Lompat ke isi

Muna Masyari: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Penggantian teks otomatis (- di tahun + pada tahun)
k Referensi: clean up
 
(4 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 21: Baris 21:
Dirinya mulai suka dengan dunia sastra sejak bangku sekolah dasar. Ia kerap membaca buku-buku sastra dan menulis di perpustakaan. Ia mulai mengenal lebih jauh soal cerpen ketika mempelajarinya berdasar ''postingan'' cerpen dari [[Facebook]]. Selain itu pula, dia belajar kepada [[Mahwi Air Tawar]], salah seorang sastrawan di Pulau Madura. Awalnya ia kirim cerpen-cerpennya di majalah religi, koran-koran di [[Surabaya]], yang dalam pada itu, cerpennya beberapa kali diterima dan beberapa kali ditolak, sebelum melangkah mengirim cerpen ke harian ''Kompas''.<ref name=korankom/> Penerima penghargaan cerpen terbaik pada tahun 2017 ini pernah bercerita bahwa dirinya sudah sejak 2010 mengirim cerpen, namun baru tahun 2016 cerpennya itu diterima.<ref name=kompas2>{{cite news |title=Regenerasi Penulis Sastra Kini Melaju |url=https://www.pressreader.com/indonesia/kompas/20180629/281517931859501 |author=Dewabrata, Wisnu |website=[[Kompas (surat kabar)|Kompas]] |date=29 Juni 2018 |accessdate=1 Agustus 2018}}</ref> Cerpen yang diterima oleh rubrik ''Cerpen'' di harian ''Kompas'' itu berjudul "Celurit Warisan". Selama perjuangannya mengirim cerpen itu, ia pernah frustasi. Tapi ia sadar, bahwa semua penulis pasti pernah mengalami permasalahan seperti ini.<ref name=korankom/>
Dirinya mulai suka dengan dunia sastra sejak bangku sekolah dasar. Ia kerap membaca buku-buku sastra dan menulis di perpustakaan. Ia mulai mengenal lebih jauh soal cerpen ketika mempelajarinya berdasar ''postingan'' cerpen dari [[Facebook]]. Selain itu pula, dia belajar kepada [[Mahwi Air Tawar]], salah seorang sastrawan di Pulau Madura. Awalnya ia kirim cerpen-cerpennya di majalah religi, koran-koran di [[Surabaya]], yang dalam pada itu, cerpennya beberapa kali diterima dan beberapa kali ditolak, sebelum melangkah mengirim cerpen ke harian ''Kompas''.<ref name=korankom/> Penerima penghargaan cerpen terbaik pada tahun 2017 ini pernah bercerita bahwa dirinya sudah sejak 2010 mengirim cerpen, namun baru tahun 2016 cerpennya itu diterima.<ref name=kompas2>{{cite news |title=Regenerasi Penulis Sastra Kini Melaju |url=https://www.pressreader.com/indonesia/kompas/20180629/281517931859501 |author=Dewabrata, Wisnu |website=[[Kompas (surat kabar)|Kompas]] |date=29 Juni 2018 |accessdate=1 Agustus 2018}}</ref> Cerpen yang diterima oleh rubrik ''Cerpen'' di harian ''Kompas'' itu berjudul "Celurit Warisan". Selama perjuangannya mengirim cerpen itu, ia pernah frustasi. Tapi ia sadar, bahwa semua penulis pasti pernah mengalami permasalahan seperti ini.<ref name=korankom/>


Setahun kemudian, cerpennya yang berjudul "Kasur Tanah" kemudian digolongkan surat kabar ''Kompas'' sebagai "Cerpen Terbaik Kompas 2017". Sebelum itu, pada tahun 2016, cerpennya yang berjudul "Celurit Warisan" juga masuk ke dalam "20 Cerpen Pilihan Kompas 2016".<ref name=korankom/> Cerita Kasur Tanah yang ditulis Muna ini berhasil menggeser 20 penulis cerpen lainnya seperti [[Ahmad Tohari]], [[Radhar Panca Dahana]], [[Agus Noor]], [[Djenar Maesa Ayu]], dan lainnya. Kisah ini kemudian diangkat sebagai pertunjukan teater oleh [[Teater Mandiri]] yang disutradarai oleh [[Putu Wijaya]].<ref name=kompas3>{{cite news |title=Kasur Tanah Terpilih Jadi Cerpen Terbaik Kompas 2017 |url=https://entertainment.kompas.com/read/2018/06/28/214637910/kasur-tanah-terpilih-jadi-cerpen-terbaik-kompas-2017 |author=Pangerang, Andi Muttya Keteng |editor=Dewi, Bestari Kumala |website=[[Kompas (surat kabar)|Kompas]] |date=28 Juni 2018 |accessdate=3 Agustus 2018}}</ref> Kisah-kisah yang ia tuturkan banyak menuliskan aneka tradisi lokal Madura, dan mengisahkannya pada para pembaca masa kini yang mungkin tidak tahu banyak soal ragam tradisi lokal Madura.<ref name=korankom/>
Setahun kemudian, cerpennya yang berjudul "Kasur Tanah" kemudian digolongkan surat kabar ''Kompas'' sebagai "Cerpen Terbaik Kompas 2017". Sebelum itu, pada tahun 2016, cerpennya yang berjudul "Celurit Warisan" juga masuk ke dalam "20 Cerpen Pilihan Kompas 2016".<ref name=korankom/> Cerita Kasur Tanah yang ditulis Muna ini berhasil menggeser 20 penulis cerpen lainnya seperti [[Ahmad Tohari]], [[Radhar Panca Dahana]], [[Agus Noor]], [[Djenar Maesa Ayu]], dan lainnya. Kisah ini kemudian diangkat sebagai pertunjukan teater oleh [[Teater Mandiri]] yang disutradarai oleh [[Putu Wijaya]].<ref name=kompas3>{{Cite news|title=Kasur Tanah Terpilih Jadi Cerpen Terbaik Kompas 2017 |url=https://entertainment.kompas.com/read/2018/06/28/214637910/kasur-tanah-terpilih-jadi-cerpen-terbaik-kompas-2017 |author=Pangerang, Andi Muttya Keteng |editor=Dewi, Bestari Kumala |work=[[Kompas.com]] |date=28 Juni 2018 |accessdate=3 Agustus 2018|first=Andi Muttya Keteng |last=Pangerang }}</ref> Kisah-kisah yang ia tuturkan banyak menuliskan aneka tradisi lokal Madura, dan mengisahkannya pada para pembaca masa kini yang mungkin tidak tahu banyak soal ragam tradisi lokal Madura.<ref name=korankom/>


== Kehidupan pribadi ==
== Kehidupan pribadi ==
Baris 29: Baris 29:
{{reflist}}
{{reflist}}


{{Authority control}}
{{indo-bio-stub}}


[[Kategori:Sastrawan Indonesia]]
[[Kategori:Sastrawan Indonesia]]
[[Kategori:Penulis Indonesia]]
[[Kategori:Penulis Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Timur]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Timur]]


{{Indo-bio-stub}}

Revisi terkini sejak 11 Desember 2022 13.48

Muna Masyari
Lahir26 Desember 1985 (umur 38)
Pamekasan, Pulau Madura, Jawa Timur
KebangsaanIndonesia Indonesia
PekerjaanPenjahit, penulis, sastrawan
Dikenal atasSastrawan Indonesia, penulis cerpen yang masuk Cerpen Pilihan Kompas

Munawaroh Masyari (lahir 26 Desember 1985) atau yang nantinya lebih dikenal sebagai Muna Masyari adalah seorang sastrawan Indonesia yang berasal dari Pamekasan, Madura. Dia menulis cerpen berjudul "Kasur Tanah" yang akhirnya masuk koran Kompas, dan dari situlah cerpennya lolos ke Cerpen Pilihan Kompas 2017.

Muna lahir di Pamekasan, pada tanggal 26 Desember 1985. Dia dilahirkan dari keluarga yang pas-pasan, yang menyebabkan dirinya hanya sampai pada tingkatan madrasah tsanawiyah saja. Di masa kecilnya —sebagaimana penuturannya, bahwa ia tahu akan tradisi dan cerita lokal dari apa yang dikisahkan oleh ibu dan neneknya. Dalam pada itu, kisah-kisahnya mengandung unsur religi.[1]

Dirinya mulai suka dengan dunia sastra sejak bangku sekolah dasar. Ia kerap membaca buku-buku sastra dan menulis di perpustakaan. Ia mulai mengenal lebih jauh soal cerpen ketika mempelajarinya berdasar postingan cerpen dari Facebook. Selain itu pula, dia belajar kepada Mahwi Air Tawar, salah seorang sastrawan di Pulau Madura. Awalnya ia kirim cerpen-cerpennya di majalah religi, koran-koran di Surabaya, yang dalam pada itu, cerpennya beberapa kali diterima dan beberapa kali ditolak, sebelum melangkah mengirim cerpen ke harian Kompas.[1] Penerima penghargaan cerpen terbaik pada tahun 2017 ini pernah bercerita bahwa dirinya sudah sejak 2010 mengirim cerpen, namun baru tahun 2016 cerpennya itu diterima.[2] Cerpen yang diterima oleh rubrik Cerpen di harian Kompas itu berjudul "Celurit Warisan". Selama perjuangannya mengirim cerpen itu, ia pernah frustasi. Tapi ia sadar, bahwa semua penulis pasti pernah mengalami permasalahan seperti ini.[1]

Setahun kemudian, cerpennya yang berjudul "Kasur Tanah" kemudian digolongkan surat kabar Kompas sebagai "Cerpen Terbaik Kompas 2017". Sebelum itu, pada tahun 2016, cerpennya yang berjudul "Celurit Warisan" juga masuk ke dalam "20 Cerpen Pilihan Kompas 2016".[1] Cerita Kasur Tanah yang ditulis Muna ini berhasil menggeser 20 penulis cerpen lainnya seperti Ahmad Tohari, Radhar Panca Dahana, Agus Noor, Djenar Maesa Ayu, dan lainnya. Kisah ini kemudian diangkat sebagai pertunjukan teater oleh Teater Mandiri yang disutradarai oleh Putu Wijaya.[3] Kisah-kisah yang ia tuturkan banyak menuliskan aneka tradisi lokal Madura, dan mengisahkannya pada para pembaca masa kini yang mungkin tidak tahu banyak soal ragam tradisi lokal Madura.[1]

Kehidupan pribadi

[sunting | sunting sumber]

Muna adalah istri dari M Khotib, yang sekampung dengannya. Muna memiliki usaha jahitan, yang walau memiliki kesibukan siang malam, ia katakan "tidak pernah lupa menyisihkan waktu untuk membaca dan menulis sastra". Sehingga, bisa dikatakan manakala dia mendapat ide saat menjahit, ia menulis. Kemudian menjahit lagi, dan seterusnya. Sehingga, kisah yang ia tulis dikerjakan di antara tumpukan kerja. Selain itu, dia juga mengurus rumah tangga di luar usaha jahitan dan kegiatan sastranya.[1]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c d e f Suwarna, Budi (28 Juli 2018). "Muna Masyari: Sastra di Antara Deru Mesin Jahit". Kompas. Hlm.12. Jakarta: PT Media Kompas Nusantara.
  2. ^ Dewabrata, Wisnu (29 Juni 2018). "Regenerasi Penulis Sastra Kini Melaju". Kompas. Diakses tanggal 1 Agustus 2018. 
  3. ^ Pangerang, Andi Muttya Keteng (28 Juni 2018). Dewi, Bestari Kumala, ed. "Kasur Tanah Terpilih Jadi Cerpen Terbaik Kompas 2017". Kompas.com. Diakses tanggal 3 Agustus 2018.