Lompat ke isi

Benteng De Kock: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Riyansam (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Desika Ayu (bicara | kontrib)
k Desika Ayu memindahkan halaman Benteng Fort de Kock ke Benteng De Kock
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(41 revisi perantara oleh 22 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Infobox military installation
{{No ref}}
| name = Benteng De Kock
[[Berkas:Memorial Fort de Kock.jpg|thumb|right|250px|Tetenger di tempat berdirinya Fort de Kock]]
| ensign =
| ensign_size =
| native_name = Fort De Kock
| partof = <!-- for elements within a larger site -->
| location = [[Kota Bukittinggi]], [[Sumatera Barat]],
| nearest_town = [[Kota Bukittinggi]]
| country = [[Indonesia]]
| image =Benteng Fort de Kock.jpg
| alt =
| caption =
| image2 = <!--secondary image, major command emblems for airfields -->
| alt2 =
| caption2 =
| type = [[Benteng]]
| coordinates = <!-- {{Coord}} -->
| gridref =
| image_map =
| image_mapsize =
| image_map_alt =
| image_map_caption =
| pushpin_map =
| pushpin_mapsize =
| pushpin_map_alt =
| pushpin_map_caption =
| pushpin_relief =
| pushpin_image =
| pushpin_label =
| pushpin_label_position =
| pushpin_mark =
| pushpin_marksize =
| ownership = <!-- government department such as the MoD or the United States DoD -->
| operator = [[KNIL]]
| controlledby = <!-- such as RAF Bomber Command or the Eighth Air Force -->
| open_to_public = <!-- for out of use sites/sites with museums etc -->
| site_other_label = <!-- for renaming "Other facilities" in infobox -->
| site_other = <!-- for other sorts of facilities – radar types etc -->
| site_area = <!-- area of site m2, km2 square mile etc -->
| code = <!--facility/installation code, applies to US -->
| built = {{Start date|1825}}
| used = 1825-1838
| builder = Kapten Bouer
| materials =
| height = <!-- height of tallest part, not above sea level -->
| length = <!-- for border fences or other DMZs -->
| fate = <!--changed from demolished parameter-->
| condition = Hancur
| battles = [[Perang Paderi]]
| events =
| current_commander = <!-- current commander -->
| past_commanders = <!-- past notable commander(s) -->
| garrison = <!-- such as the 25th Bombardment Group -->
| occupants = <!-- squadrons only -->
| designations =
| website =
| footnotes = <!-- catchall in case it's needed to preserve something in infobox that doesn't work in new code -->
}}


'''Fort de Kock''' adalah [[benteng]] peninggalan [[Belanda]] yang berdiri di [[Kota Bukittinggi]], [[Sumatera Barat]], [[Indonesia]]. Fort de Kock juga nama lama Bukittinggi.
'''Benteng De Kock''' adalah [[benteng]] peninggalan [[Belanda]] yang berdiri di [[Kota Bukittinggi]], [[Sumatera Barat]], [[Indonesia]]. Benteng ini didirikan oleh [[Kapten Bouer]] pada tahun [[1825]] pada masa [[Hendrik Merkus de Kock]] sewaktu menjadi komandan Der Troepen dan Wakil Gubernur Jenderal Hindia Belanda, karena itulah benteng ini terkenal dengan nama Benteng Fort De Kock.


Benteng yang terletak di atas [[Bukit Jirek]] ini digunakan oleh Tentara Belanda sebagai kubu pertahanan dari gempuran rakyat Minangkabau terutama sejak meletusnya [[Perang Paderi]] pada tahun 1821-1837. Di sekitar benteng masih terdapat meriam-meriam kuno periode abad ke 19. Pada tahun-tahun selanjutnya, di sekitar benteng ini tumbuh sebuah kota yang juga bernama ''Fort de Kock'', kini Bukittinggi.<ref>{{cite web |url=http://www.harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=2436:menyisiri-sejarah-di-benteng-fort-de-kock&catid=39:lancong&Itemid=153 | title=Menyisiri Sejarah di Benteng Fort de Kock |date=4 March 2012}}</ref>
Benteng ini dibangun semasa [[Perang Paderi]] pada tahun [[1825]] oleh Kapten Bauer di atas [[Bukit Jirek]] dan awalnya dinamai ''Sterrenschans''. Kemudian, namanya diubah menjadi ''Fort de Kock'', menurut [[Hendrik Merkus de Kock]], tokoh militer Belanda.


Benteng ini sebenarnya diberi nama ''''Sterreschans'''<nowiki/>' yang memiliki arti benteng pelindung. Pada 1897, Benteng Sterreschan dibongkar dan dijual menurut bunyi surat Gubernur Sumatera Barat tanggal 27 Februari 1897 dengan besluit Residen Padang Darat tanggal 6 Maret 1897 No. 1054 dan tanahnya diambil alih oleh pemerintah Belanda. Berikutnya tahun 1888 Belanda menetapkan batas kota Bukittinggi (Fort de Kock) menurut besluit Gouverneur General tanggal 1 Desember 1988.<ref>{{Cite book|last=|first=|date=1983|url=https://books.google.co.id/books?id=JbtjMXKgNsUC&q=%22Gouverneur+General+tanggal+1+Desember+1988+No+*+%22&dq=%22Gouverneur+General+tanggal+1+Desember+1988+No+*+%22&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwiGsvyQ5snrAhVu73MBHep-BUIQ6AEwAHoECAAQAg|title=Sejarah sosial daerah Sumatera Barat|location=|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek-Proyek [i.e. Proyek Inventarisasi] dan Dokumentasi Sejarah Nasional|isbn=|pages=55|language=id|url-status=live}}</ref><ref>https://www.delpher.nl/nl/tijdschriften/view?coll=dts&identifier=MMKB07:001491001:00386&objectsearch=Raaffplein+</ref>
Di tahun-tahun selanjutnya, di sekitar benteng ini tumbuh sebuah kota yang juga bernama ''Fort de Kock'', kini Bukittinggi.


== Sejarah ==
[[Berkas:Memorial Fort de Kock.jpg|jmpl|Monumen batu Fort de Kock]]
Benteng Fort de Kock digunakan oleh Tentara Belanda sebagai kubu pertahanan dari gempuran rakyat Minangkabau terutama sejak meletusnya [[Perang Paderi]] pada tahun [[1821]]-[[1837]] .Semasa pemerintahan Be­lan­da, Bukittinggi dijadikan sebagai salah satu pusat peme­rintahan, kota ini disebut sebagai ''Gemetelyk Resort'' pada tahun [[1828]]. Sejak tahun [[1825]] [[Hindia Belanda|pemerintah Kolonial Belan­da]] telah mendirikan sebuah benteng di kota ini sebagai tempat pertahanan, yang hingga kini para wisatawan dapat melihat langsung benteng tersebut yaitu Fort de Kock. Selain itu, kota ini tak hanya dijadikan sebagai pusat peme­rintahan dan tempat pertahanan bagi pemerintah kolonial Belanda, namun juga dijadikan sebagai tempat peristirahatan para opsir Belanda yang berada di wilayah jajahannya.

Fort de Kock juga diba­ngun sebagai lambang bahwa [[Belanda|Kolonial Belanda]] telah berhasil menduduki daerah di [[Sumatera Barat]]. Benteng tersebut meru­pakan tanda penjajahan dan perluasan kekuasaan [[Belanda]] terhadap wilayah [[Kota Bukittinggi|Bukittinggi]],[[Kabupaten Agam|Agam]], dan [[Kabupaten Pasaman|Pasaman]]. [[Belanda]] memang cerdik untuk menduduki Su­ma­tera Barat, mereka meman­faatkan konflik intern saat itu, yaitu konflik yang terjadi antara kelompok adat dan kelompok agama. Bahkan Belanda sendiri ikut membantu kelompok adat, guna menekan kelompok aga­ma selama [[Perang Paderi]] yang berlangsung [[1821]] hingga tahun [[1837]].

Belanda yang membantu kaum adat melahirkan sebuah kesepakatan bahwa Belanda diperbolehkan membangun basis pertahan militer yang dibangun Kaptain Bauer di puncak Bukit Jirek Hill, yang kemudian diberi nama Fort de Kock.

Setelah membangun di Bukit Jirek, Pemerintah Kolo­nial Belanda pun melanjutkan rencananyamengambil alih beberapa bukit lagi seperti Bukit Sarang Gagak, Bukit Tambun Tulang, Bukit Cubadak Bungkuak, dan Bukit Malam­bung. Di daerah tersebut juga dibangun gedung perkantoran, rumah dinas pemerintah, kom­pleks pemakaman, pasar, sarana transportasi, sekolah juga tempat rekreasi. Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintahan [[Belanda|Kolonial Belanda]] tersebut dalam istilah [[Minangkabau]] dikenal dengan “tajua nagari ka Bulando” yang berarti Terjual negeri pada Belanda. Pada masa itu memang, [[Belanda|Kolonial Belanda]] menguasai 75 persen wilayah dari lima desa yang dijadikan pusat perdagangan.
== Keadaan sekarang ==
== Keadaan sekarang ==
[[Berkas:Benteng Fort de Kock.jpg|jmpl|252x252px|Benteng Fort de Kock saat ini]]
Hingga saat ini, Benteng Fort de Kock masih ada sebagai bangunan bercat [[putih]]-[[hijau]] setinggi 20 m. Benteng Fort de Kock dilengkapi dengan [[meriam]] kecil di keempat sudutnya. Kawasan sekitar benteng sudah dipugar oleh pemerintah daerah menjadi sebuah taman dengan banyak pepohonan rindang dan mainan anak-anak.


Sejak direnovasi pada tahun 2002 lalu oleh pemerintah daerah, Fort de Kock, kawasan benteng Fort de Kock kini berubah menjadi Taman Kota Bukittinggi (''Bukittinggi City Park'') dan Taman Burung Tropis (''Tropical Bird Park'').
Benteng ini berada di lokasi yang sama dengan [[Kebun Binatang Bukittinggi]] dan [[Museum Rumah Adat Baanjuang]]. Kawasan benteng terletak di bukit sebelah kiri pintu masuk sedangkan kawasan [[kebun binatang]] dan [[museum]] berbentuk [[rumah gadang]] tersebut berada di bukit sebelah kanan. Keduanya dihubungkan oleh [[Jembatan Limpapeh]] yang di bawahnya adalah jalan raya dalam kota Bukit Tinggi. Kawasan ini hanya terletak 1 km dari pusat kota Bukittinggi di kawasan [[Jam Gadang]], tepatnya di terusan jalan Tuanku nan Renceh.
Hingga saat ini, Benteng Fort de Kock masih ada sebagai bangunan bercat [[putih]]-[[hijau]] setinggi 20 m. Benteng Fort de Kock dilengkapi dengan [[meriam]] kecil di keempat sudutnya. Kawasan sekitar benteng sudah dipugar oleh pemerintah daerah menjadi sebuah taman dengan banyak pepohonan rindang dan mainan anak-anak.
benteng ini adalah satu dari 2 benteng belanda yang ada di sumatera barat , yang satu lagi terletak di [[Batusangkar]] dengan nama benteng [[Fort Van der Capellen]] karna 2 kota inilah dahulu yang paling susah ditaklukan belanda saat peran paderi


Benteng ini berada di lokasi yang sama dengan [[Kebun Binatang Bukittinggi]] dan [[Museum Rumah Adat Baanjuang]]. Kawasan benteng terletak di bukit sebelah kiri pintu masuk sedangkan kawasan [[kebun binatang]] dan [[museum]] berbentuk [[rumah gadang]] tersebut berada di bukit sebelah kanan. Keduanya dihubungkan oleh [[Jembatan Limpapeh]] yang di bawahnya adalah jalan raya dalam [[kota Bukittinggi]]. Kawasan ini hanya terletak 1&nbsp;km dari pusat [[kota Bukittinggi]] di kawasan [[Jam Gadang]], tepatnya di terusan jalan Tuanku nan Renceh.


Benteng ini adalah satu dari 2 benteng belanda yang ada di sumatera barat, yang satu lagi terletak di [[Batusangkar]] dengan nama benteng [[Fort Van der Capellen]] karena 2 kota inilah dahulu yang paling susah ditaklukan belanda saat [[Perang Paderi]].
lihat pula : [[Fort Van der Capellen]]


<!--== Referensi ==
== Catatan Kaki ==
{{reflist}}

== Referensi ==
* Amir B, 2000, “Sejarah Sumatera Barat. Fakultas Ilmu Sosial”, UNP, Padang,
* Amir B, 2000, “Sejarah Sumatera Barat. Fakultas Ilmu Sosial”, UNP, Padang,

* Azizah Etek, Syahril Tanjung, Yosmardin, Mursyid A.M, Nazief E.S, Reno Oktaviani,2004 “Dinamika Pemerintah Lokal Kota Bukittinggi”, Kerjasama Pemerintah Kota Bukittinggi Lembaga Pengembangan Masyarakat, Institut Ilmu Pengetahuan LPM-IIP, Bukittinggi.
== Lihat pula ==
Bappeda dan Badan Statistik Kota Bukittinggi, Bukittinggi dalam Angka 2002, Bukittinggi : Kerjasama Dinas Bappeda dan Badan Pusat Statistik.
* [[Fort Van der Capellen]]
Badan Pemurnian Sejarah Indonesia-Minagkabau, 1978, Sejarah perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia di Minangkabau 1945-1950, Jakarta : BPSIM.
Boestamam Iskandar, “Kesan dan Pengalaman Dikaitkan Sejarah Taman Bundo KanduangKodya Bukittinggi, Bukittinggi: Dinas Taman Bundo Kanduang, 1993.
Edison, “Taman Bundo KanduangBukittinggi 1980-1993”. Skripsi, Padang: Jurusan sejarah, Universitas Andalas, 1994.
Hardinoto, Paulus H Sohargo, ”Pengembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Malang”. Malang: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat.
J. Pangklaykim dan Hazil Tanzil, Manajemen Suatru Pengatar, Jakarta. Ghalia Indonesia, 1982.
Marjani Martamin, “Sejarah Revolusi Kemerdekaan 1945-1949”. Padang : Proyek investasi dan dokumentasi kebudayaan daerah. Pusat penelitian sejarah, Dep P dan K, 1979/1980.
* Syafni Arita, ”Bukittinggi Kota Wisata Suatu Kajian Historis 1984-2000”. Skripsi, Padang: Jurusan Sejarah Universitas Negeri Padang, 2001.
* Wawancara dengan Soedirman, Bukittinggi: Tanggal [[5 Januari]] [[2005]].
* Zul Asri, 2001, “Bukittinggi 1945-1980, Perkembangan Kota Secara Fisik dan Hubungannya dengan Kepemilikan Tanah”, Tesis, Program Pasca Sarjana Ilmu Pengetahuan Budaya, Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Depok.-->
{{commonscat|Fort de Kock}}
{{commonscat|Fort de Kock}}


[[Kategori:Benteng Hindia-Belanda|De Kock]]
[[Kategori:Benteng Hindia Belanda|De Kock]]
[[Kategori:Kota Bukittinggi]]
[[Kategori:Kota Bukittinggi]]
[[Kategori:Bangunan dan struktur di Sumatera Barat]]
[[Kategori:Bangunan dan struktur di Sumatera Barat]]
[[Kategori:Perang Padri]]

[[nl:Fort de Kock]]

Revisi terkini sejak 27 Oktober 2023 19.30

Benteng De Kock
Fort De Kock
Kota Bukittinggi, Sumatera Barat,
Dekat Kota Bukittinggi di Indonesia
JenisBenteng
Informasi situs
OperatorKNIL
KondisiHancur
Sejarah situs
Dibangun1825 (1825)
Dibangun olehKapten Bouer
Digunakan1825-1838
Pertempuran/peperanganPerang Paderi

Benteng De Kock adalah benteng peninggalan Belanda yang berdiri di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia. Benteng ini didirikan oleh Kapten Bouer pada tahun 1825 pada masa Hendrik Merkus de Kock sewaktu menjadi komandan Der Troepen dan Wakil Gubernur Jenderal Hindia Belanda, karena itulah benteng ini terkenal dengan nama Benteng Fort De Kock.

Benteng yang terletak di atas Bukit Jirek ini digunakan oleh Tentara Belanda sebagai kubu pertahanan dari gempuran rakyat Minangkabau terutama sejak meletusnya Perang Paderi pada tahun 1821-1837. Di sekitar benteng masih terdapat meriam-meriam kuno periode abad ke 19. Pada tahun-tahun selanjutnya, di sekitar benteng ini tumbuh sebuah kota yang juga bernama Fort de Kock, kini Bukittinggi.[1]

Benteng ini sebenarnya diberi nama 'Sterreschans' yang memiliki arti benteng pelindung. Pada 1897, Benteng Sterreschan dibongkar dan dijual menurut bunyi surat Gubernur Sumatera Barat tanggal 27 Februari 1897 dengan besluit Residen Padang Darat tanggal 6 Maret 1897 No. 1054 dan tanahnya diambil alih oleh pemerintah Belanda. Berikutnya tahun 1888 Belanda menetapkan batas kota Bukittinggi (Fort de Kock) menurut besluit Gouverneur General tanggal 1 Desember 1988.[2][3]

Monumen batu Fort de Kock

Benteng Fort de Kock digunakan oleh Tentara Belanda sebagai kubu pertahanan dari gempuran rakyat Minangkabau terutama sejak meletusnya Perang Paderi pada tahun 1821-1837 .Semasa pemerintahan Be­lan­da, Bukittinggi dijadikan sebagai salah satu pusat peme­rintahan, kota ini disebut sebagai Gemetelyk Resort pada tahun 1828. Sejak tahun 1825 pemerintah Kolonial Belan­da telah mendirikan sebuah benteng di kota ini sebagai tempat pertahanan, yang hingga kini para wisatawan dapat melihat langsung benteng tersebut yaitu Fort de Kock. Selain itu, kota ini tak hanya dijadikan sebagai pusat peme­rintahan dan tempat pertahanan bagi pemerintah kolonial Belanda, namun juga dijadikan sebagai tempat peristirahatan para opsir Belanda yang berada di wilayah jajahannya.

Fort de Kock juga diba­ngun sebagai lambang bahwa Kolonial Belanda telah berhasil menduduki daerah di Sumatera Barat. Benteng tersebut meru­pakan tanda penjajahan dan perluasan kekuasaan Belanda terhadap wilayah Bukittinggi,Agam, dan Pasaman. Belanda memang cerdik untuk menduduki Su­ma­tera Barat, mereka meman­faatkan konflik intern saat itu, yaitu konflik yang terjadi antara kelompok adat dan kelompok agama. Bahkan Belanda sendiri ikut membantu kelompok adat, guna menekan kelompok aga­ma selama Perang Paderi yang berlangsung 1821 hingga tahun 1837.

Belanda yang membantu kaum adat melahirkan sebuah kesepakatan bahwa Belanda diperbolehkan membangun basis pertahan militer yang dibangun Kaptain Bauer di puncak Bukit Jirek Hill, yang kemudian diberi nama Fort de Kock.

Setelah membangun di Bukit Jirek, Pemerintah Kolo­nial Belanda pun melanjutkan rencananyamengambil alih beberapa bukit lagi seperti Bukit Sarang Gagak, Bukit Tambun Tulang, Bukit Cubadak Bungkuak, dan Bukit Malam­bung. Di daerah tersebut juga dibangun gedung perkantoran, rumah dinas pemerintah, kom­pleks pemakaman, pasar, sarana transportasi, sekolah juga tempat rekreasi. Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintahan Kolonial Belanda tersebut dalam istilah Minangkabau dikenal dengan “tajua nagari ka Bulando” yang berarti Terjual negeri pada Belanda. Pada masa itu memang, Kolonial Belanda menguasai 75 persen wilayah dari lima desa yang dijadikan pusat perdagangan.

Keadaan sekarang

[sunting | sunting sumber]
Benteng Fort de Kock saat ini

Sejak direnovasi pada tahun 2002 lalu oleh pemerintah daerah, Fort de Kock, kawasan benteng Fort de Kock kini berubah menjadi Taman Kota Bukittinggi (Bukittinggi City Park) dan Taman Burung Tropis (Tropical Bird Park). Hingga saat ini, Benteng Fort de Kock masih ada sebagai bangunan bercat putih-hijau setinggi 20 m. Benteng Fort de Kock dilengkapi dengan meriam kecil di keempat sudutnya. Kawasan sekitar benteng sudah dipugar oleh pemerintah daerah menjadi sebuah taman dengan banyak pepohonan rindang dan mainan anak-anak.

Benteng ini berada di lokasi yang sama dengan Kebun Binatang Bukittinggi dan Museum Rumah Adat Baanjuang. Kawasan benteng terletak di bukit sebelah kiri pintu masuk sedangkan kawasan kebun binatang dan museum berbentuk rumah gadang tersebut berada di bukit sebelah kanan. Keduanya dihubungkan oleh Jembatan Limpapeh yang di bawahnya adalah jalan raya dalam kota Bukittinggi. Kawasan ini hanya terletak 1 km dari pusat kota Bukittinggi di kawasan Jam Gadang, tepatnya di terusan jalan Tuanku nan Renceh.

Benteng ini adalah satu dari 2 benteng belanda yang ada di sumatera barat, yang satu lagi terletak di Batusangkar dengan nama benteng Fort Van der Capellen karena 2 kota inilah dahulu yang paling susah ditaklukan belanda saat Perang Paderi.

Catatan Kaki

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "Menyisiri Sejarah di Benteng Fort de Kock". 4 March 2012. 
  2. ^ Sejarah sosial daerah Sumatera Barat. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek-Proyek [i.e. Proyek Inventarisasi] dan Dokumentasi Sejarah Nasional. 1983. hlm. 55. 
  3. ^ https://www.delpher.nl/nl/tijdschriften/view?coll=dts&identifier=MMKB07:001491001:00386&objectsearch=Raaffplein+

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  • Amir B, 2000, “Sejarah Sumatera Barat. Fakultas Ilmu Sosial”, UNP, Padang,

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]