Lompat ke isi

Dyah Tulodong: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Xqbot (bicara | kontrib)
k r2.7.3) (bot Menambah: jv:Tulodong
k tambah pranala dalam
(27 revisi perantara oleh 13 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
'''Sri Maharaja Rakai Layang Dyah Tulodong Sri Sajjana Sanmatanuraga Uttunggadewa''' adalah raja [[Kerajaan Medang]] ''periode Jawa Tengah'' (atau lazim disebut [[Kerajaan Mataram Kuno]], yang memerintah sekitar tahun [[919]]–[[924]].
'''Sri Maharaja Rakai Layang Dyah Tulodong Sri Sajjana Sanmatanuraga Uttunggadewa''' atau disingkat '''Dyah Tulodong''' atau '''Tlodhong''' adalah raja [[Kerajaan Medang|Medang]] periode Jawa Tengah (atau lazim disebut [[Kerajaan Mataram Kuno]]), yang memerintah sekitar tahun [[919]]–[[924]].<ref>{{Cite web|url=https://situsbudaya.id/prasasti-lintakan/|title=Prasasti Lintakan - Informasi Situs Budaya Indonesia Prasasti Lintakan|date=2018-12-03|website=Informasi Situs Budaya Indonesia|language=id-ID|access-date=2019-07-12}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://www.pojokcerita.com/2018/05/koleksi-prasasti-sejarah-di-museum.html|title=Koleksi Prasasti Sejarah di Museum Nasional Indonesia|last=Nindyo|first=Fajar|website=POJOKCERITA|access-date=2019-07-12}}</ref>

{{infobox royalty
|title = '''Sri Maharaja Rakai Layang Dyah Tulodong Sri Sajjana Sanmatanuraga Uttunggadewa'''
|image =
|birth_name =
|father =
|mother =
|succession = Raja Medang Ke-15
|reign = ( 12 Juli 919 - 7 Maret 927 M )
|predecessor = [[Mpu Daksa]]
|successor = [[Dyah Wawa]]
|spouse =
|issue =
|religion = [[Hindu]]
|house = [[Wangsa Sanjaya|Sanjaya]]
}}


== Asal-Usul ==
== Asal-Usul ==
Dyah Tulodhong dianggap naik takhta menggantikan [[Mpu Daksa]]. Dalam prasasti Ritihang yang dikeluarkan oleh Mpu Daksa terdapat tokoh Rakryan Layang namun nama aslinya tidak terbaca. Ditinjau dari ciri-cirinya, tokoh Rakryan Layang ini seorang wanita berkedudukan tinggi, jadi tidak mungkin sama dengan Dyah Tulodhong.
Dyah Tulodong dianggap naik takhta menggantikan [[Mpu Daksa]]. Dalam '''Prasasti Ritihang''' yang dikeluarkan oleh Mpu Daksa terdapat tokoh Rakryan Layang namun nama aslinya tidak terbaca. Ditinjau dari ciri-cirinya, tokoh Rakryan Layang ini seorang wanita berkedudukan tinggi, jadi tidak mungkin sama dengan Dyah Tulodhong.


Mungkin Rakryan Layang adalah putri Mpu Daksa. Dyah Tulodhong berhasil menikahinya sehingga ia pun ikut mendapatkan gelar Rakai Layang, bahkan naik takhta menggantikan mertuanya, yaitu Mpu Daksa.
Mungkin Rakryan Layang adalah anak perempuan Mpu Daksa. Kemudian Dyah Tulodong berhasil menikahinya sehingga ia pun ikut mendapatkan gelar Rakai Layang, bahkan naik takhta menggantikan mertuanya, yaitu [[Mpu Daksa|Mpu Daksa.]]


Dalam prasasti Lintakan Dyah Tulodhong disebut sebagai putra dari seseorang yang dimakamkan di Turu Mangambil.
Dalam [[prasasti Lintakan]] Dyah Tulodong disebut sebagai putri dari seseorang yang dimakamkan di Turu Mangambil.

Nama "Layang" sekarang mulai dikaitkan dengan keberadaan [[Situs Liyangan]], berdasarkan kemiripan nama.


== Riwayat Pemerintahan ==
== Riwayat Pemerintahan ==
Prasasti Lintakan tanggal [[12 Juli]] [[919]] adalah prasasti tertua yang pernah ditemukan dengan menyebut Tulodhong sebagai raja. Dalam pemerintahannya, yang menduduki jabatan ''Rakryan Mapatih Hino'' bernama Mpu Ketuwijaya yang juga bergelar Sri Ketudhara Manimantaprabha Prabhusakti. Sedangkan yang menjabat ''Rakryan Halu'' adalah [[Mpu Sindok]].
[[Prasasti Lintakan]] tanggal [[12 Juli]] [[919]] adalah [[prasasti]] tertua yang pernah ditemukan dengan menyebut Tulodong sebagai raja. Dalam pemerintahannya, yang menduduki jabatan ''Rakryan Mapatih Hino'' bernama '''Mpu Ketuwijaya''' yang juga bergelar [[Sri Ketudhara Manimantaprabha Prabhusakti]], sedangkan yang menjabat ''Rakryan Halu'' adalah [[Mpu Sindok]].


[[Prasasti Harinjing]] tanggal [[19]] [[September]] [[921]] berisi pengukuhan anugerah untuk anak-anak Bhagawanta Bhari yang berjumlah 12 orang dan tersebar di mana-mana. Bhagawanta Bhari adalah tokoh yang berjasa membangun bendungan pencegah banjir. Ia sendiri telah mendapat anugerah dari raja sebelumnya.
[[Prasasti Harinjing]] tanggal [[19 September]] [[921]] berisi pengukuhan anugerah untuk anak-anak Bhagawanta Bhari yang berjumlah 12 orang dan tersebar di mana-mana. Bhagawanta Bhari adalah tokoh yang berjasa membangun bendungan pencegah banjir. Ia sendiri telah mendapat anugerah dari raja sebelumnya.


Prasasti untuk anak-anak Bhagawanta Bhari diperbaharui lagi pada tanggal [[7 Maret]] [[927]], di mana mereka mendapatkan desa Culanggi sebagai sima swatantra (daerah bebas pajak). Pembaharuan tersebut dilakukan oleh Rakai Hino Mpu Ketuwijaya, atas saran dari [[Rakai Sumba]] yang menjabat sebagai Sang Pamgat Momahumah.
Prasasti untuk anak-anak Bhagawanta Bhari diperbaharui lagi pada tanggal [[7 Maret]] [[927]], di mana mereka mendapatkan Desa Culanggi sebagai sima swatantra (daerah bebas pajak). Pembaharuan tersebut dilakukan oleh Rakai Hino Mpu Ketuwijaya, atas saran dari [[Rakai Sumba]] yang menjabat sebagai Sang Pamgat Momahumah.


== Akhir Pemerintahan ==
== Akhir Pemerintahan ==
[[Prasasti Sangguran]] tanggal [[2 Agustus]] [[928]] menyebut adanya raja baru bernama [[Rakai Sumba Dyah Wawa]]. Ia diyakini sebagai raja pengganti Dyah Tulodhong.
[[Prasasti Palebuhan]] tanggal [[April]] [[927]] menyebut adanya raja baru bernama [[Sri Maharaja Pu Wagiswara]]. Ia diyakini sebagai raja pengganti Dyah Tulodong namun tak berlangsung lama. Sedangkan [[Sri Ketudhara Manimantaprabha Prabhusakti]] yang tercatat dalam [[Prasasti Harinjing]] (921 M) sebagai Rakryan Mapatih Hino tidak diketahui lagi nasib dan keberadaannya.


== Referensi ==
Seperti diketahui, Rakai Sumba sebelumnya adalah menjabat sebagai Sang Pamgat Momahumah, semacam pegawai pengadilan. Ia sendiri mengaku sebagai putra dari Kryan Landhayan, yaitu tokoh penculikan anak dan istri [[Rakai Kayuwangi]] dalam [[peristiwa Wuatan Tija]].
{{reflist}}


=== Kepustakaan ===
Sejarawan Boechari berpendapat bahwa [[Dyah Wawa]] telah melakukan [[kudeta]] merebut takhta [[Kerajaan Medang]] dengan cara menyingkirkan Dyah Tulodhong dan Mpu Ketuwijaya. Mungkin kudeta ini dibantu oleh [[Mpu Sindok]] yang semula menjabat sebagai Rakai Halu, dan kemudian naik pangkat menjadi Rakai Hino.

== Pranala luar ==
* [http://www.kediri.go.id/Sejarah.htm/ Sejarah Kediri], Situs resmi Pemerintah Kabupaten Kediri

== Kepustakaan ==
* Marwati Poesponegoro & Nugroho Notosusanto. 1990. ''Sejarah Nasional Indonesia Jilid II''. Jakarta: Balai Pustaka
* Marwati Poesponegoro & Nugroho Notosusanto. 1990. ''Sejarah Nasional Indonesia Jilid II''. Jakarta: Balai Pustaka
* [[Slamet Muljana]]. 2005. ''Menuju Puncak Kemegahan'' (terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS
* [[Slamet Muljana]]. 2005. ''Menuju Puncak Kemegahan'' (terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS
* https://archive.org/stream/dli.bengal.10689.12835/10689.12835_djvu.txt


== Pranala luar ==

* [http://www.kediri.go.id/Sejarah.htm/ Sejarah Kediri]{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}, Situs resmi Pemerintah Kabupaten Kediri
{{kotak mulai}}
{{kotak mulai}}
{{kotak suksesi|jabatan=Raja Kerajaan Medang (periode Jawa Tengah)|tahun=919?–927? |pendahulu=[[Mpu Daksa]]|pengganti=[[Dyah Wawa]]}}
{{kotak suksesi|jabatan=Raja Kerajaan Medang (periode Jawa Tengah)|tahun=919?–927? |pendahulu=[[Mpu Daksa]]|pengganti=[[Dyah Wawa]]}}
Baris 35: Baris 51:


[[Kategori:Raja Mataram Kuno]]
[[Kategori:Raja Mataram Kuno]]

[[en:Tulodong]]
[[jv:Tulodong]]

Revisi per 4 Oktober 2023 17.38

Sri Maharaja Rakai Layang Dyah Tulodong Sri Sajjana Sanmatanuraga Uttunggadewa atau disingkat Dyah Tulodong atau Tlodhong adalah raja Medang periode Jawa Tengah (atau lazim disebut Kerajaan Mataram Kuno), yang memerintah sekitar tahun 919924.[1][2]

Dyah Tulodong
Sri Maharaja Rakai Layang Dyah Tulodong Sri Sajjana Sanmatanuraga Uttunggadewa
Raja Medang Ke-15
Berkuasa( 12 Juli 919 - 7 Maret 927 M )
PendahuluMpu Daksa
PenerusDyah Wawa
WangsaSanjaya
AgamaHindu

Asal-Usul

Dyah Tulodong dianggap naik takhta menggantikan Mpu Daksa. Dalam Prasasti Ritihang yang dikeluarkan oleh Mpu Daksa terdapat tokoh Rakryan Layang namun nama aslinya tidak terbaca. Ditinjau dari ciri-cirinya, tokoh Rakryan Layang ini seorang wanita berkedudukan tinggi, jadi tidak mungkin sama dengan Dyah Tulodhong.

Mungkin Rakryan Layang adalah anak perempuan Mpu Daksa. Kemudian Dyah Tulodong berhasil menikahinya sehingga ia pun ikut mendapatkan gelar Rakai Layang, bahkan naik takhta menggantikan mertuanya, yaitu Mpu Daksa.

Dalam prasasti Lintakan Dyah Tulodong disebut sebagai putri dari seseorang yang dimakamkan di Turu Mangambil.

Nama "Layang" sekarang mulai dikaitkan dengan keberadaan Situs Liyangan, berdasarkan kemiripan nama.

Riwayat Pemerintahan

Prasasti Lintakan tanggal 12 Juli 919 adalah prasasti tertua yang pernah ditemukan dengan menyebut Tulodong sebagai raja. Dalam pemerintahannya, yang menduduki jabatan Rakryan Mapatih Hino bernama Mpu Ketuwijaya yang juga bergelar Sri Ketudhara Manimantaprabha Prabhusakti, sedangkan yang menjabat Rakryan Halu adalah Mpu Sindok.

Prasasti Harinjing tanggal 19 September 921 berisi pengukuhan anugerah untuk anak-anak Bhagawanta Bhari yang berjumlah 12 orang dan tersebar di mana-mana. Bhagawanta Bhari adalah tokoh yang berjasa membangun bendungan pencegah banjir. Ia sendiri telah mendapat anugerah dari raja sebelumnya.

Prasasti untuk anak-anak Bhagawanta Bhari diperbaharui lagi pada tanggal 7 Maret 927, di mana mereka mendapatkan Desa Culanggi sebagai sima swatantra (daerah bebas pajak). Pembaharuan tersebut dilakukan oleh Rakai Hino Mpu Ketuwijaya, atas saran dari Rakai Sumba yang menjabat sebagai Sang Pamgat Momahumah.

Akhir Pemerintahan

Prasasti Palebuhan tanggal April 927 menyebut adanya raja baru bernama Sri Maharaja Pu Wagiswara. Ia diyakini sebagai raja pengganti Dyah Tulodong namun tak berlangsung lama. Sedangkan Sri Ketudhara Manimantaprabha Prabhusakti yang tercatat dalam Prasasti Harinjing (921 M) sebagai Rakryan Mapatih Hino tidak diketahui lagi nasib dan keberadaannya.

Referensi

  1. ^ "Prasasti Lintakan - Informasi Situs Budaya Indonesia Prasasti Lintakan". Informasi Situs Budaya Indonesia. 2018-12-03. Diakses tanggal 2019-07-12. 
  2. ^ Nindyo, Fajar. "Koleksi Prasasti Sejarah di Museum Nasional Indonesia". POJOKCERITA. Diakses tanggal 2019-07-12. 

Kepustakaan

Pranala luar

Didahului oleh:
Mpu Daksa
Raja Kerajaan Medang (periode Jawa Tengah)
919?–927?
Diteruskan oleh:
Dyah Wawa