Lompat ke isi

Apodiktik: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Botrie (bicara | kontrib)
k Robot: Perubahan kosmetika
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(5 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
[[Berkas:Francesco Hayez 001.jpg|thumb|200px|Aritoteles - Tokoh [[logika]] yang mengangkat apodiktik dalam pengetahuan]]
[[Berkas:(Venice) Aristide - Francesco Hayez - gallerie Accademia Venice.jpg|jmpl|200px|Aritoteles - Tokoh [[logika]] yang mengangkat apodiktik dalam pengetahuan]]
'''Apodiktik''' adalah istilah yang dipakai oleh Aristoteles untuk memperlihatkan sesuatu secara pasti dibedakan dari pandangan yang hanya kemungkinan-kemunginan saja.<ref name="Bagus">{{id}}Lorens Bagus, ''Kamus Filsafat'', Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996 </ref> Pengetahuan yang diajukan bersifat pasti dan bersifat niscaya.<ref name="Bagus"/> Istilah ini berasal dari Bahasa Yunani ''apo'' = "dari" dan ''deiknynai'' berarti "memperlihatkan".<ref name="Bagus"/>
'''Apodiktik''' adalah istilah yang dipakai oleh Aristoteles untuk memperlihatkan sesuatu secara pasti dibedakan dari pandangan yang hanya kemungkinan-kemunginan saja.<ref name="Bagus">{{id}}Lorens Bagus, ''Kamus Filsafat'', Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996</ref> Pengetahuan yang diajukan bersifat pasti dan bersifat niscaya.<ref name="Bagus"/> Istilah ini berasal dari Bahasa Yunani ''apo'' = "dari" dan ''deiknynai'' berarti "memperlihatkan".<ref name="Bagus"/>


Posisi yang dikemukakan Aritoteles dalam logikanya dibedakan dari istilah [[dialektik]]a eristik atau dapat diperdebatkan.<ref name="Bagus"/> Baginya, apodiktik adalah sesuatu yang tidak dapat diperdebatkan karena sudah pasti dan jelas.<ref name="Bagus"/> Dalam hal keputusan, maka keputusan itu bersifat mutlak benar.<ref name="Bagus"/> Apodiktik menunjukkan bukti hakiki yang ditarik secara deduktif dari premis-premis yang mutlak benar.<ref name="Bagus"/>
Posisi yang dikemukakan Aritoteles dalam logikanya dibedakan dari istilah [[dialektik]]a eristik atau dapat diperdebatkan.<ref name="Bagus"/> Baginya, apodiktik adalah sesuatu yang tidak dapat diperdebatkan karena sudah pasti dan jelas.<ref name="Bagus"/> Dalam hal keputusan, maka keputusan itu bersifat mutlak benar.<ref name="Bagus"/> Apodiktik menunjukkan bukti hakiki yang ditarik secara deduktif dari premis-premis yang mutlak benar.<ref name="Bagus"/>


Dalam dunia [[Hermeneutika Alkitab|hermeneutika]] [[Alkitab]] atau penafsiran [[Kitab Suci]], penggunaan apodiktik terdapat hukum-hukum yang merupakan perintah dalam tradisi Israel dalam Perjanjian Lama.<ref name="Bergant">{{id}}Dianne Bergant & Robert J. Karris., ''Tafsir Alkitab Perjanjian Lama'', Yogyakarta: Kanisius, 2002, Hlm. 104</ref> Misalnya perintah untuk menuruti hukum-hukum yang tidak dapat dibantah oleh umat pada waktu itu.<ref name="Bergant"/> Contohnya terdapat dalam [[Kitab Imamat]] 18 ayat 8 yang melarang seorang anak menggauli isteri ayahnya, mana mungkin seorang anak meniduri ibunya.<ref name="Bergant"/> Masyarakat waktu itu jelas menerima dengan mutlak hukum itu.<ref name="Bergant"/> Atau dalam [[Kitab Ulangan]] 17 ayat 6 yang menyaratkan sebuah hukuman hanya boleh diputuskan bila terdapat saksi yang harus lebih dari satu, yaitu dua atau tiga, dengan begitu kebenaran bisa dipertanggungjawahkan sesuai bukti-bukti.<ref name="Bergant"/>
Dalam dunia [[Hermeneutika Alkitab|hermeneutika]] [[Alkitab]] atau penafsiran [[Kitab Suci]], penggunaan apodiktik terdapat hukum-hukum yang merupakan perintah dalam tradisi Israel dalam Perjanjian Lama.<ref name="Bergant">{{id}}Dianne Bergant & Robert J. Karris., ''Tafsir Alkitab Perjanjian Lama'', Yogyakarta: Kanisius, 2002, Hlm. 104</ref> Misalnya perintah untuk menuruti hukum-hukum yang tidak dapat dibantah oleh umat pada waktu itu.<ref name="Bergant"/> Contohnya terdapat dalam [[Kitab Imamat]] 18 ayat 8 yang melarang seorang anak menggauli isteri ayahnya, mana mungkin seorang anak meniduri ibunya.<ref name="Bergant"/> Masyarakat waktu itu jelas menerima dengan mutlak hukum itu.<ref name="Bergant"/> Atau dalam [[Kitab Ulangan]] 17 ayat 6 yang menyaratkan sebuah hukuman hanya boleh diputuskan bila terdapat saksi yang harus lebih dari satu, yaitu dua atau tiga, dengan begitu kebenaran bisa dipertanggungjawahkan sesuai bukti-bukti.<ref name="Bergant"/>
Baris 8: Baris 8:
== referensi ==
== referensi ==
{{reflist}}
{{reflist}}

{{Authority control}}


[[Kategori:Logika]]
[[Kategori:Logika]]
[[Kategori:Bahasa]]
[[Kategori:Bahasa]]
[[Kategori:Filsafat]]
[[Kategori:Filsafat]]

[[ca:Apodíctic]]
[[cs:Apodiktický]]
[[de:Apodiktische Aussage]]
[[en:Apodicticity]]
[[es:Apodíctico]]
[[fr:Apodictique]]
[[it:Apodittico]]
[[kk:Аподейктика]]
[[oc:Apodictica]]

Revisi terkini sejak 8 Juni 2023 15.46

Aritoteles - Tokoh logika yang mengangkat apodiktik dalam pengetahuan

Apodiktik adalah istilah yang dipakai oleh Aristoteles untuk memperlihatkan sesuatu secara pasti dibedakan dari pandangan yang hanya kemungkinan-kemunginan saja.[1] Pengetahuan yang diajukan bersifat pasti dan bersifat niscaya.[1] Istilah ini berasal dari Bahasa Yunani apo = "dari" dan deiknynai berarti "memperlihatkan".[1]

Posisi yang dikemukakan Aritoteles dalam logikanya dibedakan dari istilah dialektika eristik atau dapat diperdebatkan.[1] Baginya, apodiktik adalah sesuatu yang tidak dapat diperdebatkan karena sudah pasti dan jelas.[1] Dalam hal keputusan, maka keputusan itu bersifat mutlak benar.[1] Apodiktik menunjukkan bukti hakiki yang ditarik secara deduktif dari premis-premis yang mutlak benar.[1]

Dalam dunia hermeneutika Alkitab atau penafsiran Kitab Suci, penggunaan apodiktik terdapat hukum-hukum yang merupakan perintah dalam tradisi Israel dalam Perjanjian Lama.[2] Misalnya perintah untuk menuruti hukum-hukum yang tidak dapat dibantah oleh umat pada waktu itu.[2] Contohnya terdapat dalam Kitab Imamat 18 ayat 8 yang melarang seorang anak menggauli isteri ayahnya, mana mungkin seorang anak meniduri ibunya.[2] Masyarakat waktu itu jelas menerima dengan mutlak hukum itu.[2] Atau dalam Kitab Ulangan 17 ayat 6 yang menyaratkan sebuah hukuman hanya boleh diputuskan bila terdapat saksi yang harus lebih dari satu, yaitu dua atau tiga, dengan begitu kebenaran bisa dipertanggungjawahkan sesuai bukti-bukti.[2]

referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c d e f g (Indonesia)Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996
  2. ^ a b c d e (Indonesia)Dianne Bergant & Robert J. Karris., Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, Yogyakarta: Kanisius, 2002, Hlm. 104