Amaluddin II: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi iOS |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
(42 revisi perantara oleh 21 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{noref}} |
|||
{{Short description|Sultan dari Kesultanan Deli}} |
|||
{{Infobox royalty |
{{Infobox royalty |
||
|type = monarki |
|type = monarki |
||
Baris 18: | Baris 22: | ||
|father = [[Otteman I]] |
|father = [[Otteman I]] |
||
|mother = [[Raja Siti Asmah]] |
|mother = [[Raja Siti Asmah]] |
||
|birth_date = |
|birth_date = 1831 |
||
|birth_place = [[Labuhan Deli]] |
|birth_place = [[Labuhan Deli]] |
||
|death_date = {{Death date|df=yes|1873|10|25}} |
|death_date = {{Death date|df=yes|1873|10|25}} |
||
Baris 25: | Baris 29: | ||
|place of burial = [[Masjid Al Osmani]], [[Labuhan Deli]], [[Hindia Belanda]] }} |
|place of burial = [[Masjid Al Osmani]], [[Labuhan Deli]], [[Hindia Belanda]] }} |
||
'''Amaluddin II''' ( |
'''Amaluddin II''' ([[Jawi]]: أمل الدين محمود; ''Amaluddin Mahmud''; 1829 {{ndash}} 25 Oktober 1873) adalah [[Sultan]] dari [[Kesultanan Deli]] ke 8 dari 1857 hingga 1873. |
||
Pemerintahannya berlangsung selama 15 tahun. Ia menjadi perintis dan pelopor Perkebunan Tembakau di negeri ini yang ditandai oleh hubungan kerja sama dengan negara{{ndash}}negara Eropa dalam pembukaan lahan perkebunan Tembakau di [[Deli]]. |
|||
== Kehidupan Awal == |
|||
Amaluddin II lahir di [[Labuhan Deli]] pada tahun 1829, anak pertama dari Sultan Deli [[Otteman I]] dan [[Raja Siti Asmah]]. Sebagai putra tertua dari penguasa Deli, dia secara otomatis menjadi putra mahkota Kesultanan Deli. |
|||
⚫ | |||
⚫ | |||
⚫ | Pada tahun 1862 Residen Riau [[Elisa Netscher]] mengirim seorang pegawai tingginya yang bernama [[Raja Burhanuddin]] ke [[Sumatra Timur]]. Menurut laporannya, beberapa negeri di Sumatra Timur bersedia dilindungi Belanda dan mengakui Kedaulatan [[Kesultanan Siak]], kecuali [[Asahan]] dan negeri lainnya termasuk [[Deli]]. Bahkan di Asahan berkibar bendera Inggris. Maka berangkatlah Netscher beserta asisten residen dan beberapa penguasa Siak untuk berlayar dengan Kapal Reinier Claassen menuju Sumatra Timur. |
||
⚫ | Rombongan Netscher memasuki Kuala Deli dan disambut oleh Sultan Amaluddin II. Sultan menolak mengakui Kedaulatan Siak atas Deli. Hal ini karena Siak tidak membantu Deli sejak pemerintahan ayahnya Sultan [[Otteman I]] ketika diserang [[Aceh]] pada tahun 1854 dan juga dianggap terlalu lemah. Netscher berhasil menemukan jalan keluar sehingga Sultan Deli bersedia menandatangani pernyataan untuk tunduk kepada Belanda dengan kalimat yang berbunyi ''"Mengikut pada Negeri Siak bersama-sama bernaung pada Gubernemen Belanda"''. Perundingan itu berjalan lancar berkat usaha Said Abdullah, ipar Sultan. |
||
⚫ | |||
⚫ | |||
⚫ | Tahun 1866 Sultan Amaluddin II memulai kerja sama dengan pihak belanda melalui Acta van Concessie yang diberikan kepada [[Jacob Nienhuys]] untuk membuka lahan perkebunan Tembakau pertama dari daerah Mabar hingga Deli Tua yang dikenal dengan Mabar{{ndash}}Deli Toewa Contract. Kontrak ini memberi wewenang independen dari Belanda atas Kesultanan Aceh dan Siak. Nienhuys mendirikan [[Deli Maatschappij]] pada tahun 1869. Perdagangan tembakau yang maju berdampak pada semakin berkembangnya Kota [[Medan]] pada saat itu. |
||
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Administrateur Sijthof met J.H. Blumer op de tabaksplantage Boeloe Tjina van de Deli-Maatschappij TMnr 60015885.jpg|jmpl|Perkebunan Tembakau oleh H. Ernst & Co.]] |
|||
=== Perang Sunggal === |
|||
Karena tidak meratanya pembagian lahan antara pemerintah kolonial dan pribumi oleh Sultan membuat seorang Kepala di Timbang Langkat, Sulung Barat geram. Sultan dengan mudahnya memberikan lahan{{ndash}}lahan kepada Pemerintah Kolonial. Sulung Barat beserta Datuk Jalil dan Datuk Kecil mengumpulkan pasukan untuk melakukan perlawanan kepada Belanda. |
|||
Para pengikut Datuk Kecil berhasil membakar bangsal{{ndash}}bangsal penyimpanan Tembakau milik Belanda. Ketiga Datuk juga mengumpulkan 6000 lebih pasukan yg terdiri dari orang{{ndash}}orang suku [[Melayu]] dan [[Karo]] untuk melakukan penyerangan dan mengambil alih perkebunan tembakau. |
|||
Sultan meminta bantuan kepada Residen Riau untuk menumpas pemberontakan. Pada Mei 1872 pasukan Belanda datang dengan diperkuat oleh pasukan Kesultanan Deli yang dipimpin oleh Raja Muda Sulaiman beserta pasukan Pangeran Langkat di bawah pimpinan Tengku Hamzah dan Datuk Laksamana berhasil merebut kembali Perkebunan Arensburg. |
|||
Untuk menangkap ketiga Datuk dan para pengikutnya, Belanda terus melakukan pemburuan. Tercatat hingga tiga kali Ekspedisi Militer Belanda diturunkan untuk menumpas pemberontakan para Datuk Sunggal namun selalu gagal. Pada akhirnya Belanda mengutus Baginda Marah untuk menemui Datuk Kecil dan mengajaknya melakukan perundingan dengan Belanda. Pada tanggal 20 Oktober 1872 Datuk Kecil dan Sulung Barat menjumpai Mayor H.W.C Van Stuwe dan menyepakati untuk melakukan perundingan ke perkebunan Arensburg tempat tinggal sementara Schiff Residen Riau. |
|||
Dalam perundingan Schiff memaksa Datuk Kecil, Datuk Jalil dan Sulung Barat untuk meminta maaf kepada Gubernur Jendral Belanda di [[Batavia]] karena telah melakukan pemberontakan. Hal ini ditolak keras oleh Datuk Kecil karena yang dia lakukan adalah benar untuk mempertahankan hak tanah mereka. Ketiga Datuk ditahan dan dibawa ke Labuhan Deli untuk dikirim ke Riau. |
|||
Menggunakan kapal Den Briel mereka dibawa ke [[Tanjung Pinang]] pada 4 November 1872, di tempat itu mereka ditahan dan diinterogasi selama 10 bulan. Akhirnya berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal Belanda tanggal 23 Juni 1873 mereka diasingkan ke [[Cilacap]]. 6 September 1874, Datuk Jalil meninggal di penjara Cilacap dan dua tahun setelahnya meninggal pula Datuk Kecil. Menurut laporan, Sulung Barat diizinkan kembali ke [[Sunggal]] pada 1907 setelah mendapat pengampunan dari Sultan Deli. |
|||
⚫ | |||
== Pernikahan == |
|||
⚫ | |||
Sultan Amaluddin II menikah dengan [[Tengku Zaliha]] yang merupakan cicit dari Raja [[Umar Johan Pahlawan Alam Shah]] dari [[Serdang]]. Namun pernikahannya berakhir dengan perceraian. Kemudian dia menikah lagi dengan [[Encik Mariam]]. |
|||
⚫ | Pada tahun 1862 Residen Riau mengirim seorang pegawai tingginya yang bernama [[Raja Burhanuddin]] ke [[ |
||
== Wafat == |
|||
⚫ | Rombongan Netscher memasuki Kuala Deli dan disambut oleh Sultan Amaluddin II. Sultan menolak mengakui Kedaulatan Siak atas Deli. Hal ini karena Siak tidak membantu Deli sejak pemerintahan ayahnya Sultan [[Otteman I]] ketika diserang Aceh pada tahun 1854 dan juga dianggap terlalu lemah. Netscher berhasil menemukan jalan keluar sehingga Sultan Deli bersedia menandatangani pernyataan untuk tunduk kepada Belanda dengan kalimat yang berbunyi ''"Mengikut pada Negeri Siak bersama-sama bernaung pada Gubernemen Belanda"''. Perundingan itu berjalan lancar berkat usaha |
||
⚫ | |||
Amaluddin II mangkat pada tahun 1873 dalam usia 44 tahun. Ia dimakamkan di tanah pemakaman [[Masjid Al Osmani]], Labuhan Deli. |
|||
⚫ | |||
[[Kategori:Kesultanan Deli]] |
|||
⚫ | |||
[[Kategori:Kelahiran 1831]] |
|||
[[Kategori:Kematian 1873]] |
Revisi terkini sejak 25 Oktober 2022 19.16
Amaluddin II dari Deli | |||||
---|---|---|---|---|---|
Sultan dari Kesultanan Deli | |||||
Sultan Deli VII | |||||
Berkuasa | 22 Oktober 1857 – 25 Oktober 1873 | ||||
Penobatan | 22 Oktober 1858 | ||||
Pendahulu | Otteman I | ||||
Penerus | Ma’mun Al Rasyid | ||||
Kelahiran | 1831 Labuhan Deli | ||||
Kematian | 25 Oktober 1873 Labuhan Deli | ||||
Pemakaman | 25 Oktober 1873 | ||||
Pasangan | Encik Mariam | ||||
Keturunan Detail | |||||
| |||||
Ayah | Otteman I | ||||
Ibu | Raja Siti Asmah |
Amaluddin II (Jawi: أمل الدين محمود; Amaluddin Mahmud; 1829 – 25 Oktober 1873) adalah Sultan dari Kesultanan Deli ke 8 dari 1857 hingga 1873.
Pemerintahannya berlangsung selama 15 tahun. Ia menjadi perintis dan pelopor Perkebunan Tembakau di negeri ini yang ditandai oleh hubungan kerja sama dengan negara–negara Eropa dalam pembukaan lahan perkebunan Tembakau di Deli.
Kehidupan Awal
[sunting | sunting sumber]Amaluddin II lahir di Labuhan Deli pada tahun 1829, anak pertama dari Sultan Deli Otteman I dan Raja Siti Asmah. Sebagai putra tertua dari penguasa Deli, dia secara otomatis menjadi putra mahkota Kesultanan Deli.
Awal Pemerintahan
[sunting | sunting sumber]Ekspedisi Militer Belanda
[sunting | sunting sumber]Pada tahun 1862 Residen Riau Elisa Netscher mengirim seorang pegawai tingginya yang bernama Raja Burhanuddin ke Sumatra Timur. Menurut laporannya, beberapa negeri di Sumatra Timur bersedia dilindungi Belanda dan mengakui Kedaulatan Kesultanan Siak, kecuali Asahan dan negeri lainnya termasuk Deli. Bahkan di Asahan berkibar bendera Inggris. Maka berangkatlah Netscher beserta asisten residen dan beberapa penguasa Siak untuk berlayar dengan Kapal Reinier Claassen menuju Sumatra Timur.
Rombongan Netscher memasuki Kuala Deli dan disambut oleh Sultan Amaluddin II. Sultan menolak mengakui Kedaulatan Siak atas Deli. Hal ini karena Siak tidak membantu Deli sejak pemerintahan ayahnya Sultan Otteman I ketika diserang Aceh pada tahun 1854 dan juga dianggap terlalu lemah. Netscher berhasil menemukan jalan keluar sehingga Sultan Deli bersedia menandatangani pernyataan untuk tunduk kepada Belanda dengan kalimat yang berbunyi "Mengikut pada Negeri Siak bersama-sama bernaung pada Gubernemen Belanda". Perundingan itu berjalan lancar berkat usaha Said Abdullah, ipar Sultan. Sultan juga membuat perjanjian politik dengan Belanda dengan menandatangani Acte Van Verband dan Acte Van Bevestiging.
Deli Maatschappij
[sunting | sunting sumber]Tahun 1866 Sultan Amaluddin II memulai kerja sama dengan pihak belanda melalui Acta van Concessie yang diberikan kepada Jacob Nienhuys untuk membuka lahan perkebunan Tembakau pertama dari daerah Mabar hingga Deli Tua yang dikenal dengan Mabar–Deli Toewa Contract. Kontrak ini memberi wewenang independen dari Belanda atas Kesultanan Aceh dan Siak. Nienhuys mendirikan Deli Maatschappij pada tahun 1869. Perdagangan tembakau yang maju berdampak pada semakin berkembangnya Kota Medan pada saat itu.
Perang Sunggal
[sunting | sunting sumber]Karena tidak meratanya pembagian lahan antara pemerintah kolonial dan pribumi oleh Sultan membuat seorang Kepala di Timbang Langkat, Sulung Barat geram. Sultan dengan mudahnya memberikan lahan–lahan kepada Pemerintah Kolonial. Sulung Barat beserta Datuk Jalil dan Datuk Kecil mengumpulkan pasukan untuk melakukan perlawanan kepada Belanda.
Para pengikut Datuk Kecil berhasil membakar bangsal–bangsal penyimpanan Tembakau milik Belanda. Ketiga Datuk juga mengumpulkan 6000 lebih pasukan yg terdiri dari orang–orang suku Melayu dan Karo untuk melakukan penyerangan dan mengambil alih perkebunan tembakau.
Sultan meminta bantuan kepada Residen Riau untuk menumpas pemberontakan. Pada Mei 1872 pasukan Belanda datang dengan diperkuat oleh pasukan Kesultanan Deli yang dipimpin oleh Raja Muda Sulaiman beserta pasukan Pangeran Langkat di bawah pimpinan Tengku Hamzah dan Datuk Laksamana berhasil merebut kembali Perkebunan Arensburg.
Untuk menangkap ketiga Datuk dan para pengikutnya, Belanda terus melakukan pemburuan. Tercatat hingga tiga kali Ekspedisi Militer Belanda diturunkan untuk menumpas pemberontakan para Datuk Sunggal namun selalu gagal. Pada akhirnya Belanda mengutus Baginda Marah untuk menemui Datuk Kecil dan mengajaknya melakukan perundingan dengan Belanda. Pada tanggal 20 Oktober 1872 Datuk Kecil dan Sulung Barat menjumpai Mayor H.W.C Van Stuwe dan menyepakati untuk melakukan perundingan ke perkebunan Arensburg tempat tinggal sementara Schiff Residen Riau.
Dalam perundingan Schiff memaksa Datuk Kecil, Datuk Jalil dan Sulung Barat untuk meminta maaf kepada Gubernur Jendral Belanda di Batavia karena telah melakukan pemberontakan. Hal ini ditolak keras oleh Datuk Kecil karena yang dia lakukan adalah benar untuk mempertahankan hak tanah mereka. Ketiga Datuk ditahan dan dibawa ke Labuhan Deli untuk dikirim ke Riau.
Menggunakan kapal Den Briel mereka dibawa ke Tanjung Pinang pada 4 November 1872, di tempat itu mereka ditahan dan diinterogasi selama 10 bulan. Akhirnya berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal Belanda tanggal 23 Juni 1873 mereka diasingkan ke Cilacap. 6 September 1874, Datuk Jalil meninggal di penjara Cilacap dan dua tahun setelahnya meninggal pula Datuk Kecil. Menurut laporan, Sulung Barat diizinkan kembali ke Sunggal pada 1907 setelah mendapat pengampunan dari Sultan Deli.
Pernikahan
[sunting | sunting sumber]Sultan Amaluddin II menikah dengan Tengku Zaliha yang merupakan cicit dari Raja Umar Johan Pahlawan Alam Shah dari Serdang. Namun pernikahannya berakhir dengan perceraian. Kemudian dia menikah lagi dengan Encik Mariam.
Wafat
[sunting | sunting sumber]Amaluddin II mangkat pada tahun 1873 dalam usia 44 tahun. Ia dimakamkan di tanah pemakaman Masjid Al Osmani, Labuhan Deli.