Legenda Minangkabau: Perbedaan antara revisi
Rahmatdenas (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(34 revisi perantara oleh 10 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1: | Baris 1: | ||
The '''Minangkabau legend''' told the story of the origin of the name "[[Minangkabau people|Minangkabau]]". It is thought to be a conjunction of two words, ''minang'' ("victorious") and ''kabau'' ("buffalo"). |
|||
[[Berkas:Stierengevecht op Sumatra's Westkust KITLV 85289.tiff|jmpl|300x300px|Tradisi [[adu kerbau]] di Sumatera Barat, 1932–1934.]] |
|||
The legend told the story of a territorial dispute between the local West Sumatran people and a neighbouring invading prince. The invading prince and his troops were somehow traditionally associated with [[Javanese people|Javanese]] [[Majapahit]] kingdom.<ref>{{cite news | title = Invasi Majapahit ke Pagaruyung dan Pertarungan Dua Kerbau | work = Sindo News | date = 11 March 2017 | url = https://daerah.sindonews.com/read/1187263/29/invasi-majapahit-ke-pagaruyung-dan-pertarungan-dua-kerbau-1489158517 | language = Indonesian}}</ref> To avoid a battle, the local leader proposed a fight to the death between two water buffalo to settle the dispute. The prince agreed and set forward his largest, meanest, most aggressive buffalo. The locals set forth a hungry baby buffalo with its small horns ground to be as sharp as knives. Seeing the adult buffalo across the field, the baby ran forward, hoping for milk. The big buffalo saw no threat in the baby buffalo and paid no attention to it, looking around for a worthy opponent. But when the baby thrust his head under the big bull's belly, looking for an udder, the sharpened horns punctured and killed the bull, and the local people won the contest and the dispute, and thus named their tribe "Minangkabau" after the victorious buffalo to mark this important event.<ref name="Cerita Rakyat Nusantara">{{cite web |url=http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/307-Asal-Mula-Nama-Nagari-Minangkabau# |title=Asal Mula Nama Nagari Minangkabau |author=Samsuni |date= |work= |publisher=Cerita Rakyat Nusantara |accessdate=6 May 2012}}</ref> |
|||
'''Legenda Minangkabau''' menceritakan kisah asal usul nama "[[Orang Minangkabau|Minangkabau]]". Menurut legenda ini, n<span data-segmentid="6" class="cx-segment">ama Minangkabau berasal dari gabungan dua kata, ''minang'' ("menang") dan ''kabau'' ("[[kerbau]]").</span> |
|||
The moral of the story set an example of the use of [[wisdom]] and [[strategy]] to avoid war and violence. It also celebrated the intelligence and victory of Minangkabau people. |
|||
== |
== Kisah == |
||
<span data-segmentid="7" class="cx-segment">Legenda ini menceritakan tentang perselisihan wilayah antara <span data-segmentid="11" class="cx-segment">p<span data-segmentid="13" class="cx-segment">enduduk</span></span> di wilayah Sumatera Barat sekarang dengan penguasa pendatang dari negeri seberang. Untuk menghidari perang, p<span data-segmentid="11" class="cx-segment"><span data-segmentid="13" class="cx-segment">enduduk</span> setempat mengusulkan agar pertempuran dilakukan secara simbolis dengan kerbau pilihan masing-masing. Pihak yang kerbaunya kalah harus menyerah kepada pemenang.</span><ref name="Sengketa Tiada Putus">Hadler, Jeffrey (2010). [http://sseas.berkeley.edu/sites/default/files/faculty/files/hadlersengketa.pdf "Sengketa Tiada Putus"]{{Pranala mati|date=Februari 2021|bot=InternetArchiveBot|fix-attempted=yes}} ''Freedom Institute''. hlm. 16–21. ISBN 978-979-19466-5-0.</ref><span data-segmentid="11" class="cx-segment"><ref name="Cerita Rakyat Nusantara2">{{Cite web|url=http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/307-Asal-Mula-Nama-Nagari-Minangkabau#|title=Asal Mula Nama Nagari Minangkabau|last=Samsuni|date=|website=|publisher=Cerita Rakyat Nusantara|access-date=23 Mei 2019}}</ref></span> |
|||
''Kerbau'' or [[water buffalo]] is an important domesticated animal in Minangkabau culture. It can be employed to work the paddy fields in [[rice]] agriculture as well as provides milk and meat. The importance of buffalo as cultural symbol is also can be found in other [[Indonesia]]n traditions, such as [[Toraja]]n culture. |
|||
<span data-segmentid="12" class="cx-segment">Mengikuti usulan penduduk setempat, penguasa pendatang setuju dan menurunkan kerbau terbesar, paling berani, dan paling agresif.</span> Adapun p<span data-segmentid="13" class="cx-segment">enduduk setempat menurunkan kerbau bayi yang haus dengan tanduknya yang diasah setajam pisau.</span> <span data-segmentid="14" class="cx-segment">Melihat kerbau dewasa melintasi ladang, kerbau bayi berlari ke atah kerbau dewasa dan segera menyeruduk ke perut kerbau, berharap mendapat susu.</span> <span data-segmentid="15" class="cx-segment">Kerbau besar tidak melihat itu sebagai ancaman dan masih mencari-cari lawan yang sepadan.</span> <span data-segmentid="16" class="cx-segment">Namun, selagi kerbau bayi mencari ambing kerbau dewasa, tanduknya yang tajam menusuk perut dan membunuh kerbau dewasa. Penduduk setempat memenangkan adu kerbau, dan mengabadikannya dengan menamakan suku bangsa mereka "Minangkabau".</span><span data-segmentid="16" class="cx-segment"><ref name="Cerita Rakyat Nusantara2" /><ref name="Sengketa Tiada Putus" /></span> |
|||
Buffalo, especially its [[horn (anatomy)|horn]]s are important cultural symbol in Minangkabau culture. The roofline of traditional houses in West Sumatra, called [[Rumah Gadang]] ([[Minangkabau language|Minangkabau]], "big house"), curves upward from the middle and end in points, in imitation of the water buffalo's upward-curving horns. The fabrics of Minangkabau women's headdresses are also folded and formed to imitate the buffalo's horn. |
|||
<span data-segmentid="20" class="cx-segment">Legenda Minangkabau diceritakan untuk menggambarkan kecerdasan orang Minangkabau.</span> <span data-segmentid="17" class="cx-segment">Moral dari kisah ini yakni penggunaan [[Hikmat|kecerdikan]] dan [[strategi]] untuk menghindari perang dan kekerasan.</span> |
|||
== Historical record == |
|||
The first mention of the name Minangkabau as '''Minanga Tamwan''', is in the late 7th century [[Kedukan Bukit inscription]], describing [[Sri Jayanasa of Srivijaya|Sri Jayanasa]]'s sacred journey from Minanga Tamwan accompanied with 20,000 soldiers heading to Matajap and conquering several areas in the southern of Sumatra.<ref>R. Ng. Poerbatjaraka, Riwajat Indonesia. Djilid I, 1952, Jakarta: Yayasan Pembangunan</ref> |
|||
== <span data-segmentid="21" class="cx-segment">Simbolisme kerbau</span> == |
|||
== References == |
|||
[[Berkas:Indonesia-Bull.jpg|jmpl|Kerbau di depan rumah gadang yang terbengkalai]] |
|||
<span data-segmentid="22" class="cx-segment">''Kabau'' atau [[kerbau]] adalah hewan peliharaan yang penting dalam [[budaya Minangkabau]].</span> <span data-segmentid="24" class="cx-segment">Kerbau dapat digunakan untuk membajak sawah serta menghasilkan susu (diolah sebagai ''[[dadiah]]'') dan daging.</span> |
|||
<span data-segmentid="29" class="cx-segment">Kerbau, terutama [[tanduk]]nya menjadi simbol budaya penting di Minangkabau.</span> <span data-segmentid="31" class="cx-segment">Lengkungan bubungan atap pada rumah-rumah tradisional di Sumatera Barat, yang disebut [[Rumah Gadang|rumah gadang]] (secara harfiah "rumah besar") menjulang ke atas dan meruncing di ujungnya, mengingatkan bentuk tanduk kerbau.</span> Selain itu, tutup kepala perempuan <span data-segmentid="34" class="cx-segment">Minangkabau yang disebut [[Tengkuluk tanduk|tikuluak]] dilipat dan dibentuk sedemekian rupa membentuk tanduk kerbau.</span> |
|||
<span data-segmentid="26" class="cx-segment">Pentingnya kerbau sebagai simbol budaya dapat pula dijumpai dalam budaya [[Indonesia]] lainnya, seperti [[Suku Batak|Batak]] dan [[Suku Toraja|Toraja]].</span> |
|||
== <span data-segmentid="35" class="cx-segment">Catatan sejarah</span> == |
|||
<span data-segmentid="36" class="cx-segment">Adapun menurut catatan sejarah, nama Minangkabau pertama kali disebut sebagai Minanga Tamwan. Nama ini tercatat pada [[prasasti Kedukan Bukit]] yang berasal dari abad ke-7. Prasasti itu menceritakan perjalanan suci [[Dapunta Hyang|Sri Jayanasa]] dari Minanga Tamwan disertai dengan 20.000 tentara menuju Matajap dan menaklukkan beberapa daerah di selatan Sumatra.<ref>R. Ng. Poerbatjaraka, Riwajat Indonesia. Djilid I, 1952, Jakarta: Yayasan Pembangunan</ref></span> |
|||
== <span data-segmentid="39" class="cx-segment">Referensi</span> == |
|||
{{reflist}} |
{{reflist}} |
||
[[Kategori:Legenda Minangkabau| ]] |
Revisi terkini sejak 8 Desember 2023 09.09
Legenda Minangkabau menceritakan kisah asal usul nama "Minangkabau". Menurut legenda ini, nama Minangkabau berasal dari gabungan dua kata, minang ("menang") dan kabau ("kerbau").
Kisah
[sunting | sunting sumber]Legenda ini menceritakan tentang perselisihan wilayah antara penduduk di wilayah Sumatera Barat sekarang dengan penguasa pendatang dari negeri seberang. Untuk menghidari perang, penduduk setempat mengusulkan agar pertempuran dilakukan secara simbolis dengan kerbau pilihan masing-masing. Pihak yang kerbaunya kalah harus menyerah kepada pemenang.[1][2]
Mengikuti usulan penduduk setempat, penguasa pendatang setuju dan menurunkan kerbau terbesar, paling berani, dan paling agresif. Adapun penduduk setempat menurunkan kerbau bayi yang haus dengan tanduknya yang diasah setajam pisau. Melihat kerbau dewasa melintasi ladang, kerbau bayi berlari ke atah kerbau dewasa dan segera menyeruduk ke perut kerbau, berharap mendapat susu. Kerbau besar tidak melihat itu sebagai ancaman dan masih mencari-cari lawan yang sepadan. Namun, selagi kerbau bayi mencari ambing kerbau dewasa, tanduknya yang tajam menusuk perut dan membunuh kerbau dewasa. Penduduk setempat memenangkan adu kerbau, dan mengabadikannya dengan menamakan suku bangsa mereka "Minangkabau".[2][1]
Legenda Minangkabau diceritakan untuk menggambarkan kecerdasan orang Minangkabau. Moral dari kisah ini yakni penggunaan kecerdikan dan strategi untuk menghindari perang dan kekerasan.
Simbolisme kerbau
[sunting | sunting sumber]Kabau atau kerbau adalah hewan peliharaan yang penting dalam budaya Minangkabau. Kerbau dapat digunakan untuk membajak sawah serta menghasilkan susu (diolah sebagai dadiah) dan daging.
Kerbau, terutama tanduknya menjadi simbol budaya penting di Minangkabau. Lengkungan bubungan atap pada rumah-rumah tradisional di Sumatera Barat, yang disebut rumah gadang (secara harfiah "rumah besar") menjulang ke atas dan meruncing di ujungnya, mengingatkan bentuk tanduk kerbau. Selain itu, tutup kepala perempuan Minangkabau yang disebut tikuluak dilipat dan dibentuk sedemekian rupa membentuk tanduk kerbau.
Pentingnya kerbau sebagai simbol budaya dapat pula dijumpai dalam budaya Indonesia lainnya, seperti Batak dan Toraja.
Catatan sejarah
[sunting | sunting sumber]Adapun menurut catatan sejarah, nama Minangkabau pertama kali disebut sebagai Minanga Tamwan. Nama ini tercatat pada prasasti Kedukan Bukit yang berasal dari abad ke-7. Prasasti itu menceritakan perjalanan suci Sri Jayanasa dari Minanga Tamwan disertai dengan 20.000 tentara menuju Matajap dan menaklukkan beberapa daerah di selatan Sumatra.[3]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b Hadler, Jeffrey (2010). "Sengketa Tiada Putus"[pranala nonaktif permanen] Freedom Institute. hlm. 16–21. ISBN 978-979-19466-5-0.
- ^ a b Samsuni. "Asal Mula Nama Nagari Minangkabau". Cerita Rakyat Nusantara. Diakses tanggal 23 Mei 2019.
- ^ R. Ng. Poerbatjaraka, Riwajat Indonesia. Djilid I, 1952, Jakarta: Yayasan Pembangunan