Lompat ke isi

Hallo Bandoeng: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Okkisafire (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 2 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.5
 
(23 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{about|lagu berbahasa Belanda|lagu perjuangan|Halo, Halo Bandung}}
Lagu '''Hallo! Bandoeng!''' diciptakan pada tahun 1929 pada saat hubungan telepon [[Belanda]] dengan [[Hindia-Belanda]] ([[Indonesia]]) mulai beroperasi pada bulan Januari [[1929]]. Sebelumnya, hubungan komunikasi antara Indonesia dan Belanda hanya melalui [[surat]] dan [[telegraf]].<ref name="kusno">Gustaaf Kusno. 03 November 2011. [http://hiburan.kompasiana.com/musik/2011/11/03/hallo-bandoeng-di-tahun-1929-409407.html “Hallo! Bandoeng!” di Tahun 1929]. Kompasiana.</ref>


Lagu '''Hallo! Bandoeng!''' diciptakan pada tahun 1929 pada saat hubungan telepon [[Belanda]] dengan [[Hindia Belanda]] ([[Indonesia]]) mulai beroperasi pada bulan Januari [[1929]]. Sebelumnya, hubungan komunikasi antara Indonesia dan Belanda hanya melalui [[surat]] dan [[telegraf]].<ref name="kusno">Gustaaf Kusno. 03 November 2011. [http://hiburan.kompasiana.com/musik/2011/11/03/hallo-bandoeng-di-tahun-1929-409407.html “Hallo! Bandoeng!” di Tahun 1929]{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}. Kompasiana.</ref>
Pemerintah Belanda di [[Batavia]] membangun stasiun komunikasi di [[Gunung Puntang]] tak lama sesudah [[Perang Dunia I]] berakhir. Transmisi dimulai pada Tahun 1923 dan berlangsung selama dua dekade, sampai akhirnya stasiun komunikasi tersebut hancur akibat [[Perang Dunia II]].<ref name="bekabuluh">Bekabuluh. 01 Desember 2012. [http://bekabuluh.com/2012/12/01/hallo-bandoeng-hier-den-haag/ “Hallo, Bandoeng. Hier Den Haag.”].</ref>


Lirik lagu ini melukiskan keharuan dua orang yang berjauhan, seorang nenek di [[Belanda]] yang untuk pertama kalinya mendengar suara cucunya melalui saluran telepon di saat ia sedang mendekati ajal karena penyakit yang dialaminya.<ref name="kusno"/>
Lirik lagu ini melukiskan keharuan dua orang yang berjauhan, seorang nenek di [[Belanda]] yang untuk pertama kalinya mendengar suara cucunya melalui saluran telepon di saat ia sedang mendekati ajal karena penyakit yang dialaminya.<ref name="kusno"/> Si wanita tua ([[bahasa Belanda|Belanda]]=''Oude Moederje'') menelepon putranya yang tinggal di [[Bandung]], ''Dutch East Indies'' ([[Indonesia]]) menggunakan telepon tanpa kabel. Akhirnya wanita itu meninggal setelah mendengar suara cucunya memanggilnya, "''Opoe lief, Tabeh! Tabeh!''" (Nenekku tersayang, Tabeh! Tabeh!).<ref name="rayi">Rayi Elfira. 20 Desember 2012. [http://hallooudebandoeng.blogspot.com/ Hallo Bandoeng song (English Version)] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20230727025236/http://hallooudebandoeng.blogspot.com/ |date=2023-07-27 }}.</ref>


==Penyanyi==
== Penyanyi ==
Lagu ini pertama kali dinyanyikan oleh [[Willy Derby]] kemudian dilantunkan ulang oleh [[Wieteke van Dort]], artis peranakan Belanda yang lahir di Indonesia.<ref name="kusno"/>
Lagu ini pertama kali dinyanyikan oleh [[Willy Derby]] kemudian dilantunkan ulang oleh [[Wieteke van Dort]], artis peranakan Belanda yang lahir di Indonesia.<ref name="kusno"/>


== Stasiun radio telefon Belanda-Indonesia ==
==Lirik lagu==
===Bahasa Belanda===
‘t Oude moedertje zat bevend</br>
Op het telegraafkantoor</br>
Vriend’lijk sprak de ambt’naar</br>
Juffrouw, aanstonds geeft Bandoeng gehoor</br>
Trillend op haar stramme benen</br>
Greep zij naar de microfoon</br>
En toen hoorde zij, o wonder</br>
Zacht de stem van hare zoon</br>


Pemerintah Belanda di [[Batavia]] membangun stasiun komunikasi di [[Gunung Puntang]] tak lama sesudah [[Perang Dunia I]] berakhir. Transmisi dimulai pada Tahun 1923 dan berlangsung selama sekitar dua dekade, sampai akhirnya stasiun komunikasi tersebut hancur akibat [[Revolusi Nasional Indonesia|Perang Kemerdekaan]].<ref name="bekabuluh">Bekabuluh. 01 Desember 2012. [http://bekabuluh.com/2012/12/01/hallo-bandoeng-hier-den-haag/ “Hallo, Bandoeng. Hier Den Haag.”] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20130901014802/http://bekabuluh.com/2012/12/01/hallo-bandoeng-hier-den-haag/ |date=2013-09-01 }}.</ref>
Refrein:</br>
Hallo! Bandoeng!</br>
Ja moeder hier ben ik!</br>
Dag liefste jongen,zegt zij met een snik</br>
Hallo, hallo!</br>
Hoe gaat het oude vrouw?</br>
Dan zegt ze alleen:</br>
Ik verlang zo erg naar jou!</br>


Pembicaraan pertama kali melalui radio telefon antara [[Belanda]] dan [[Indonesia]] terjadi pada Tanggal 5 Mei [[1923]] melalui instalasi Pemancar Radio Telefon. Untuk memperingati peristiwa bersejarah itu, Wali Kota Bandung B. Coops, meminta bantuan kepada arsitek Prof. [[Charles Prosper Wolff Schoemaker]], untuk merancang dan mendirikan [[Monumen]] Radio Telefon Holland-Nusantara. Warga Bandung masa itu lebih senang menjuluki monumen itu sebagai “''Bloote Billen Plein''” atau “''Taman Pantat Bugil''” karena adanya dua patung tanpa busana saling berhadapan pada masing-masing sisinya. Kini monumen tersebut sudah musnah dan digantikan oleh Taman Citarum yang kemudian dibangun Masjid Istiqomah di tengahnya.<ref name="uniknya">Jalaksana Winangoen. 1 Juni 2011. [http://uniknya.com/2011/06/5-monumen-yang-pernah-menghiasi-bandung/ 5 Monumen yang Pernah Menghiasi Bandung] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20130830005120/http://uniknya.com/2011/06/5-monumen-yang-pernah-menghiasi-bandung/ |date=2013-08-30 }}.</ref>
Jongenlief, vraagt ze,hoe gaat het Met je kleine bruine vrouw?</br>
Best hoor, zegt hij,en we spreken</br>
Elke dag hier over jou</br>
En m’n kleuters zeggen ’s avonds</br>
Voor het slapen gaan een gebed</br>
Voor hun onbekende opoe</br>
Met een kus op jouw portret</br>


== Lirik lagu ==
Refrein
=== Bahasa Belanda ===
't Kleine moedertje stond bevend<br />
Op het telegraafkantoor<br />
Vriendelijk sprak de ambtenaar: "Juffrouw<br />
Aanstonds geeft Bandoeng gehoor"<br />
Trillend op haar stramme benen<br />
Greep zij naar de microfoon<br />
En toen hoorde zij, o wonder<br />
Zacht de stem van haren zoon


refrain:<br />
Wacht eens, moeder, zegt hij lachend</br>
Hallo, Bandoeng<br />
‘k Bracht mijn jongste zoontje mee</br>
Even later hoort ze duidelijk</br>
"Ja moeder, hier ben ik"<br />
"Dag lieve jongen," zegt zij, met een snik<br />
Opoe lief, tabeh, tabeh!</br>
Maar dan wordt het haar te machtig</br>
Hallo, hallo "Hoe gaat het ouwe vrouw"<br />
Dan zegt ze alleen "Ik verlang zo erg naar jou"
Zachtjes fluistert ze:</br>
O Heer Dank dat ‘k dat heb mogen horen…</br>
En dan valt ze wenend neer</br>


"Lieve jongen," zegt ze teder<br />
Hallo! Bandoeng!</br>
Ja moeder hier ben ik!</br>
"Ik heb maanden lang gespaard<br />
't Was me, om jou te kunnen spreken<br />
Ze antwoordt niet.</br>
M'n allerlaatste gulden waard"<br />
Hij hoort alleen ‘n snik</br>
En ontroerd zegt hij dan: "Moeder<br />
Hallo! Hallo!…klinkt over verre zee</br>
Zij is niet meer en het kindje roept: Tabeh</br>
Nog vier jaar, dan is het om<br />
Als m'n liefste zal ik je pakken<br />
Als ik weer in Holland kom"


refrain
===Terjemahan Bahasa Indonesia===
Perempuan tua itu duduk gemetar di kantor telegraf</br>
Dengan ramah petugas operator berkata:</br>
”Ibu, sudah tersambung dengan Bandung”</br>
Dengan kaki yang kaku dan gontai, dia berdiri meraih mikrofon</br>
Dan saat itu pun, oh sungguh mengagumkan,</br>
Dia mendengar suara lembut anak lelakinya</br>


"Jongenlief," vraagt ze, "hoe gaat het<br />
Refr:</br>
Met je kleine, bruine vrouw"<br />
Halo! Bandung!</br>
"Best hoor," zegt hij, en wij spreken<br />
Ya bunda, aku di sini!</br>
Elke dag hier over jou<br />
Salam anakku sayang, katanya dengan menahan tangis</br>
En m'n kleuters zeggen 's avonds<br />
Halo, halo!</br>
Voor 't gaan slapen 'n schietgebed<br />
Apa kabarnya, bunda?</br>
Voor hun onbekende opoe<br />
Dengan suara lirih dia menjawab:</br>
Met 'n kus op jouw portret
Aku sangat merindukanmu, nak!</br>


refrain
Sayang, dia bertanya, apa kabarnya dengan isterimu yang berkulit sawo matang?</br>
Baik-baik saja, bu, katanya, dan kami membicarakan ibu setiap hari di sini</br>
Dan anak-anak mengucapkan doa malam sebelum tidur</br>
Untuk ''opung'' (nenek) yang belum mereka jumpai</br>
Dengan mencium potretmu</br>


"Wacht eens, moeder," zegt hij lachend<br />
”Tunggu sebentar, bunda”, katanya sambil tergelak</br>
"'k Bracht mijn jongste zoontje mee"<br />
“Aku akan memanggil anakku yang paling bungsu”</br>
Even later hoort ze duidelijk<br />
Tak lama kemudian terdengarlah dengan jelas:</br>
”''Opung'' (nenek) tersayang, tabeh, tabeh!”</br>
"Opoelief, tabeh, tabeh"<br />
Maar dan wordt het haar te machtig<br />
Tak tertahankan hatinya mendengarnya, ia pun berbisik lembut kepada Tuhan</br>
Zachtjes fluistert ze: "O Heer<br />
Terima kasih Tuhan, Engkau telah mengijinkan aku mendengarkan</br>
Dank, dat 'k dat heb mogen horen"<br />
Dan kemudian ia jatuh bersimpuh sambil menangis</br>
En dan valt ze wenend neer


Halo! Bandung!</br>
Hallo! Bandoeng<br />
Ya bunda, aku di sini!</br>
"Ja moeder, hier ben ik"<br />
Zij antwoordt niet, hij hoort alleen 'n snik<br />
Dia tidak menjawab</br>
"Hallo, hallo" klinkt over verre zee<br />
Hanya terdengar isak tangis</br>
Zij is niet meer<br />
Hallo! Hallo! Terdengar suara klik di seberang lautan</br>
En het kindje roept: "tabeh"...
Dia sudah tiada saat putranya berseru: Tabeh!</br>


=== Terjemahan Bahasa Indonesia ===
==Referensi==
Perempuan tua itu duduk gemetar di kantor telegraf<br />
Dengan ramah petugas operator berkata:<br />
”Ibu, sudah tersambung dengan Bandung”<br />
Dengan kaki yang kaku dan gontai, dia berdiri meraih mikrofon<br />
Dan saat itu pun, oh sungguh mengagumkan,<br />
Dia mendengar suara lembut anak lelakinya

Refr:<br />
Halo! Bandung!<br />
Ya bunda, aku di sini!<br />
Salam anakku sayang, katanya dengan menahan tangis<br />
Halo, halo!<br />
Apa kabarnya, bunda?<br />
Dengan suara lirih dia menjawab:<br />
Aku sangat merindukanmu, nak!

“Anakku yang manis”, katanya dengan lembut.<br />
"Aku sudah menabung selama bulanan”<br />
“Untuk bisa bicara denganmu, nak.”<br />
“Ini sepadan dengan gulden ku yang terakhir”<br />
Dengan iba, anaknya menjawab:<br />
“Ibu, empat tahun lagi aku akan selesai disini”<br />
“Ibuku yang manis, aku akan menggendongmu”<br />
“Kalau nanti saya sampai di Belanda lagi”<br />

Refr:<br />
Halo! Bandung!<br />
Ya bunda, aku di sini!<br />
Salam anakku sayang, katanya dengan menahan tangis<br />
Halo, halo!<br />
Apa kabarnya, bunda?<br />
Dengan suara lirih dia menjawab:<br />
Aku sangat merindukanmu, nak!

Sayang, dia bertanya, apa kabarnya dengan isterimu yang berkulit sawo matang?<br />
Baik-baik saja, bu, katanya, dan kami membicarakan ibu setiap hari di sini<br />
Dan anak-anak mengucapkan doa malam sebelum tidur<br />
Untuk ''[[Partuturan Batak Toba|ompung]]'' (nenek) yang belum mereka jumpai<br />
Dengan mencium potretmu

Refr:<br />
Halo! Bandung!<br />
Ya bunda, aku di sini!<br />
Salam anakku sayang, katanya dengan menahan tangis<br />
Halo, halo!<br />
Apa kabarnya, bunda?<br />
Dengan suara lirih dia menjawab:<br />
Aku sangat merindukanmu, nak!

”Tunggu sebentar, bunda”, katanya sambil tergelak<br />
“Aku akan memanggil anakku yang paling bungsu”<br />
Tak lama kemudian terdengarlah dengan jelas:<br />
” ''Ompung'' (nenek) tersayang, ''tabe'' (salam), ''tabe'' (salam)!”<br />
Tak tertahankan hatinya mendengarnya, ia pun berbisik lembut kepada Tuhan<br />
Terima kasih Tuhan, Engkau telah mengizinkan aku mendengarkan<br />
Dan kemudian ia jatuh bersimpuh sambil menangis

Halo! Bandung!<br />
Ya bunda, aku di sini!<br />
Dia tidak menjawab<br />
Hanya terdengar isak tangis<br />
Hallo! Hallo! Terdengar suara klik di seberang lautan<br />
Dia sudah tiada saat putranya berseru: Tabeh (salam)!

== Referensi ==
{{reflist}}
{{reflist}}


==Pranala luar==
== Pranala luar ==
*[http://walentina.waluyanti.com/history-politics/179-ssst-ratu-belanda-pencipta-hallo-bandung Ssst, Ratu Belanda Pencipta Hallo Bandung?]
* [http://walentina.waluyanti.com/history-politics/179-ssst-ratu-belanda-pencipta-hallo-bandung Ssst, Ratu Belanda Pencipta Hallo Bandung?] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20130829033152/http://walentina.waluyanti.com/history-politics/179-ssst-ratu-belanda-pencipta-hallo-bandung |date=2013-08-29 }}
* [http://www.youtube.com/watch?v=0130cvtfaOU Hallo Bandoeng - Willy Derby] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20230524191500/https://www.youtube.com/watch?v=0130cvtfaOU |date=2023-05-24 }}


[[Kategori:Lagu berbahasa Belanda]]
[[Kategori:Lagu Belanda]]

Revisi terkini sejak 13 Agustus 2023 11.20

Lagu Hallo! Bandoeng! diciptakan pada tahun 1929 pada saat hubungan telepon Belanda dengan Hindia Belanda (Indonesia) mulai beroperasi pada bulan Januari 1929. Sebelumnya, hubungan komunikasi antara Indonesia dan Belanda hanya melalui surat dan telegraf.[1]

Lirik lagu ini melukiskan keharuan dua orang yang berjauhan, seorang nenek di Belanda yang untuk pertama kalinya mendengar suara cucunya melalui saluran telepon di saat ia sedang mendekati ajal karena penyakit yang dialaminya.[1] Si wanita tua (Belanda=Oude Moederje) menelepon putranya yang tinggal di Bandung, Dutch East Indies (Indonesia) menggunakan telepon tanpa kabel. Akhirnya wanita itu meninggal setelah mendengar suara cucunya memanggilnya, "Opoe lief, Tabeh! Tabeh!" (Nenekku tersayang, Tabeh! Tabeh!).[2]

Penyanyi[sunting | sunting sumber]

Lagu ini pertama kali dinyanyikan oleh Willy Derby kemudian dilantunkan ulang oleh Wieteke van Dort, artis peranakan Belanda yang lahir di Indonesia.[1]

Stasiun radio telefon Belanda-Indonesia[sunting | sunting sumber]

Pemerintah Belanda di Batavia membangun stasiun komunikasi di Gunung Puntang tak lama sesudah Perang Dunia I berakhir. Transmisi dimulai pada Tahun 1923 dan berlangsung selama sekitar dua dekade, sampai akhirnya stasiun komunikasi tersebut hancur akibat Perang Kemerdekaan.[3]

Pembicaraan pertama kali melalui radio telefon antara Belanda dan Indonesia terjadi pada Tanggal 5 Mei 1923 melalui instalasi Pemancar Radio Telefon. Untuk memperingati peristiwa bersejarah itu, Wali Kota Bandung B. Coops, meminta bantuan kepada arsitek Prof. Charles Prosper Wolff Schoemaker, untuk merancang dan mendirikan Monumen Radio Telefon Holland-Nusantara. Warga Bandung masa itu lebih senang menjuluki monumen itu sebagai “Bloote Billen Plein” atau “Taman Pantat Bugil” karena adanya dua patung tanpa busana saling berhadapan pada masing-masing sisinya. Kini monumen tersebut sudah musnah dan digantikan oleh Taman Citarum yang kemudian dibangun Masjid Istiqomah di tengahnya.[4]

Lirik lagu[sunting | sunting sumber]

Bahasa Belanda[sunting | sunting sumber]

't Kleine moedertje stond bevend
Op het telegraafkantoor
Vriendelijk sprak de ambtenaar: "Juffrouw
Aanstonds geeft Bandoeng gehoor"
Trillend op haar stramme benen
Greep zij naar de microfoon
En toen hoorde zij, o wonder
Zacht de stem van haren zoon

refrain:
Hallo, Bandoeng
"Ja moeder, hier ben ik"
"Dag lieve jongen," zegt zij, met een snik
Hallo, hallo "Hoe gaat het ouwe vrouw"
Dan zegt ze alleen "Ik verlang zo erg naar jou"

"Lieve jongen," zegt ze teder
"Ik heb maanden lang gespaard
't Was me, om jou te kunnen spreken
M'n allerlaatste gulden waard"
En ontroerd zegt hij dan: "Moeder
Nog vier jaar, dan is het om
Als m'n liefste zal ik je pakken
Als ik weer in Holland kom"

refrain

"Jongenlief," vraagt ze, "hoe gaat het
Met je kleine, bruine vrouw"
"Best hoor," zegt hij, en wij spreken
Elke dag hier over jou
En m'n kleuters zeggen 's avonds
Voor 't gaan slapen 'n schietgebed
Voor hun onbekende opoe
Met 'n kus op jouw portret

refrain

"Wacht eens, moeder," zegt hij lachend
"'k Bracht mijn jongste zoontje mee"
Even later hoort ze duidelijk
"Opoelief, tabeh, tabeh"
Maar dan wordt het haar te machtig
Zachtjes fluistert ze: "O Heer
Dank, dat 'k dat heb mogen horen"
En dan valt ze wenend neer

Hallo! Bandoeng
"Ja moeder, hier ben ik"
Zij antwoordt niet, hij hoort alleen 'n snik
"Hallo, hallo" klinkt over verre zee
Zij is niet meer
En het kindje roept: "tabeh"...

Terjemahan Bahasa Indonesia[sunting | sunting sumber]

Perempuan tua itu duduk gemetar di kantor telegraf
Dengan ramah petugas operator berkata:
”Ibu, sudah tersambung dengan Bandung”
Dengan kaki yang kaku dan gontai, dia berdiri meraih mikrofon
Dan saat itu pun, oh sungguh mengagumkan,
Dia mendengar suara lembut anak lelakinya

Refr:
Halo! Bandung!
Ya bunda, aku di sini!
Salam anakku sayang, katanya dengan menahan tangis
Halo, halo!
Apa kabarnya, bunda?
Dengan suara lirih dia menjawab:
Aku sangat merindukanmu, nak!

“Anakku yang manis”, katanya dengan lembut.
"Aku sudah menabung selama bulanan”
“Untuk bisa bicara denganmu, nak.”
“Ini sepadan dengan gulden ku yang terakhir”
Dengan iba, anaknya menjawab:
“Ibu, empat tahun lagi aku akan selesai disini”
“Ibuku yang manis, aku akan menggendongmu”
“Kalau nanti saya sampai di Belanda lagi”

Refr:
Halo! Bandung!
Ya bunda, aku di sini!
Salam anakku sayang, katanya dengan menahan tangis
Halo, halo!
Apa kabarnya, bunda?
Dengan suara lirih dia menjawab:
Aku sangat merindukanmu, nak!

Sayang, dia bertanya, apa kabarnya dengan isterimu yang berkulit sawo matang?
Baik-baik saja, bu, katanya, dan kami membicarakan ibu setiap hari di sini
Dan anak-anak mengucapkan doa malam sebelum tidur
Untuk ompung (nenek) yang belum mereka jumpai
Dengan mencium potretmu

Refr:
Halo! Bandung!
Ya bunda, aku di sini!
Salam anakku sayang, katanya dengan menahan tangis
Halo, halo!
Apa kabarnya, bunda?
Dengan suara lirih dia menjawab:
Aku sangat merindukanmu, nak!

”Tunggu sebentar, bunda”, katanya sambil tergelak
“Aku akan memanggil anakku yang paling bungsu”
Tak lama kemudian terdengarlah dengan jelas:
Ompung (nenek) tersayang, tabe (salam), tabe (salam)!”
Tak tertahankan hatinya mendengarnya, ia pun berbisik lembut kepada Tuhan
Terima kasih Tuhan, Engkau telah mengizinkan aku mendengarkan
Dan kemudian ia jatuh bersimpuh sambil menangis

Halo! Bandung!
Ya bunda, aku di sini!
Dia tidak menjawab
Hanya terdengar isak tangis
Hallo! Hallo! Terdengar suara klik di seberang lautan
Dia sudah tiada saat putranya berseru: Tabeh (salam)!

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c Gustaaf Kusno. 03 November 2011. “Hallo! Bandoeng!” di Tahun 1929[pranala nonaktif permanen]. Kompasiana.
  2. ^ Rayi Elfira. 20 Desember 2012. Hallo Bandoeng song (English Version) Diarsipkan 2023-07-27 di Wayback Machine..
  3. ^ Bekabuluh. 01 Desember 2012. “Hallo, Bandoeng. Hier Den Haag.” Diarsipkan 2013-09-01 di Wayback Machine..
  4. ^ Jalaksana Winangoen. 1 Juni 2011. 5 Monumen yang Pernah Menghiasi Bandung Diarsipkan 2013-08-30 di Wayback Machine..

Pranala luar[sunting | sunting sumber]