάS dan karena luciferase tidak mengenali dATPάS.<ref name=fak/> Ini membuat [[sintesis]] untai komplemen DNA dari DNA untai tunggal terus berjalan.<ref name=fak/>


Dalam tiap sumur terjadi penambahan [[nukleotida]] dan pelepasan pyrophosphate (PPi) secara [[stoikiometri]]. ATP sulfurilase mengubah pyrophosphate (PPi) menjadi ATP dengan adanya APS. ATP yang dihasilkan akan digunakan sebagai [[substrat]] untuk luciferase dalam menghasilkan cahaya dengan mengubah luciferin menjadi [[oksiluciferin]].
Dalam tiap sumur terjadi penambahan [[nukleotida]] dan pelepasan pyrophosphate (PPi) secara [[stoikiometri]].<ref name=el>{{en}} Elahi ''et al''. 2004. Pyrosequencing: a tool for DNA sequencing analysis. Methods Mol Biol 255: 211–219.</ref> ATP sulfurilase mengubah pyrophosphate (PPi) menjadi ATP dengan adanya APS.<ref name=el/> ATP yang dihasilkan akan digunakan sebagai [[substrat]] untuk luciferase dalam menghasilkan cahaya dengan mengubah luciferin menjadi [[oksiluciferin]].<ref name=el/>


Intensitas cahaya yang dihasilkan berbanding lurus dengan banyaknya ATP. Cahaya yang dihasilkan akan dideteksi dengan [[detektor]] dan dianalisis dengan program. Sisa [[nukleotida]] dan ATP yang tidak terpakai akan didegradasi dengan enzim [[apirase]], dan reaksi dapat dilanjutkan dengan menambahkan nukleotida baru.
[[Intensitas]] cahaya yang dihasilkan berbanding lurus dengan banyaknya [[ATP]]. Cahaya yang dihasilkan akan dideteksi dengan [[detektor]] dan dianalisis dengan program.<ref name=el/> Sisa [[nukleotida]] dan ATP yang tidak terpakai akan didegradasi dengan enzim [[apirase]], dan reaksi dapat dilanjutkan dengan menambahkan [[nukleotida]] baru.<ref name=el/>


== Kelemahan ==
== Kelemahan ==
[[Teknik]] pyrosequencing dengan [[sistem]] tiga enzim ini masih memiliki kelemahan. Salah satu [[kendala]] terbesar pada sistem tiga enzim adalah sering terjadinya [[sinyal]] yang salah karena dATP yang ditambahkan namun tidak terinkorporasi pada DNA dapat menjadi [[substrat]] bagi [[luciferase]] untuk menghasilkan pendaran [[cahaya]].<ref name=pris/> Dengan demikian pemetaan DNA menjadi tidak [[akurat]]. Permasalahan ini dipecahkan dengan dikembangkannya pyrosequencing fase liquid. Pada pyrosequencing fase liquid ditambahkan enzim [[pyrase]], [[enzim]] pendegradasi nukelotida dari [[kentang]], untuk membentuk sistem empat enzim. Enzim [[pyrase]] yang ditambahkan akan mendegradasi dNTP yang tidak terinkorporasi pada DNA saat [[replikasi]] sehingga dNTP yang berlebih tidak akan menjadi substrat bagi [[luciferase]]. Selain itu karena dNTP yang berlebih sudah terdegradasi, fase solid untuk tempat DNA dan proses pencucian di antara penambahan nukleotida tidak dibutuhkan lagi. Fase solid tidak dibutuhkan karena pyrosequencing fase liquid dapat dilakukan dalam satu tabung.<ref name=ron/>
[[Teknik]] pyrosequencing dengan [[sistem]] tiga enzim ini masih memiliki kelemahan.<ref name=pris/> Salah satu [[kendala]] terbesar pada sistem tiga enzim adalah sering terjadinya [[sinyal]] yang salah karena dATP yang ditambahkan namun tidak terinkorporasi pada DNA dapat menjadi [[substrat]] bagi [[luciferase]] untuk menghasilkan pendaran [[cahaya]].<ref name=pris/> Dengan demikian pemetaan DNA menjadi tidak [[akurat]]. Permasalahan ini dipecahkan dengan dikembangkannya pyrosequencing fase liquid.<ref name=ron/> Pada pyrosequencing fase liquid ditambahkan enzim [[pyrase]], [[enzim]] pendegradasi nukelotida dari [[kentang]], untuk membentuk sistem empat enzim.<ref name=ron/> Enzim [[pyrase]] yang ditambahkan akan mendegradasi dNTP yang tidak terinkorporasi pada DNA saat [[replikasi]] sehingga dNTP yang berlebih tidak akan menjadi substrat bagi [[luciferase]].<ref name=ron/> Selain itu karena dNTP yang berlebih sudah terdegradasi, fase solid untuk tempat DNA dan proses pencucian di antara penambahan nukleotida tidak dibutuhkan lagi. Fase solid tidak dibutuhkan karena pyrosequencing fase liquid dapat dilakukan dalam satu tabung.<ref name=ron/>


== Visualisasi ==
== Visualisasi ==
[[Pendaran]] cahaya yang dihasilkan oleh [[aktivitas]] luciferase dengan [[substrat]] [[ATP]] dapat dideteksi dengan [[CCD]] dan divisualisasi dalam bentuk [[pyrogram]]. Pyrogram merupakan suatu grafik yang menunjukkan sekuens DNA hasil pyrosequencing melalui deteksi [[gelombang]] cahaya yang dihasilkan oleh penambahan basa nukleotida secara berurutan. Tinggi [[sinyal]] pada grafik menunjukkan seberapa banyak [[nukleotida]] yang diinkorporasi pada daerah yang berurutan. Basa-basa pada bagian bawah [[grafik]] menunjukkan urutan penambahan nukleotida sedangkan basa-basa pada bagian bawah menunjukkan sekuens DNA yang diperoleh.<ref name=poirel/>
[[Pendaran]] cahaya yang dihasilkan oleh [[aktivitas]] luciferase dengan [[substrat]] [[ATP]] dapat dideteksi dengan [[CCD]] dan divisualisasi dalam bentuk [[pyrogram]].<ref name=poirel/> Pyrogram merupakan suatu grafik yang menunjukkan sekuens DNA hasil pyrosequencing melalui deteksi [[gelombang]] cahaya yang dihasilkan oleh penambahan basa nukleotida secara berurutan.<ref name=poirel/> Tinggi [[sinyal]] pada grafik menunjukkan seberapa banyak [[nukleotida]] yang diinkorporasi pada daerah yang berurutan.<ref name=poirel/> Basa-basa pada bagian bawah [[grafik]] menunjukkan urutan penambahan nukleotida sedangkan basa-basa pada bagian bawah menunjukkan sekuens DNA yang diperoleh.<ref name=poirel/>


== Aplikasi ==
== Aplikasi ==
Teknik pyrosequencing ini sangat berguna untuk [[analisis]] single-nucleotide polymorphism (SNP) karena analisis ini membutuhkan teknik yang [[sederhana]], dapat dipercaya, dan [[efektif]] dari segi biaya.<ref>Pourmand N, Elahi E, Davis RW, Ronaghi M. 2002. Multiple pyrosequencing. Nucl Acids Res 30(7):1-5.</ref> Teknologi pyrosequencing menawarkan teknik yang memanfaatkan interaksi dari 4 enzim dalam satu tabung untuk mengukur sintesis DNA dengan cepat. Pyrosequencing menyediakan sekuens DNA dan keuntungan yang lebih dalam hal karakterisasi [[genom]] seperti sebagian besar spesies tumbuhan.<ref>Pacey-Miller T, Henry R. 2003. Single-nucleotide polymorphism detection in plants using a single-stranded pyrosequencing protocol with a universal biotinylated primer. Anal Biochem 317(2):166-170.</ref>
Teknik pyrosequencing ini sangat berguna untuk [[analisis]] single-nucleotide polymorphism (SNP) karena analisis ini membutuhkan teknik yang [[sederhana]], dapat dipercaya, dan [[efektif]] dari segi biaya.<ref name=pou>{{en}} Pourmand N, Elahi E, Davis RW, Ronaghi M. 2002. Multiple pyrosequencing. ''Nucl Acids Res'' 30(7):1-5.</ref> Teknologi pyrosequencing menawarkan teknik yang memanfaatkan interaksi dari 4 enzim dalam satu tabung untuk mengukur sintesis DNA dengan cepat.<ref name=pou/> Pyrosequencing juga menyediakan sekuens DNA dan keuntungan yang lebih dalam hal karakterisasi [[genom]] seperti sebagian besar spesies tumbuhan.<ref name=pac>{{en}} Pacey-Miller T, Henry R. 2003. Single-nucleotide polymorphism detection in plants using a single-stranded pyrosequencing protocol with a universal biotinylated primer. ''Anal Biochem'' 317(2):166-170.</ref>

Metode [[sekuensi]] [[DNA]] ini bekerja berdasarkan urutan [[nukleotida]] dalam DNA dengan menggunakan prinsip sekuensi dari [[sintesis]] DNA. Teknik ini dikembangkan pada tahun [[1990]] oleh Mostafa Ronaghi dan Pål Nyrén dari Royal Institute of Technology, Stockholm.<ref name="a">Anonim. 2006. Pyrosequencing.[http://users.rcn.com/ jkimball.ma.ultranet/BiologyPages/P/Pyrosequencing.html]. [13 Apr 2010].</ref>


== Referensi ==
== Referensi ==
{{reflist}}
{{reflist}}
{{Authority control}}


[[Kategori:Biologi]]
[[Kategori:Biologi]]
[[Kategori:Bioteknologi]]
[[Kategori:Bioteknologi]]
[[Kategori:Biologi molekular]]
[[Kategori:Biologi molekuler]]
[[Kategori:Metode laboratorium]]

[[ar:سلسلة البايرو]]
[[en:Pyrosequencing]]
[[es:Pirosecuenciación]]
[[ru:Пиросеквенирование]]
[[sv:Pyrosekvensering]]

Revisi terkini sejak 8 Agustus 2022 01.40

Hasil visualisasi Pyrogram

Pyrosequencing adalah teknik pemetaan DNA yang berdasarkan deteksi terhadap pirofosfat (PPi) yang dilepaskan selama sintesis DNA.[1] Teknik ini memanfaatkan reaksi enzimatik yang dikatalisis oleh ATP sulfurilase dan luciferase untuk pirofosfat inorganik yang dilepaskan selama penambahan nukleotida.[1] Teknik ini dikembangkan pada tahun 1990 oleh Mostafa Ronaghi dan Pål Nyrén dari Royal Institute of Technology, Stockholm.[2]

Metode sekuensi DNA ini bekerja berdasarkan urutan nukleotida dalam DNA dengan menggunakan prinsip sekuensi dari sintesis DNA. Teknik pyrosequencing menggunakan DNA yang diimobilisasi dalam fase solid dan diberi perlakuan dengan sistem tiga enzim.[3] Teknik ini dilakukan dengan penambahan nukleotida yang berbeda secara berurutan kemudian cahaya yang dihasilkan dapat dideteksi untuk mengetahui di mana letak nukleotida dengan jenis tersebut berada, dilanjutkan dengan penambahan nukleotida berikutnya dan terus berulang-ulang hingga seluruh sekuen DNA terpetakan.[4] Oleh karena itu pada teknik ini diperlukan proses pencucian di antara penambahan basa nukleotida untuk menghilangkan nukleotida pada proses sebelumnya.[4]

Pada teknik pyrosequencing, pirofosfat inorganik yang dilepaskan dikonversikan menjadi ATP oleh ATP sulfurilase sehingga menyediakan energi bagi luciferase untuk mengoksidasi luciferin dan menghasilkan cahaya.[4] Karena penambahan nukleotida telah diketahui jenis basanya, maka urutan cetakan DNA juga dapat ditentukan.[4] Baik DNA maupun RNA dapat digunakan sebagai cetakan untuk pyrosequencing.[4] Namun, DNA polimerase menunjukkan aktivitas katalitik yang lebih tinggi dibandingkan dengan RNA polimerase sehingga pada pyrosequencing lebih diutamakan penggunaan utas DNA sebagai cetakan.[4][5] Secara umum, teknik ini menggunakan DNA untai tunggal yang akan disekuensi lalu mensintesis untai komplemennya dengan enzim.[3] Aktivitas enzim DNA polimerase dalam proses sintesis untai komplemen dideteksi dengan menggunakan enzim kemiluminesens, di mana akan dihasilkan cahaya ketika penambahan nukleotida ke DNA template dan cahaya tersebut yang akan diinterpretasikan sebagai sekuen hasil.[6]

Pyrosequencing pada umumnya menggunakan fragmen Klenow pada DNA polimerase I yang berasal dari Escherichia coli, yang memiliki aktivitas polimerase relatif lambat.[5] Sementara itu, ATP sulfurilase yang digunakan merupakan rekombinan yang berasal dari Saccharomyces cerevisiae dan luciferase yang digunakan berasal dari kunang-kunang Photinus pyralis.[5] Reaksi keseluruhan dari proses polimerasi hingga deteksi cahaya membutuhkan 3-4 detik pada suhu ruang.[5] Satu pmol DNA dalam reaksi pyrosequencing menghasilkan 6x1011 molekul ATP yang memancarkan lebih dari 6x109 foton dengan panjang gelombang 560 nm.[5] Pancaran cahaya tersebut dapat dengan mudah dideteksi dengan kamera CCD (charge-coupled device).[1] Berikut merupakan prosedur umum untuk analisis pyrosequencing:

  1. DNA yang akan disekuensi dipotong menjadi fragmen-fragmen sepanjang kira-kira 100 bp.[6]
  2. Fragmen-fragmen DNA tersebut didenaturasi menjadi DNA untai tunggal (single-stranded DNA/ssDNA).[6]
  3. Tiap DNA untai tunggal tersebut ditempel pada manik-manik berukuran mikroskopis yang terpisah satu sama lainnya.[6]
  4. Reaksi berantai polimerase (PCR) dijalankan pada masing-masing manik-manik sehingga dari tiap manik-manik didapat kira-kira 10 juta kopi ssDNA yang identik.[6]
  5. Manik-manik dimasukkan ke dalam sumur-sumur mikroskopis (berjumlah kira-kira 200 ribu) yang masing-masingnya berisikan enzim, DNA polimerase untuk menambah deoksinukleotida pada DNA untai tunggal, ATP sulfurilase yang membentuk ATP dari APS dan pirofosfat (PPi), luciferase untuk katalisis luciferin menjadi oksiluciferin yang menghasilkan cahaya, dan apirase, serta substrat adenosin fosfosulfat (APS) dan luciferin.[6]

Pada proses berjalannya sekuensi DNA, masing-masing sumur mikroskopis akan dipenuhi oleh deoksinukleotida, yaitu dTTP, dCTP, dan dGTP.[6] dATP tidak digunakan karena memicu terjadinya reaksi luciferin, tetapi digunakan deoksiadenosin ά-tiotrifosfat (dATPάS) karena DNA polimerase tidak dapat membedakan antara dATP dengan dATPάS dan karena luciferase tidak mengenali dATPάS.[6] Ini membuat sintesis untai komplemen DNA dari DNA untai tunggal terus berjalan.[6]

Dalam tiap sumur terjadi penambahan nukleotida dan pelepasan pyrophosphate (PPi) secara stoikiometri.[7] ATP sulfurilase mengubah pyrophosphate (PPi) menjadi ATP dengan adanya APS.[7] ATP yang dihasilkan akan digunakan sebagai substrat untuk luciferase dalam menghasilkan cahaya dengan mengubah luciferin menjadi oksiluciferin.[7]

Intensitas cahaya yang dihasilkan berbanding lurus dengan banyaknya ATP. Cahaya yang dihasilkan akan dideteksi dengan detektor dan dianalisis dengan program.[7] Sisa nukleotida dan ATP yang tidak terpakai akan didegradasi dengan enzim apirase, dan reaksi dapat dilanjutkan dengan menambahkan nukleotida baru.[7]

Kelemahan

[sunting | sunting sumber]

Teknik pyrosequencing dengan sistem tiga enzim ini masih memiliki kelemahan.[3] Salah satu kendala terbesar pada sistem tiga enzim adalah sering terjadinya sinyal yang salah karena dATP yang ditambahkan namun tidak terinkorporasi pada DNA dapat menjadi substrat bagi luciferase untuk menghasilkan pendaran cahaya.[3] Dengan demikian pemetaan DNA menjadi tidak akurat. Permasalahan ini dipecahkan dengan dikembangkannya pyrosequencing fase liquid.[4] Pada pyrosequencing fase liquid ditambahkan enzim pyrase, enzim pendegradasi nukelotida dari kentang, untuk membentuk sistem empat enzim.[4] Enzim pyrase yang ditambahkan akan mendegradasi dNTP yang tidak terinkorporasi pada DNA saat replikasi sehingga dNTP yang berlebih tidak akan menjadi substrat bagi luciferase.[4] Selain itu karena dNTP yang berlebih sudah terdegradasi, fase solid untuk tempat DNA dan proses pencucian di antara penambahan nukleotida tidak dibutuhkan lagi. Fase solid tidak dibutuhkan karena pyrosequencing fase liquid dapat dilakukan dalam satu tabung.[4]

Visualisasi

[sunting | sunting sumber]

Pendaran cahaya yang dihasilkan oleh aktivitas luciferase dengan substrat ATP dapat dideteksi dengan CCD dan divisualisasi dalam bentuk pyrogram.[1] Pyrogram merupakan suatu grafik yang menunjukkan sekuens DNA hasil pyrosequencing melalui deteksi gelombang cahaya yang dihasilkan oleh penambahan basa nukleotida secara berurutan.[1] Tinggi sinyal pada grafik menunjukkan seberapa banyak nukleotida yang diinkorporasi pada daerah yang berurutan.[1] Basa-basa pada bagian bawah grafik menunjukkan urutan penambahan nukleotida sedangkan basa-basa pada bagian bawah menunjukkan sekuens DNA yang diperoleh.[1]

Teknik pyrosequencing ini sangat berguna untuk analisis single-nucleotide polymorphism (SNP) karena analisis ini membutuhkan teknik yang sederhana, dapat dipercaya, dan efektif dari segi biaya.[8] Teknologi pyrosequencing menawarkan teknik yang memanfaatkan interaksi dari 4 enzim dalam satu tabung untuk mengukur sintesis DNA dengan cepat.[8] Pyrosequencing juga menyediakan sekuens DNA dan keuntungan yang lebih dalam hal karakterisasi genom seperti sebagian besar spesies tumbuhan.[9]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c d e f g (Inggris) Poirel L, Naas T, Nordmann P. 2006. Pyrosequencing as a Rapid Tool for Identification of GES-Type Extended-Spectrum Lactamases. J Clin Microbiol 44(8):3008-11.
  2. ^ (Inggris) Nyrén P. 2007. The History of Pyrosequencing. Methods Mol Biology 373: 1–14.
  3. ^ a b c d (Inggris) Priest FG. 1984. Extracellular Enzymes. England: Van Nostrand Reinhold. Hal. 67-71.
  4. ^ a b c d e f g h i j (Inggris) Ronaghi M. 2001. Pyrosequencing sheds light on DNA sequencing. Genome Res 11:3-11.
  5. ^ a b c d e (Inggris) Marsh S, King CR, Garsa AA, McLeod HL. 2005. Pyrosequencing of Clinically Relevant Polymorphisms. Washington: Humana Press. Hal. 37-44.
  6. ^ a b c d e f g h i (Inggris) Fakhrai-Rad et al. 2002. Pyrosequencing: an accurate detection platform for single nucleotide polymorphisms. Hum Mutat. 19: 479.
  7. ^ a b c d e (Inggris) Elahi et al. 2004. Pyrosequencing: a tool for DNA sequencing analysis. Methods Mol Biol 255: 211–219.
  8. ^ a b (Inggris) Pourmand N, Elahi E, Davis RW, Ronaghi M. 2002. Multiple pyrosequencing. Nucl Acids Res 30(7):1-5.
  9. ^ (Inggris) Pacey-Miller T, Henry R. 2003. Single-nucleotide polymorphism detection in plants using a single-stranded pyrosequencing protocol with a universal biotinylated primer. Anal Biochem 317(2):166-170.