Tabut: Perbedaan antara revisi
k Hapus Berkas |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(48 revisi perantara oleh 33 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1: | Baris 1: | ||
''' |
'''Tabut''' adalah upacara tradisi masyarakat [[Bengkulu]] untuk mengenang mati syahidnya cucu [[Nabi Muhammad SAW]], [[Husein bin Ali bin Abi Thalib]] dalam peperangan dengan pasukan [[Ubaidillah]] bin Zaid di padang [[Karbala]], [[Irak]] pada tanggal [[10]] [[Muharam]] [[61]] [[Hijriah]] (680 M). |
||
Perayaan di Bengkulu pertama kali dilaksanakan oleh [[ |
Perayaan di Bengkulu pertama kali dilaksanakan oleh [[Syekh Burhanuddin]] yang dikenal sebagai [[Syekh Burhanuddin|Imam Senggolo]] pada tahun [[1685]]. Syekh Burhanuddin (Imam Senggolo) menikah dengan wanita Bengkulu kemudian anak mereka, cucu mereka dan keturunan mereka disebut sebagai keluarga Tabut. upacara ini dilaksanakan dari [[1]] sampai [[10]] [[Muharram]] setiap tahun. |
||
==Arti |
== Arti nama == |
||
Menurut Sumber dari keturunan Imam Senggolo Sebagai Pelaku Tabut Imam Senggolo sejak 1994, yang kebetulan juga Sebagai Ketua KKT Bencoolen Dan BAKT Tabut Bencoolen MAMU Achmad Syiafril Tabut pertama kali dibawa ke Bengkulu oleh [[Imam Maulana Ichsad]] pada 1336 Masehi tetapi tidak populer kemudian dilanjutkan dan menjadi populer oleh Imam Senggolo atau Syeikh Burhanuddin I dari [[Iraq]] (1400 M yg Wafat 12 April 1427 di [[Padang Kerbala]] Bengkulu.) |
|||
Pada awalnya inti dari upacara Tabot adalah untuk mengenang upaya pemimpin Syi'ah dan kaumnya mengumpulkan potongan tubuh Husein, mengarak dan memakamnya di Padang [[Karbala]]. |
|||
Istilah Tabot berasal dari kata Arab ''Tabut'' yang secara harafiah berarti "kotak kayu" atau "peti". |
|||
Gelombang penyiaran Islam ke Wilayah [[Nusantara]] dari [[Jazirah Arab]] (Medinah-Karbala Irak Iran) sejak abad ke 7 M melalui [[laut Arabia]] masuk keluar [[sungai Indus]] dengan terlebih dahulu menetap di [[Punjab]]. Arus penyebaran Islam semakin deras pada abad ke 13 dan abad ke 14 masehi, dikarenakan terjadinya penghancuran Baghdad dan pembunuhan masal di Irak oleh [[bangsa mongol]] dibawah [[Hulagu Khan]] pada sepuluh Februari tahun 1258 M/ 27 Muharram 656 H. Bangunan-bangunan indah termasuk perpustakaan yang menyimpan naskah seribu satu malam dan kitab lainnya hancur dimusnahkan. |
|||
Dalam [[al-Quran]] kata Tabot dikenal sebagai sebuah peti yang berisikan kitab [[Taurat]]. |
|||
[[Bani Israil]] di masa itu percaya bahwa mereka akan mendapatkan kebaikan bila Tabot ini muncul dan berada di tangan pemimpin mereka. Sebaliknya mereka akan mendapatkan malapetaka bila benda itu hilang. |
|||
Sebagian pelaut-pelaut ulung dari Punjab melalui sungai Indus, laut Arab berlayar untuk menyiarkan Agama Islam Islam ke Nusantara, sebelum sampai di Bengkulu terlebih dahulu mendarat dan singgah di tanah [[Aceh]], tetapi mereka tidak menetap tinggal di Aceh. Pada saat itu di Aceh telah berdiri [[kerajaan Samudera Pasai]]. Raja yang berkuasa pada waktu itu adalah [[sultan Mahmud Malik Zahir]], raja ke III. Rombonganpun melanjutkan pelayaran ke arah selatan sehingga sampailah mereka di Bandar Sungai Serut pada hari kamis 5 Januari tahun 1336 M. 18 Jumdil Awwal 736 H). Mereka yang selamat sampai di Bengkulu hanyalah 13 orang dibawah pimpinan Imam Maulana Ichsad (Keturunan Rasullulah para Zuriat/Sayid /[[Ahlul Bait]]) keturunan Ali bin Husain ( Ali Zainal Abidin) bin Ali Bin Abi Thalib. Diantara para Zuriat/Sayid tersebut diketahui adalah [[Syech Abdurrahman]] ([[Ampar Batu]]) wafat hari Kamis tanggal 12 April 1336 M/ 21 Sya’ban 736 H. dan Zalmiyah (kramat Gadis) wafat hari Sabtu, 24 Ramadhan 737 H. Perayaan Tabut diteruskan dan dipopulerkan oleh Generasi Zuriat/Sayid Bengkulu [[Syah Bedan]] dan keponakannya Syeh Burhanuddin (Imam Senggolo XII) pada abad 17 M, untuk periode berikutnya keturunan Imam Senggolo yang mempertahankan dan melanjutkan tradisi Tabut di Bengkulu. |
|||
==Masuk ke Bengkulu== |
|||
Tidak ada catatan tertulis sejak kapan upacara Tabot mulai dikenal di Bengkulu. Namun, diduga kuat tradisi yang berangkat dari upacara berkabung para penganut paham [[Syi'ah]] ini dibawa oleh para tukang yang membangun [[Benteng Marlborought]] (1718-1719) di [[Bengkulu]]. Para tukang bangunan tersebut, didatangkan oleh [[Inggris]] dari [[Madras]] dan [[Bengali]] di bagian selatan [[India]] yang kebetulan merupakan penganut [[Islam]] [[Syi‘ah]]. |
|||
Perkembangan berikutnya perayaan Tabut juga disemarakkan oleh para tentara yang didatangkan oleh Inggris dari Bengali. Hal tersebut ditulis Syiafril sebagai berikut: “Skuadron Prancis di bawah pimpinanan Comte Charles Henri d’Estaing meninggalkan Bengkulu, setelah mengambil alih Port Marlbrough dari Inggris selama delapan bulan antara 1759-1760. Garnizun Inggris kembali menguasai Bengkulu yang diperkuat tentara (sepoy atau Sipay.) Rombongan pertama berasal dari [[Madras]] [[India]]. Pada 1785. Sepoy Madras ditarik dan digantikan sepoy rombongan kedua dari [[Benggala]], [[benggali]] [[Banglades]]. Kelompok tentara (Sipay) ini ikut membuat Tabut dengan sekelumit doa’ yang mereka lantunkan adalah sebagai berikut: Bismillahirrohmanirrohim “yo modo yohawo kupinto mere lamban rohku, rohmu same lamban-lamban, Ipo Dewo dewo mere josoku dube mbun-mbun. Waktu itu mulai terjadi kekacauan terlebih lagi karena mereka sering bermabuk-mabukan dan membuat hal-hal yang bertentangan dengan agama Islam, sehingga tepat mereka tinggal disebut kampung kepiri (menurut riwayat berarti kampung kafir). Doa yang dilantunkan tentara (sipay) sangat berbeda dengan doa yang diwariskan Imam Senggolo yaitu memakai bahasa Urdu Punjab Pakistan yang berakar dari bahasa Pesia yaitu: Bismillahirrohmanirrohim saaluree, Mahuree yaa Sahuree,,,,,sarare, Tabute Bencoelene, surarahe Adene. |
|||
Para pekerja yang merasa cocok dengan tatahidup masyarakat Bengkulu, dipimpin oleh Imam Senggolo alias Syekh Burhanuddin, memutuskan tinggal dan mendirikan pemukiman baru yang disebut ''Berkas'', sekarang dikenal dengan nama Kelurahan Tengah Padang. Tradisi yang dibawa dari Madras dan Bengali diwariskan kepada keturunan mereka yang telah berasimilasi dengan masyarakat Bengkulu asli dan menghasilkan keturunan yang dikenal dengan sebutan orang-orang ''Sipai''. |
|||
Kondisi sosial budaya masyarakat, nampaknya juga menjadi penyebab munculnya perbezaan dalam tatacara pelaksanaan upacara Tabut. Di Bengkulu misalnya, Tabut 17 menunjukkan kepada jumlah keluarga awal yang melaksanakan Tabut, sedangkan di Pariaman hanya terdiri dari 2 jenis Tabut (Tabuik) iaitu Tabuik Subarang dan Tabuik Pasa. Tempat pembuangan Tabut (Tabuik) antara Bengkulu dan Pariaman juga berbeza. Pada awalnya Tabut di Bengkulu di buang ke laut sebagaimana di [[Pariaman]] [[Sumatera Barat]]. Namun, pada perkembangannya, Tabut di Bengkulu dibuang di rawa-rawa yang berada di sekitar pemakaman umum yang dikenali dengan nama makam Karbela yang diyakini sebagai tempat dimakamnya Imam Senggolo atau Syekh Burhanuddin. |
|||
Tradisi berkabung yang dibawa dari negara asalnya tersebut mengalami asimilasi dan akulturasi dengan budaya setempat, dan kemudian diwariskan dan dilembagakan menjadi apa yang kemudian dikenal dengan sebutan ''upacara Tabot''. Upacara Tabot ini semakin meluas dari [[Bengkulu]] ke [[Painan]], [[Padang]], [[Pariaman]], [[Maninjau]], [[Pidie]], [[Banda Aceh]], [[Meuleboh]] dan [[Singkil]]. Namun dalam perkembangannya, kegiatan Tabot menghilang di banyak tempat. Hingga pada akhirnya hanya terdapat di dua tempat, yaitu di Bengkulu dengan nama ''Tabot'' dan di Pariaman Sumbar (masuk sekitar tahun 1831) dengan sebutan ''Tabuik''. Keduanya sama, namun cara pelaksanaannya agak berbeda. |
|||
Kebelakangan ini juga, banyak kritikan dari berbagai elemen masyarakat terhadap pelaksanaan upacara Tabut. Satu hal yang paling mendasar dari semua kritikan tersebut adalah berubahnya fungsi upacara Tabut dari ritual bernuansa keagamaan menjadi sekadar festival kebudayaan belaka. Ini nampaknya disebabkan oleh kenyataan bahwa yang melaksanakan upacara Tabut adalah orang-orang bukan Syiah. Hilangnya nilai-nilai sakraliti upacara Tabut semakin diperparahkan dengan munculnya Tabut pembangunan (Upacara Tabut yang dimodenkan). |
|||
Jika pada awalnya upacara Tabot (Tabuik) digunakan oleh orang-orang Syi‘ah untuk mengenang gugurnya Husein bin Ali bin Abi Thalib, maka sejak orang-orang Sipai lepas dari pengaruh ajaran Syi‘ah, upacara ini dilakukan hanya sebagai kewajiban keluarga untuk yakni memenuhi wasiat leluhur mereka. Belakangan, sejak satu dekade terakhir, selain melaksanakan wasiat leluhur, upacara ini juga dimaksudkan sebagai wujud partisipasi orang-orang [[Sipai]] dalam pembinaan dan pengembangan budaya daerah Bengkulu setempat. |
|||
== Perlengkapan upacara == |
|||
Kondisi sosial budaya masyarakat, nampaknya, juga menjadi penyebab munculnya perberbedaan dalam tatacara pelaksanaan upacara Tabot. Di [[Bengkulu]], misalnya, Tabotnya berjumlah 17 yang menunjukkan kepada jumlah keluarga awal yang melaksanakan Tabot, sedangakan di [[Pariaman]] hanya terdiri dari 2 macam Tabot (Tabuik) yaitu ''Tabuik Subarang'' dan ''Tabuik Pasa''. Tempat pembuangan Tabot (Tabuik) antara Bengkulu dan Pariaman juga berbeda. Pada awalnya Tabot di Bengkulu di buang ke laut sebagaimana di Pariaman Sumatera Barat. Namun, pada perkembangannya, Tabot di Bengkulu dibuang di rawa-rawa yang berada di sekitar pemakaman umum yang dikenal dengan nama makam [[Karbela]] yang diyakini sebagai tempat dimakamnya Imam Senggolo alias Syekh Burhanuddin. |
|||
Untuk melaksanakan upacara Tabut, ada beberapa peralatan yang harus dipersiapkan, di antaranya adalah: |
|||
=== Pembuatan Tabut === |
|||
Belakangan ini, banyak kritikan dari berbagai elemen masyarakat terhadap pelaksanaan upacara Tabot. Satu hal yang paling mendasar dari semua kritikan tersebut adalah berubahnya fungsi upacara Tabot dari ritual bernuansa keagamaan menjadi sekedar festival kebudayaan belaka. Ini nampaknya disebabkan oleh kenyataan bahwa yang melaksanakan upacara Tabot adalah orang-orang non-Syiah. Hilangnya nilai-nilai sakralitas upacara Tabot semakin diperparah dengan munculnya apa yang kemudian dikenal sebagai ''Tabot pembangunan'' (Tabot yang keberadaannya karena deprogram oleh pemerintah dan berjumlah banyak). |
|||
Kelengkapan alat untuk membuat Tabut antara lain: [[bambu]], [[rotan]], kertas karton, kertas mar-mar, kertas grip, tali, pisau ukir, alat-alat gambar, lampu senter, lampu hias, [[bunga]] kertas, bunga plastik dan lain sebagainya. Jika dilihat dari banyaknya alat yang dibutuhkan, maka biaya yang dibutuhkan untuk membuat Tabut sekitar 10-20 Juta rupiah. |
|||
==== Kenduri dan Sesaji ==== |
|||
==Peralatan-Peralatan upacara Tabot== |
|||
Untuk melaksanakan upacara Tabot, ada beberapa peralatan yang harus dipersiapkan, diantaranya adalah: |
|||
* '''Pembuatan Tabot''' |
|||
Kelengkapan alat untuk membuat Tabot antara lain: [[bambu]], [[rotan]], kertas karton, kertas mar-mar, kertas grip, tali, pisau ukir, alat-alat gambar, lampu senter, lampu hias, [[bunga]] kertas, bunga plastik dan lain sebagainya. Jika dilihat dari banyaknya alat yang dibutuhkan, maka biaya yang dibutuhkan untuk membuat Tabot sekitar 5-15 Juta rupiah. |
|||
* Kenduri dan Sesaji |
|||
Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat kenduri dan sesaji antara lain: [[beras]] ketan, [[pisang]] emas, [[tebu]], [[jahe]], dadeh, [[gula]] aren, gula pasir, [[kelapa]], [[ayam]], daging, bumbu masak, [[kemenyan]] dan lain-lain. |
Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat kenduri dan sesaji antara lain: [[beras]] ketan, [[pisang]] emas, [[tebu]], [[jahe]], dadeh, [[gula]] aren, gula pasir, [[kelapa]], [[ayam]], daging, bumbu masak, [[kemenyan]] dan lain-lain. |
||
=== Perlengkapan Musik Tabut === |
|||
Alat-alat musik yang biasanya digunakan dalam upacara |
Alat-alat musik yang biasanya digunakan dalam upacara Tabut adalah ''[[Dhol]]'' dan ''tessa''. [[Dhol]] terbuat dari [[kayu]] tengahnya dilubangi dan kemudian ditutup dengan menggunakan kulit [[lembu]]. [[Dol|Dhol]] berbentuk seperti beduk. Garis tengahnya sekitar 70 – 125 cm, dan alat pemukulnya berdiameter 5 cm dan panjangnya 30 cm. Cara menggunakannya dengan cara dipukul-pukul. Sedangkan Tessa berbentuk seperti [[rebana]], terbuat dari [[tembaga]], [[besi]] plat atau [[alumunium]], dan juga bisa dari kuali yang permukaannya ditutup dengan kulit kambing yang telah dikeringkan. |
||
* '''Kelengkapan lainnya''' |
|||
Perlengkapan-perlengkapan lain yang harus dipersiapkan pada setiap unit Tabot adalah: [[Bendera]] merah putih ukuran rumah tangga berikut tiangnya, bendera panji-panji berwarna [[hijau]] atau [[biru]] yang ukurannnya lebih besar dari bendera merah-putih, bendera [[putih]] yang ukurannnya sama dengan panil (beserta tiangnya), tombak bermata ganda diujungnya digantung, duplikat [[pedang zufikar]] (pedang [[Rasulullah]]) dengan ukuran mini. |
|||
==Tata Laksana== |
|||
Tahapan upacara Tabot adalah sebagai berikut: |
|||
* '''Mengambik tanah (mengambil tanah)''' |
|||
Tanah yang diambil harus mengandung unsur-unsur magis oleh karena itu harus diambil dari tempat keramat. Di Bengkulu, hanya ada dua tempat yang dianggap keramat yaitu di ''Keramat Tapak Padri'' yang terletak di tepi laut tidak jauh dari [[Benteng Marlborough]] di sudut kanan Pelabuhan Laut Bengkulu dan ''Keramat Anggut'' yang terletak di pemakaman umum Pasar Tebek dekat [[Tugu Hamilton]], tidak jauh dari [[Pantai Nala]]. Upacara ini berlangsung pada malam tanggal [[1]] [[Muharam]], sekitar pukul 22.00 WIB. |
|||
Tanah yang diambil disimpan di ''Gerga'' (pusat kegiatan/markas kelompok Tabot bersangkutan), dibentuk seperti boneka manusia dan dibungkus dengan kain kafan putih, lalu diletakkan di ''Gerga''. ''Gerga'' tertua di Bengkulu hanya ada dua, yaitu ''Gerga Berkas'' dan ''Gerga Bangsal''. Keduanya telah direnovasi dan kini berwujud bangunan permanen. |
|||
Di kedua tempat tersebut, mereka memberikan sesajen berupa: [[bubur]] merah dan bubur putih, [[gula]] merah, sirih 7 subang, [[rokok]] nipah 7 batang, [[kopi]] pahit 1 cangkir, [[air]] serbat 1 cangkir, dadih ([[susu]] sapi murni yang mentah) 1 cangkir, air [[cendana]] 1 cangkir, air dan selasih 1 cangkir. |
|||
* '''Duduk Penja (mencuci jari-jari)''' |
|||
''Penja'' adalah benda yang terbuat dari [[kuningan]], [[perak]] atau [[tembaga]] yang berbentuk [[telapak tangan]] manusia lengkap dengan jari-jarinya. Karenanya penja ini disebut juga dengan jari-jari. Menurut keluarga ''Sipai'', ''Penja'' adalah benda keramat yang mengandung unsur magis. Ia harus dicuci dengan air [[limau]] setiap tahunnya. Upacara mencuci penja ini disebut ''duduk Penja'', yang dilaksanakan pada tanggal [[5]] [[Muharram]] sekitar pukul 16.00 WIB. |
|||
Pada acara Penja ini, peralatan yang dibutuhkan adalah: air kembang, air [[limau]] nipis, sesajen, dan penja yang akan dicuci. Sesajen yang dipersiapkan terdiri: [[nasi kebuli]] 1 porsi, [[emping]] beras 1 piring, [[pisang]] emas 1 sisir, tebung 1 potong, kopi pahit 1 gelas, air serobat 1 gelas, dan dadih 1 gelas. |
|||
* '''Menjara (mengandun)''' |
|||
Menjara adalah berkunjung atau mendatangi kelompok lain untuk beruji/bertanding ''dol'', sejenis [[beduk]] yang terbuat dari kayu yang dilubangi tengahnya serta ditutupi dengan kulit lembu. |
|||
Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal [[6]] dan [[7]] [[Muharram]] mulai pukul 20.00 atau 23.00 WIB. Pada tanggal 6 Muharram, kelompok Tobat Bangsal mendatangi kelompok Tobat Barkas sedangkan pada tanggal 7 Muharram kelompok Tobat Barkas mendatangi kelompok Tobat Bangsal. Kegiatan ini berlansung dihalaman terbuka yang disediakan oleh masing-masing kelompok. |
|||
* '''Meradai (mengumpulkan dana)''' |
|||
Meradai adalah pengambilan dana oleh ''Jola'' (bahasa Melayu artinya orang yang bertugas mengambil dana untuk kegiatan kemasyarakatan) yang terdiri dari anak-anak berusia 10-12 tahun. |
|||
Acara ini dilakukan pada siang hari tanggal [[6]] [[Muharram]] antara pukul 07.00-17.00 WIB. Lokasi pengambilan dana biasanya sudah disepakati bersama oleh masing-masing kelompok Tabot. |
|||
Peralatan yang dibutuhkan diantaranya adalah: [[bendera]] panji, [[tombak]] bermata ganda, [[tas]] atau ''kambut'', [[karung]] [[gandum]], dan ''tessa''. |
|||
* '''Arak Penja (mengarak jari-jari)''' |
|||
Arak Penja atau arak jari-jari merupakan acara mengarak jari-jari yang diletakkan di dalam Tabot dengan di jalan-jalan utama di kota [[Bengkulu]]. Kegiatan ini dilaksanakan pada malam ke-8 dari bulan [[Muharram]], yaitu sekitar pukul 19.00 WIB dan berakhir sekitar pukul 21.00 WIB. |
|||
Bahan-bahan yang digunakan sebagai bahan sesajen adalah: nasi kebuli 1 porsi, kopi pahit 1 gelas, air serobat 1 gelas, telur dadar 1 buah, lauk pauk 7 piring (7 macam jenis lauk). |
|||
* '''Arak Seroban (mengarak Sorban)''' |
|||
Arak Serban merupakan acara mengarak ''Penja'' ditambah dengan ''Serban'' (Sorban) putih dan diletakkan pada ''Tabot Coki'' (Tabot Kecil). Tabot Coki ini dilengkapi dengan bendera/panji-panji berwarna [[putih]] dan [[hijau]] atau [[biru]] yang bertuliskan nama “Hasan dan Husain” dengan kaligrafi Arab yang indah. Kegiatan ini diadakan pada malam ke-9 Muharram sekitar pukul 19.00-21.00 WIB. |
|||
Sebagai mana namanya, maka peralatan yang dibutuhkan dalam acara ini adalah Tabot dan seroban. Selain itu, juga dibutuhkan kain khusus dan ''Tabot Coki'' (kursi kerajaan/tahta) |
|||
* '''Gam (tenang / berkabung)''' |
|||
Satu di antara tahapan upacara Tabot yang harus ditaati adalah “gam”. Gam adalah waktu yang tidak boleh ada kegiatan apapun. Gam berasal dari kata “ghum” yang berarti tertutup atau terhalang. Tanggal 9 Muharram merupakan masa gam ini, yakni sejak pukul 07.00 hingga pukul 16.00 WIB, di mana pada waktu tersebut semua kegiatan yang berkaitan dengan upacara Tabot termasuk membunyikan ''dol'' dan ''tassa'' tidak boleh dilakukan. Jadi masa gam dapat juga disebut masa tenang. |
|||
* '''Arak Gedang (taptu akbar)''' |
|||
Pada [[9]] [[Muharram]] malam, sekitar pukul 19.00 WIB dilaksanakan ritual pelepasan Tabot Besanding di ''gerga'' (markas) masing-masing. Selanjutnya dilanjutkan dengan arak gedang yakni grup Tabot berarak dari markas masing-masing menempuh rute yang ditentukan. Kemudian mereka akan bertemu sehingga membentuk arak gedang (pawai akbar). Arak-arakan ini menjadi ramai karena menyatunya grup-grup Tabot, grup-grup hiburan, para pendukung masing-masing serta masyarakat. Acara ini berakhir sekitar pukul 20.00 WIB. Akhir dari acara arak gedang ini adalah seluruh Tabot dan grup penghibur berkumpul di [[lapangan Merdeka Bengkulu]] (Sekarang: [[Lapangan Tugu Propinsi]]). Tabot dibariskan bershaf istilah lokal disandingkan, karenanya acara ini dinamakan ''Tabot Besanding''. |
|||
Peralatan yang dibutuhkan dalam kegiatan ini adalah gerobak. [[Gerobak]] ini digunakan untuk mengangkut Tabot ke tempat Tabot dikumpulkan. |
|||
=== Kelengkapan lainnya === |
|||
* '''Tabot Tebuang (Tabot terbuang)''' |
|||
Perlengkapan-perlengkapan lain yang harus dipersiapkan pada setiap unit Tabut adalah: [[Bendera]] merah putih ukuran rumah tangga berikut tiangnya, bendera panji-panji berwarna [[hijau]] atau [[biru]] yang ukurannnya lebih besar dari bendera merah-putih, bendera [[putih]] yang ukurannnya sama dengan panil (beserta tiangnya), tombak bermata ganda diujungnya digantung, duplikat [[pedang zufikar]] (pedang [[Rasulullah]]) dengan ukuran mini. |
|||
Acara terakhir dari rangkaian upacara Tabot adalah acara Tabot tebuang yang diadakan pada tanggal [[10]] [[Muharram]]. Pada pukul 09.00 WIB seluruh Tabot telah berkumpul di lapangan Merdeka dan telah disandingkan sebagaimana malam Tabot besanding. Grup hiburan telah berkumpul pula di sini dan menghibur para pengunjung yang hadir di waktu itu. Pada sekitar pukul 11.00 arak-arakan Tabot bergerak menuju ke Padang Jati dan berakhir di kompleks pemakaman umum Karabela. Tempat ini menjadi lokasi acara ritual Tabot tebuang karena di sini dimakamkan Imam Senggolo (Syekh Burhanuddin) pelopor upacara Tabot di Bengkulu. |
|||
== Nilai-Nilai == |
|||
Pada sekitar pukul 12.30 WIB acara Tabot Tebuang di makam Senggolo tersebut. Karena dipandang bernilai magis, acara ini hanya bisa dipimpin oleh Dukun Tabot yang tertua. Selesai acara ritual di atas, barulah bangunan Tabot dibuang ke rawa-rawa yang berdampingan dengan komplek makam tersebut. Dengan terbuangnya Tabot pada sekitar pukul 13.30 WIB, maka selesailah seluruh rangkaian upacara Tabot dimaksud. |
|||
Secara umum, ada dua nilai yang terkandung dalam pelaksanaan upacara Tabut, yaitu: nilai Agama (sakral), sejarah, dan sosial. Nilai-nilai Agama (sakral) dalam upacara Tabut di antaranya adalah: ''satu'', proses ''mengambik tanah'' mengingatkan manusia akan asal penciptaannya. ''Kedua'', terlepas dari adanya pandangan bahwa ritual Tabut mengandung unsur penyimpangan dalam [[akidah]], seperti penggunaan mantra-mantra dan ayat- ayat suci dalam prosesi ''mengambik tanah'', tetapi esensinya adalah untuk menyadarkan kita bahwa keberagamaan tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai [[budaya]] lokal. Dan ''ketiga'', pelaksanaan upacara Tabut merupakan perayaan untuk menyambutan [[tahun baru Islam]]. |
|||
Nilai sejarah yang terkandung dalam budaya Tabut adalah sebagai [[manifestasi]] kecintaan dan untuk mengenang wafatnya cucu [[Nabi Muhammad SAW]] yakni [[Husein bin Abi Thalib]] yang terbunuh di Padang [[Karbela]] dan juga sebagai ekspresi permusuhan terhadap keluarga [[Bani Umayyah]] pada umumnya dan khususnya pada [[Yazid bin Muawiyah]], [[Khalifah Bani Umayyah]] yang memerintah waktu itu, beserta Gubernur [[‘Ubaidillah bin Ziyad]] yang memerintahkan penyerangan terhadap Husain bin ‘Alî beserta laskarnya. Adapun nilai sosial yang terkandung didalamnya, antara lain: mengingatkan manusia akan praktik penghalalan segala cara untuk menuju puncak kekuasaan dan simbolisasi dari sebuah keprihatinan sosial. |
|||
==Doa-doa== |
|||
Setiap tindakan dalam upacara Tabot selalu diawali dengan pembacaan Basmalah dan doa-doa. Doa-doa tersebut diantaranya adalah: |
|||
* Doa kubur |
|||
* Doa mohon selamat dan ampunan atas arwah orang-orang muslim di dunia |
|||
* Bacaan ''tasbih'' |
|||
* Sholawat ''ulul ‘azmi'' |
|||
* Sholawat ''Wasilah'' dan lainnya |
|||
Banyak nilai-nilai kebijaksanaan yang dapat digali dan dijadikan landasan untuk mengarungi kehidupan, tetapi jika tidak disikapi dengan bijaksana, maka upacara Tabut akan menjadi sekadar festival budaya yang kehilangan makna dasarnya. Meriah dalam pelaksanaan (festival) tapi kehilangan sepiritnya. |
|||
==Nilai-Nilai== |
|||
Secara umum, ada dua nilai yang terkandung dalam pelaksanaan upacara Tabot, yaitu: nilai Agama (sakral), sejarah, dan sosial. Nilai-nilai Agama (sakral) dalam upacara Tabot diantaranya adalah: ''satu'', proses ''mengambik tanah'' mengingatkan manusia akan asal penciptaannya. ''Kedua'', terlepas dari adanya pandangan bahwa ritual tabot mengandung unsur penyimpangan dalam [[akidah]], seperti penggunaan mantera-mantera dan ayat- ayat suci dalam prosesi ''mengambik tanah'', namun esensinya adalah untuk menyadarkan kita bahwa keberagamaan tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai [[budaya]] lokal. Dan ''ketiga'', pelaksanaan upacara Tabot merupakan perayaan untuk menyambutan [[tahun baru Islam]]. |
|||
== Referensi == |
|||
Nilai sejarah yang terkandung dalam budaya tabot adalah sebagai [[manifestasi]] kecintaan dan untuk mengenang wafatnya cucu [[Nabi Muhammad SAW]] yakni [[Husein bin Abi Thalib]] yang terbunuh di Padang [[Karbela]] dan juga sebagai ekspresi permusuhan terhadap keluarga [[Bani Umayyah]] pada umumnya dan khususnya pada [[Yazid bin Muawiyah]], [[Khalifah Bani Umayyah]] yang memerintah waktu itu, beserta Gubernur [[‘Ubaidillah bin Ziyad]] yang memerintahkan penyerangan terhadap Husain bin ‘Alî beserta laskarnya. Adapun nilai sosial yang terkandung didalamnya, antara lain: mengingatkan manusia akan praktik penghalalan segala cara untuk menuju puncak kekuasaan dan simbolisasi dari sebuah keprihatinan sosial. |
|||
=== Sumber === |
|||
* Bambang Indarto. '''''Ritual Budaya Tabut Sebagai Media Penyiaran Dakwah Islam di Bengkulu''''', Skripsi Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2006 |
|||
* Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Depdikbud. '''''Upacara Tabut: Upacara Tradisional Daerah Bengkulu di Kotamadya Bengkulu''''', 1991/1992. |
|||
* [http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0602/15/humaniora/2438531.htm ''Dan, Tabut Sakral Itu Pun Patah...''] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20081208083206/http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0602/15/humaniora/2438531.htm |date=2008-12-08 }} Harian Kompas, 15 Februari 2006 |
|||
* '''''Tugu Tabut Tak Boleh Dibongkar!''''' Harian Rakyat Bengkulu |
|||
* [http://culture.melayuonline.com/?a=UHFUei9zVEkvUXZ5bEpwRnNx= ''Upacara Tabut (Bengkulu).''] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20080926215010/http://culture.melayuonline.com/?a=UHFUei9zVEkvUXZ5bEpwRnNx= |date=2008-09-26 }} melayuonline.com |
|||
* Ayo, Sukseskan TABUT Di Bengkulu |
|||
== Lihat pula == |
|||
Banyak nilai-nilai kebijaksanaan yang dapat digali dan dijadikan landasan untuk mengarungi kehidupan, tetapi jika tidak disikapi dengan bijaksana, maka upacara Tabot akan menjadi sekedar festival budaya yang kehilangan makna dasarnya. Meriah dalam pelaksanaan (festival) tapi kehilangan sepiritnya. |
|||
* [[Husain bin Ali]] |
|||
* [[Asyura]] |
|||
* [[Tabuik]] |
|||
== |
== Pranala luar == |
||
* {{id}}[http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=4023&Itemid=1480 Perayaan Massal Tabut.] Indonesia.go.id |
|||
<small> |
|||
* {{id}}[http://www.harian-global.com/news.php?item.33236.12 '''''TABUT''', Praktik Syiah Kultural di Indonesia.''] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20090703193629/http://www.harian-global.com/news.php?item.33236.12 |date=2009-07-03 }} Harian Global, 13 Januari 2008. |
|||
Referensi: |
|||
* {{id}}[http://www.indosiar.com/news/teropong/50209_tabot ''Teropong: '''Tabut.''''']{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }} Indosiar, 28 Maret 2006. |
|||
* Bambang Indarto, Ritual Budaya Tabot Sebagai Mdia Penyiaran Dakwah Islam di Bengkulu, Skripsi Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2006 |
|||
* [http://musiardanis.multiply.com/journal/item/88 ''Sejarah Perayaan dan Festival Tabut di Bengkulu.''] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20121118062558/http://musiardanis.multiply.com/journal/item/88 |date=2012-11-18 }} Musiardanis, 11 Januari 2001. |
|||
* Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Depdikbud, “Upacara Tabot: Upacara Tradisional Daerah Bengkulu di Kotamadya Bengkulu”, 1991/1992. |
|||
* Kompas, “Dan, Tabot Sakral Itu Pun Patah...” |
|||
* Harian Rakyat Bengkulu, “Tugu Tabot Tak Boleh Dibongkar!” |
|||
* melayuonline.com |
|||
[[Kategori:Bengkulu]] |
[[Kategori:Bengkulu]] |
Revisi terkini sejak 20 Agustus 2023 09.41
Tabut adalah upacara tradisi masyarakat Bengkulu untuk mengenang mati syahidnya cucu Nabi Muhammad SAW, Husein bin Ali bin Abi Thalib dalam peperangan dengan pasukan Ubaidillah bin Zaid di padang Karbala, Irak pada tanggal 10 Muharam 61 Hijriah (680 M).
Perayaan di Bengkulu pertama kali dilaksanakan oleh Syekh Burhanuddin yang dikenal sebagai Imam Senggolo pada tahun 1685. Syekh Burhanuddin (Imam Senggolo) menikah dengan wanita Bengkulu kemudian anak mereka, cucu mereka dan keturunan mereka disebut sebagai keluarga Tabut. upacara ini dilaksanakan dari 1 sampai 10 Muharram setiap tahun.
Arti nama
[sunting | sunting sumber]Menurut Sumber dari keturunan Imam Senggolo Sebagai Pelaku Tabut Imam Senggolo sejak 1994, yang kebetulan juga Sebagai Ketua KKT Bencoolen Dan BAKT Tabut Bencoolen MAMU Achmad Syiafril Tabut pertama kali dibawa ke Bengkulu oleh Imam Maulana Ichsad pada 1336 Masehi tetapi tidak populer kemudian dilanjutkan dan menjadi populer oleh Imam Senggolo atau Syeikh Burhanuddin I dari Iraq (1400 M yg Wafat 12 April 1427 di Padang Kerbala Bengkulu.)
Gelombang penyiaran Islam ke Wilayah Nusantara dari Jazirah Arab (Medinah-Karbala Irak Iran) sejak abad ke 7 M melalui laut Arabia masuk keluar sungai Indus dengan terlebih dahulu menetap di Punjab. Arus penyebaran Islam semakin deras pada abad ke 13 dan abad ke 14 masehi, dikarenakan terjadinya penghancuran Baghdad dan pembunuhan masal di Irak oleh bangsa mongol dibawah Hulagu Khan pada sepuluh Februari tahun 1258 M/ 27 Muharram 656 H. Bangunan-bangunan indah termasuk perpustakaan yang menyimpan naskah seribu satu malam dan kitab lainnya hancur dimusnahkan.
Sebagian pelaut-pelaut ulung dari Punjab melalui sungai Indus, laut Arab berlayar untuk menyiarkan Agama Islam Islam ke Nusantara, sebelum sampai di Bengkulu terlebih dahulu mendarat dan singgah di tanah Aceh, tetapi mereka tidak menetap tinggal di Aceh. Pada saat itu di Aceh telah berdiri kerajaan Samudera Pasai. Raja yang berkuasa pada waktu itu adalah sultan Mahmud Malik Zahir, raja ke III. Rombonganpun melanjutkan pelayaran ke arah selatan sehingga sampailah mereka di Bandar Sungai Serut pada hari kamis 5 Januari tahun 1336 M. 18 Jumdil Awwal 736 H). Mereka yang selamat sampai di Bengkulu hanyalah 13 orang dibawah pimpinan Imam Maulana Ichsad (Keturunan Rasullulah para Zuriat/Sayid /Ahlul Bait) keturunan Ali bin Husain ( Ali Zainal Abidin) bin Ali Bin Abi Thalib. Diantara para Zuriat/Sayid tersebut diketahui adalah Syech Abdurrahman (Ampar Batu) wafat hari Kamis tanggal 12 April 1336 M/ 21 Sya’ban 736 H. dan Zalmiyah (kramat Gadis) wafat hari Sabtu, 24 Ramadhan 737 H. Perayaan Tabut diteruskan dan dipopulerkan oleh Generasi Zuriat/Sayid Bengkulu Syah Bedan dan keponakannya Syeh Burhanuddin (Imam Senggolo XII) pada abad 17 M, untuk periode berikutnya keturunan Imam Senggolo yang mempertahankan dan melanjutkan tradisi Tabut di Bengkulu.
Perkembangan berikutnya perayaan Tabut juga disemarakkan oleh para tentara yang didatangkan oleh Inggris dari Bengali. Hal tersebut ditulis Syiafril sebagai berikut: “Skuadron Prancis di bawah pimpinanan Comte Charles Henri d’Estaing meninggalkan Bengkulu, setelah mengambil alih Port Marlbrough dari Inggris selama delapan bulan antara 1759-1760. Garnizun Inggris kembali menguasai Bengkulu yang diperkuat tentara (sepoy atau Sipay.) Rombongan pertama berasal dari Madras India. Pada 1785. Sepoy Madras ditarik dan digantikan sepoy rombongan kedua dari Benggala, benggali Banglades. Kelompok tentara (Sipay) ini ikut membuat Tabut dengan sekelumit doa’ yang mereka lantunkan adalah sebagai berikut: Bismillahirrohmanirrohim “yo modo yohawo kupinto mere lamban rohku, rohmu same lamban-lamban, Ipo Dewo dewo mere josoku dube mbun-mbun. Waktu itu mulai terjadi kekacauan terlebih lagi karena mereka sering bermabuk-mabukan dan membuat hal-hal yang bertentangan dengan agama Islam, sehingga tepat mereka tinggal disebut kampung kepiri (menurut riwayat berarti kampung kafir). Doa yang dilantunkan tentara (sipay) sangat berbeda dengan doa yang diwariskan Imam Senggolo yaitu memakai bahasa Urdu Punjab Pakistan yang berakar dari bahasa Pesia yaitu: Bismillahirrohmanirrohim saaluree, Mahuree yaa Sahuree,,,,,sarare, Tabute Bencoelene, surarahe Adene.
Kondisi sosial budaya masyarakat, nampaknya juga menjadi penyebab munculnya perbezaan dalam tatacara pelaksanaan upacara Tabut. Di Bengkulu misalnya, Tabut 17 menunjukkan kepada jumlah keluarga awal yang melaksanakan Tabut, sedangkan di Pariaman hanya terdiri dari 2 jenis Tabut (Tabuik) iaitu Tabuik Subarang dan Tabuik Pasa. Tempat pembuangan Tabut (Tabuik) antara Bengkulu dan Pariaman juga berbeza. Pada awalnya Tabut di Bengkulu di buang ke laut sebagaimana di Pariaman Sumatera Barat. Namun, pada perkembangannya, Tabut di Bengkulu dibuang di rawa-rawa yang berada di sekitar pemakaman umum yang dikenali dengan nama makam Karbela yang diyakini sebagai tempat dimakamnya Imam Senggolo atau Syekh Burhanuddin.
Kebelakangan ini juga, banyak kritikan dari berbagai elemen masyarakat terhadap pelaksanaan upacara Tabut. Satu hal yang paling mendasar dari semua kritikan tersebut adalah berubahnya fungsi upacara Tabut dari ritual bernuansa keagamaan menjadi sekadar festival kebudayaan belaka. Ini nampaknya disebabkan oleh kenyataan bahwa yang melaksanakan upacara Tabut adalah orang-orang bukan Syiah. Hilangnya nilai-nilai sakraliti upacara Tabut semakin diperparahkan dengan munculnya Tabut pembangunan (Upacara Tabut yang dimodenkan).
Perlengkapan upacara
[sunting | sunting sumber]Untuk melaksanakan upacara Tabut, ada beberapa peralatan yang harus dipersiapkan, di antaranya adalah:
Pembuatan Tabut
[sunting | sunting sumber]Kelengkapan alat untuk membuat Tabut antara lain: bambu, rotan, kertas karton, kertas mar-mar, kertas grip, tali, pisau ukir, alat-alat gambar, lampu senter, lampu hias, bunga kertas, bunga plastik dan lain sebagainya. Jika dilihat dari banyaknya alat yang dibutuhkan, maka biaya yang dibutuhkan untuk membuat Tabut sekitar 10-20 Juta rupiah.
Kenduri dan Sesaji
[sunting | sunting sumber]Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat kenduri dan sesaji antara lain: beras ketan, pisang emas, tebu, jahe, dadeh, gula aren, gula pasir, kelapa, ayam, daging, bumbu masak, kemenyan dan lain-lain.
Perlengkapan Musik Tabut
[sunting | sunting sumber]Alat-alat musik yang biasanya digunakan dalam upacara Tabut adalah Dhol dan tessa. Dhol terbuat dari kayu tengahnya dilubangi dan kemudian ditutup dengan menggunakan kulit lembu. Dhol berbentuk seperti beduk. Garis tengahnya sekitar 70 – 125 cm, dan alat pemukulnya berdiameter 5 cm dan panjangnya 30 cm. Cara menggunakannya dengan cara dipukul-pukul. Sedangkan Tessa berbentuk seperti rebana, terbuat dari tembaga, besi plat atau alumunium, dan juga bisa dari kuali yang permukaannya ditutup dengan kulit kambing yang telah dikeringkan.
Kelengkapan lainnya
[sunting | sunting sumber]Perlengkapan-perlengkapan lain yang harus dipersiapkan pada setiap unit Tabut adalah: Bendera merah putih ukuran rumah tangga berikut tiangnya, bendera panji-panji berwarna hijau atau biru yang ukurannnya lebih besar dari bendera merah-putih, bendera putih yang ukurannnya sama dengan panil (beserta tiangnya), tombak bermata ganda diujungnya digantung, duplikat pedang zufikar (pedang Rasulullah) dengan ukuran mini.
Nilai-Nilai
[sunting | sunting sumber]Secara umum, ada dua nilai yang terkandung dalam pelaksanaan upacara Tabut, yaitu: nilai Agama (sakral), sejarah, dan sosial. Nilai-nilai Agama (sakral) dalam upacara Tabut di antaranya adalah: satu, proses mengambik tanah mengingatkan manusia akan asal penciptaannya. Kedua, terlepas dari adanya pandangan bahwa ritual Tabut mengandung unsur penyimpangan dalam akidah, seperti penggunaan mantra-mantra dan ayat- ayat suci dalam prosesi mengambik tanah, tetapi esensinya adalah untuk menyadarkan kita bahwa keberagamaan tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai budaya lokal. Dan ketiga, pelaksanaan upacara Tabut merupakan perayaan untuk menyambutan tahun baru Islam.
Nilai sejarah yang terkandung dalam budaya Tabut adalah sebagai manifestasi kecintaan dan untuk mengenang wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW yakni Husein bin Abi Thalib yang terbunuh di Padang Karbela dan juga sebagai ekspresi permusuhan terhadap keluarga Bani Umayyah pada umumnya dan khususnya pada Yazid bin Muawiyah, Khalifah Bani Umayyah yang memerintah waktu itu, beserta Gubernur ‘Ubaidillah bin Ziyad yang memerintahkan penyerangan terhadap Husain bin ‘Alî beserta laskarnya. Adapun nilai sosial yang terkandung didalamnya, antara lain: mengingatkan manusia akan praktik penghalalan segala cara untuk menuju puncak kekuasaan dan simbolisasi dari sebuah keprihatinan sosial.
Banyak nilai-nilai kebijaksanaan yang dapat digali dan dijadikan landasan untuk mengarungi kehidupan, tetapi jika tidak disikapi dengan bijaksana, maka upacara Tabut akan menjadi sekadar festival budaya yang kehilangan makna dasarnya. Meriah dalam pelaksanaan (festival) tapi kehilangan sepiritnya.
Referensi
[sunting | sunting sumber]Sumber
[sunting | sunting sumber]- Bambang Indarto. Ritual Budaya Tabut Sebagai Media Penyiaran Dakwah Islam di Bengkulu, Skripsi Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2006
- Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Depdikbud. Upacara Tabut: Upacara Tradisional Daerah Bengkulu di Kotamadya Bengkulu, 1991/1992.
- Dan, Tabut Sakral Itu Pun Patah... Diarsipkan 2008-12-08 di Wayback Machine. Harian Kompas, 15 Februari 2006
- Tugu Tabut Tak Boleh Dibongkar! Harian Rakyat Bengkulu
- Upacara Tabut (Bengkulu). Diarsipkan 2008-09-26 di Wayback Machine. melayuonline.com
- Ayo, Sukseskan TABUT Di Bengkulu
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- (Indonesia)Perayaan Massal Tabut. Indonesia.go.id
- (Indonesia)TABUT, Praktik Syiah Kultural di Indonesia. Diarsipkan 2009-07-03 di Wayback Machine. Harian Global, 13 Januari 2008.
- (Indonesia)Teropong: Tabut.[pranala nonaktif permanen] Indosiar, 28 Maret 2006.
- Sejarah Perayaan dan Festival Tabut di Bengkulu. Diarsipkan 2012-11-18 di Wayback Machine. Musiardanis, 11 Januari 2001.