Lompat ke isi

Menang, Jambon, Ponorogo: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
sejarah.
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k →‎Pranala luar: Bot: Merapikan artikel
 
(5 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 16: Baris 16:


== Sejarah ==
== Sejarah ==
Sebelum bernama Menang, desa ini disebut Desa Cekok. Proses pergantian nama desa ini tak lepas dari kiprah [[Pakubuwana II|Pakubuwono II]] di Kabupaten [[Kabupaten Ponorogo|Ponorogo]]. Pada 30 Juni 1742, Pakubuwono II diusir dari keratonnya selama Pemberontakan Tionghoa—lebih dikenal sebagai [[Geger Pacinan|Geger Pecinan]]. Ia kemudian melarikan diri ke [[Kabupaten Magetan|Magetan]] dan Ponorogo. Pada suatu malam di tengah pengembaraannya, sang raja bermalam di Desa Cekok, [[Gunung Srandil]]. Di desa ini, sang raja disambut oleh seorang perempuan bernama Biyang Punuk dan disuguhi makanan berupa [[Sajen jenang-jenangan|jenang katul]], nasi, [[pecel]], ayam, dan sayur menir. Sebagai rasa terima kasih atas sambutan ini, sang raja berjanji bahwa jika dia menang, dia tidak akan melupakan Biyang Punuk. Janji tersebut kemudian dipenuhi. Desa Cekok kemudian dinamakan Desa Menang dan dinyatakan sebagai desa perdikan.
Sebelum bernama Menang, desa ini disebut Desa Cekok. Proses pergantian nama desa ini tak lepas dari kiprah [[Pakubuwana II|Pakubuwono II]] di Kabupaten [[Kabupaten Ponorogo|Ponorogo]]. Pada 30 Juni 1742, Pakubuwono II diusir dari keratonnya selama Pemberontakan Tionghoa—lebih dikenal sebagai [[Geger Pacinan|Geger Pecinan]]. Ia kemudian melarikan diri ke [[Kabupaten Magetan|Magetan]] dan Ponorogo.{{Sfn|Reinhart|2021|p=187}} Pada suatu malam di tengah pengembaraannya, sang raja bermalam di Desa Cekok, [[Gunung Srandil]]. Di desa ini, sang raja disambut oleh seorang perempuan bernama Biyang Punuk dan disuguhi makanan berupa [[Sajen jenang-jenangan|jenang katul]], nasi, [[pecel]], ayam, dan sayur menir. Sebagai rasa terima kasih atas sambutan ini, sang raja berjanji bahwa jika dia menang, dia tidak akan melupakan Biyang Punuk. Janji tersebut kemudian dipenuhi. Desa Cekok kemudian dinamakan Desa Menang dan dinyatakan sebagai desa perdikan.{{Sfn|Reinhart|2021|p=193}}

== Referensi ==
<references />

== Daftar pustaka ==
{{refbegin|40em}}
* {{cite book|year=2021|url=https://www.google.co.id/books/edition/Antara_Lawu_dan_Wilis/EKpNEAAAQBAJ?hl=en&gbpv=0|title=Antara Lawu dan Wilis|location=|publisher=[[Kepustakaan Populer Gramedia]]|isbn=978-602-481-644-5|editor-last=Reinhart|editor-first=Christopher|language=Indonesia|ref=harv|authorlink=}}
{{refend}}


== Pranala luar ==
== Pranala luar ==
* [https://menang.desa.id/ Situs Pemerintah Desa Menang]
{{Jambon, Ponorogo}}
{{Jambon, Ponorogo}}


{{Authority control}}
{{Authority control}}



{{Desa-stub}}
{{Desa-stub}}

Revisi terkini sejak 27 September 2023 10.00

Menang
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Timur
KabupatenPonorogo
KecamatanJambon
Kode pos
63456
Kode Kemendagri35.02.20.2011
Luas... km²
Jumlah penduduk... jiwa
Kepadatan... jiwa/km²
Lihat juga: Kemenangan

Menang adalah desa di Kecamatan Jambon, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, Indonesia.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Sebelum bernama Menang, desa ini disebut Desa Cekok. Proses pergantian nama desa ini tak lepas dari kiprah Pakubuwono II di Kabupaten Ponorogo. Pada 30 Juni 1742, Pakubuwono II diusir dari keratonnya selama Pemberontakan Tionghoa—lebih dikenal sebagai Geger Pecinan. Ia kemudian melarikan diri ke Magetan dan Ponorogo.[1] Pada suatu malam di tengah pengembaraannya, sang raja bermalam di Desa Cekok, Gunung Srandil. Di desa ini, sang raja disambut oleh seorang perempuan bernama Biyang Punuk dan disuguhi makanan berupa jenang katul, nasi, pecel, ayam, dan sayur menir. Sebagai rasa terima kasih atas sambutan ini, sang raja berjanji bahwa jika dia menang, dia tidak akan melupakan Biyang Punuk. Janji tersebut kemudian dipenuhi. Desa Cekok kemudian dinamakan Desa Menang dan dinyatakan sebagai desa perdikan.[2]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Reinhart 2021, hlm. 187.
  2. ^ Reinhart 2021, hlm. 193.

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]