Lompat ke isi

Hak LGBT di Aceh: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 5 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.5
 
(9 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Infobox LGBT rights
{{Infobox LGBT rights
| location_header = Aceh
| location_header = Aceh
| image = Locator_Aceh_final.png
| image = Indonesia Aceh location map.svg
| caption = [[Aceh]]
| caption = [[Aceh]]
| legal_status = Ilegal
| legal_status = Ilegal
| penalty = 100 kali cambuk, hingga 8 tahun penjara, denda
| penalty = 100 kali cambuk, penjara hingga 8 tahun, denda
| recognition_of_relationships = Tidak diakui
| recognition_of_relationships = Tidak diakui
| recognition_of_relationships_restrictions = <!--laws restricting marriage to man/woman or banning civil unions, etc.-->
| recognition_of_relationships_restrictions = <!--laws restricting marriage to man/woman or banning civil unions, etc.-->
Baris 11: Baris 11:
| gender_identity_expression =
| gender_identity_expression =
}}
}}
'''Kelompok lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT)''' di '''Aceh''' masih menghadapi permasalahan hukum yang tidak dihadapi oleh orang-orang non-[[LGBT]] lainnya. Provinsi [[Aceh]] memiliki wewenang untuk menerapkan [[hukum syariah]].{{sfn|Cammack|Feener|2012|p=36}} Dalam Qanun Aceh No. 6 Tahun 2014, [[sodomi]] digolongkan sebagai "liwath", sementara hubungan seks sesama wanita disebut "musahaqah".<ref name=jakartapost>{{cite news|url=http://www.thejakartapost.com/news/2015/10/23/qanun-jinayat-becomes-official-all-people-aceh.html|title='Qanun Jinayat' becomes official for all people in Aceh|date=2015-10-13|last=Simajuntak|first=Hotli|publisher=[[The Jakarta Post]]}}</ref> Meskipun di tingkat nasional tidak dianggap ilegal, aktivitas seks sesama jenis dipidanakan di Aceh dengan ancaman hukuman 100 kali cambuk atau hukuman penjara hingga 8 tahun.<ref>[[ILGA]], [https://ilga.org/downloads/ILGA_State_Sponsored_Homophobia_2019.pdf State-Sponsored Homophobia 2019], hlm. 489</ref>
'''Kelompok lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT)''' di '''Aceh''' masih menghadapi permasalahan hukum yang tidak dihadapi oleh orang-orang non-[[LGBT]] lainnya. Provinsi [[Aceh]] memiliki wewenang untuk menerapkan [[hukum jinayat di Aceh|hukum syariah]].{{sfn|Cammack|Feener|2012|p=36}} Dalam Qanun Aceh No. 6 Tahun 2014, [[sodomi]] digolongkan sebagai "liwath", sementara hubungan seks sesama wanita disebut "musahaqah".<ref name=jakartapost>{{cite news|url=http://www.thejakartapost.com/news/2015/10/23/qanun-jinayat-becomes-official-all-people-aceh.html|title='Qanun Jinayat' becomes official for all people in Aceh|date=2015-10-13|last=Simajuntak|first=Hotli|publisher=[[The Jakarta Post]]|access-date=2019-05-29|archive-date=2019-05-29|archive-url=https://web.archive.org/web/20190529063103/https://www.thejakartapost.com/news/2015/10/23/qanun-jinayat-becomes-official-all-people-aceh.html|dead-url=no}}</ref> Meskipun di tingkat nasional tidak dianggap ilegal, aktivitas seks sesama jenis dipidanakan di Aceh dengan ancaman hukuman 100 kali cambuk atau hukuman penjara hingga 8 tahun.<ref>[[ILGA]], [https://ilga.org/downloads/ILGA_State_Sponsored_Homophobia_2019.pdf State-Sponsored Homophobia 2019] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20191222220100/https://ilga.org/downloads/ILGA_State_Sponsored_Homophobia_2019.pdf |date=2019-12-22 }}, hlm. 489</ref>


Walaupun Qanun No. 6 Tahun 2014 sama sekali tidak memidanakan waria, mereka pernah beberapa kali menjadi sasaran polisi.<ref>{{Cite web|url=http://aceh.tribunnews.com/2017/12/18/tujuh-waria-yang-ditangkap-wh-di-banda-aceh-tak-bisa-dicambuk-ini-alasannya|title=Tujuh Waria yang Ditangkap WH di Banda Aceh tak Bisa Dicambuk, Ini Alasannya|website=Serambi Indonesia|language=id-ID|access-date=2019-05-29}}</ref> Salah satunya terjadi terhadap 12 waria pekerja salon di [[Aceh Utara]] pada tahun 2018 atas perintah dari Kapolres Aceh Utara, [[Untung Sangaji]]. Para waria ini digunduli dan dipaksa untuk "dibina menjadi laki-laki", sementara salon tempat mereka bekerja juga ditutup. Tindakan ini mengundang kecaman dari [[Komisi Nasional Hak Asasi Manusia]] karena dianggap merendahkan martabat manusia dan berlawanan dengan peraturan yang ada.<ref>{{Cite news|title=Penangkapan 'waria' di Aceh Utara 'sebabkan hilangnya pekerjaan'|url=https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-42851456|date=2018-01-31|access-date=2019-05-29|language=en-GB|first=Sri|last=Lestari}}</ref>
Walaupun Qanun No. 6 Tahun 2014 sama sekali tidak memidanakan waria, mereka pernah beberapa kali menjadi sasaran polisi.<ref>{{Cite news|url=http://aceh.tribunnews.com/2017/12/18/tujuh-waria-yang-ditangkap-wh-di-banda-aceh-tak-bisa-dicambuk-ini-alasannya|title=Tujuh Waria yang Ditangkap WH di Banda Aceh tak Bisa Dicambuk, Ini Alasannya|work=[[Tribunnews|Tribunnews.com]]|access-date=2019-05-29|date=2017-12-18|first=Muhammad|last=Nasir|archive-date=2019-05-29|archive-url=https://web.archive.org/web/20190529063140/http://aceh.tribunnews.com/2017/12/18/tujuh-waria-yang-ditangkap-wh-di-banda-aceh-tak-bisa-dicambuk-ini-alasannya|dead-url=no}}</ref> Salah satunya terjadi terhadap 12 waria pekerja salon di [[Aceh Utara]] pada tahun 2018 atas perintah dari Kapolres Aceh Utara, [[Untung Sangaji]]. Para waria ini digunduli dan dipaksa untuk "dibina menjadi laki-laki", sementara salon tempat mereka bekerja juga ditutup. Tindakan ini mengundang kecaman dari [[Komisi Nasional Hak Asasi Manusia]] karena dianggap merendahkan martabat manusia dan berlawanan dengan peraturan yang ada.<ref>{{Cite news|title=Penangkapan 'waria' di Aceh Utara 'sebabkan hilangnya pekerjaan'|url=https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-42851456|date=2018-01-31|access-date=2019-05-29|language=en-GB|first=Sri|last=Lestari|archive-date=2023-08-04|archive-url=https://web.archive.org/web/20230804185522/https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-42851456|dead-url=no}}</ref>


== Referensi ==
== Referensi ==
Baris 19: Baris 19:


== Daftar pustaka ==
== Daftar pustaka ==
* {{cite journal|title=The Islamic Legal System in Indonesia|last1=Cammack|first1=Mark E.|last2=Feener|first2=R. Michael|date=2012|journal=Pacific Rim Law & Policy Journal |volume=21 |issue=1 |pages=13–42 |doi= |access-date= |url=http://digital.law.washington.edu/dspace-law/bitstream/handle/1773.1/1091/21PRPLJ013.pdf|ref=harv}}
* {{cite journal|title=The Islamic Legal System in Indonesia|last1=Cammack|first1=Mark E.|last2=Feener|first2=R. Michael|date=2012|journal=Pacific Rim Law & Policy Journal|volume=21|issue=1|pages=13–42|doi=|access-date=|url=http://digital.law.washington.edu/dspace-law/bitstream/handle/1773.1/1091/21PRPLJ013.pdf|ref=harv|archive-date=2014-08-26|archive-url=https://web.archive.org/web/20140826114457/http://digital.law.washington.edu/dspace-law/bitstream/handle/1773.1/1091/21PRPLJ013.pdf|dead-url=no}}


[[Kategori:Hak LGBT di Indonesia]]
{{indonesia-stub}}
[[Kategori:Aceh]]



[[Kategori:Hak LGBT di Asia]]
{{indonesia-stub}}

Revisi terkini sejak 13 Agustus 2023 02.03

Hak LGBT di Aceh
Aceh
Aktivitas sesama jenis legal?Ilegal
Hukuman:
100 kali cambuk, penjara hingga 8 tahun, denda
Pengakuan pasangan sesama jenisTidak diakui
Adopsi anak oleh pasangan sesama jenisTidak
Perlindungan dari diskriminasiTidak ada

Kelompok lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) di Aceh masih menghadapi permasalahan hukum yang tidak dihadapi oleh orang-orang non-LGBT lainnya. Provinsi Aceh memiliki wewenang untuk menerapkan hukum syariah.[1] Dalam Qanun Aceh No. 6 Tahun 2014, sodomi digolongkan sebagai "liwath", sementara hubungan seks sesama wanita disebut "musahaqah".[2] Meskipun di tingkat nasional tidak dianggap ilegal, aktivitas seks sesama jenis dipidanakan di Aceh dengan ancaman hukuman 100 kali cambuk atau hukuman penjara hingga 8 tahun.[3]

Walaupun Qanun No. 6 Tahun 2014 sama sekali tidak memidanakan waria, mereka pernah beberapa kali menjadi sasaran polisi.[4] Salah satunya terjadi terhadap 12 waria pekerja salon di Aceh Utara pada tahun 2018 atas perintah dari Kapolres Aceh Utara, Untung Sangaji. Para waria ini digunduli dan dipaksa untuk "dibina menjadi laki-laki", sementara salon tempat mereka bekerja juga ditutup. Tindakan ini mengundang kecaman dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia karena dianggap merendahkan martabat manusia dan berlawanan dengan peraturan yang ada.[5]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Cammack & Feener 2012, hlm. 36.
  2. ^ Simajuntak, Hotli (2015-10-13). "'Qanun Jinayat' becomes official for all people in Aceh". The Jakarta Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-05-29. Diakses tanggal 2019-05-29. 
  3. ^ ILGA, State-Sponsored Homophobia 2019 Diarsipkan 2019-12-22 di Wayback Machine., hlm. 489
  4. ^ Nasir, Muhammad (2017-12-18). "Tujuh Waria yang Ditangkap WH di Banda Aceh tak Bisa Dicambuk, Ini Alasannya". Tribunnews.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-05-29. Diakses tanggal 2019-05-29. 
  5. ^ Lestari, Sri (2018-01-31). "Penangkapan 'waria' di Aceh Utara 'sebabkan hilangnya pekerjaan'" (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-04. Diakses tanggal 2019-05-29. 

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]