Lompat ke isi

Kontroversi perbudakan di Tibet: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Glorious Engine (bicara | kontrib)
←Membuat halaman berisi ''''Kontroversi perbudakan di Tibet''' adalah sebuah ketidaksepakatan publik atas keberadaan dan keadaan perbudakan di Tibet sebelum aneksasi Tibet ke Republik Rakyat Tiongkok (RRT) pada 1951. Perdebatan tersebut bersifat politik, dengan beberapa pihak berpendapat bahwa tujuan mutlak di pihak Tiongkok adalah untuk mengesahkan kekuasaan Tiongkok terhadap wilayah yang kini disebut sebagai Wilaya...'
 
k →‎top: clean up, replaced: {{Yatim → {{orphan
 
(6 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{orphan|Oktober 2022}}
'''Kontroversi perbudakan di Tibet''' adalah sebuah ketidaksepakatan publik atas keberadaan dan keadaan [[perbudakan]] di [[Tibet]] sebelum [[aneksasi Tibet oleh Republik Rakyat Tiongkok|aneksasi Tibet]] ke [[Tiongkok|Republik Rakyat Tiongkok]] (RRT) pada 1951. Perdebatan tersebut bersifat politik, dengan beberapa pihak berpendapat bahwa tujuan mutlak di pihak Tiongkok adalah untuk mengesahkan kekuasaan Tiongkok terhadap wilayah yang kini disebut sebagai [[Wilayah Otonomi Tibet|Wilayah Otonomi Tibet atau Wilayah Otonomi Xizang]], dan pihak lain berpendapat bahwa tujuan mutlak pada pihak Barat adalah untuk melemahkan atau menghancurkan negara Tiongkok. Pendapatnya adalah bahwa budaya, pemerintahan dan masyarakat Tibet bersifat [[barbarian|barbarik]] sebelum RRT berkuasa di Tibet dan bahwa baru berubah karena kebijakan RRT di wilayah tersebut. Pendapat pro-[[gerakan kemerdekaan Tibt]] adalah bahwa ia adalah penjelasan salah terhadap sejarah yang dibuat sebagai alat politik dalam rangka untuk membenarkan [[Sinikisasi Tibet]].<ref name="Powers7">Powers 2004, pg. 7</ref>
'''Kontroversi perbudakan di Tibet''' adalah sebuah ketidaksepakatan publik atas keberadaan dan keadaan [[perbudakan]] di [[Tibet]] sebelum [[aneksasi Tibet oleh Republik Rakyat Tiongkok|aneksasi Tibet]] ke [[Tiongkok|Republik Rakyat Tiongkok]] (RRT) pada 1951. Perdebatan tersebut bersifat politik, dengan beberapa pihak berpendapat bahwa tujuan mutlak di pihak Tiongkok adalah untuk mengesahkan kekuasaan Tiongkok terhadap wilayah yang kini disebut sebagai [[Wilayah Otonomi Tibet|Wilayah Otonomi Tibet atau Wilayah Otonomi Xizang]], dan pihak lain berpendapat bahwa tujuan mutlak pada pihak Barat adalah untuk melemahkan atau menghancurkan negara Tiongkok. Pendapatnya adalah bahwa budaya, pemerintahan dan masyarakat Tibet bersifat [[barbarian|barbarik]] sebelum RRT berkuasa di Tibet dan bahwa baru berubah karena kebijakan RRT di wilayah tersebut. Pendapat pro-[[gerakan kemerdekaan Tibet]] adalah bahwa itu adalah penjelasan salah terhadap sejarah yang dibuat sebagai alat politik dalam rangka untuk membenarkan [[Sinikisasi Tibet]].<ref name="Powers7">Powers 2004, pg. 7</ref>


Pemerintah Tiongkok umumnya mengklaim bahwa [[Tibet (1912–1951)|Tibet dari 1912 sampai 1951]] adalah [[Feodalisme|masyarakat feodal]] dan [[Dalai Lama ke-13]] dan [[Dalai Lama ke-14|ke-14]] adalah [[perbudakan|pemilik budak]]. Klaim berikutnya yang dikatakan oleh RRT adalah bahwa, sebelum 1959, 95% orang Tibet tinggal dalam perbudakan feodal,<ref name="white">{{cite web|url=http://english.peopledaily.com.cn/features/Tibetpaper/tb1.html|title=White Paper on Tibet's March Forward|access-date=10 July 2008}}</ref> dan mebutip kasus-kasus pelecehan dan kekejaman yang diduga diwarisi pada sistem Tibet tradisional.<ref name="Goldstein 199756">Goldstein 1997, p.56</ref> Pihak-pihak [[gerakan kemerdekaan Tibet|pro-kemerdekaan Tibet]] dan negara-negara yang bersimpati terhadapnya, khususnya kebanyakan negara barat, seringkali menolak klaim Tiongkok tersebut.
Pemerintah Tiongkok umumnya mengklaim bahwa [[Tibet (1912–1951)|Tibet dari 1912 sampai 1951]] adalah [[Feodalisme|masyarakat feodal]] dan [[Dalai Lama ke-13]] dan [[Dalai Lama ke-14|ke-14]] adalah [[perbudakan|pemilik budak]]. Klaim berikutnya yang dikatakan oleh RRT adalah bahwa, sebelum 1959, 95% orang Tibet tinggal dalam perbudakan feodal,<ref name="white">{{cite web|url=http://english.peopledaily.com.cn/features/Tibetpaper/tb1.html|title=White Paper on Tibet's March Forward|access-date=10 July 2008}}</ref> dan mengutip kasus-kasus pelecehan dan kekejaman yang diduga diwarisi pada sistem Tibet tradisional.<ref name="Goldstein 199756">Goldstein 1997, p.56</ref> Pihak-pihak [[gerakan kemerdekaan Tibet|pro-kemerdekaan Tibet]] dan negara-negara yang bersimpati terhadapnya, khususnya kebanyakan negara barat, sering kali menolak klaim Tiongkok tersebut.


==Catatan==
==Catatan==
Baris 35: Baris 36:
*[http://www.case.edu/affil/tibet/tibetanSociety/social.htm The Goldstein and Miller Debate on "Reexamining Choice, Dependency and Command In The Tibetan Social System: 'Tax Appendages' and Other Landless Serfs"]
*[http://www.case.edu/affil/tibet/tibetanSociety/social.htm The Goldstein and Miller Debate on "Reexamining Choice, Dependency and Command In The Tibetan Social System: 'Tax Appendages' and Other Landless Serfs"]


[[Category:Politik Tibet]]
[[Kategori:Politik Tibet]]

Revisi terkini sejak 2 Februari 2023 03.13

Kontroversi perbudakan di Tibet adalah sebuah ketidaksepakatan publik atas keberadaan dan keadaan perbudakan di Tibet sebelum aneksasi Tibet ke Republik Rakyat Tiongkok (RRT) pada 1951. Perdebatan tersebut bersifat politik, dengan beberapa pihak berpendapat bahwa tujuan mutlak di pihak Tiongkok adalah untuk mengesahkan kekuasaan Tiongkok terhadap wilayah yang kini disebut sebagai Wilayah Otonomi Tibet atau Wilayah Otonomi Xizang, dan pihak lain berpendapat bahwa tujuan mutlak pada pihak Barat adalah untuk melemahkan atau menghancurkan negara Tiongkok. Pendapatnya adalah bahwa budaya, pemerintahan dan masyarakat Tibet bersifat barbarik sebelum RRT berkuasa di Tibet dan bahwa baru berubah karena kebijakan RRT di wilayah tersebut. Pendapat pro-gerakan kemerdekaan Tibet adalah bahwa itu adalah penjelasan salah terhadap sejarah yang dibuat sebagai alat politik dalam rangka untuk membenarkan Sinikisasi Tibet.[1]

Pemerintah Tiongkok umumnya mengklaim bahwa Tibet dari 1912 sampai 1951 adalah masyarakat feodal dan Dalai Lama ke-13 dan ke-14 adalah pemilik budak. Klaim berikutnya yang dikatakan oleh RRT adalah bahwa, sebelum 1959, 95% orang Tibet tinggal dalam perbudakan feodal,[2] dan mengutip kasus-kasus pelecehan dan kekejaman yang diduga diwarisi pada sistem Tibet tradisional.[3] Pihak-pihak pro-kemerdekaan Tibet dan negara-negara yang bersimpati terhadapnya, khususnya kebanyakan negara barat, sering kali menolak klaim Tiongkok tersebut.

  1. ^ Powers 2004, pg. 7
  2. ^ "White Paper on Tibet's March Forward". Diakses tanggal 10 July 2008. 
  3. ^ Goldstein 1997, p.56

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]