Lompat ke isi

Pengguna:Altair Netraphim/Bookmark1: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Neriah (bicara | kontrib)
k Neriah memindahkan halaman Pengguna:Nefrit Lazurit/Bookmark1 ke Pengguna:Altair Netraphim/Bookmark1: Secara otomatis memindahkan halaman ketika mengganti nama pengguna "Nefrit Lazurit" menjadi "Altair Netraphim"
 
(6 revisi perantara oleh satu pengguna lainnya tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
<br/>
[[Berkas:Rumah Dinas Wali Kota Salatiga (1).jpg|jmpl|240x240px|Rumah Dinas Wali Kota Salatiga pada 2019.]]
<center>[[Berkas:FAITH.jpg|300px|center]]
'''Rumah Dinas Wali Kota Salatiga''' adalah bangunan [[cagar budaya]] yang terletak di Jalan Diponegoro No.1, [[Salatiga, Sidorejo, Salatiga|Kelurahan Salatiga, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga]], [[Jawa Tengah|Provinsi Jawa Tengah]]. Berdasarkan hasil kajian dan identifikasi bangunan bersejarah di Kota Salatiga yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Salatiga bersama Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah tahun 2009, bangunan ini terinventarisasi untuk ditetapkan sebagai salah satu bangunan cagar budaya di Kota Salatiga dengan Nomor Inventaris 11-73/Sla/04. Secara umum, bangunan tersebut memperlihatkan konsep ruang sebuah kota modern karena berada di tengah-tengah kota, seperti halnya bangunan lain di Jawa yang menjadi identitas dan atribut administrasi kota itu (Hatmadji, dkk, 2009:34–35).<ref>{{Cite web|last=|title=Selayang Pandang Kota Salatiga|url=https://salatiga.go.id/|website=Pemerintah Kota Salatiga|language=|access-date=28 Juli 2019}}</ref><ref>{{Cite web|last=|first=|date=|title=Kisah Rumah Dinas Wali Kota Salatiga, Tempat Soekarno Bertemu Hartini, Jadi Cagar Budaya yang Dikenal Angker|url=https://regional.kompas.com/read/2021/02/27/12143091/kisah-rumah-dinas-wali-kota-salatiga-tempat-soekarno-bertemu-hartini-jadi|website=Kompas|language=|access-date=28 Juli 2019}}</ref><ref>{{Cite web|title=Ini Tujuh Bangunan Tua di Salatiga yang Memiliki Nilai Sejarah|url=https://daerah.sindonews.com/artikel/jateng/6653/ini-tujuh-bangunan-tua-di-salatiga-yang-memiliki-nilai-sejarah|website=Sindo News|language=|access-date=28 Juli 2019}}</ref><ref>{{Cite web|date=|title=Kisah Penyair Besar Prancis Jadi Serdadu di Salatiga|url=https://historia.id/militer/articles/kisah-penyair-besar-prancis-jadi-serdadu-di-salatiga-P1oK2|website=Historia|language=|access-date=27 Juli 2019}}</ref><ref>{{Cite web|last=|first=|date=|title=Kompleks Rumah Dinas Wali Kota Salatiga, Bangunan Dua Rasa|url=https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjateng/kompleks-rumah-dinas-walikota-salatiga-banguan-dua-rasa/|website=Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah, Direktorat Jenderal Kebudayaan Republik Indonesia|publisher=|access-date=1 Maret 2019}}</ref><ref>{{Cite web|last=|first=|date=|title=Rumah Dinas Wali Kota Salatiga|url=http://www.indonesia-heritage.net/2012/06/rumah-dinas-walikota-salatiga/|website=Jaringan Kota Pusaka Indonesia|publisher=|archive-url=https://web.archive.org/web/20190301140026/http://www.indonesia-heritage.net/2012/06/rumah-dinas-walikota-salatiga/|archive-date=1 Maret 2019|dead-url=yes|access-date=1 Februari 2019}}</ref><ref>{{Cite web|last=|first=|date=|title=Pelestarian Arsitektur dan Tata Ruang Kota Salatiga|url=http://www.kotasalatiga.com/pelestarian-arsitektur-dan-tata-ruang-kota-salatiga/|website=Kota Salatiga|publisher=|archive-url=https://web.archive.org/web/20190301204455/http://www.kotasalatiga.com/pelestarian-arsitektur-dan-tata-ruang-kota-salatiga/|archive-date=1 Maret 2019|dead-url=yes|access-date=1 Februari 2019}}</ref><ref>{{Cite web|last=|first=|date=|title=Kompleks Rumah Dinas Wali Kota Salatiga|url=https://situsbudaya.id/kompleks-rumah-dinas-walikota-salatiga/|website=Informasi Situs Budaya Indonesia|publisher=|access-date=1 Maret 2019}}</ref><ref>{{Cite web|title=Adakah Hubungan Antara Salatiga, Arthur Rimbaud, dan Soekarno?|url=https://nationalgeographic.grid.id/read/131676992/adakah-hubungan-antara-salatiga-arthur-rimbaud-dan-soekarno|website=National Geographic Indonesia|language=|access-date=19 Juli 2019}}</ref><ref>{{Cite book|last=|first=|year=1917|title=Regerings Almanak II|location=|publisher=|isbn=|pages=}}</ref>
{{cquote2|<center>''Terima kasih atas hidup ini, yang indah, yang kecewa, yang sia-sia: karena-Mu.''}}
</center>
----
<br/>
<center>[[Berkas:Prayer Mother and Daughter.jpg|300px|center]]
{{cquote2|<center>''Jika mati berujung kepada siksa, kan kuketuk pintunya. Jika api yang menungguku di sana, kan kudekap nyalanya.''}}
</center>
----
<br/>
<center>[[Berkas:Afghan boys pray outside Combat Outpost Senjaray in Kandahar province, Afghanistan, Jan. 3, 2012 120103-A-VB845-186.jpg|300px|center]]
{{cquote2|<center>''Tuhan, jika aku menyembah-Mu karena takut neraka, bakarlah aku di dalamnya. Dan, jika aku menyembah-Mu karena mengharapkan surga, campakkanlah aku darinya. Namun, jika aku menyembah-Mu demi Engkau semata, janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan-Mu yang abadi kepadaku. Ibadah karena takut neraka adalah ibadah para budak, ibadah karena menginginkan surga adalah ibadah para pedagang.''}}
</center>
----
<br/>
<center>[[Berkas:E3000_-_the_wings-become-windows_butterfly._(by-sa).jpg|pus|200x200px]]{{cquote2|<center>''Karena, aku tidak mencoba menghamba kepada apa pun, seperti Ibrahim menghunus kapak dan menolak tunduk kepada semua berhala Raja Namrud. Aku siap dengan kutukan yang harus aku hadapi. Rasa cinta dan kebanggaankulah yang mampu meruntuhkan semua tembok penghalang yang berdiri kokoh dan angkuh. Tembok yang sengaja dibangun oleh barisan tentara moralis sebagai garis embarkasi antara manusia dan hewan; yang seakan-akan berhak menentukan stempel baik-buruk, bermoral-tidak bermoral, dan dengan bebas menempelkan label surga dan neraka kepada tiap orang hanya berdasarkan dengan apa yang mereka yakini saja''}}</center>


== Kondisi fisik ==
== Semusim di Neraka ==
[[Berkas:Carjat_Arthur_Rimbaud_1872_n2.jpg|kiri|jmpl|244x244px|[[Arthur Rimbaud]]]]

[[Berkas:Peringatan_Kehadiran_Arthur_Rimbaud_di_Kompleks_Rumah_Dinas_Wali_Kota_Salatiga.jpg|jmpl|230x230px|Peringatan kedatangan Arthur Rimbaud di Salatiga.]]
Menurut penelitian bersama yang dilakukan oleh Rahardjo (2013:68), bangunan ini dibagi menjadi dua bagian berdasarkan coraknya karena pembangunannya tidak dilakukan secara bersamaan.
'''''Aux Pays Poivrés et Détrempés'''''

=== Bangunan pertama ===

[[Berkas:Rumah Dinas Wali Kota Salatiga (2).jpg|jmpl|240x240px|Bangunan induk Rumah Dinas Wali Kota Salatiga.]]
Bangunan ini awalnya merupakan tempat tinggal Majelis Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB) dan diperkirakan dibangun hampir bersamaan dengan GPIB Tamansari Salatiga, yaitu sekitar tahun 1825. Berdasarkan catatan Binnenlandsch Bestuuur (kepegawaian kolonial), bangunan induk itu disebutkan mulai ditempati oleh asisten residen yang jabatannya setingkat dengan bupati pribumi sejak tahun 1903. Dilihat dari bentuknya, arsitektur bangunan ini menunjukkan adanya perpaduan antara kebudayaan Jawa dan Eropa (Harnoko, dkk, 2008:38). Arsitektur Eropa pada bangunan tersebut terlihat di dinding tembok, pintu dan jendela yang tinggi, alas marmer, serta atap berbentuk perisai, sedangkan arsitektur Jawa terlihat dengan adanya pendopo, beranda, ruangan yang luas, konstruksi kayu di bagian depan, dan ornamen kuncungan yang ditopang dengan tiang-tiang besi tinggi (Hatmadji, dkk, 2009:35). Bangunan lain di Kota Salatiga yang memiliki ornamen kuncungan adalah Rumah Dinas Kepala Asrama Belanda Non-Eropa dan Asrama Polisi Kepatihan (Ksatrian) (Hatmadji, dkk, 2009:72). Kondisi fisik bangunan terawat dengan baik, hanya terdapat tambahan jendela di dinding sebelah timur agar sinar matahari dapat menerangi pendopo. Sampai dengan tahun 1985, masih terdapat lapangan tenis di belakang gedung ini. Tanah tersebut lantas dibeli oleh Bank Harapan Sentosa (BHS) dan saat ini dimiliki oleh Hotel Wahid (Rahardjo, 2013:69–71).

=== Bangunan kedua ===

[[Berkas:Rumah Dinas Wali Kota Salatiga (4).jpg|jmpl|240x240px|Bangunan kedua Rumah Dinas Wali Kota Salatiga.|al=]]
[[Berkas:Peringatan Kehadiran Arthur Rimbaud di Kompleks Rumah Dinas Wali Kota Salatiga.jpg|jmpl|240x240px|Peringatan kedatangan Arthur Rimbaud di Rumah Dinas Wali Kota Salatiga.|al=]]
Bangunan ini secara fisik masih kokoh dan belum banyak mengalami perubahan. Arsitektur Eropa pada bangunan tersebut terlihat di atap, teras, konstruksi tembok, dan tiang-tiang penyangga yang terbuat dari batu seperti bangunan zaman Renaisans. Bentuk bangunan ini menyerupai huruf "u" karena menyesuaikan luas tanah (Rahardjo, 2013:71). Menurut Supangkat (2019:36), bangunan tersebut pernah digunakan sebagai kantor Dinas Pendidikan, tetapi selanjutnya digunakan sebagai kantor Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Kota Salatiga.

Berdasarkan plakat yang dapat dilihat di salah satu dinding bangunan, dapat diketahui bahwa penyair Prancis, Jean Nicolas Arthur Rimbaud, pernah singgah di tempat ini. Saat itu, dia berusia 22 tahun ketika mendaftarkan diri sebagai serdadu Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger (KNIL), yang akan dikirim ke Hindia Belanda pada 18 Mei 1876. Jean Rocher dan Iwan Santosa dalam buku Sejarah Kecil Indonesia-Prancis 1800–2000 turut membahas mengenai perjalanan Rimbaud di Jawa. Keduanya menjelaskan bahwa durasinya ketika berada di Indonesia sangat pendek karena dia melakukan desersi. Pada 2 Agustus 1876, dia dan para serdadu tiba di Semarang, tetapi mereka kemudian melarikan diri dengan kereta api karena melihat kekejaman kolonialisme. Mereka lantas tiba di Stasiun Tuntang (saat itu Jenderal Janssens telah menandatangani kapitulasi dari pasukan Prancis-Belanda kepada jenderal Inggris bernama Auchmuty) dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Mereka dapat memasuki barak di Kota Salatiga dalam waktu dua jam dan akhirnya singgah di Rumah Dinas Wali Kota Salatiga.

Pada 15 Agustus 1876, Rimbaud tidak hadir dalam apel pagi dan dinyatakan hilang pada 30 Agustus 1876. Dia diam-diam kabur dengan memakai pakaian biasa supaya tidak mudah dikenali dan meninggalkan seragamnya di tangsi Salatiga. Dia lantas berjalan kaki dari Salatiga ke Semarang yang berjarak sekitar 48 kilometer. Tidak ada catatan yang menjelaskan secara detail caranya bisa kembali ke Eropa. Namun satu hal yang pasti, demi menghindari aparat Belanda, mau tidak mau dia harus naik kapal non-Belanda. Setidaknya, menjelang tahun baru 1877 atau tanggal 31 Desember 1876, dia sudah berada di rumah keluarganya, yaitu di Charleville-Mézières (Rocher dan Santosa, 2013:119–123).

== Asal-usul dan penggunaan ==

Pembangunan kompleks Rumah Dinas Wali Kota Salatiga tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan perkembangan Kota Salatiga yang dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda. Sebelum tahun 1895, Salatiga merupakan kabupaten tersendiri yang terpisah dari Kabupaten Semarang. Pada 1895, Salatiga kemudian digabung dengan Kabupaten Semarang berdasarkan Staatsblad No. 35 tanggal 13 Februari 1895. Menjelang akhir tahun 1901, status Salatiga sebagai afdeling kontrol dihapus dan digabung dengan Ambarawa. Berselang dua tahun kemudian, Salatiga secara resmi beralih menjadi kota administratif yang dipimpin oleh asisten residen. Afdeling Salatiga kemudian dibagi menjadi dua afdeling kontrol, yaitu Salatiga dan Ambarawa. Salatiga membawahi Distrik Salatiga dan Distrik Tengaran, sedangkan Ambarawa membawahi Distrik Ambarawa dan Distrik Ungaran (ANRI, Staatsblad No. 35 tanggal 13 Februari 1895).
Di Salatiga biarkan pikiranku mengembara apa maunya
[[Berkas:Rumah Dinas Wali Kota Salatiga (5).jpg|jmpl|240x240px|Rumah Dinas Wali Kota Salatiga pada masa pemerintahan kolonial.]]
kota ini seribu makna,
Sebagai pemimpin otonomi, Asisten Residen A.J. Baron Quarles yang sebelumnya tinggal di Ambarawa lantas diberikan rumah hunian (sekarang menjadi Rumah Dinas Wali Kota Salatiga) pada 1903. Kompleks bangunan ini berada di jalan menuju ke arah Semarang (sekarang Jalan Diponegoro) yang dulu diberi nama Toentangscheweg. Menurut Supangkat (2019:36), dia memerintah di Salatiga hingga 1908. Kedatangannya beriringan dengan dikeluarkannya Staatsblad No. 329 tahun 1903 tentang desentralisasi pemerintahan. Dia selanjutnya dipindahtugaskan ke Sulawesi Selatan hingga 1910 dan posisinya digantikan oleh J.H.J. Sigal. Sigal sebelumnya menjabat sebagai Asisten Residen di Cirebon selama tiga tahun (1906–1909). Dia ditugaskan di Salatiga sejak 1909 hingga 1923 (Supangkat, 2019:36–40).
yang mencipta tunas-tunas hidup penggembala

sampai darah-darah menghias masa lalunya
Salatiga dalam perkembangannya kemudian beralih status menjadi stadsgemeente (kotapraja dengan otonomi terbatas) setelah Gubernur Jendral Hindia Belanda Johan Paul van Limburg Stirum mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 25 Juni 1917 No. 1, yang dimuat dalam Staatsblad No. 266 tahun 1917. Melalui keputusan tersebut, kota ini resmi didirikan oleh pemerintah kolonial pada 1 Juli 1917 dengan nama Staadsgemeente Salatiga. Status Salatiga sebagai stadsgemeente kemudian meningkat menjadi gemeente (kotapraja dengan otonomi penuh) pada 1926 (Rohman, 2020:121). Oemar (1978:128) mengemukakan maksud dari pemberian status gemeente tersebut adalah sebagai tempat mukim para pemilik perkebunan besar dan perkebunan kecil, yang sebagian besar terletak di wilayah Kabupaten Semarang sekarang ini (Bringin, Ambarawa, Suruh, Kopeng, Dadapayam, Tengaran, Simo, Banyubiru, dan Ungaran). Perkebunan yang menjadi sektor strategis saat itu dikuasai oleh orang-orang Eropa. Mereka memegang jabatan-jabatan penting dalam perkebunan, sehingga demi kelancaran pekerjaannya para pendatang ini bermukim di daerah Salatiga dan sekitarnya, khususnya area yang berada di sekitar kompleks Rumah Dinas Wali Kota Salatiga.
Pun demikian, pesonanya takkan padam

mencipta bejibun catatan malam
Penetapan status Salatiga sebagai gemeente awalnya banyak dipertanyakan. Hal ini disebabkan karena penduduknya masih sedikit dan wilayahnya yang kecil (Myengkyo, 2013:12). Meski ketetapan tersebut bernuansa politis yang berpihak kepada kepentingan orang kulit putih, tetapi Salatiga sebenarnya telah memenuhi persyaratan berdirinya sebuah gemeente, yaitu penduduk, keadaan setempat, dan keuangan (Darmiati, dkk, 1999:43). Penataan daerah otonom pada masa pemerintahan kolonial di sisi lain sebenarnya merupakan hal yang umum dilakukan dalam kaitannya dengan manajemen pemerintahan karena berkaitan dengan rentang kendali. Rentang kendali ini berkaitan dengan kapasitas koordinasi dan aksesibilitas dalam pelayanan publik (Purnomo, dkk, 2015:10).

Tak apalah bahasa alam sesekali memberi sebait guratan
Menurut Rohman (2020:123), agar pemerintahan di Salatiga dapat berjalan dengan baik, Gemeente Salatiga dipimpin oleh burgermeester (wali kota) dan dibantu oleh gemeenteraad (dewan kota) yang ditunjuk langsung oleh gubernur jenderal. Namun, saat itu jabatan tersebut masih dirangkap oleh Asisten Residen J.H.J. Sigal hingga 1923 (Supangkat, 2019:39–41). Komposisi organisasi dalam pemerintahan gemeente di sisi lain terdiri atas 25 orang Belanda yang menjabat sebagai staf wali kota atau jabatan penentu kebijakan, serta 20 orang pribumi dan 3 orang Timur Asing menduduki jabatan tingkat kelurahan (Rahardjo, 2013:70). Sumber daya ekonomi pemerintah kolonial dalam administrasi pemerintahan gemeente diperoleh melalui pajak tanah, pajak tontonan, pajak reklame, izin mendirikan tempat tinggal, dan izin kegiatan usaha ekonomi.
saat kecipak jernih air Senjoyo mengingatkan:

"Wariskan mata air, bukan air mata"
Jabatan Sigal digantikan oleh A.H. Neijs, seorang perwira dalam administrasi pemerintahan, hingga 1925. Sebelum ditugaskan di Salatiga, dia menjabat sebagai asisten residen di Klaten sejak 1917 (Supangkat, 2019:40–41). Prakosa (2017:31–32) mencatat bahwa asisten residen terakhir yang bertugas di Salatiga adalah J.H. Van Welly. Dia menggantikan Neijs sejak 1925 hingga 1929. Jabatan asisten residen kemudian dihapus pada 1 Januari 1929, saat pemerintah kolonial mengangkat burgermeester baru, yaitu A.L.A. Van Unen (Supangkat, 2019:42).
Aku bertanya:

"Mengapa kerinduan selalu hadir di sini?
Burgermeester baru itu lantas berganti menempati kediaman asisten residen untuk menjalankan pemerintahan. Prakosa (2017:31–32) mengatakan jika burgermeester membawahi seorang komisaris, patih, dan opsir polisi kelas I. Dia berkoordinasi dengan patih dan empat orang wedana (Distrik Ambarawa, Ungaran, Salatiga, dan Tengaran) dalam menjalankan tugasnya. Selain itu, dia juga membawahi dua orang Tionghoa berpangkat letnan dan kapten. Salah satu tugas burgermeester adalah melakukan berbagai pembangunan di Salatiga, sekaligus memperkenalkan berbagai fasilitas umum yang belum pernah dikenal sebelumnya oleh penduduk pribumi (Supangkat, 2012:19).
Di mana emprit menyusun sarang, mengeram kepasrahan?"

Masih ingatkah kau kapan saat memetik bintang,
Pemerintah kolonial di bawah otoritas Van Unen menjadikan area yang berada di sekitar Rumah Dinas Wali Kota Salatiga sebagai pusat kota dan kawasan elite. Hal inilah yang membuat dibangun sarana penunjang lain di sekitarnya, yaitu kawasan Tamansari (Supangkat, 2012:23). Perkembangan ini turut mendorong orang-orang kulit putih berlomba-lomba membangun rumah dengan arsitektur Eropa di sekitar area tersebut (Supangkat, 2012:35). Van Unen menjabat sebagai burgermeester hingga pertengahan 1932. Kedudukannya digantikan oleh Brune H.F. sejak 25 Juni 1932. Sebelumnya, dia menjadi burgermeester Magelang dan memerintah di Salatiga hingga 28 Februari 1933. Sebelum Jepang masuk ke Salatiga, sebenarnya masih ada beberapa pergantian burgermeester, tetapi tidak ditemukan sumber-sumber kuat yang membahasnya.
mencium kening rembulan?"

"Oh, kini mereka menjelma monumen abadi
Ketika Jepang mulai berkuasa, struktur dan pejabat pemerintahan diganti. Istilah burgermeester diganti menjadi shityo, sedangkan asisten residen menjadi sidokan. Kedua jabatan yang sebelumnya hanya dapat diduduki oleh orang Belanda itu mulai dapat ditempati oleh pribumi pada masa pemerintahan Jepang. Wali kota dan asisten residen pribumi pertama di Salatiga dijabat oleh M.S. Handjojo dan R. Mudardjo. Sejak saat itulah bangunan Rumah Dinas Wali Kota Salatiga ditempati oleh para wali kota selanjutnya untuk menjalankan pemerintahan.
dalam penyerahan senyum keikhlasan" jawabmu

Supangkat (2020:49) turut mencatat jika Soekarno yang sedang melakukan kunjungan kerja pada 1952 menemukan cinta keempatnya di Rumah Dinas Wali Kota Salatiga. Saat itu, Soekarno bertemu dengan seorang janda muda, Hartini Soewondo, yang mamasak sayur lodeh untuknya. Dua tahun berikutnya dia meminang wanita itu. Kelak, perkawinan ini pula yang menyebabkan Fatmawati hengkang dari Istana Cipanas. Rumah Hartini sendiri berada di seberang jalan dari Rumah Dinas Wali Kota Salatiga, yaitu Jalan Diponegoro No. 6. Rumah tersebut bergaya Hindia Baru.
2 Agustus 1876,

Ingatkah kau, Rimbaud datang
== Lihat pula ==
di antara sajak pembebasan
* [[Arthur Rimbaud]]
sejak waktu tak beranjak
* [[Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat Tamansari Salatiga]]
dan sepi menyemat tak beriak
* [[Semusim di Neraka]]
tetap teguh tegak
* [[Tugu Beatrix]]
seperti Majnun lebur dalam cinta
* [[Tugu Jam Tamansari]]
pasrah dalam teduh rengkuhan

Gunung Telomoyo, Merbabu, dan Ungaran
== Rujukan ==
sirna di depan prasasti
{{reflist|2}}
menucatat kisah di negeri rempah-rempah pedas dan basah

''aux pays poivrés et détrempés''
== Daftar pustaka ==

Di kelok jalan menuju bukit,
'''Buku'''
kutumpahkan kejujuran semesta

kepada bunga-bunga yang enggan patah dari tangkainya
* {{Cite book|title=Otonomi Daerah di Hindia-Belanda (1903-1940)|last=Darmiati|first=dkk|publisher=CV. Sejahtera|year=1999|isbn=|location=Jakarta|pages=|page=}}
kutulis seribu tanya:
* {{Cite book|title=Riwayat Kota Salatiga|last=Handjojo|first=M.S.|publisher=Sechan Press|year=1978|isbn=|location=Salatiga|pages=|page=}}
"Berapa lama sejuk kota ini terus kau berikan untukku?
* {{Cite book|title=Salatiga dalam Lintasan Sejarah|last=Harnoko|first=Darto, dkk|publisher=Dinas Pariwisata, Seni, Budaya, dan Olah Raga Kota Salatiga|year=2008|isbn=|location=Salatiga|pages=|page=}}
Berapa depa kerinduan kau berikan untukku?"
* {{Cite book|title=Hari Jadi Kota Salatiga 24 Juli 750|last=Kartoatmadja|first=dkk|publisher=Pemerintah Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga|year=1995|isbn=|location=Salatiga|pages=|page=}}
* {{Cite book|title=Sedjarah Daerah Jawa Tengah|last=Oemar|first=Mohammad, dkk|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan|year=1978|isbn=|location=Jakarta|pages=|page=}}
Menjelang senja yang tembaga,
* {{Cite book|title=Kajian Pemekaran Kota Salatiga|last=Purnomo|first=Daru, dkk,|publisher=Pusat Kajian Kependudukan dan Pemukiman Fakultas Ilmu Sosial dan Komunikasi Universitas Kristen Satya Wacana|year=2015|isbn=|location=Salatiga|pages=|page=}}
lewat lambaian burung-burung di cakrawala
* {{Cite book|title=Salatiga Sketsa Kota Lama|last=Supangkat|first=Eddy|publisher=Griya Media|year=2007|isbn=|location=Salatiga|pages=|page=}}
dan kemuning padi di sawah desa

kuncilah hatiku
== Pranala luar ==
dalam desah Salatiga
{{commons category|Rumah Dinas Wali Kota Salatiga}}
sebelum kutinggalkan Yogyakarta
* [https://www.academia.edu/31639133/CAGAR_BUDAYA_FIX_V-VI Bangunan Cagar Budaya Salatiga]
"Adakah matamu basah berkaca-kaca
* [https://nationalgeographic.grid.id/read/13300042/salatiga-lelakon-tinggalan-kota-garnisun-di-pinggang-merbabu?page=all Salatiga, Lelakon Tinggalan Kota Garnisun di Pinggang Merbabu]
buat janji yang menjanjikan?"
* [https://regional.kompas.com/read/2019/10/05/09445981/wali-kota-salatiga-buka-rumah-dinas-untuk-pertunjukan-kesenian Wali Kota Salatiga Buka Rumah Dinas Untuk Pertunjukan Kesenian]

{{Salatiga-stub}}
Yogyakarta, Akhir September 2017


'''Afinitas (Prolog "Kemenjadian")'''
[[Kategori:Kota Salatiga]]
[[Kategori:Cagar budaya di Indonesia]]
"Kini, ketika kudapati diriku siap membusuk,
[[Kategori:Bangunan bersejarah di Salatiga]]
aku berpikir untuk mencari kunci
kepada pesta dansa yang dulu itu.
Mungkin, bisa kutemukan keyakinan lagi"
"Carilah kematian dengan seluruh gairahmu,
semua kecintaan kepada diri, dan tujuh dosa tak terampuni"
seru Jean Nicolas Arthur Rimbaud,
penyair Prancis yang disersi
"Semusim di Neraka"
142 tahun yang lalu,
di sebuah kota bernama Salatiga.
Akhir 2018

Revisi terkini sejak 26 April 2023 18.12








Semusim di Neraka

[sunting | sunting sumber]
Arthur Rimbaud
Peringatan kedatangan Arthur Rimbaud di Salatiga.
Aux Pays Poivrés et Détrempés

Di Salatiga biarkan pikiranku mengembara apa maunya
kota ini seribu makna, 
yang mencipta tunas-tunas hidup penggembala
sampai darah-darah menghias masa lalunya
Pun demikian, pesonanya takkan padam
mencipta bejibun catatan malam

Tak apalah bahasa alam sesekali memberi sebait guratan
saat kecipak jernih air Senjoyo mengingatkan:
"Wariskan mata air, bukan air mata"
Aku bertanya:
"Mengapa kerinduan selalu hadir di sini?
Di mana emprit menyusun sarang, mengeram kepasrahan?"
Masih ingatkah kau kapan saat memetik bintang,
mencium kening rembulan?"
"Oh, kini mereka menjelma monumen abadi 
dalam penyerahan senyum keikhlasan" jawabmu

2 Agustus 1876,
Ingatkah kau, Rimbaud datang
di antara sajak pembebasan
sejak waktu tak beranjak
dan sepi menyemat tak beriak
tetap teguh tegak
seperti Majnun lebur dalam cinta
pasrah dalam teduh rengkuhan
Gunung Telomoyo, Merbabu, dan Ungaran
sirna di depan prasasti 
menucatat kisah di negeri rempah-rempah pedas dan basah
aux pays poivrés et détrempés

Di kelok jalan menuju bukit,
kutumpahkan kejujuran semesta
kepada bunga-bunga yang enggan patah dari tangkainya
kutulis seribu tanya:
"Berapa lama sejuk kota ini terus kau berikan untukku?
Berapa depa kerinduan kau berikan untukku?"

Menjelang senja yang tembaga,
lewat lambaian burung-burung di cakrawala
dan kemuning padi di sawah desa
kuncilah hatiku
dalam desah Salatiga
sebelum kutinggalkan Yogyakarta
"Adakah matamu basah berkaca-kaca
buat janji yang menjanjikan?"


Yogyakarta, Akhir September 2017
Afinitas (Prolog "Kemenjadian")
   
"Kini, ketika kudapati diriku siap membusuk, 
aku berpikir untuk mencari kunci
kepada pesta dansa yang dulu itu.
Mungkin, bisa kutemukan keyakinan lagi"
    
"Carilah kematian dengan seluruh gairahmu,
semua kecintaan kepada diri, dan tujuh dosa tak terampuni"
    
seru Jean Nicolas Arthur Rimbaud,
penyair Prancis yang disersi
"Semusim di Neraka"
142 tahun yang lalu,
di sebuah kota bernama Salatiga.
    
    
Akhir 2018