Lompat ke isi

Paradoks Olbers: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
AnsyahF (bicara | kontrib)
k Sedang dalam perbaikan
k clean up
 
(10 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Inuse}}[[Berkas:Olber's_Paradox_-_All_Points.gif|jmpl| Animasi dari pemikiran Olbers]]
[[Berkas:Olbers' Paradox - All Points.gif|jmpl|Animasi dari pemikiran Olbers. Olbers yakin jika langit itu gelap, maka salah satu sifat alam semesta (tak terbatas, statis, dan homogen) pasti salah|254x254px]]
'''Paradoks Olbers''' adalah [[paradoks]] yang menyatakan bahwa [[langit]] malam seharusnya tidak [[Kegelapan|gelap]] dalam (model) [[Alam semesta statis|alam semesta yang tidak terbaas dan tidak berubah]]. Paradoks ini dinamai setelah astronom dari [[Kekaisaran Romawi Suci|Jerman]], [[Heinrich Wilhelm Matthäus Olbers|Heinrich Wilhelm Matthias Olbers]], yang merumuskannya pada tahun [[1823]].<ref>{{De}} H Olbers voor het Astronomisches Jahrbuch für das Jahr 1826. [http://books.google.de/books?id=F-U3AAAAMAAJ&pg=110 Ueber die Durchsichtigkeit des Weltraums], ingestuurd 1823. blz 110</ref>
'''Paradoks Olbers''', juga dikenal '''paradoks langit malam''', adalah [[paradoks]] yang menyatakan bahwa [[langit]] malam seharusnya tidak [[Kegelapan|gelap]] dalam (asumsi) [[Alam semesta statis|alam semesta yang tidak terbatas dan tidak berubah]]. Paradoks ini dinamai setelah [[Heinrich Wilhelm Matthäus Olbers|Heinrich Olbers]], astronom berkebangsaan [[Kekaisaran Romawi Suci|Jerman]], yang merumuskannya pada tahun [[1823]].<ref>{{Cite book|last=|first=|date=1823|url=https://books.google.co.id/books?id=F-U3AAAAMAAJ&pg=110#v=onepage&q&f=false|title=Durchsichtigkeit des Weltraums (Berliner astronomisches jahrbuch für mit angaben für die oppositionen der planeten)|location=Berlin|publisher=C. F. E. Späthen|isbn=|pages=110|language=de|url-status=live}}</ref>


Paradoks ini didasarkan pada asumsi bahwa alam semesta itu berukuran besar hingga tak terbatas dan [[Bintang|bintang-bintang]] dalam jarak tertentu, tersebar secara seragam. Besarnya [[magnitudo]] sebuah bintang [[Hukum kuadrat terbalik|akan berkurang seiring dengan kuadrat jaraknya]], tetapi jumlah bintang pada jarak tertentu juga akan bertambah dengan kuadrat jaraknya. Oleh karena itu, [[Peluang (matematika)|peluang]] bintang yang muncul dalam arah tertentu antara jarak ''x'' dengan ''x + δ'' adalah sama untuk semua ''x''. Peluang ini terbatas tetapi jumlah bintangnya tak terhingga, sehingga kemungkinan bintang pada jarak tertentu sama dengan satu. Namun, jika bintangnya muncul dari segala arah, maka langitnya bisa seterang [[matahari]] di segala penjuru alam semesta.
Paradoks ini didasarkan pada asumsi bahwa alam semesta itu seragam di arah manapun, tidak berubah, dan tidak terbatas baik dalam ukurannya maupun umurnya.<ref>{{Cite web|title=Olbers Paradox|url=https://lambda.gsfc.nasa.gov/product/suborbit/POLAR/cmb.physics.wisc.edu/tutorial/olbers.html|website=lambda.gsfc.nasa.gov|access-date=2020-12-26}}</ref> Besarnya [[magnitudo]] sebuah bintang [[Hukum kuadrat terbalik|akan berkurang seiring dengan kuadrat jaraknya]], tetapi jumlah bintang pada jarak tertentu juga akan bertambah dengan kuadrat jaraknya. Oleh karena itu, [[Peluang (matematika)|peluang]] bintang yang muncul dalam arah tertentu antara jarak ''x'' dengan ''x + δ'' adalah sama untuk semua ''x''. Peluang ini terbatas, tetapi jumlah bintangnya tak terbatas sehingga kemungkinan bintang pada jarak tertentu sama dengan satu. Namun, jika bintangnya muncul dari segala arah, maka langit akan seterang [[matahari]] di segala penjuru alam semesta.


== Sejarah ==
Olbers bukanlah orang yang pertama menanyakan paradoks ini. Mungkin perumusan masalah yang benar pertama kali datang dari [[Jean-Philippe Loys de Cheseaux]] pada tahun 1744, tetapi Thomas Digges telah memikirkan konsep masalah tersebut sejak tahun 1576.
Olbers bukanlah orang yang pertama kali mengemukakan masalah ini. Menurut [[Edward Robert Harrison]], astronom berkebangsaan [[Britania Raya]], orang yang pertama kali mengemukakannya adalah [[Thomas Digges]] pada tahun 1576. Ia adalah orang yang pertama kali menjelaskan [[Heliosentrisme Copernicus]] dalam [[bahasa Inggris]] dan mengemukakan alam semesta tanpa batas dengan banyak bintang tak terhingga.<ref>{{Cite book|last=Hellyer|first=Marcus|date=2008-04-15|url=https://books.google.co.id/books?id=1VhC63yV-WgC&lpg=PA63&hl=id&pg=PA63#v=onepage&q&f=false|title=The Scientific Revolution: The Essential Readings|publisher=John Wiley & Sons|isbn=978-0-470-75477-1|language=en}}</ref> [[Johannes Kepler]] juga pernah meneliti masalah ini pada tahun 1610 dan masalah ini dikembangkan pada abad ke-19 berkat [[Edmond Halley]] dan [[Jean-Philippe Loys de Cheseaux]].<ref>{{Cite book|last=Unsöld|first=Albrecht|last2=Baschek|first2=Bodo|date=2001|url=https://books.google.co.id/books?id=nNnmR8ljctoC&lpg=PA485&hl=id&pg=PA485#v=onepage&q&f=false|title=The New Cosmos: An Introduction to Astronomy and Astrophysics|publisher=Springer Science & Business Media|isbn=978-3-540-67877-9|language=en}}</ref>


== Solusi ==
== Solusi ==
{{See also|Pergeseran merah|Model Lambda-CDM|Perluasan alam semesta}}


Penyair [[Edgar Allan Poe]] adalah orang pertama yang mengusulkan kemungkinan solusinya pada tahun 1848. Ia mengusulkan bahwa ukurannya yang terbatas dari [[Alam semesta teramati|alam semesta yang dapat diamati]] tampaknya menyelesaikan paradoks Olbers.<ref>{{En icon}} [[Edgar Allan Poe]]. [http://xroads.virginia.edu/~hyper/poe/eureka.html Eureka - A Prose Poem], 1848.</ref>
Penyair [[Edgar Allan Poe]] adalah orang pertama yang mengusulkan kemungkinan solusinya pada tahun 1848. Ia mengusulkan bahwa ukurannya yang terbatas dari [[Alam semesta teramati|alam semesta yang dapat diamati]] tampaknya menyelesaikan paradoks Olbers.<ref>{{En icon}} [[Edgar Allan Poe]]. [http://xroads.virginia.edu/~hyper/poe/eureka.html Eureka - A Prose Poem], 1848.</ref>


Selain Poe, [[William Thomson, 1st Baron Kelvin|Lord Kelvin]] mengusulkan bahwa cahaya dari bintang jauh diserap oleh [[Debu kosmik|debu angkasa]]. Pada masanya, penjelasan ini masuk akal, tetapi sekarang dipatahkan karena jika debunya menyerap cahaya, maka seharusnya debu tersebut menjadi lebih hangat dan mulai memancarkan cahaya kembali. Penjelasan itu mungkin untuk memastikan bahwa tidak ada [[Spektrum kasatmata|cahaya tampak]], tetapi jumlah total [[radiasi elektromagnetik]] akan tetap sama.
Solusi lain yang cukup umum adalah bahwa cahaya dari bintang jauh diserap oleh [[Debu kosmik|debu antarbintang]]. Akan tetapi, penyerapan oleh debu antarbintang akan membuat debu tersebut menjadi lebih hangat dan mulai memancarkan cahaya.<ref>{{Cite web|title=[sci.astro] Cosmology (Astronomy Frequently Asked Questions) (9/9)Section - I.15. Why is the sky dark at night? (Olbers' paradox)|url=http://www.faqs.org/faqs/astronomy/faq/part9/section-17.html|website=www.faqs.org|access-date=2020-12-26}}</ref>


Dengan asumsi bahwa alam semesta tidak terbatas, tetapi dibatasi waktu sehingga memiliki permulaan, maka cahaya bintang yang lebih jauh dari ''ct'', dimana ''c'' adalah [[Laju cahaya|kecepatan cahaya]] dan ''t'' adalah [[usia alam semesta]], belum mencapai Bumi saat ini.
Dengan asumsi bahwa alam semesta tidak terbatas, tetapi dibatasi waktu sehingga memiliki permulaan, maka cahaya bintang yang lebih jauh dari ''ct'', dimana ''c'' adalah [[Laju cahaya|kecepatan cahaya]] dan ''t'' adalah [[usia alam semesta]], belum mencapai Bumi saat ini.
Baris 17: Baris 17:
Teori [[fraktal]] memberikan penjelasan teoretis lain dari paradoks Olbers. Bisa dibayangkan bahwa akan ada bintang-bintang yang jumlahnya tidak terbatas, tetapi bintang-bintang ini tidak pernah bertemu dengan [[Bumi]] dari kebanyakan segala arah.
Teori [[fraktal]] memberikan penjelasan teoretis lain dari paradoks Olbers. Bisa dibayangkan bahwa akan ada bintang-bintang yang jumlahnya tidak terbatas, tetapi bintang-bintang ini tidak pernah bertemu dengan [[Bumi]] dari kebanyakan segala arah.


Selain itu, [[radiasi latar belakang gelombang mikro kosmis]] bisa memberikan solusi paradoks Olbers. Ketika alam semesta dimulai, suhu alam semesta setara dengan [[suhu efektif]] Matahari, sehingga langit benar-benar putih. Namun, akibat dari [[perluasan alam semesta]], cahaya ini telah mengalami [[pergeseran merah]] yang besar, sehingga sekarang yang tersisa hanya radiasi [[gelombang mikro]]. Oleh karena itu, perluasan alam semesta dan pergeseran merah memberikan solusi kedua bagi paradoks Olbers.
[[Radiasi latar belakang gelombang mikro kosmis]] bisa memberikan solusi paradoks Olbers. Ketika alam semesta dimulai, suhu alam semesta setara dengan [[suhu efektif]] Matahari, sehingga langit benar-benar putih. Namun, akibat dari [[perluasan alam semesta]], cahaya ini telah mengalami [[pergeseran merah]] yang besar, sehingga sekarang yang tersisa hanya radiasi [[gelombang mikro]]. Oleh karena itu, perluasan alam semesta dan pergeseran merah memberikan solusi kedua bagi paradoks Olbers.

{{Reflist}}{{Appendix}}
== Referensi ==
{{Reflist}}
{{Authority control}}


[[Kategori:Paradoks]]
[[Kategori:Astrofisika]]
[[Kategori:Astronomi]]
[[Kategori:Astronomi]]

Revisi terkini sejak 12 Januari 2023 20.25

Animasi dari pemikiran Olbers. Olbers yakin jika langit itu gelap, maka salah satu sifat alam semesta (tak terbatas, statis, dan homogen) pasti salah

Paradoks Olbers, juga dikenal paradoks langit malam, adalah paradoks yang menyatakan bahwa langit malam seharusnya tidak gelap dalam (asumsi) alam semesta yang tidak terbatas dan tidak berubah. Paradoks ini dinamai setelah Heinrich Olbers, astronom berkebangsaan Jerman, yang merumuskannya pada tahun 1823.[1]

Paradoks ini didasarkan pada asumsi bahwa alam semesta itu seragam di arah manapun, tidak berubah, dan tidak terbatas baik dalam ukurannya maupun umurnya.[2] Besarnya magnitudo sebuah bintang akan berkurang seiring dengan kuadrat jaraknya, tetapi jumlah bintang pada jarak tertentu juga akan bertambah dengan kuadrat jaraknya. Oleh karena itu, peluang bintang yang muncul dalam arah tertentu antara jarak x dengan x + δ adalah sama untuk semua x. Peluang ini terbatas, tetapi jumlah bintangnya tak terbatas sehingga kemungkinan bintang pada jarak tertentu sama dengan satu. Namun, jika bintangnya muncul dari segala arah, maka langit akan seterang matahari di segala penjuru alam semesta.

Olbers bukanlah orang yang pertama kali mengemukakan masalah ini. Menurut Edward Robert Harrison, astronom berkebangsaan Britania Raya, orang yang pertama kali mengemukakannya adalah Thomas Digges pada tahun 1576. Ia adalah orang yang pertama kali menjelaskan Heliosentrisme Copernicus dalam bahasa Inggris dan mengemukakan alam semesta tanpa batas dengan banyak bintang tak terhingga.[3] Johannes Kepler juga pernah meneliti masalah ini pada tahun 1610 dan masalah ini dikembangkan pada abad ke-19 berkat Edmond Halley dan Jean-Philippe Loys de Cheseaux.[4]

Penyair Edgar Allan Poe adalah orang pertama yang mengusulkan kemungkinan solusinya pada tahun 1848. Ia mengusulkan bahwa ukurannya yang terbatas dari alam semesta yang dapat diamati tampaknya menyelesaikan paradoks Olbers.[5]

Solusi lain yang cukup umum adalah bahwa cahaya dari bintang jauh diserap oleh debu antarbintang. Akan tetapi, penyerapan oleh debu antarbintang akan membuat debu tersebut menjadi lebih hangat dan mulai memancarkan cahaya.[6]

Dengan asumsi bahwa alam semesta tidak terbatas, tetapi dibatasi waktu sehingga memiliki permulaan, maka cahaya bintang yang lebih jauh dari ct, dimana c adalah kecepatan cahaya dan t adalah usia alam semesta, belum mencapai Bumi saat ini.

Teori fraktal memberikan penjelasan teoretis lain dari paradoks Olbers. Bisa dibayangkan bahwa akan ada bintang-bintang yang jumlahnya tidak terbatas, tetapi bintang-bintang ini tidak pernah bertemu dengan Bumi dari kebanyakan segala arah.

Radiasi latar belakang gelombang mikro kosmis bisa memberikan solusi paradoks Olbers. Ketika alam semesta dimulai, suhu alam semesta setara dengan suhu efektif Matahari, sehingga langit benar-benar putih. Namun, akibat dari perluasan alam semesta, cahaya ini telah mengalami pergeseran merah yang besar, sehingga sekarang yang tersisa hanya radiasi gelombang mikro. Oleh karena itu, perluasan alam semesta dan pergeseran merah memberikan solusi kedua bagi paradoks Olbers.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Durchsichtigkeit des Weltraums (Berliner astronomisches jahrbuch für mit angaben für die oppositionen der planeten) (dalam bahasa Jerman). Berlin: C. F. E. Späthen. 1823. hlm. 110. 
  2. ^ "Olbers Paradox". lambda.gsfc.nasa.gov. Diakses tanggal 2020-12-26. 
  3. ^ Hellyer, Marcus (2008-04-15). The Scientific Revolution: The Essential Readings (dalam bahasa Inggris). John Wiley & Sons. ISBN 978-0-470-75477-1. 
  4. ^ Unsöld, Albrecht; Baschek, Bodo (2001). The New Cosmos: An Introduction to Astronomy and Astrophysics (dalam bahasa Inggris). Springer Science & Business Media. ISBN 978-3-540-67877-9. 
  5. ^ (Inggris) Edgar Allan Poe. Eureka - A Prose Poem, 1848.
  6. ^ "[sci.astro] Cosmology (Astronomy Frequently Asked Questions) (9/9)Section - I.15. Why is the sky dark at night? (Olbers' paradox)". www.faqs.org. Diakses tanggal 2020-12-26.