Lompat ke isi

Tahun Baru Jawa: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Dikaalnas memindahkan halaman Satu suro ke Satu Suro: Kapitalisasi
saya menambahkan dihalaman ini dengan Metode Perhitungan
 
(20 revisi perantara oleh 13 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
'''Tahun Baru Jawa''' ({{lang-jv|ꦠꦲꦸꦤ꧀ꦲꦚꦂꦗꦮ|Taun Anyar Jawa}}; {{lang-pey|Javaans Nieuw Jaar}}) merupakan perayaan terpenting bagi orang [[Jawa]]. Peringatan tahun baru Jawa dimulai pada hari pertama [[bulan Sura]] (ꦱꦸꦫ; sura) di [[penanggalan Jawa]] yang dibuat oleh Ingkang Sampeyan Ndalem Sri gusti Kanjeng Sinuwun [[Sultan Agung dari Mataram|Sultan Agung]] Prabuhadihanyokrokusumo.
'''Satu Suro''' adalah hari pertama dalam [[kalender Jawa]] di bulan [[Sura]] atau ''Suro'' dimana bertepatan dengan 1 [[Muharram]] dalam kalender hijriyah, karena Kalender jawa yang diterbitkan [[Sultan Agung]] mengacu penanggalan Hijriyah (Islam).


sesuai dengan bulan pertama [[Muharram]] dalam [[kalender Hijriyah]].<ref>Kamajaya, 1915- (1992)'' 1 Suro tahun baru Jawa perpaduan Jawa-Islam Yogyakarta'' : UP. Indonesia, 1992</ref> Hal ini diperingati terutama di [[pulau Jawa]], dan daerah atau negara lain dengan populasi [[suku Jawa]] yang signifikan, tahun baru Jawa atau dikenal dengan istilah ''siji sura'' (satu sura) diperingati tiap tahunnya dan telah menjadi bagian dari budaya tradisional dari masing-masing daerah di Jawa.
Satu suro biasanya diperingati pada malam hari setelah magrib pada hari sebelum tangal satu biasanya disebut malam satu suro, hal ini karena pergantian hari Jawa dimulai pada saat matahari terbenam dari hari sebelumnya, bukan pada tengah malam.


Bulan Sura dianggap keramat oleh masyarakat Jawa. Anggapan itu karena sejumlah alasan. Selain karena Sura atau Muharram termasuk bulan yang dimuliakan Allah, banyak peristiwa penting yang terjadi di bulan ini.<ref>{{Cite news|last=Arif|first=Abdul|date=14 Juli 2022|title=7 Alasan Mengapa Bulan Suro Dianggap Keramat|url=https://www.babad.id/budaya/pr-3643889369/7-alasan-mengapa-bulan-suro-dianggap-keramat|work=babad.id|access-date=26 Juli 2022}}</ref>
Satu Suro memiliki banyak pandangan dalam masyarakat Jawa, hari ini dianggap kramat terlebih bila jatuh pada jumat legi. Untuk sebagian masyarakat pada malam satu suro dilarang untuk kemana mana kecuali untuk berdoa ataupun melakukan ibadah lain.


Tahun baru Jawa biasanya diperingati pada malam hari setelah terbenamnya matahari. Pandangan dalam masyarakat Jawa, hari ini dianggap kramat terlebih bila jatuh pada ''jumungah legi'' (jumat). Untuk sebagian masyarakat pada malam ''siji sura'' dilarang untuk ke mana-mana kecuali untuk berdoa ataupun melakukan ibadah lain.
==Tradisi==
Tradisi saat malam satu suro bermacam-macam tergantung dari daerah mana memandang hal ini, sebagai contoh ''Tapa Bisu'', atau mengunci mulut yaitu tidak mengeluarkan kata-kata selama ritual ini. Yang dapat dimaknai sebagai upacara untuk mawas diri, berkaca pada diri atas apa yang dilakoninya selama setahun penuh, menghadapi tahun baru di esok paginya.


== Metode Perhitungan Tahun Jawa ==
Tradisi lainnya adalah ''Kungkum'' atau berendam di sungai besar, sendang atau sumber mata air tertentu, Yang paling mudah ditemui di [[Jawa]] khususnya di seputaran [[Yogyakarta]] adalah ''Tirakatan'' (tidak tidur semalam suntuk) dengan ''tuguran'' (perenungan diri sambil berdoa) dan ''Pagelaran Wayang Kulit''. Diantara tradisi tersebut ada juga sebagian masyarakat yang menggunakan malam satu suro sebagai saat yang tepat untuk melakukan ''ruwatan''.
Kalender Jawa berusaha menggabungkan periode peredaran bulan, periode saptawara (mingguan) dan pancawara (pasaran) dan membuat rumusan agar penanggalan mudah dipahami oleh masyarakat luas dengan cara sederhana. Untuk memperoleh rumusan tersebut, maka diambil perhitungan siklus 8 tahun yang disebut windu. Dalam 1 windu, pergantian tahun (tanggal 1 bulan Sura) selalu jatuh pada hari-hari tertentu dan membentuk pola yang akan berulang di windu berikutnya.


Pada awal diterapkannya kalender Jawa pada tahun 1555 Jawa Islam, ditentukan tanggal 1 Sura pada tahun Alip selalu jatuh pada hari Jumat Legi. Namun untuk penyesuaian siklus bulan yang sesungguhnya maka setiap ''kurup'' (periode 120 tahun/15 windu) ada 1 hari yang dihilangkan. Pada saat ini, tanggal 1 Sura tahun Alip jatuh pada hari Selasa Pon, karenanya periode ini disebut dengan siklus kurup Alip Selasa Pon/kurup Asapon.
==Pranala luar==
*[http://www.yanrf.com/blog/5/ritual-menyambut-1-suro-di-desa-srigading/ Ritual Menyambut 1 Suro]


Di bawah, disajikan nama-nama tahun dalam satu windu pada kurup Asapon:
*[http://cahandong.org/2007/01/22/malam-satu-suro-parangkusumo-dan-puro-pakualaman.html/ Malam Satu Suro : Parangkusumo dan Puro Pakualaman]
{| class="wikitable sortable"
!#
!Nama tahun
!''tanggal 1 Sura jatuh pada hari''
!Hari
|-
|1
|Alip
|Selasa Pon
|354
|-
|2
|Ehé
|Sabtu Pahing
|355
|-
|3
|Jimawal
|Kamis Pahing
|354
|-
|4
|Jé
|Senin Legi
|354
|-
|5
|Dal
|Jumat Kliwon
|355
|-
|6
|Bé
|Rabu Kliwon
|354
|-
|7
|Wawu
|Ahad Wage
|354
|-
|8
|Jimakir
|Kamis Pon
|355
|-
| colspan="3" |'''Total'''
|2.835
|}
Jumlah hari adalah 2.835, genap dibagi 35 hari pasaran.


Setelah diketahui hari pada 1 Sura, untuk menentukan hari pertama setiap bulan maka juga dibuat rumusan untuk memudahkan sebagai berikut:
*[http://www.pemda-diy.go.id/berita/mod.php?mod=userpage&menu=10394&page_id=355/ Bulan Muharam dalam Konteks Historis]
{| class="wikitable"
|+
!Rumus
!arti
|-
|Parluji
|Sapar telu siji (3-1)
|-
|Nguwalpatma
|Rabiulawal papat lima (4-5)
|-
|Ngukirnemma
|Rabiulakhir enem lima (6-5)
|-
|Diwaltupat
|Jumadilawal pitu papat (7-4)
|-
|Dilkirropat
|Jumadilakhir loro papat (2-4)
|-
|Jeplulu
|Rejeb telu-telu (3-3)
|-
|Banmalu
|Syaban lima telu (5-3)
|-
|Lannemro
|Ramlan (Pasa) enem loro (6-2)
|-
|Waljiro
|Syawal siji loro (1-2)
|-
|Dahroji
|Dulkaidah loro siji (2-1)
|-
|Jahpatji
|Dulkijah papat siji (4-1)
|}
Penerapan rumus di atas adalah misalnya ingin mengetahui tanggal 1 Ramlan/Pasa tahun Wawu 1953J/2020M pada hari apa, maka langkahnya adalah :

* tahun Wawu tanggal 1 Sura dimulai hari Ahad Wage
* rumus bulan Pasa adalah Lannemro (6-2) artinya dihitung hari keenam dari Ahad (hasilnya Jumat) dan hari kedua dari Wage (hasilnya Kliwon) sehingga tanggal 1 Pasa jatuh pada hari Jumat Kliwon.

== Tradisi ==
[[Berkas:Kirab Kerbau Bule Pusaka Keraton Surakarta.jpg|thumb|250px|Kerbau albino dalam pelaksanaan Kirab Malam Siji Sura.]]
[[Berkas:Gambar Mubeng Beteng.jpg|thumb|250px|Anak perempuan ketika mengikuti tradisi Kirab Mubeng Beteng.]]
[[File:Acara 1 Sura di Surakarta.jpg|thumb|250px|Acara 1 Sura di Surakarta]]
Hari Jawa dimulai saat matahari terbenam (magrib) pada hari sebelumnya, bukan pada tengah malam; dengan demikian, penekanan yang cukup besar ditempatkan pada malam hari pertama bulan Sura.<ref>{{Citation | title=Javanese set to celebrate 'Satu Suro' | journal=Asia Africa Intelligence Wire | publication-date=2005-02-08 | publisher=Financial Times Ltd | url=http://trove.nla.gov.au/work/104368760 | accessdate=13 Juli 2021 }}</ref><ref>{{Citation | title=A distinctively new year | journal=Asia Africa Intelligence Wire | publication-date=2005-02-08 | publisher=Financial Times Ltd | url=http://trove.nla.gov.au/work/104368764 | accessdate=13 Juli 2021 }}</ref>

Tradisi malam Tahun Baru Jawa meliputi:
*'''Meditasi''', praktik umum dalam kebudayaan [[Kejawen|Kajawèn]]. Tujuannya adalah untuk mengkaji diri dari apa yang telah dilakukan pada tahun sebelumnya dan untuk mempersiapkan apa yang akan dilakukan di masa yang akan datang. Dua jenis utama meditasi dalam tradisi ''siji sura'' meliputi:
:*'''Tapa Bisu:''' meditasi dalam keheningan
*'''Tirakatan''' dan '''tuguran''': begadang semalaman melakukan refleksi diri dan berdoa. Banyak orang juga menziarahi makam dan tempat ibadah selama bertirakat.
*'''Ruwatan/ Pagelaran Wayang Kulit''': adat membersihkan secara spiritual, seperti rumah atau bangunan, dari roh jahat.
*'''Kirab Budaya''' adalah praktik umum dalam kebudayaan [[Keraton|keraton Jawa]]. Tujuannya adalah untuk memperingati tahun baru Jawa dan memperbaiki diri. Kirab budaya dalam tradisi ''siji sura'' meliputi:
:*''Kirab Malam Siji Sura dan Mubeng Beteng'' : diadakan oleh [[Kesunanan Surakarta|Kasunanan Surakarta]], sebuah tradisi membersihkan benda pusaka keraton dan kirab kerbau albino (kebo bule).<ref>{{Citation | author1=Paku Buwono, Sunan of Surakarta XII, 1925- XII | title=Karaton Surakarta : a look into the court of Surakarta Hadiningrat, Central Java | publication-date=2006 | publisher=Marshall Cavendish Editions | isbn=978-981-261-226-7 }} - ''Kirab Pusoko'' - page 283, and 299-301 - procession of the heirlooms </ref>
:*''Kirab Mubeng Beteng'': diadakan oleh para pewaris Dinasti Mataram yaitu : [[Kesultanan Yogyakarta|Keraton Yogyakarta]], [[Pura Pakualaman]], [[Pura Mangkunagaran|Pura Mangkunegaran]], [[Keraton Surakarta Hadiningrat|Keraton Surakarta]] sebuah tradisi dengan tidak berbicara (tapa bisu), berkeliling melintasi tembok keraton. Bermakna mengesampingkan hal-hal yang negatif, serta melambangkan keprihatinan dan introspeksi diri.

== Lihat juga ==
*[[Kalender Jawa]]
*[[Kalender Hijriyah]]

== Catatan ==
{{Reflist|30em}}

== Bacaan lebih lanjut ==
*Soebardi. ''Calendrical traditions in Indonesia'' Madjalah IIlmu-ilmu Satsra Indonesia, 1965 no.3.

== Pranala luar ==
*[http://www.joglosemar.co.id/kejawen/calendar.html Javanese Calendar and Its Significance to Mystical Life] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20170924114610/http://www.joglosemar.co.id/kejawen/calendar.html |date=2017-09-24 }}, oleh Suryo S. Negoro

{{Hari raya Indonesia}}


[[Kategori:Budaya Jawa]]
[[Kategori:Budaya Jawa]]
[[Kategori:Hari raya Jawa]]
[[Kategori:Hari raya di Indonesia]]
[[Kategori:Hari raya di Jawa]]
[[Kategori:Kalender Jawa]]
[[Kategori:Perayaan Tahun Baru]]



{{Indonesia-stub}}
[[en:Satu Suro]]

Revisi terkini sejak 20 Juli 2023 16.12

Tahun Baru Jawa (bahasa Jawa: ꦠꦲꦸꦤ꧀ꦲꦚꦂꦗꦮ, translit. Taun Anyar Jawa; Petjo: Javaans Nieuw Jaar) merupakan perayaan terpenting bagi orang Jawa. Peringatan tahun baru Jawa dimulai pada hari pertama bulan Sura (ꦱꦸꦫ; sura) di penanggalan Jawa yang dibuat oleh Ingkang Sampeyan Ndalem Sri gusti Kanjeng Sinuwun Sultan Agung Prabuhadihanyokrokusumo.

sesuai dengan bulan pertama Muharram dalam kalender Hijriyah.[1] Hal ini diperingati terutama di pulau Jawa, dan daerah atau negara lain dengan populasi suku Jawa yang signifikan, tahun baru Jawa atau dikenal dengan istilah siji sura (satu sura) diperingati tiap tahunnya dan telah menjadi bagian dari budaya tradisional dari masing-masing daerah di Jawa.

Bulan Sura dianggap keramat oleh masyarakat Jawa. Anggapan itu karena sejumlah alasan. Selain karena Sura atau Muharram termasuk bulan yang dimuliakan Allah, banyak peristiwa penting yang terjadi di bulan ini.[2]

Tahun baru Jawa biasanya diperingati pada malam hari setelah terbenamnya matahari. Pandangan dalam masyarakat Jawa, hari ini dianggap kramat terlebih bila jatuh pada jumungah legi (jumat). Untuk sebagian masyarakat pada malam siji sura dilarang untuk ke mana-mana kecuali untuk berdoa ataupun melakukan ibadah lain.

Metode Perhitungan Tahun Jawa[sunting | sunting sumber]

Kalender Jawa berusaha menggabungkan periode peredaran bulan, periode saptawara (mingguan) dan pancawara (pasaran) dan membuat rumusan agar penanggalan mudah dipahami oleh masyarakat luas dengan cara sederhana. Untuk memperoleh rumusan tersebut, maka diambil perhitungan siklus 8 tahun yang disebut windu. Dalam 1 windu, pergantian tahun (tanggal 1 bulan Sura) selalu jatuh pada hari-hari tertentu dan membentuk pola yang akan berulang di windu berikutnya.

Pada awal diterapkannya kalender Jawa pada tahun 1555 Jawa Islam, ditentukan tanggal 1 Sura pada tahun Alip selalu jatuh pada hari Jumat Legi. Namun untuk penyesuaian siklus bulan yang sesungguhnya maka setiap kurup (periode 120 tahun/15 windu) ada 1 hari yang dihilangkan. Pada saat ini, tanggal 1 Sura tahun Alip jatuh pada hari Selasa Pon, karenanya periode ini disebut dengan siklus kurup Alip Selasa Pon/kurup Asapon.

Di bawah, disajikan nama-nama tahun dalam satu windu pada kurup Asapon:

# Nama tahun tanggal 1 Sura jatuh pada hari Hari
1 Alip Selasa Pon 354
2 Ehé Sabtu Pahing 355
3 Jimawal Kamis Pahing 354
4 Senin Legi 354
5 Dal Jumat Kliwon 355
6 Rabu Kliwon 354
7 Wawu Ahad Wage 354
8 Jimakir Kamis Pon 355
Total 2.835

Jumlah hari adalah 2.835, genap dibagi 35 hari pasaran.

Setelah diketahui hari pada 1 Sura, untuk menentukan hari pertama setiap bulan maka juga dibuat rumusan untuk memudahkan sebagai berikut:

Rumus arti
Parluji Sapar telu siji (3-1)
Nguwalpatma Rabiulawal papat lima (4-5)
Ngukirnemma Rabiulakhir enem lima (6-5)
Diwaltupat Jumadilawal pitu papat (7-4)
Dilkirropat Jumadilakhir loro papat (2-4)
Jeplulu Rejeb telu-telu (3-3)
Banmalu Syaban lima telu (5-3)
Lannemro Ramlan (Pasa) enem loro (6-2)
Waljiro Syawal siji loro (1-2)
Dahroji Dulkaidah loro siji (2-1)
Jahpatji Dulkijah papat siji (4-1)

Penerapan rumus di atas adalah misalnya ingin mengetahui tanggal 1 Ramlan/Pasa tahun Wawu 1953J/2020M pada hari apa, maka langkahnya adalah :

  • tahun Wawu tanggal 1 Sura dimulai hari Ahad Wage
  • rumus bulan Pasa adalah Lannemro (6-2) artinya dihitung hari keenam dari Ahad (hasilnya Jumat) dan hari kedua dari Wage (hasilnya Kliwon) sehingga tanggal 1 Pasa jatuh pada hari Jumat Kliwon.

Tradisi[sunting | sunting sumber]

Kerbau albino dalam pelaksanaan Kirab Malam Siji Sura.
Anak perempuan ketika mengikuti tradisi Kirab Mubeng Beteng.
Acara 1 Sura di Surakarta

Hari Jawa dimulai saat matahari terbenam (magrib) pada hari sebelumnya, bukan pada tengah malam; dengan demikian, penekanan yang cukup besar ditempatkan pada malam hari pertama bulan Sura.[3][4]

Tradisi malam Tahun Baru Jawa meliputi:

  • Meditasi, praktik umum dalam kebudayaan Kajawèn. Tujuannya adalah untuk mengkaji diri dari apa yang telah dilakukan pada tahun sebelumnya dan untuk mempersiapkan apa yang akan dilakukan di masa yang akan datang. Dua jenis utama meditasi dalam tradisi siji sura meliputi:
  • Tapa Bisu: meditasi dalam keheningan
  • Tirakatan dan tuguran: begadang semalaman melakukan refleksi diri dan berdoa. Banyak orang juga menziarahi makam dan tempat ibadah selama bertirakat.
  • Ruwatan/ Pagelaran Wayang Kulit: adat membersihkan secara spiritual, seperti rumah atau bangunan, dari roh jahat.
  • Kirab Budaya adalah praktik umum dalam kebudayaan keraton Jawa. Tujuannya adalah untuk memperingati tahun baru Jawa dan memperbaiki diri. Kirab budaya dalam tradisi siji sura meliputi:
  • Kirab Malam Siji Sura dan Mubeng Beteng : diadakan oleh Kasunanan Surakarta, sebuah tradisi membersihkan benda pusaka keraton dan kirab kerbau albino (kebo bule).[5]
  • Kirab Mubeng Beteng: diadakan oleh para pewaris Dinasti Mataram yaitu : Keraton Yogyakarta, Pura Pakualaman, Pura Mangkunegaran, Keraton Surakarta sebuah tradisi dengan tidak berbicara (tapa bisu), berkeliling melintasi tembok keraton. Bermakna mengesampingkan hal-hal yang negatif, serta melambangkan keprihatinan dan introspeksi diri.

Lihat juga[sunting | sunting sumber]

Catatan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Kamajaya, 1915- (1992) 1 Suro tahun baru Jawa perpaduan Jawa-Islam Yogyakarta : UP. Indonesia, 1992
  2. ^ Arif, Abdul (14 Juli 2022). "7 Alasan Mengapa Bulan Suro Dianggap Keramat". babad.id. Diakses tanggal 26 Juli 2022. 
  3. ^ "Javanese set to celebrate 'Satu Suro'", Asia Africa Intelligence Wire, Financial Times Ltd, 2005-02-08, diakses tanggal 13 Juli 2021 
  4. ^ "A distinctively new year", Asia Africa Intelligence Wire, Financial Times Ltd, 2005-02-08, diakses tanggal 13 Juli 2021 
  5. ^ Paku Buwono, Sunan of Surakarta XII, 1925- XII (2006), Karaton Surakarta : a look into the court of Surakarta Hadiningrat, Central Java, Marshall Cavendish Editions, ISBN 978-981-261-226-7  - Kirab Pusoko - page 283, and 299-301 - procession of the heirlooms

Bacaan lebih lanjut[sunting | sunting sumber]

  • Soebardi. Calendrical traditions in Indonesia Madjalah IIlmu-ilmu Satsra Indonesia, 1965 no.3.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]